BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM)
Definisi tentang usaha mikro, kecil dan menengah yang dikemukakan oleh Undang-undang terbaru yang dikeluarkan pemerintah tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah UU No. 20 Tahun 2008. Menurut UU No. 20 tahun 2008 Pasal 1 yang disebutkan bahwa:
1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Sedangkan Menurut UU No. 20 Tahun 2008 Pasal 6 disebutkan bahwa Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) itu memiliki kriteria sebagai berikut:
1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Menurut Glen Glenardi (dalam Nurrohmah, 2015:16) kemampuan UMKM dalam menghadapi krisis dan pembangun perekonomian nasional disebabkan oleh:
1) Sektor Mikro dapat dikembangkan hampir di semua sektor usaha dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
2) Karena sifat penyebarannya yang sangat luas (baik sektor usaha dan wilayahnya) sektor mikro juga sangat berperan dalam pemerataan kesempatan kerja.
3) UMKM termasuk usaha-usaha anggota koperasi yang pada umumnya fleksibel.
UMKM dengan skala usaha yang tidak besar, kesederhanaan spesifikasi dan teknologi yang digunakan dapat lebih mudah menyesuaikan dengan perubahan atau perkembangan yang terjadi.
4) UMKM merupakan industri padat modal. Dalam struktur biaya produksinya, komponen tersebar adalah biaya variabel yang mudah menyesuaikan dengan perubahan/perkembangan yang terjadi.
5) Produk-produk yang dihasilkan sebagian besar merupakan produk yang berkaitan langsung dengan kebutuhan primer masyarakat.
6) UMKM lebih sesuai dan dekat dengan kehidupan pada tingkat bawah (grassroot) sehingga upaya mengentaskan masyarakat dari keterbelakangan akan lebih efektif.
2.2 Daya Saing
Menurut Kuncoro (2007:82) daya saing adalah konsep perbandingan kemampuan dan kinerja perusahaan, sub-sektor atau negara untuk menjual dan memasok barang atau jasa yang diberikan dalam pasar. Daya saing sebuah negara dapat dicapai dari akumulasi daya saing strategis setiap perusahaan. Proses penciptaan nilai tambah (value added creation) berada pada lingkup perusahaan.
Daya saing menurut Sumihardjo (2008:8) yakni kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang dilakukan seseorang, kelompok atau institusi tertentu. Dapat disimpulkan bahwa daya saing merupakan kemampuan suatu usaha untuk dapat bersaing dengan usaha yang lainnya dengan mengandalkan kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut dan menyesuaikan pangsa pasar yang ditujunya.
Sedangkan menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses mendefinisikan, daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang dimaksud adalah (1) kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya, (2) kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya, (3) kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.
Menurut Porter (2001) Daya saing ditentukan oleh Keunggulan Bersaing suatu perusahaan dan sangat bergantung pada tingkat sumber daya relatif yang dimilikinya atau biasa kita sebut keunggulan kompetitif. Selanjutnya, menjelaskan pentingnya daya saing karena tiga hal berikut: (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri, (2) dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam konteks regional ekonomi maupun kuantitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat, (3) kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan efisiensi.
2.2.1 Cara Menentukan Daya Saing
Menurut David (2011:145) tentang strategi bersaing (competitive strategy atau disebut juga Porter’s Five Forces) suatu perusahaan, yaitu mengintrodusir 3 jenis strategi generik, antara lain keunggulan biaya (cost leadership), pembedaan produk (differentiation), dan focus (focus) menjelaskan:
1. Strategi Biaya Rendah (cost leadership)
Strategi biaya rendah menurut David (2011:145) yakni menekankan pada upaya memproduksi produk standar (sama dalam segala aspek) dengan biaya per unit yang sangat rendah. Produk ini (barang maupun jasa) biasanya ditujukan kepada konsumen yang relatif mudah terpengaruh oleh pergeseran harga (price sensitive) atau menggunakan harga sebagai faktor penentu keputusan. Terutama dalam pasar komoditi, strategi ini tidak hanya membuat perusahaan mampu bertahan terhadap persaingan harga yang terjadi tetapi juga dapat menjadi pemimpin pasar dalam menentukan harga dan memastikan tingkat keuntungan pasar yang tinggi serta stabil melalui cara-cara yang agresif dalam efisiensi dan keefektifan biaya.
Menurut Porter (1994) untuk dapat menjalankan strategi biaya rendah, sebuah perusahaan harus mampu memenuhi persyaratan di dua bidang, yaitu: sumber daya (resources) dan organisasi. Strategi ini hanya mungkin dijalankan jika dimiliki beberapa keunggulan di bidang sumber daya perusahaan, yaitu: pemasaran produk, kreativitas dan bakat SDM, pengawasan yang ketat, riset pasar, distribusi yang kuat, keterampilan kerja, serta biaya distribusi dan promosi rendah. Sedangkan dari bidang organisasi, perusahaan harus kuat dan mampu untuk melakukan koordinasi antar fungsi manajemen yang terkait, merekrut tenaga yang berkemampuan tinggi, insentif berdasarkan target.
2. Strategi Pembedaan Produk
Menurut David (2011:146) strategi pembedaan produk, mendorong perusahaan untuk mampu menemukan keunikan tersendiri dalam pasar yang jadi sasarannya.
Keunikan produk baik barang ataupun jasa yang dikedepankan ini memungkinkan suatu perusahaan untuk menarik minat yang sebesar-besarnya dari konsumen yang potensial. Cara pembedaan produk bervariasi dari pasar ke pasar, tetapi berkaitan dengan sifat dan atribut fisik suatu produk atau pengalaman kepuasan secara nyata ataupun psikologis yang didapat oleh konsumen dari produk tersebut. Berbagai kemudahan pemeliharaan, tampilan tambahan, fleksibilitas, kenyamanan dan berbagai hal lainnya yang sulit ditiru lawan bisnisnya merupakan sedikit contoh dari diferensiasi. Strategi jenis ini biasa ditujukan kepada para konsumen potensial yang relatif tidak mengutamakan harga dalam pengambilan keputusannya.
Perlu diperhatikan bahwa terdapat berbagai tingkatan diferensiasi. Diferensiasi tidak memberikan jaminan terhadap keunggulan kompetitif, terutama jika produk- produk standar yang beredar telah (relatif) memenuhi kebutuhan konsumen atau jika
kompetitor/pesaing dapat melakukan peniruan dengan cepat. Contoh penggunaan strategi ini secara tepat adalah pada produk barang yang bersifat tahan lama (durable) dan sulit ditiru oleh pesaing.
3. Strategi Fokus (Focus)
Strategi fokus menurut David (2011:147) digunakan untuk membangun keunggulan bersaing dalam suatu segmen pasar yang lebih sempit. Strategi jenis ini ditujukan untuk melayani kebutuhan konsumen yang jumlahnya relatif kecil dan dalam pengambilan keputusannya untuk membeli relatif tidak dipengaruhi oleh harga. Dalam pelaksanaannya terutama pada perusahaan skala menengah dan besar, strategi fokus diintegrasikan dengan salah satu dari dua strategi generik lainnya:
strategi biaya rendah atau strategi pembedaan produk.
Syarat bagi penerapan strategi ini adalah adanya besaran pasar yang cukup (market size), terdapat potensi pertumbuhan yang baik, dan tidak terlalu diperhatikan oleh pesaing dalam rangka mencapai keberhasilannya. Strategi ini akan menjadi lebih efektif jika konsumen membutuhkan suatu keunikan atau ciri khas tertentu yang tidak diminati oleh perusahaan pesaing. Biasanya perusahaan yang bergerak dengan strategi ini lebih berkonsentrasi pada suatu kelompok pasar, wilayah geografis, atau produk barang dan jasa tertentu dengan kemampuan memenuhi kebutuhan konsumen secara baik.
Menurut Porter (1991) hal-hal yang harus dikuasai atau dimiliki oleh setiap perusahaan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif adalah:
1. Teknologi
2. Tingkat entrepreneurship yang tinggi
3. Tingkat efisiensi/produktivitas yang tinggi dalam proses produksi 4. Kualitas serta mutu yang baik dari barang yang dihasilkan
5. Promosi yang meluas dan agresif
6. Pelayanan teknisal maupun nonteknisal yang baik (service after sale)
7. Tenaga kerja dengan tingkat keterampilan/pendidikan, etos kerja, kreativitas, serta motivasi yang tinggi
8. Skala ekonomis 9. Inovasi
10. Diferensiasi produk
11. Modal dan sarana serta prasarana lainnya yang cukup
12. Jaringan distribusi di dalam dan terutama di luar negeri yang baik dan well - organized/managed
13. Proses produksi yang dilakukan dengan sistem just - in - time (JIT).
2.2.3 Analisis Daya Saing
Analisis daya saing ini dilakukan dengan memperhatikan faktor eksternal.
Menurut Porter (1990) analisis daya saing ini dapat dilakukan untuk mengetahui daya saing yaitu dengan menganalisis tiap komponen dari Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory). Komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1) Factor Condition (FC), yaitu keadaan faktor-faktor produksi dalam suatu industri seperti tenaga kerja dan infrastruktur.
2) Demand Condition (DC), yaitu keadaan permintaan atas barang dan jasa dalam wilayah.
3) Related and Supporting Industries (RSI), yaitu keadaan para penyalur dan industri lainnya yang saling mendukung dan berhubungan.
4) Firm Startegy, Structure, and Rivalry (FSSR), yaitu strategi yang dianut perusahaan pada umumnya, struktur industri, dan keadaan kompetisi suatu industri wilayah.
Selain itu, ada komponen lain yang terkait dengan keempat komponen utama tersebut yaitu komponen pendukung berupa peran pemerintah dan peran kesempatan.
Keempat faktor utama dan dua faktor pendukung tersebut saling berhubungan dan berinteraksi. Hasil analisis komponen penentu daya saing dapat menentukan komponen yang menjadi keunggulan dan kelemahan daya saing industri. Setiap komponen dalam penentu daya saing komoditas unggulan Sentra Industri Sepatu Cibaduyut memiliki hubungan keterkaitan.
Hubungan keterkaitan antar komponen daya saing ini dapat berupa hubungan keterkaitan yang saling mendukung dan hubungan yang tidak saling mendukung.
Selain dapat dianalisis hubungan keterkaitan antar komponen utama, juga dapat dianalisis hubungan keterkaitan antara komponen utama dengan komponen pendukung. Hasil keseluruhan hubungan dan interaksi antar komponen yang saling mendukung sangat menentukan perkembangan yang dapat menjadi competitive advantage dari suatu industri khususnya Sentra Industri Sepatu Cibaduyut. Berikut
adalah Gambar 2.1 hubungan antara komponen utama dengan komponen pendukung Diamond Theory Porter.
Persaingan, Struktur dan Strategi
Peranan Kesempatan
Komponen Sumber Daya: SDM, SDA, Infrastruktur, Teknologi,
Modal
Peranan Pemerintah Kondisi Permintaan
Industri Pendukung dan Terkait
Keterangan:
Garis (---) menunjukkan hubungan antara atribut pendukung dengan atribut utama Garis ( ) menunjukkan hubungan antar atribut utama
Gambar 2.1 Diagram Komponen Diamond Theory Porter Sumber: Porter (1990)
2.2.2 Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage)
Menurut Porter (1990:20) menjelaskan bahwa Keunggulan Bersaing merupakan jantung dari Kinerja Pemasaran untuk menghadapi persaingan.
Keunggulan Bersaing adalah kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai unggul dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimilikinya (Markland et al, 1995). Pendapat lain yang diungkapkan Hoffman (2000) menyatakan bahwa cikal bakal dari pengembangan konsep keunggulan kompetitif adalah spesialisasi perusahaan untuk menemukan variasi-variasi dalam hal permintaan pembeli
Strategi bersaing menurut Daryanto (2011) terbagi menjadi tiga strategi umum yang sering digunakan yaitu diferensiasi, keunggulan biaya dan strategi focus.
Diferensiasi hal yang menjelaskan bahwa strategi harus memberikan hal yang berbeda dari tawaran yang diberikan oleh pesaing, lalu keunggulan biaya (low cost) yaitu merupakan strategi untuk mengefisiensikan seluruh biaya produksi yang dikeluarkan agar menghasilkan produk atau jasa yang dapat dijual dengan range harga lebih rendah dibandingkan pesaing. Fokus merupakan strategi dalam
menggarap sebuah tujuan untuk target market yang khusus, menurut Porter strategi fokus biasanya dilakukan untuk menjual produk atau jasa yang memiliki spesifikasi atau karakteristik khusus dalam.
Ada beberapa jenis Keunggulan Bersaing yaitu mulai dari Keunggulan Bersaing biaya (cost competitive advantage), Keunggulan Bersaing diferensial dan Keunggulan Bersaing ceruk (niche competitive advantage). Keunggulan Bersaing (competitive advantage) dapat dicapai dengan melalui fokus terhadap pelanggan, pencapaian kualitas, integritas serta tanggung jawab, inovasi dan kreativitas, lalu dengan melakukan produksi yang rendah biaya.
Berikut indikator Keunggulan Bersaing yang diadaptasi dari Jurnal Strategi Menciptakan Keunggulan Bersaing Produk Melalui Orientasi Pasar, Inovasi, dan Orientasi Kewirausahaan dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Pemasaran (Studi Empiris pada Industri Pakaian Jadi Skala Kecil dan Menengah di Kota Semarang) yang ditulis oleh Supranoto (2009:3) yang disajikan dalam Gambar 2.4.
Keunggulan Bersaing
Keunikan (uniqueness)
Jarang Dijumpai (rarely encountered)
Tidak Mudah Ditiru
Tidak Mudah Diganti
Harga Bersaing (competitive prices)
Gambar 2.2 Indikator Keunggulan Bersaing Sumber: Supranoto (2009:3)
Menurut Gambar 2.1 maka dijelaskan bahwa competitive advantage merupakan variabel yang akan digunakan menjadi variabel endogen dalam penelitian ini karena dipengaruhi oleh variabel dalam model penelitian ini seperti Orientasi Kewirausahaan, Kinerja Pemasaran, dan kapabilitas TIK maka secara detail dijelaskan melalui Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Variabel Competitive Advantage dan Indikatornya
Nama Variabel Indikator
Keunggulan Bersaing (Laten
Endogen)
Y1.1 Kemampuan untuk menciptakan produk yang berpenampilan unik.
Y1.2 Kemampuan untuk mengeluarkan harga produk yang dapat diterima oleh pelanggan.
Y1.3 Kemampuan untuk menciptakan produk yang dapat dipesan sesuai keinginan pelanggan.
Y1.4 Kemampuan untuk menciptakan produk yang selalu tersedia dengan yang pembeli inginkan
Y1.5 Kemampuan untuk menciptakan produk yang memiliki kualitas baik
Sumber: Adaptasi dari Supranoto (2009:3)
2.3 Kewirausahaan (Entrepreneur)
Menurut Day et al (2006:581) menyatakan kewirausahaan pada hakikatnya merupakan sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemampuan dalam mewujudkan gagasan yang inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif.
Kewirausahaan merupakan inti dari suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
Menurut Carson et al (2008) menyatakan bahwa kewirausahaan merupakan gabungan dari kreativitas, inovasi, dan kebenaran dalam menghadapi resiko yang dilakukan melalui kerja keras untuk menciptakan dan menjaga sebuah usaha yang baru. Kreativitas memiliki arti yaitu berpikir sesuatu yang baru, sedangkan inovasi memiliki arti bertindak melakukan sesuatu yang baru. Secara estimologi kewirausahaan hakikatnya memiliki arti yaitu suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku secara inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat dalam menghadapi tantangan setiap tantangan atau sebuah resiko.
Secara komprehensif yang telah dikemukakan oleh Scarborough dan Zimmerer (2005:6) kewirausahaan memiliki ciri-ciri yang meliputi:
1. Keinginan untuk tanggung jawab, yakni hasrat bertanggung jawab terhadap usaha-usaha yang sedang digagasnya dan diaktualisasikan melalui sikap mawas diri.
2. Preferensi untuk resiko sedang (Preference for moderate risk), yakni kecenderungan untuk senantiasa mengambil sebuah risiko yang moderat serta
direfleksikan oleh pilihan keputusannya tujuannya untuk selalu menghindari tingkat risiko yang terlalu tinggi maupun yang terlalu rendah.
3. Percaya diri dalam kemampuan mereka untuk sukses, yakni dimana seorang wirausaha memiliki tingkat keyakinan atas kemampuan dirinya untuk sukses yang direfleksikan melalui moto bahwa kegagalan itu tak lain adalah sukses yang tertunda.
4. Keinginan untuk segera mendapatkan umpan balik, yakni kehendak untuk senantiasa memperoleh umpan balik (feedback) yang sesegera mungkin.
5. Tingkat enregi yang tinggi, yakni seorang wirausaha memiliki semangat dan dorongan bekerja keras untuk mewujudkan tujuannya yang lebih baik di masa yang akan datang.
6. Orientasi masa depan, yakni jiwa seorang wirausaha memiliki perspektif ruang dan waktu ke masa depan.
7. Keterampilan dalam pengorganisasian, yakni keahlian dan keterampilan yang dimiliki seorang wirausaha dalam mengorganisasikan sumber daya untuk menciptakan nilai tambah (value added).
8. Nilai pencapaian atas uang, yakni suatu tolak ukur yang dimiliki oleh seorang wirausaha yang bersifat kuantitatif-finansial dalam menilai suatu kinerja.
Maka dapat diyakini jika seorang wirausaha memiliki ciri dan watak yang disebutkan di atas, kualitas profesionalisme dari seorang pelaku usaha (entrepreneur) akan semakin kokoh dan terpelihara, baik yang dibawa sejak lahir maupun yang diperoleh atau diciptakan melalui transfer pengetahuan.
2.3.1 Orientasi Kewirausahaan (Entrepreneurial Orientation)
Menurut Weerawerdeena (2003:411) kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju kesuksesan. Sedangkan penjelasan dari Drucker (1994) Orientasi Kewirausahaan sebagai watak atau ciri-ciri yang melekat pada seseorang yang mempunyai kemauan keras untuk mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia usaha yang nyata dan dapat mengembangkannya dengan tangguh. Menurut Morris dan Lewis (2002) Orientasi Kewirausahaan merupakan sebuah aktivitas mengidentifikasi secara proaktif upaya mencapai dan mempertahankan pelanggan yang memberikan keuntungan melalui pendekatan yang inovatif terhadap manajemen risiko, efektivitas
sumber daya, dan pengembangan nilai. Secara garis besar Orientasi Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sebuah sesuatu yang baru dan berbeda.
Menurut Avlontis & Salavou (2007) Orientasi Kewirausahaan merupakan suatu fenomena organisasi yang mencerminkan kemampuan manajerial mereka, sebagaimana perusahaan memulai untuk berinisiatif dan mengubah tindakan kompetitif mereka sehingga dapat menguntungkan bisnis yang dijalaninya.
Sedangkan menurut Lee & Peterson (2000) Orientasi Kewirausahaan digambarkan sebagai keterlibatan sebuah perusahaan atau sebuah bisnis memasuki pasar yang baru. Pendapat lain menurut Lumpkin dan Dess (2001) berpendapat Orientasi Kewirausahaan digambarkan sebagai keterlibatan sebuah perusahaan atau sebuah bisnis memasuki pasar yang baru.
Menurut Rauch (2004) Orientasi Kewirausahaan dapat dilihat sebagai proses pembuatan tingkat strategi perusahaan yang menggunakan perusahaan untuk mengejar penciptaan usaha, mempertahankan visi mereka, dan menciptakan keunggulan kompetitif. Sedangkan menurut Lumpkin dan Dess (1996:135) Orientasi Kewirausahaan adalah sebuah orientasi perusahaan yang memiliki prinsip dan upaya untuk mengidentifikasi dan mengeksploitasi kesempatan yang ada.
Orientasi Kewirausahaan juga dikenal dengan sebuah pendekatan baru dalam pembaruan kinerja di sebuah perusahaan ataupun di sebuah bisnis yang sedang dilakukan. Hal ini pula harus diikuti dengan respon yang positif oleh perusahaan atau pelaku bisnis yang mencoba bangkit dari sebuah keterpurukan yang diakibatkan krisis yang berkelanjutan. Orientasi Kewirausahaan juga dapat disebut sebagai sprearhead untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi di sebuah perusahaan yang sifatnya berkelanjutan dan memiliki daya saing yang tinggi.
Berikut indikator Orientasi Kewirausahaan yang diadaptasi dari Jurnal Clarifying the entrepreneurial orientation construct and linking it to performance yang ditulis oleh Lumpkin dan Dess (1996:139) yang disajikan dalam Gambar 2.2.
Orientasi Kewirausahaan
Memiliki Inovasi (Innovativeness) Proaktif (Proactiveness)
Berani Mengambil Resiko (Risk Taking)
Pengalaman Berusaha (Bussines Experience)
Antisipatif
Agresivitas Bersaing (Competitive Aggressiveness)
Gambar 2.3 Indikator Orientasi Kewirausahan (Entrepreneurial Orientation) Sumber: Lumpkin & Dess (1996:139)
Menurut Gambar 2.2 di atas maka dijelaskan bahwa Orientasi Kewirausahaan merupakan variabel yang akan digunakan menjadi variabel eksogen dalam penelitian karena dianggap dapat mempengaruhi variabel yang lain tetapi tidak dipengaruhi oleh variabel lain di dalam model penelitian ini, maka secara detail dijelaskan melalui Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Variabel Orientasi Kewirausahan dan Indikatornya
Nama Variabel Indikator
Orientasi Kewirausahaan (Entrepreneurial
Orientation)
X1.1 Kemampuan menghasilkan inovasi/ide-ide baru X1.2 Kemampuan menjadi yang pertama dalam
memperkenalkan suatu produk (proaktif).
X1.3 Kemampuan untuk menentukan keputusan yang berisiko.
X1.4 Kemampuan untuk menambah pengalaman dalam menjalankan usaha.
X1.5 Kemampuan memiliki sifat tanggap terhadap sesuatu yang akan terjadi (antisipatif)
X1.6 Kemampuan memiliki sifat ingin mengungguli pesaing
Sumber: Adaptasi dari Lumpkin & Dess (1996:139)
2.4 Pemasaran (Marketing)
Menurut Swastha dan Irawan (2008:29) pemasaran merupakan sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang berupaya untuk meletakkan berbagai asumsi yang dapat digunakan untuk menciptakan nilai optimal bagi stakeholders dari waktu ke waktu.
Sedangkan menurut Kotler (2005:30) menjelaskan konsep pemasaran yaitu
masyarakat menegaskan bahwa tugas dari sebuah organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan pesaing dengan cara yang tetap mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan konsumen.
Menurut Kohli dan Jaworski (2005:541) menyatakan bahwa konsep pemasaran juga membutuhkan inteligensi pasar yaitu sistem inteligensi pemasaran merupakan sistem yang memberikan data tentang kejadian sehari-hari. Dalam penjelasan lain menurut Petruska juga menjelaskan bahwa penerapan konsep pemasaran akan mencapai volume penjualan yang menguntungkan. Menurut Pribadi dan Mundung (2007:26) dalam konsep pemasaran memiliki tiga unsur pokok yaitu:
1) Mengarahkan usaha kepada pelayanan keperluan konsumen yang dilayani (menyediakan/menemukan barang yang diperlukan).
2) Melaksanakan kegiatan pemasaran yang terpadu dalam usaha mempengaruhi pasar untuk merebut konsumen.
3) Mewujudkan kepuasan konsumen dalam upaya menciptakan pelanggan tetap.
Pendapat lain dari Crosier (2006) menyatakan konsep dasar dalam pemasaran tradisional yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga elemen meliputi:
1) Pemasaran merupakan budaya organisasi yang memperhatikan pentingnya pasar atau konsumen.
2) Pemasaran merupakan proses strategis yang artinya perusahaan mampu bersaing dan bertahan di pasaran.
3) Pemasaran merupakan serangkaian fungsi atau metode taktis dalam menetapkan pengembangan produk, menetapkan harga, melakukan promosi dan menggunakan saluran distribusi.
Intinya konsep pemasaran itu menjelaskan sebuah upaya yang berfokus pada pasar dan berorientasi kepada konsumen, dengan output dapat memberikan kepuasan kepada konsumen sebagai kunci mencapai tujuan perusahaan.
2.4.1 Kinerja Pemasaran (Marketing Performance)
Menurut Ferdinand (2000), strategi perusahaan selalu diarahkan untuk menghasilkan Kinerja Pemasaran seperti volume penjualan, porsi pasar dan tingkat pertumbuhan penjualan. Kinerja Pemasaran dapat diartikan juga sebagai usaha untuk
mengukur tingkat kinerja yang mencakup keuntungan dan omset penjualan, jumlah pelanggan serta pertumbuhan dari penjualan tersebut. Kinerja Pemasaran dapat dikatakan naik signifikan ketika terjadi peningkatan dari volume penjualan yang dihitung dari tahun-tahun sebelumnya, peningkatan julah pelanggan dari pesaing yang ada, serta dapat mencakup pasar yang lebih luas lagi.
Kinerja Pemasaran merupakan variabel yang fundamental untuk mengukur dan menilai sejauh mana Kinerja Pemasaran itu dicapai. Lain halnya pandangan dari O'Sullivan (2007:26) yang mengungkapkan bahwa mengukur Kinerja Pemasaran itu harus dipertimbangkan oleh top manajemen yang berkaitan dengan hasil keuangan (financial), pasar kompetitif (competitive market), perilaku konsumen (customer behaviour), sikap konsumen (customer attitudes), serta pelanggan langsung (direct customer) yang diperuntukkan sebagai sarana meningkatkan Kinerja Pemasaran dengan apa yang sudah dilakuka perusahaan saat ini.
Sedangkan menurut Ferdinand (2000:23) menyatakan bahwa Kinerja Pemasaran adalah salah satu faktor yang sering digunakan untuk mengukur dampak dari strategi yang digunakan oleh perusahaan. Strategi yang digunakan perusahaan tersebut selalu ditujukan untuk menghasilkan Kinerja Pemasaran yang baik bahkan mencakup hingga mencapai kinerja keuangan yang baik.
Berikut indikator dari Kinerja Pemasaran yang diadaptasi dari Jurnal Kualitas Strategi Pemasaran: Sebuah Studi Pendahuluan yang ditulis oleh Ferdinand (2002:114) yang disajikan dalam Gambar 2.3.
Kinerja Pemasaran
Omzet Penjualan
Wilayah Pemasaran Pengembalian Penjualan
(Sales Return)
Peningkatan Penjualan Gambar 2.4 Indikator Kinerja Pemasaran
Sumber: Ferdinand (2002:114)
Menurut Gambar 2.3 di atas maka dijelaskan bahwa Kinerja Pemasaran merupakan variabel yang akan digunakan menjadi variabel eksogen dalam penelitian
ini karena memiliki pengaruh terhadap variabel lainnya serta tidak dipengaruhi oleh variabel dalam model penelitian ini, maka secara detail dijelaskan melalui Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Variabel Kinerja Pemasaran dan Indikatornya
Nama Variabel Indikator
Kinerja Pemasaran (Marketing Performance)
X2.1 Kemampuan meningkatkan omzet penjualan X2.2 Kemampuan memperluas pangsa
pasar/wilayah pemasaran (market place) X2.3 Kemampuan mempertahankan pangsa pasar
untuk meningkatkan pengembalian penjualan.
X2.4 Kemampuan meningkatkan penjualan dengan mencari pelanggan baru.
Sumber: Adaptasi dari Ferdinand (2002:114)
2.5 Kapabilitas TIK (Teknologi, Informasi dan Komunikasi)
Menurut Yusuf (2011:129) Teknologi Infromasi dan Komunikasi (TIK) adalah payung besar terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. Menurut istilah TIK muncul setelah adanya perpaduan antara teknologi komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunak) dengan teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20. Perpaduan kedua teknologi tersebut berkembang pesat melampaui bidang teknologi lainnya. Hingga awal abad ke-21 TIK masih terus mengalami berbagai perubahan dan belum terlihat titik jenuhnya.
Menurut Jamal (2011:99) menjelaskan teknologi informasi dan komunikasi dapat diartikan sebagai seluruh teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, penyimpanan, dan penyajian informasi. Perusahaan harus mampu mengikuti trend perkembangan teknologi dalam transaksi perdagangannya atau hal lainnya agar dapat bersaing dalam era digital sekarang ini. TIK meliputi dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi, untuk teknologi informasi mencakup segala hal yang bersinggungan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan untuk teknologi informasi mencakup segala hal yang berkaitan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari satu perangkat ke perangkat lainnya (Yusuf, 2011:130).
Pendapat lain menurut Zhang et al (2008:357) menyatakan bahwa kemampuan teknologi informasi sebagai kemampuan perusahaan dalam memobilisasi dan menyebarkan sumber daya yang dimiliki dengan berlandaskan teknologi informasi yang dikolaborasikan ataupun digabungkan dengan sumber daya dan berbgai
kemampuan lainnya. Sedangkan menurut Nakata et al (2008) mendefinisikan bahwa kemampuan teknologi informasi sebagai kemampuan dari suatu sistem komputer, kumpulan komputer serta teknologi lainnya terkait dalam sebuah organisasi ataupun perusahaan untuk menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi.
Menurut Deeson (1991) TIK adalah kebutuhan manusia di dalam mengambil dan memindahkan, mengolah dan memproses informasi dalam konteks sosial yang menguntungkan diri sendiri dan masyarakat secara keseluruhan. Penerapan TIK memiliki keunggulan yaitu tersedianya informasi secara luas, cepat, dan tepat, adanya kemudahan dalam proses pembelajaran bagi semua kalangan, dan administrasi keuangan serta dukungan teknologi untuk memudahkan mengakses informasi tersebut. Penerapan TIK juga memiliki keunggulan yang khas yaitu tidak terbatasi oleh tempat dan waktu.
Berikut indikator kapabilitas TIK yang diadaptasi dari penelitian yang ditulis oleh Sutisna (2012:14) dan yang disajikan dalam Gambar 2.4.
Kapabilitas TIK
Akses (Acces)
Mengelola (Manage)
Integrasi (Integrate)
Mengevaluasi (Evaluate)
Menciptakan (Create) Gambar 2.5 Indikator Kapabilitas TIK
Sumber: Sutisna (2012:14)
Menurut Gambar 2.4 maka dijelaskan bahwa kapabilitas TIK merupakan variabel yang akan digunakan menjadi variabel eksogen dalam penelitian ini karena memiliki pengaruh terhadap variabel lainnya serta tidak dipengaruhi oleh variabel lain di dalam model penelitian, maka secara detail dijelaskan melalui Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Variabel Kapabilitas TIK dan Indikatornya
Nama Variabel Indikator
Kapabilitas TIK (ICT Capability)
X3.1 Kemampuan mengakses segala informasi bisnis menggunakan teknologi
X3.2 Kemampuan mengelola bisnis menggunakan teknologi
X3.3 Kemampuan menerapkan sistem yang terintegrasi menggunakan teknologi
X3.4 Kemampuan memperbaiki/mengevaluasi sistem bisnis yang sedang digunakan.
X3.5 Kemampuan menciptakan sistem bisnis yang yang efektif dan efisien menggunakan teknologi
Sumber: Adaptasi dari Sutisna (2012:14)
2.6 Kerangka Penelitian
Peneliti merancang kerangka penelitian dengan mengadaptasi serta mengadopsi dari variabel-variabel yang telah digunakan dan diuji pada penelitian sebelumnya, langkah selanjutnya yaitu menyederhanakan menjadi sebuah model penelitian yang akan diuji hubungan serta keterkaitannya.
2.6.1 Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Terhadap Keunggulan Bersaing Menurut Ndubisi mengemukakan bahwa terdapat keterkaitan antara variabel Orientasi Kewirausahaan, inovasi, dan kewirausahaan (new entry), keterkaitannya disebut dengan “triadic connect”. Orientasi Kewirausahaan mendukung inovasi di dalam organisasi maupun perusahaan dan inovasi untuk mendorong munculnya new entry. Kewirausahaan dan inovasi ini merupakan konsep yang sering dihubungkan dengan peningkatan kinerja organisasi atau perusahaan sebagai sumber daya dalam Keunggulan Bersaing (Puspasari, 2017:2).
Menurut Coote suatu perusahaan atau organisasi harus memiliki pemahaman yang baik mengenai sebuah peran kewirausahaan beserta orientasinya yang berbasis inovasi untuk memiliki keunggulan dalam bersaing, sehingga dapat lebih mengenal pasar yang sedang dihadapi (Puspasari, 2017:3). Sedangkan menurut Weerawardena untuk dapat lebih memahami kewirausahaan dan orientasinya untuk mencapai Keunggulan Bersaing, perusahaan ataupun organisasi perlu merancang bagaimana model pemasaran yang dibuat agar mampu menyesuaikan dengan lingkungan dan pasarnya (Puspasari, 2017:3).
Penelitian lain dari Coote menunjukkan bahwa Orientasi Kewirausahaan memiliki peranan yang sangat penting dalam strategi persaingan yang diterapkan oleh perusahaan (Puspasari, 2017:4). Hal tersebut menunjukkan pula bagaimana perusahaan yang berdasarkan Orientasi Kewirausahaan akan memanfaatkan inovasi berbasis teknologi maupun nonteknologi, dan semuanya yang diterapkan itu mampu mengarah pada Keunggulan Bersaing.
2.6.2 Pengaruh Kinerja Pemasaran Terhadap Keunggulan Bersaing
Menurut Ferdinand kinerja perusahaan merupakan faktor yang umum digunakan untuk mengukur dampak dari sebuah strategi yang diterapkan perusahaan (Wibowo, 2006:37). Kinerja Pemasaran yang baik dapat dinyatakan apabila dalam indikator utama yaitu nilai penjualan, wilayah pemasaran, pengembalian penjualan, dan peningkatan penjualan dapat mendatangkan keuntungan yang signifikan bagi perusahaan. Menurut Ferdinand, perusahaan selalu mengarahkan strategi yang dapat menghasilkan kinerja yang baik yaitu berupa Kinerja Pemasaran maupun kinerja keuangan (Wibowo, 2006:37).
Kinerja Pemasaran merupakan konsep untuk mengukur prestasi pasar suatu produk atau jasa. Setiap perusahaan berkepentingan untuk mengetahui lebih jauh prestasi pasar dari produk atau jasa yang dipasarkannya dengan tujuan sebagai cermin dari keberhasilan usahanya di dunia bisnis agar memiliki daya kolaborasi maupun Keunggulan Bersaing dengan kompetitor lainnya (Wibowo, 2006:38).
Menurut Pflesser Kinerja Pemasaran ini merupakan salah satu variabel untuk mengukur Keunggulan Bersaing, pendapat lain menurut Homburg, menyatakan bahwa Keunggulan Bersaing dapat diukur dari Kinerja Pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dengan mengacu pada pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan, dan Return On Investment (ROI) (Wibowo, 2006:39).
2.6.3 Pengaruh Kapabilitas TIK Terhadap Keunggulan Bersaing
Sehubungan dengan pengaruh TIK pada perkembangan UMKM, menurut Sinegar menyatakan bahwa sejumlah UMKM mengungkapkan bahwa penggunaan TIK telah membawa perbaikan yang nyata dalam menurunkan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan (Zultaqwa, 2019:70). Beberapa manfaat TIK bagi Keunggulan Bersaing yaitu meningkatkan produktivitas dan kinerja, mengawasi
operasi internal yang lebih besar, menemukan keterbaruan dalam hal pengelolaan, memungkinkan terbentuk organisasi baru, serta nilai tambah untuk produk maupun layanan, dan yang terpenting membuka peluang pasar yang lebih luas.
Pendapat lain menurut Turban et al mengemukakan bahwa organisasional, lingkungan dan faktor TIK membuat persaingan bisnis menjadi semakin ketat, banyak faktor yang dapat merubah itu semua dengan cara yang terkadang tidak dapat diprediksi (Zultaqwa, 2019:70). Dampak dari hal tersebut membuat perusahaan harus melakukan reaksi yang cepat dalam merespon masalah dan peluang yang dihasilkan dari lingkungan bisnis yang baru dengan berfokus pada pelanggan. Dengan memiliki, menggunakan dan memanfaatkan TIK, Keunggulan Bersaing dari perusahaan tersebut sangat dapat merespon perubahan lingkungan yang terjadi sehingga perusahaan dapat meningkatkan keuntungan, fokus terhadap pelanggan dengan layanan yang maksimal, meningkatkan kualitas dan produktivitas perusahaan, mengorganisir proses bisnis perusahaan, serta memunculkan strategi-strategi keterbaruan untuk memproduksi produk atau jasa, dan juga mendatangkan relasi- relasi ataupun aliansi bisnis serupa.
2.7 Kerangka Konsep dan Hipotesis Penelitian
Kerangka konseptual ini ditunjukkan untuk memberi gambaran dan mengarahkan asumsi mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut kerangka konseptual pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Orientasi Kewirausahaan Lumpkin & Dess
(1996:139)
Kinerja Pemasaran Ferdinand Augusty
(2002:114)
Kapabilitas TIK Sutisna (2012:14)
Keunggulan Bersaing Supranoto (2009:3)
H1
H2
H3
ε
Gambar 2.6 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. H0: Orientasi Kewirausahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage).
H1: Orientasi Kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage).
2. H0: Kinerja Pemasaran tidak berpengaruh signifikan terhadap Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage).
H2: Kinerja Pemasaran berpengaruh signifikan terhadap Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage).
3. H0: Kapabilitas TIK tidak berpengaruh signifikan terhadap Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage).
H3: Kapabilitas berpengaruh signifikan terhadap Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage).