• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salah satu hal penting untuk menciptakan sistem teknologi baru dalam konteks tersebut adalah Teknologi Tepat Guna (TTG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Salah satu hal penting untuk menciptakan sistem teknologi baru dalam konteks tersebut adalah Teknologi Tepat Guna (TTG)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan selama ini dilakukan dengan menempatkan masyarakat sebagai obyek pembangunan yang menerima semua program dari pemerintah.

Pembangunan berbasis masyarakat secara sederhana dapat diartikan sebagai pembangunan yang mengacu kepada kebutuhan masyarakat, direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat dengan sebesar-besarnya memanfaatkan potensi sumber daya yang ada dan dapat diakses oleh masyarakat.

Pembangunan dari atas (top down) menempatkan pemerintah pusat dan atau elit masyarakat sebagai pencetus gagasan dengan asumsi mereka tahu yang terbaik bagi masyarakatnya, tanpa harus mendengarkan akomodasi aspirasi masyarakat (bawah) dilibatkan atau dimobilisasi dengan memberikan insentif dan atau menumbuhkan rasa takut. Sebaliknya pembangunan dari bawah (bottom up) memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berinisiatif sejak perencanaan dengan asumsi bahwa masyarakat memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan serta cara-cara terbaik yang cocok dengan kondisi mereka.

(Ahmad Sururi, 2015)

Pemberdayaan adalah mengembangkan diri keadaan tidak atau kurang adanya menjadi berdaya guna menjadi kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan pada intinya membahas tentang bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dengan keinginan

(2)

mereka. Masyarakat menempati posisi utama yang memulai, mengelola dan menikmati pembangunan. Sedangkan negara adalah fasilitator dan membuka ruang yang kondusif bagi tumbuhnya prakarsa partisipasi dan institusi lokal.

Pengenalan teknologi menjadi penting dalam upaya peningkatan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat yang ditujukan kepada para masyarakat yang masih tradisional. Salah satu hal penting untuk menciptakan sistem teknologi baru dalam konteks tersebut adalah Teknologi Tepat Guna (TTG). Kebijakan yang mendasari upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka penerapan TTG tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah ditetapkan peranan pengembangan dan pemanfaatan inovasi teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi dan pertanian masyarakat desa. Hal ini sesuai misi TTG yaitu penerapan dan pemanfaatan suatu inovasi teknologi yang tepat dan berdayaguna.

Berdasarkan Peraturan Menteri Desa Nomor 23 Tahun 2017 dalam Pasal 1 Ayat 3 tentang Pengembangan dan Pernerapan Teknologi Tepat Guna Dalam Pengelolaan Sumber Alam Desa disebutkan bahwa TTG adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan, dapat dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat secara mudah, serta menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan. TTG juga mengacu pada teknologi yang merupakan alternatif yang tidak dapat didaur ulang, dan ketergantungan manusia yang tidak terkontrol pada teknologi dari teknologi modern, yang mengakibatkan berbagai masalah, termasuk polusi, pemborosan sumber daya alam.

(3)

Pengelolaan dan pemanfaatan TTG merupakan salah satu program dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Program TTG merupakan program strategis untuk meningkatkan produktivitas dan mensejahterakan masyarakat miskin, pengangguran, putus sekolah, dan penyandang disabilitas, masyarakat yang memiliki usaha mikro kecil dan menengah, pengelola posyantek Desa dan posyantek antardesa, inventor TTG, dan kelompok masyarakat lainnya.

Mengacu pada Peraturan Menteri Desa Nomor 23 Tahun 2017 dalam pelaksanaan program TTG dan telah membentuk lembaga pelayanan TTG di setiap kecamatan dan desa/kelurahan yang tersebar di kabupaten Bintan, yakni posyantek. Posyantek ini bertujuan untuk melaksanakan pengelolaan TTG di masyarakat dimana seharusnya bisa memberikan pengetahuan dan ketrampilan mengenai TTG dengan menciptakan inovasi produk TTG, selain itu Posyantek sebagai sarana informasi dan pengembangan sarana prasarana alat TTG di masyarakat.

Kabupaten Bintan adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau. Kabupaten Bintan secara administrasi memiliki 10 Kecamatan dengan 36 Desa dan 15 Kelurahan yang tersebar di Kabupaten Bintan. Desa Teluk Bakau merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Gunung Kijang yang berada di daerah pesisir yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian nelayan, selain itu masyarakat sekitar memiliki kegiatan budidaya ikan. Untuk menunjang kegiatan budidaya ikan tentunya diperlukan pakan yang berkualitas.

Pakan merupakan komponen penting dalam usaha budidaya ikan.

(4)

Masyarakat Desa Teluk Bakau pernah menggunakan pakan buatan pabrik yaitu pelet, dan untuk mendapatkan pelet tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh. Pada tahun 2017, masyarakat berinisiatif untuk beternak maggot/larva dari lalat BSF (black soldier fly) dan memanfaatkan sampah organik yang dihasilkan dari resort dan hotel sekitar untuk dimanfaatkan sebagai sumber pakan Maggot.

Maggot merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan usaha ternak ikan yang mengandung kisaran 30-45% sumber protein. Kandungan protein yang relatif tinggi ini sangat potensial sebagai pakan tambahan untuk pembesaran ikan konsumsi. Maggot atau belatung ini juga mengandung antimikroba dan anti jamur, sehingga apabila dikonsumsi oleh ikan akan tahan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteria dan jamur. (Azir et al., 2017)

Untuk itu masyarakat Desa Teluk Bakau melakukan budidaya maggot dengan menerapkan Teknologi Tepat Guna (TTG) dengan metode bioteknologi yang menggunakan media bioupond sebagai tempat atau wadah untuk membesarkan maggot dan memanfaatkan limbah pasar yang berupa limbah industri pertanian, perikanan, dan sampah organik sebagai bahan makanan maggot. Bioupond dinilai media yang sederhana untuk budidaya maggot, karena dapat terbuat dari papan kayu bekas yang dibentuk persegi panjang dengan ukuran tertentu dan alas yang memiliki resapan air agar maggot terjaga dari becek sehingga tetap kering.

(5)

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti tentang program Teknologi Tepat Guna (TTG) Desa Teluk Bakau, pada tahun 2017 pihak Dinas PMD telah melakukan riset terhadap TTG yang akan dikembangkan di Desa Teluk Bakau guna memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi masyarakat serta memberi manfaat bagi kesejahteraan sosial dan ekonomi. Di awal Februari tahun 2018 TTG mulai diperkenalkan ke masyarakat dan diberi pengarahan cara menggunakan media yang dihasilkan agar dapat mengoptimalkan dan memanfatkan potensi desa. Program TTG Desa Teluk Bakau setiap tahunnya mendapatkan bantuan dari APBDes dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD). Kemudian ditahun 2019, pada bulan Juli TTG Desa Teluk Bakau mengikuti lomba tingkat Kabupaten dan pada bulan Agustus mengikuti lomba tingkat Provinsi Kepulauan Riau yang meraih juara II dengan tema merubah sampah dan limbah menjadi produk yang bermanfaat. Berikut jumlah masyarakat yang mengikuti program TTG.

Pelaksanaan program Teknologi Tepat Guna (TTG) di Desa Teluk Bakau dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan sasaran yang ada dengan mengacu pada Peraturan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 74 Tahun 2018 Tentang Pedoman Umum Pengembangan Dan Penerapan Teknologi Tepat Guna Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Desa/Kelurahan. TTG yang diterapkan sangat bermanfaat bagi masyarakat Teluk Bakau karena meminimalisir pengeluaran untuk membeli pakan ternak ikan dan unggas karena produk yang dihasilkan harganya lebih murah dan terjangkau sehingga tidak harus menempuh jarak yang jauh seperti sebelumnya untuk membeli pakan.

(6)

Adapun penghasilan pendapatan sebelum dan sesudah program TTG pada pengelolaan budidaya maggot dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1 Pendapatan Pengelola TTG Tahun 2016-2019 Tahun

2016 2017 2018 2019

24.000.000 60.000.000 84.000.000 96.000.000 Sumber: Narasumber, 2020 (Telah diolah kembali)

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah adanya program TTG mengalami peningkatan tiap tahunnya.

Berdasarkan pra riset yang dilakukan diketahui pada bulan Maret Tahun 2020 meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia termasuk di Desa Teluk Bakau dan tutupnya hotel beserta resort disekitar Desa membuat program TTG ini berhenti sejenak dikarenakan bahan baku untuk makan maggot berasal dari resort atau hotel di desa tersebut. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengelola TTG ini menjadi penghambat berjalannya program TTG, hanya 1 kelompok masyarakat saja yang mengelola maggot dalam jumlah besar dan di ekspor keluar pulau Bintan. Sementara masyarakat lainnya mengelola TTG ini hanya untuk keperluan mereka pribadi saja.

Mengacu dari uraian diatas, penulis tertarik untuk membuat usulan penelitian dengan judul “Evaluasi Program Teknologi Tepat Guna Pengelolaan Budidaya Maggot di Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan”.

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya pengelolaan aset desa di desa pulung sudah dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016

|LEGENDS OF SOUTH AFRICAN SCIENCE| 211 working with mycotoxins is that they are internationally distributed thereby leading to international collaboration, whereas if you work with