• Tidak ada hasil yang ditemukan

sanksi sekolah bagi siswa pengguna handphone di

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "sanksi sekolah bagi siswa pengguna handphone di"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SANKSI SEKOLAH BAGI SISWA PENGGUNA HANDPHONE DI SMA ADABIAH 2 PADANG

ARTIKEL ILMIAH

SITI INTAN ANNISA 12070012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2017

(2)
(3)

1

SANKSI SEKOLAH BAGI SISWA PENGGUNA HANDPHONE DI SMA ADABIAH 2 PADANG

Siti Intan Annisa 12070012

(Program Studi Pendidikan Sosiologi

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat, Padang)

Abstract

This research is motivated because students typically use the time in school to learn, but they use mobile phones, while learning even if predefined rules in SMA Adabiah 2 Padang which forbids students to bring cell phones to school, because it can have negative impacts on students in the learning process. The formulation of the problem that the researchers propose that what the sanction schools for students in high school mobile phone users Adabiah 2 Padang. The purpose of research is to describe the sanction schools for students in high school mobile phone users Adabiah 2 Padang. The approach used is qualitative descriptive type. The results showed that the sanction schools for students in high school mobile phone users Adabiah 2 Padang form of confiscation of mobile phones by teachers, students create a letter of agreement and raids mobile phones by teachers.

Kata Kunci: Pengendalian Sosial, Siswa dan Handphone

Pendahuluan

Sekolah mempersiapkan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk mengenali diri dan budayanya secara baik melalui kurikulum. Salah satunya, SMA Adabiah yakni yayasan yang didirikan oleh Dr. H. Abdullah Achmad. Dengan dukungan para ulama, cadiak pandai, niniak mamak, para saudagar dan sebagainya, pada tahun 1909 didirikanlah Diniyah Adabiah dibawah naungan Yayasan Syariat Oesaha (YSO) Adabiah. Pada tanggal 23 Agustus 1915 YSO Adabiah diberi status berbadan hukum oleh pemerintah kolonial Belanda dan sebelum diberi status tersebut, Diniyah Adabiah diubah menjadi His Adabiah.

Pada tahun 2012 Adabiah dimekarkan menjadi Adabiah 1 dan 2, itu disebabkan oleh siswa yang melebihi kuota dalam penempatan siswa per kelasnya.

Untuk akreditasinya, kedua sekolah ini sudah memiliki akreditasi yang bagus yakni A. SMA Adabiah 2 Padang terletak di jalan Jati Adabiah 2 No. 1 Padang, Desa Jati, Kecamatan Padang Timur.

Sekolah ini yang berada jauh dari jalan raya membuat kebisingan kendaraan tidak terlalu mengganggu, selain itu lingkungan SMA Adabiah 2 Padang asri, kondusif dan agamis karena memiliki masjid sehingga dapat mendukung dalam pelaksanaan kegiatan proses belajar mengajar.

Jika diperhatikan, mayoritas siswa mempunyai handphone dengan fitur yang lengkap. Berbagai fasilitas ada didalam handphonenya, sehingga mereka dapat melakukan apapun dengan alat tersebut.

Siswa menggunakan handphone tidak hanya untuk memudahkan berkomunikasi dengan keluarga dan temannya. Tetapi, siswa menggunakannya untuk bermain game dan browsing internet seperti berselancar di dunia maya.

(4)

2 Agar proses belajar mengajar berjalan dengan lancar, salah satunya dengan ditetapkannya peraturan sekolah. Peraturan sekolah ditetapkan untuk menentukan ketentraman, keharmonisan dan kelancaran berbagai program pendidikan di sekolah.

Salah satu peraturan SMA Adabiah 2 Padang tersebut ialah siswa dilarang membawa handphone ke sekolah. Jika dibawa ke sekolah, siswa dapat menggunakan handphone tersebut, keluar kelas ketika belajar dan dapat melakukan perilaku bermasalah lainnya. Siswa biasanya di sekolah menggunakan waktu untuk belajar. Dimana belajar menurut Slameto (2013:2) ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamalannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Tetapi kenyataannya, siswa tetap membawa handphone ke sekolah bahkan menggunakannya saat belajar. Walaupun sekolah telah menetapkan larangan sesuai dengan peraturan nomor 9 yaitu siswa dilarang membawa handphone yang ada kameranya, headset dan IPAD pada saat jam pelajaran berlangsung, andai kata dibawa ke sekolah dan terjadi kehilangan maka hal tersebut bukan tanggungjawab sekolah (dalam peraturan SMA Adabiah 2 Padang).

Berikut siswa yang melanggar peraturan tentang menggunakan handphone ke sekolah:

Tabel 1.2 Siswa yang Melanggar Peraturan Sekolah tentang Handphone Tahun Ajaran 2016/2017

No Tanggal Nama

Siswa

Kelas 1 03-09- 2016 Rajasa.

D

X 2 13-09- 2016 Owen. R X 3 29-09-2016 Gevin. G XI

IPS 4 01-10- 2016 Rolan. V XI

IPA 5 29-11- 2016 Shinny.

B

XII IPA 6 05-12- 2016 Tito. M XII

IPS 7 07-12- 2016 Ziko. A XII IPS Sumber: Data Sekunder 2016

Adapun perumusan masalah yang peneliti ajukan yaitu apa sanksi yang diberikan sekolah bagi siswa pengguna handphone di SMA Adabiah 2 Padang ?

Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan sanksi yang diberikan sekolah bagi siswa pengguna handphone di SMA Adabiah 2 Padang.

Peneliti menggunakan teori asosiasi diferensial dari Edwin H.

Sutherland. Menurutnya (dalam Henslin 2007:152), istilah asosiasi diferensial untuk mengindikasikan bahwa sebagian besar dari kita belajar untuk menyimpang dari norma masyarakat melalui kelompok berbeda dimana kita bergaul. Menurutnya, penyimpangan adalah konsekuensi dari kemahiran dan penguasaan atas suatu sikap yang dipelajari dari norma yang menyimpang, terutama dari subkultur atau diantara teman sebaya yang menyimpang.

Teori ini menjelaskan bahwa setiap orang berpotensi untuk melakukan tindak kejahatan jika selalu dihadapkan dengan lingkungan yang mendukung untuk berbuat kriminal (dalam Meliala, 1993:54).

Teori asosiasi diferensial dapat diterapkan untuk menganalisis:

1. Organisasi sosial atau subkultur (baik yang menyimpang atau tidak) 2. Penyimpangan perilaku tingkat

individual

3. Perbedaan norma yang menyimpang atau pun yang tidak, terutama pada kelompok atau asosiasi yang berbeda.

Ditingkat kelompok, perilaku menyimpang adalah suatu konsekuensi dari terjadinya konflik normatif. Artinya, perbedaan aturan sosial diberbagai kelompok sosial seperti: sekolah, lingkungan tetangga, kelompok teman sebaya atau keluarga, bisa membingungkan individu yang masuk ke dalam komunitas tersebut.

Situasi itu dapat menyebabkan ketegangan yang berujung pada konflik normatif pada diri individu. Seandainya di sekolah diajarkan nilai kejujuran, tetapi di luarnya, entah keluarga, organisasi sosial atau dilingkungan masyarakat yang lebih luas nilai kejujuran telah ditinggalkan. Maka perbedaan norma diantara berbagai kelompok sosial yang dialami siswa tersebut

(5)

3 dapat saja melunturkan nilai kejujuran yang diajarkan sekolahnya.

Meskipun teori ini secara spesifik digunakan untuk menganalisis kejahatan dan perilaku menyimpang yang mengarah pada tindakan kejahatan, tetapi teori ini bisa digunakan juga untuk menganalisis bentuk lain dari perilaku menyimpang, seperti pelacuran, kecanduan obat-obatan, alkoholisma dan perilaku homoseksual.

Tidak ada tingkah laku jahat yang diturunkan dari kedua orang tuanya tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab. Kelompok sosial tertata secara berbeda, beberapa terorganisasi dalam mendukung aktivitas kriminal dan yang lain melawan aktivitas tersebut. Setiap orang mungkin melakukan kontak dengan kelompok yang terorganisasi dalam melakukan aktivitas kriminal atau dengan kelompok yang melawan aktivitas tersebut.

Menurut Narwoko (2007:112-113) teori ini memiliki 9 proposisi atau dasar yaitu:

1. Perilaku menyimpang adalah hasil dari proses belajar atau yang dipelajari.

2. Perilaku menyimpang dipelajari oleh seseorang dalam interaksi dengan orang lain dan melibatkan proses komunikasi yang intens.

3. Bagian utama dari belajar tentang perilaku menyimpang terjadi didalam kelompok personal yang akrab. Sedangkan media massa seperti televisi, majalah atau koran, hanya memainkan peran sekunder dalam mempelajari penyimpangan.

4. Hal yang dipelajari didalam proses terbentuknya perilaku menyimpang adalah teknik penyimpangan yang kadang sangat rumit, tetapi kadang juga cukup sederhana, petunjuk khusus tentang dorongan, rasionalisasi dan sikap berperilaku menyimpang.

5. Petunjuk khusus tentang motif untuk berperilaku menyimpang itu dipelajari dari definisi tentang norma yang baik atau tidak.

6. Seseorang menjadi menyimpang karena ia menganggap lebih menguntungkan untuk melanggar norma dari pada tidak. Apabila seseorang beranggapan bahwa lebih baik melakukan pelanggaran dari pada tidak ada sanksi atau hukuman yang tegas. Atau orang lain membiarkan suatu tindakan yang dapat dikategorikan menyimpang.

Sebaliknya, seseorang menjadi tidak menyimpang karena orang itu beranggapan bahwa akan lebih baik menguntungkan jika tidak melakukan pelanggaran, dan kemudian ia mendapat pujian, sanjungan atau dijanjikan mendapatkan pahala.

7. Terbentuknya asosiasi diferensial itu bervariasi tergantung dari frekuensi, durasi, prioritas dan intensitas.

8. Proses mempelajari penyimpangan perilaku melalui kelompok yang memiliki pola menyimpang atau sebaliknya, melibatkan semua mekanisme yang berlaku didalam setiap proses belajar. Ini artinya tidak ada proses belajar yang unik untuk memperoleh cara berperilaku menyimpang.

9. Meskipun perilaku menyimpang merupakan salah satu ekspresi dari kebutuhan dan nilai masyarakat yang umum, tetapi penyimpangan perilaku tersebut tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan dan nilai umum tersebut. Karena perilaku yang tidak menyimpang juga sebagai ekspresi dari nilai kebutuhan yang sama. Misalnya, kebutuhan untuk diakui merupakan ekspresi dari dilakukannya berbagai tindakan.

Pengendalian sosial atau social control menurut Soekanto (2001:226-228) ialah segala proses, baik yang direncanakan atau tidak, yang bersifat mendidik bahkan memaksa masyarakat agar mematuhi kaidah dan nilai sosial yang berlaku.

Pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keserasian dengan perubahan dalam masyarakat. Pengendalian sosial dapat bersifat:

(6)

4 1. Preventif merupakan suatu usaha

pencegahan terhadap terjadinya gangguan pada keserasian.

2. Represif ialah mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Hal ini berwujud penjatuhan sanksi terhadap masyarakat yang melanggar dari kaidah yang berlaku.

Proses pengendalian sosial dapat dilaksanakan dengan:

1. Tanpa kekerasan (persuasive) 2. Paksaan (coercive).

Suatu pengendalian sosial mempunyai ciri-ciri yaitu:

1. Suatu cara tertentu terhadap masyarakat.

2. Dapat dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lainnya atau oleh suatu kelompok terhadap individu.

3. Dilakukan secara timbal balik meskipun terkadang tidak disadari oleh kedua belah pihak.

Cara pengendalian sosial yakni:

1. Formal artinya dilakukan oleh lembaga resmi.

2. Informal. Pengendalian sosial ini berupa desas-desus, pengucilan dan celaan yang diberikan kepada masyarakat yang menyimpang dari norma yang telah ditetapkan.

Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional “siswa atau peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pengembangan yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.”

Menurut A. Zambrana (dalam Fadilah, 2011:30) telepon genggam sering disebut handphone (HP) atau telepon seluler (ponsel) adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon konvensional saluran tetap, namun dapat dibawa kemana-mana (portabel, mobile) dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel.

Penggunaan alat ini sudah berlangsung sejak tahun 1973, namun dengan perkembangan teknologi dan semakin canggihnya model dan fitur yang ada dalam handphone membuat masyarakat semakin tertarik untuk memilikinya yang akhirnya ketergantungan dan tidak terkecuali siswa.

Dampak negatif penggunaannya bagi siswa yaitu selain menyebabkan prestasi menurun, siswa menjadi lupa mengerjakan tugas karena cenderung menghabiskan waktu untuk bermain handphone, mengurangi kesempatan bersosialisasi dengan rekannya dan bisa dengan mudahnya mengakses pornografi.

Kemudian menurut Michigan (2010:126), handphone juga memiliki dampak positif antara lain: dahulu kita perlu hadir secara fisik dengan seseorang diera pra handphone, tetapi hari ini kita dapat berbicara dengan seseorang dimana saja, komunikasi anak dengan orang tua pun menjadi semakin lancar dan dengan mengenal teknologi sehingga para remaja tidak menjadi generasi yang gagap teknologi.

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif, menurut Afifuddin dan Saebani (2012:130), penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, transkripsi wawancara, gambar, rekaman video dan lain-lain. Sedangkan tipe penelitian yang digunakan ialah deskriptif, yang merupakan penelitian dengan mendeskripsikan suatu gejala dan fakta yang sedang terjadi atau sudah terjadi.

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi latar penelitian (dalam Moleong, 2010:132). Teknik pengambilan informan digunakan dengan cara purposive sampling yaitu penentuan informan dengan pertimbangan tertentu yang dapat dipandang dapat memberikan data secara maksimal atau mempunyai kriteria tertentu (dalam Arikunto, 2006:160). Adapun jumlah informan dalam penelitian ini adalah 27 orang, dimana 15 orang adalah siswa yang melanggar peraturan, 5 orang adalah siswa

(7)

5 yang tidak melanggar peraturan dan 7 orang guru.

Data adalah sesuatu yang diperoleh melalui suatu metode pengumpulan data yang akan diolah dan dianalisis dengan suatu metode tertentu yang selanjutnya akan menghasilkan suatu hal yang dapat menggambarkan atau mengindikasikan sesuatu (dalam Herdiansyah, 2012:116).

Jenis data yang digunakan pertama, berupa data primer yang merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya berupa observasi dan wawancara. Kedua, data sekunder yang merupakan data yang diperoleh dari dokumentasi (dalam Sangadji dan Sopiah, 2010:172).

Dengan metode pengumpulan data pertama, berupa observasi yakni memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati dengan teliti dan sistematis sasaran perilaku yang dituju (dalam Herdiansyah, 2012:131). Observasi bertujuan untuk mendeskripsikan aktivitas yang sedang berlangsung, orang yang terlibat dalam aktivitas tersebut, setting yang dipelajari dan makna kejadian dari perspektif orang yang terlibat dalam suatu kasus tersebut. Peneliti menggunakan observasi terlibat atau participatory observation yakni pengamat ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Kedua, wawancara merupakan sebuah percakapan antara dua orang atau lebih, yang pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subjek penelitian untuk dijawab. Peneliti juga menggunakan wawancara mendalam.

Dan ketiga, dokumen adalah catatan peristiwa atau informasi yang sudah berlalu melalui pencarian dan bukti yang dapat berupa tulisan, gambar atau karya monumental dari seseorang (dalam Afifuddin dan Saebani, 2012:117).

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (dalam Arikunto, 2006:121). Unit analisis yang digunakan yaitu individu.

Dengan analisis data model interaktif Miles dan Huberman yang dimulai dari tahap pengumpulan data. Kedua, reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pengabstraksian dan pentransformasi data kasar yang muncul dari catatan lapangan. Ketiga, penyajian dan display data dan yang keempat, kesimpulan

dan verifikasi (dalam Basrowi dan Suwandi, 2008:209).

Lokasi penelitian ini di SMA Adabiah 2 Padang. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena dari hasil observasi, disana sudah ada aturan sekolah yang melarang siswa untuk membawa handphone kamera tetapi mereka tetap melanggarnya.

Jadwal penelitian dan penyusunan hasil penelitian dilakukan dari bulan September sampai Oktober. Adapun definisi operasional konsep yang digunakan: kontrol, siswa dan handphone.

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sanksi sekolah bagi siswa pengguna handphone di SMA Adabiah 2 Padang berupa pertama, penyitaan handphone oleh guru. Siswa yang ketahuan oleh guru di kelas menggunakan handphone saat belajar, maka handphone tersebut disita selama seminggu dan bisa diambil kembali tetapi harus mengisi buku masalah siswa. Kedua, siswa membuat surat perjanjian. Siswa yang menggunakan handphone di kelas lalu tertangkap oleh guru yang sedang mengajar, kemudian disuruh membuat surat perjanjian yang ditandatangani oleh wali kelas agar tetap diperbolehkan masuk belajar kembali dan mendapatkan handphonenya tersebut.

Ketiga, razia handphone oleh guru. Para guru juga melakukan razia handphone siswa untuk membuatnya jera menggunakan ketika belajar seperti di kelas secara sembunyi- sembunyi, selanjutnya dilakukan penahanan handphone sekaligus pemanggilan orang tua siswa yang bersangkutan sebagai syarat agar dapat mengambil handphonenya kembali.

Pada bagian pembahasan, dalam uraian ini peneliti akan “mendeskripsikan sanksi yang diberikan sekolah bagi siswa pengguna handphone di SMA Adabiah 2 Padang.”

Peneliti menggunakan teori asosiasi diferensial dari Edwin H.

Sutherland. Menurutnya, istilah asosiasi diferensial untuk mengindikasikan bahwa sebagian besar dari kita belajar untuk menyimpang dari norma masyarakat melalui kelompok berbeda dimana kita bergaul.

Menurutnya, penyimpangan adalah konsekuensi dari kemahiran dan penguasaan atas suatu sikap yang dipelajari dari norma

(8)

6 yang menyimpang, terutama dari subkultur atau diantara teman sebaya yang menyimpang.

Tidak ada tingkah laku jahat yang diturunkan dari kedua orang tuanya tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab. Kelompok sosial tertata secara berbeda, beberapa terorganisasi dalam mendukung aktivitas kriminal dan yang lain melawan aktivitas tersebut. Setiap orang mungkin melakukan kontak dengan kelompok yang terorganisasi dalam melakukan aktivitas kriminal atau dengan kelompok yang melawan aktivitas tersebut.

Sanksi sekolah bagi siswa pengguna handphone di SMA Adabiah 2 Padang berupa penyitaan handphone oleh guru, membuat surat perjanjian dan razia handphone oleh guru. Pertama,

penyitaan handphone oleh guru. Siswa membawa handphone setiap ke sekolah walaupun dilarang oleh pihak sekolah.

Alasan mereka karena kameranya bisa digunakan untuk memotret latihan teman, membuka media sosial, untuk hiburan dan alat komunikasi. Siswa menggunakannya ketika dibutuhkan, di kelas dan labor. Ada yang menggunakannya saat jam pelajaran dan kapan saja ketika dibutuhkan. Kalau dalam proses pembelajaran handphone digunakan secara sembunyi-sembunyi seperti dibelakang bangku teman, duduk dibagian belakang dan ketika guru di kelas menerangkan pelajaran dari belakang. Siswa yang ketahuan oleh gurunya, handphone tersebut disita selama seminggu, lalu bisa diambil tapi harus mengisi buku masalah siswa terlebih dahulu.

Kedua, membuat surat perjanjian.

Handphone digunakan pada jam pelajaran, siswa yang bersangkutan disuruh menghadap wali kelasnya oleh guru yang mengajar di kelas untuk meminta tanda tangan surat perjanjian. Setelah itu, dia diperbolehkan masuk ke kelas oleh guru yang bersangkutan.

Ketiga, razia handphone oleh guru.

Para guru juga melakukan razia handphone siswa untuk membuatnya jera menggunakan ketika belajar seperti di kelas secara sembunyi-sembunyi. Selanjutnya, dengan dilakukan penahanan sekaligus pemanggilan orang tua siswa yang bersangkutan, barulah handphonenya dapat diambil kembali.

Jadi, berdasarkan hasil penelitian diatas siswa menggunakan handphone karena belajar untuk melanggar aturan sekolah melalui interaksi dengan teman sepergaulan yang akrab dan siswa lain dilingkungan sekolah tersebut.

Kesimpulan dan Saran

Dari hasil penelitian tentang Sanksi Sekolah bagi Siswa Pengguna Handphone di SMA Adabiah 2 Padang dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penyitaan handphone oleh guru.

Siswa membawa handphone setiap ke sekolah walaupun dilarang oleh pihak sekolah. Alasan mereka karena kameranya bisa digunakan untuk memotret latihan teman, membuka media sosial dan untuk hiburan seperti game. Siswa menggunakannya ketika dibutuhkan, di kelas dan labor. Ada yang menggunakannya saat jam pelajaran dan kapan saja ketika dibutuhkan. Kalau dalam proses pembelajaran handphone digunakan secara sembunyi- sembunyi seperti dibelakang bangku teman, duduk dibagian belakang dan ketika guru di kelas menerangkan pelajaran. Siswa yang ketahuan oleh gurunya, handphone tersebut disita selama seminggu, lalu bisa diambil tapi harus mengisi buku masalah siswa terlebih dahulu.

2. Membuat surat perjanjian. Seperti pada kasus yang peneliti temukan, handphone digunakan pada jam pelajaran, siswa yang bersangkutan disuruh menghadap wali kelasnya oleh guru yang mengajar di kelas untuk meminta tanda tangan surat perjanjian. Setelah itu, bisa diperbolehkan masuk ke kelas kembali. Dimana surat tersebut berisi perintah agar siswa menggunakan handphone pada situasi yang tepat.

(9)

7 3. Razia handphone oleh guru. Para

guru juga melakukan razia handphone siswa untuk membuatnya jera menggunakan ketika belajar seperti di kelas secara sembunyi-sembunyi. Selanjutnya, dengan dilakukan penahanan sekaligus pemanggilan orang tua siswa yang bersangkutan.

Adapun saran yang peneliti kemukakan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk siswa agar mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh sekolah dan menggunakan handphone sesuai kondisinya.

2. Untuk guru dapat memberikan arahan kepada siswa agar tidak menyalahgunakan handphone.

3. Untuk pihak sekolah selalu mempertahankan program dengan baik mengenai peraturan yang telah ditetapkan, sehingga siswa benar- benar fokus dalam proses pembelajaran dan tidak melanggarnya.

4. Untuk orang tua dapat mengontrol

anaknya agar tidak

menyalahgunakan handphone di sekolah.

5. Untuk peneliti selanjutnya agar dapat mengkaji permasalahan ini lebih tajam dari penelitian ini bahkan permasalahan lain yang masih ada di SMA Adabiah 2 Padang.

Daftar Pustaka

Afifuddin dan Saebani, Beni Ahmad.

2012. Metodologi

Penelitian Kualitatif.

Bandung: Pustaka Setia.

Arikunto, Suharsimi. 2006.

Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Basrowi dan Suwandi. 2008.

Memahami Penelitian

Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Fadilah, Ahmad. 2011. Pengaruh

Penggunaan Alat

Komunikasi Handphone (HP) terhadap Aktivitas Belajar Siswa SMP Negeri 66 Jakarta Selatan. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Henslin, M. James. 2007.

Sosiologi dengan Pendekatan Membumi Jilid 1. Jakarta:

Erlangga.

Herdiansyah. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Meliala, Adrianus. 1993.

Menyingkap Kejahatan Kerah Putih. Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan.

Michigan, Detroit. 2010. Tips dan Trik Penting Seputar Handphone dan Dampak Penggunaannya. Surabaya:

Indah Surabaya.

Moleong, Lexy. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:

Remaja Rosda Karya.

Narwoko, Dwi dan Bagong Suyanto.

2007. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah.

2010. Metodologi Penelitian dan Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta: CV.

ANDI.

Slameto. 2013. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya.

Jakarta: Rineka Cipta.

Soekanto, Soerjono. 2001.

Sosiologi Suatu Pengantar.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Syafaruddin dan Irwan Nasution.

2005. Manajemen

Pendidikan. Medan:

Quantum Teaching.

(10)

8

Referensi

Dokumen terkait

Based on the research findings, the researcher found the results as follows; 1 there are two kinds of learning objectives, namely general learning objectives and specific learning