SEJARAH ALIRAN MURJI’AH
Taupik Rachmat1, Zuldahri2, A. Fajrul Falah3, Aditya Dwi Saputri4, Amalia Diana Fitri5
1Universitas PTIQ Jakarta, Indonesia Email: [email protected]
2Universitas PTIQ Jakarta, Indonesia Email: [email protected]
3Universitas PTIQ Jakarta, Indonesia Email: [email protected]
4Universitas PTIQ Jakarta, Indonesia Email: [email protected]
5Universitas PTIQ Jakarta, Indonesia Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang perang saudara yang terjadi antara khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan memicu munculnya aliran murji'ah. Persepsi kaum muslimin tentang perang saudara sangat beragam.
Golongan khawarij berpandangan, orang-orang yang terlihat di dalam perang saudara itu, terutama Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sufyan, Amr bin 'Ash, dan Abu Musa al-Asy'ari telah berbuat dosa besar. Mereka telah menyebabkan perang saudara dengan membuat keputusan yang salah. Selain itu, mereka telah setuju untuk menggunakan tahkim untuk mengakhiri perang saudara. Suatu cara yang merugikan Ali karena mereka hampir menang dalam peperangan dan mengikuti adat istiadat jahiliyah yang bertentangan dengan jiwa Al-Qur'an dalam menyelesaikan konflik. Menurut pandangan khawarij, orang yang melakukan dosa besar telah kufur dan keluar dari Islam. Oleh karena itu, keempat tokoh yang memulai perang saudara itu keluar dari Islam dan halal dibunuh. Sementara itu, Ali bin Abi Thalib dianggap sebagai pihak yang benar oleh kaum Syi'ah, sedangkan Muawiyah bin Abi Sufyan dianggap sebagai pihak yang sesat. Ali mempertahankan kebenaran, sedangkan Muawiyah menentang pemerintah yang sah. Pada saat itu, Murji'ah muncul sebagai kelompok yang netral, tidak memihak kepada Ali atau Muawiyah. Mereka menunda untuk menilai keduanya di dunia ini dan menyerahkan mereka kepada Tuhan di akhirat. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan sejarah munculnya aliran murji’ah, agar pembaca dan penulis mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang aliran murji’ah. Adapun sumber-sumber data yang digunakan adalah data-data primer dan sekunder baik dari jurnal ilmiah maupun artikel yang terkait dengan pambahasan sejarah diatas, serta menggunakan metode deskriptif-analisis, dan historis. Berdasarkan analisa data yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa kaum murji’ah tidak mengkafirkan seorang Muslim yang melakukan dosa besar, karena hanya Allah SWT yang memiliki otoritas untuk menjatuhkan hukuman terhadap orang yang melakukan dosa.
Oleh karena itu, meskipun seorang Muslim melakukan dosa besar, mereka tetap dianggap sebagai Muslim dan memiliki kesempatan untuk bertobat.
Kata Kunci: Sejarah, Murji’ah, Dosa Besar.
Abstract
This research discusses the civil war that occurred between the caliphs Ali bin Abi Talib and Muawiyah bin Abi Sufyan, triggering the emergence of the Murji'ah sect. Muslims' perceptions of the civil war are very diverse. The Khawarij group is of the view that the people who were involved in the civil war, especially Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abi Sufyan, Amr bin 'Ash, and Abu Musa al-Ash'ari, had committed grave sins. They have caused a civil war by making wrong decisions. In addition, they have agreed to use tahkim to end the civil war. A method that was detrimental to Ali because they almost won the war and followed jahiliyah customs which were contrary to the spirit of the Koran in resolving conflicts. According to the Khawarij view, people who commit major sins have become kufr and have left Islam. Therefore, the four figures who started the civil war left Islam and were halal killed. Meanwhile, Ali bin Abi Talib was considered the right party by the Shiites, while Muawiyah bin Abi Sufyan was considered the heretical party. Ali defended the truth, while Muawiyah opposed the legitimate government. At that time, Murji'ah emerged as a neutral group, not siding with Ali or Muawiyah. They postponed judging both of them in this world and handed them over to God in the afterlife. The aim of this research is to explain the history of the emergence of the Murji'ah sect, so that readers and writers gain a better understanding of the Murji'ah sect. The data sources used are primary and secondary data from both scientific journals and articles related to the historical discussion above, as well as using descriptive-analytical and historical methods. Based on the data analysis carried out, it was concluded that the murji'ah do not disbelieve a Muslim who commits a major sin, because only Allah SWT has the authority to impose punishment on people who commit sins. Therefore, even if a Muslim commits a major sin, they are still considered a Muslim and have the opportunity to repent.
Keywords: History, Murji'ah, Great Sin.
A. Pendahuluan
Tidak dapat disangkal bahwa munculnya beberapa golongan dan aliran dalam Islam pada dasarnya disebabkan oleh masalah politik yang dihadapi umat Islam pada saat itu. Pada akhirnya, masalah ini berkembang menjadi masalah teologi Islam. Singkatnya, masalah ini berasal dari masalah khilafah, siapa yang berhak menjadi khalifah dan bagaimana proses pemilihannya akan dilakukan.1 Di satu sisi, umat Islam ingin mempertahankan tradisi lama bahwa yang berhak menjadi khalifah hanya berasal dari suku Quraisy. Di sisi lain, mereka menginginkan pemilihan demokrasi untuk memilih khalifah, sehingga setiap orang Islam yang memiliki kemampuan untuk menjadi khalifah dapat ikut serta.
Dalam kedudukannya sebagai khalifah fil ardhi, manusia diberi kepercayaan oleh Allah SWT untuk mengemban tugas yang berat. Dia diciptakan bersama dengan jin dengan tujuan untuk secara terus menerus menyembah dan beribadah kepada-Nya. Karena itu, manusia diminta untuk mempelajari, memahami, dan mengamalkan prinsip-prinsip agamanya, serta cabang-cabangnya. untuk memberi manusia kemampuan untuk memilih jalan hidup mereka sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepada mereka.2
Pada awalnya, Murji'ah muncul karena masalah politik, terutama tentang khilafah, yaitu siapa yang paling berhak mengambil alih posisi Utsman Bin Affan sebagai Khalifah setelah kematian beliau. Perpecahan dan konflik dalam Islam berasal dari masalah Khilafah ini. Kaum Khawarij, yang awalnya mendukung Ali bin Abi Thalib, kemudian memusuhinya karena mereka percaya bahwa Ali bin Abi Thalib telah melakukan kesalahan yang sangat berbahaya. Permusuhan ini membuat pendukung fanatik Ali bin Abi Thalib, yang dikenal sebagai Syi’ah, menjadi lebih kuat dan kuat untuk membelanya. Kedua kelompok ini mengkafirkan satu sama lain. Akibatnya, masalah khilafah akhirnya beralih ke teologi karena sudah mencakup masalah dosa besar dan kafir.
1 Mohammad Adnan, “Menapaki Sejarah Pemikiran Dalam Teologi Islam”, CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 6 No. 1, (2020), hal. 33-34.
2 Watsiqotul, Sunardi, Leo Agung, “Peran Manusia Sebagai Khalifah Allah di Muka Bumi Prespektif Ekologis Dalam Ajaran Islam”, Jurnal Penelitian, Vol. 12 No.2, (2018), hal. 360.
Menurut murji'ah, orang Islam yang melakukan dosa besar tidak dianggap kafir karena keyakinan dan keimanannya bukan tindakannya.3
Setiap golongan itu hanya mementingkan kemajuan kelompoknya saja, puncaknya pada masa khalifah Usman bin Affan, yaitu tahun ketujuh masa kekhalifahan usman sampai masa Ali bin Abi Thalib yang mereka anggap sudah melenceng dari ajaran agama Islam. Penyebabnya terjadi permusuhan diantara golongan, bahkan sesama umat Islam saling membunuh dikarenakan perbedaan pendapat. Permasalahan pembunuhan adalah dosa besar dalam Islam, maka persoalan politik menjadi alasan dalam penyelesaian masalah untuk kembali kepada syari’at islam.4 Dalam makalah ini penulis membahas tentang sejarah, tokoh dan ajaran pokok golongan murji’ah yang muncul karena terjadinya permasalan politik.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis pengumpulan data (literatur review) dari journal, media internet dan media berita online. Selain itu, penulis juga mengambil data-data yang memiliki tema relevan dan berkesinambungan agar dapat diambil materinya dalam rangka sebagai penunjang sumber-sumber tersebut supaya lebih akuntabel yang mana kemudian ditarik kesimpulan mengenai data yang sudah di dapat oleh penulis. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang banyak bergelut dengan referensi atau sumber tertulis, yang memuat uraian topik yang dikaji. Dalam penelitian ini, digunakan metode deskriptif yang secara teratur dan sistematis.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Pengertian dan Penisbatan Istilah Murji’ah
Kata Murji’ah menurut bahasa berasal dari kata irja’
mempunyai beberapa pengertian antara lain: Pertama, penangguhan, karena mereka menangguhkan perbuatan dari niat dan balasan. Kedua, berarti memberi harapan; bahwa Murji’ah berasal dari kata al-raja’ yang berarti harapan. Jadi al-irja’ bermakna
3 Amir Hamsah dan Asriadi, “Gerakan Dan Dakwah Islam (Peran Murji’ah Dalam Membangun Peradaban Islam)”, Jurnal Mimbar, Vol.6 No. 1, (2020), hal.75.
4 Firman dan Mohammad Yahya, “Perbandingan Aliran Mu’tazilah, Murji’ah dan Asy’ariyah Tentang Posisi Akal dan Wahyu”, AJIE: Al-Gazali Journal of Islamic Education, Vol.1 No.1, (2022), hal.21.
i’taa’ al-raja’ (memberi harapan ). Dua makna inilah yang menurut al-Syahrastani menjadi asal makna al-raja’.5
Adapun secara istilah, murji’ah adalah kelompok yang mengesampingkan atau memisahkan amal dari keimanan, sehingga menurut mereka suatu kemaksiatan itu tidak mengurangi keimanan seseorang.6
Dari sini jelas sekali hubungan antara makna al-irja’ sebagai istilah dengan dua makna etimologinya. Berdasarkan makna pertama, mereka disebut Murji’ah karena mereka mengakhirkan atau mengesampingkan amal dari keimanan. Sedangkan berdasarkan makna kedua, mereka disebut Murji’ah karena mereka menjadikan orang-orang menjadi al-raja’ yang berlebihan, tanpa ada kekhawatiran sama sekali bahwa dosa-dosa yang mereka perbuat akan mencederai keimanan mereka. Ini berarti mengakhirkan atau menomor duakan amal perbuatan dari iman.7 Banyak ulama’ salaf yang mempunyai pendapat mengenai aliran Murji’ah salah satunya adalah Sufyan Ats-Tsauri, ia pernah mengatakan bahwa:
“Adapun Murji’'ah mereka mengatakan iman hanyalah ucapan tanpa amal per buatan, barangsiapa yang bersyahadat Laa ilaha illa Allohu wa anna Muhammadan ‘abduhu warasuluhu maka dia telah sempurna keimanannya. Imannya seper ti imannya Jibril dan para malaikat meskipun dia membunuh (orang yang haram darahnya) dia tetap dikatakan sebagai mukmin, dan meskipun dia meninggalkan mandi janabat serta tidak sholat. Mereka juga menghalalkan darah kaum muslimin.”8
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran kalam Murji’ah merupakan suatu aliran yang berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tidaklah
5 ‘Abdullah ibn Muhammad ibn ‘Abd al-‘Aziz al-Sanad, A’ra’ al Murji’ah fi Musan nafat Syaikh al-islam ibn Taimiyah ‘Ardl wa Naqd, (Riyad: Dar al-Tawh id li alNashr, 2007), hal. 85.
6 Al-Shahrastani, al-Milal wa al-Nihal, vol.1, hal. 145.
7 IAIN Sunan Ampel, Ilmu Kalam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012), hal.
67-68.
8 Al-Ustadz Abu ‘Abdirrahman Abdurrahman bin Thoyyib as-Salafy. Dakwah Salafiyah Bukan Murji’ah, (Tanpa kota: tanpa penerbit. 2006), hal.3.
menjadi kafir, akan tetapi tetap mukmin. Dan urusan dosa besar yang telah dilakukan ditunda penyelesaiannya sampai hari kiamat.
Mereka mempunyai pandangan bahwa kemaksiatan itu tidak mengurangi keimanan seseorang. Maksudnya adalah bahwa orang-orang Islam yang berbuat dosa besar tidak menyebabkan mereka menjadi kafir. Mereka tetap mukmin dan tetap mendapatkan rahmat Allah meskipun mereka harus masuk lebih dahulu dalam neraka karena perbuatan dosanya. Namun murji'ah diberikan untuk golongan ini karena mereka memberi pengharapan bagi orang yang berdosa besar untuk masuk surga.
2. Sejarah Munculnya Pemikiran Murji’ah
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah, diantaranya adalah: Mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari persengketaan politik.9
Beberapa pakar mensinyalir bahwa gagasan irja atau arja’a, yang merupakan basis doktrin Islam, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al- Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Penggagas teori ini adalah Watt.
Watt menegaskan teori ini menceritakan bahwa 20 tahun setelah kematian Muawiyah pada tahun 680 H, dunia Islam dikoyak oleh pertikaian sipil. Sebagai respon dari keadaan ini, muncul gagasan irja atau penangguhan. Gagasan ini pertama kali digunakan sekitar tahun 695 H oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al- Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, dalam sebuah surat pendeknya, dalam surat itu, Al-Hasan menunjukkan sikap politiknya dengan mengatakan,”kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama yang melibatkan Usman, ‘Ali dan Zubair (seorang tokoh pembelot ke Mekah).” Dengan sikap politik ini Al-Hasan mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia kemudian mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah revolusioner yang terlampau mengagungkan ‘Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak
9 Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo: al Nahdal, 1965), hal. 280.
mengakui kekhalifahan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan si pendosa Usman.10
Namun, dalam konteks historis lahirnya Aliran Murji’ah pada akhir abad pertama Hijrah pada saat ibukota kerajaan Islam dari Madinah pindah ke Kuffah kemudian pindah lagi ke Damaskus. Hal itu berawal dari adanya gejolak konflik politik imamah atau khilafat, pada pasca kholifah Usman Ibnu Affan.
Kemudian berlanjut dan berkembang pada kholifah ke empat yaitu Ali Ibn Abi Thalib. Sehingga tragedi atas terbunuhnya kholifah Usman oleh abdullah bin Salam dinyatakan bahwa kaum muslimin telah membuka pintu bencana baginya tidak akan tertutup hingga hari kiamat.
Sedangkan konflik politik yang bahkan sampai terjadi pertempuran antara kholifah Ali Ibn Abi Thalib dengan Mu’awiyah (seorang gubernur) yang diakhiri dengan cara arbitase atau tahkim.
Walaupun Ali sendiri dalam menerima tahkim itu dalam keadaan terpaksa atas dorongan anak buahnya. Akan tetapi hal tersebut dalam fakta historis boleh dikatakan sebagai situasi yang membidani lahirnya aliran-aliran dalam islam, diantaranya aliran Murji’ah.11
3. Doktrin-doktrin Aliran Murji’ah
Ajaran murji’ah pada dasarnya bersumber pada gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun persoalan teologis. Di bidang Politik, doktrin irja` diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya kelompok murji’ah dikenal sebagai the queietists (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
Adapun dibidang teologi12 , doktrin irja` dikembangkan murji`ah ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang
10 Rosihon Anwar dan Abdul Rojak, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 56- 57.
11 Mulyadi dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid/ Kalam, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hal. 117.
12 Abdul Rozak dan Rosihon Anwar., Ilmu Kalam. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), hal. 57.
muncul pada saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan- persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencangkup iman, kufur, dosa besar dan ringan, tauhid, tafsir Al Qur’an, eksatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman Nabi, hukuman atas dosa, ada yang kafir dikalangan generasi awal Islam, hakikat Al Qur’an, nama dan sifat Allah serta ketentuanNya.
13
Dalam doktrin-doktrinnya murji`ah memiliki empat ajaran pokok : 1. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan
Abu Musa Al Asy’`ari yang terlibat tah}kim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
3. Meletakkan (pentingnya) iman dari pada amal.
4. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Berkait dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt merincikan sebagai berikut:
a) Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
b) Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyiddin.
c) Pemberian harapan (giving of hope) terhapad orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
d) Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhad) para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.14
Sementara itu, Abu ‘A’la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:
a) Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja.
Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang
13 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press. 1986), hal. 22-23.
14 Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), ha. 58.
tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar.
b) Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hannya dengan menjauhkan diri dari syirikdan mati dalam keadaan akidah tauhid.15
4. Tokoh-tokoh Penyebar Aliran Murji’ah
Tokoh-tokoh aliran Murji’ah antara lain adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadits lainnya. Selain itu, ada juga beberapa referensi dan keterangan para ulama menyatakan bahwa di antara tokoh- tokoh faham Murji’ah adalah sebagai berikut: Jahm bin Shufwan, golongan Al-Jahmiyah, Abu Musa Ash-Shalahi, golongan Ash- Shalihiyah, Yunus As-Samary, golongan Al-Yunushiya, Abu Amar dan Yunus, golongan As-samriah, Abu Syauban, golongan AsySyaubaniyah, Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad- Dimasqy, golongan Al-Ghailaniyah, Al-Husain bin Muhammad An-Najr, golongan AnNajariyah, Abu Haifah An-Nu’man, golongan Al-Hanafiyah, Muhammad bin Syabib, golongan Asy- Syabibiyah, Mu’adz Ath-Thaumi, golongan Al-Mu’aziyah, Basr Al- Murisy, golongan Al-Murisiyah, Muhammad bin Karam As- Sijistany, golongan Al-Kalamiyah.
Adapun pemimpin dari kaum Murji’ah adalah Hasan bin Bilal al Muzni, Abu Salat as Samman (meninggal 152 H.) Tsauban, Dhirar bin Umar. Penyair mereka yang terkenal pada masa Bani Umayah adalah Tsabit bin Quthanah, yang yang mengarang sebuah syair tentang i’tiqad dan kepercayaan kaum Murji’ah.16
5. Sekte-Sekte Murjiah
Al-Syahrastani telah mengemukakan pandangan berbagai golongan Murji’ah dalam persoalan iman dan kufur sebagai berikut:
15 Kumaidi, Aqidah Ilmu Kalam, (Surabaya: Akik Pusaka, 2001), hal 21.
16 Achmad Muhibbin Zuhri, Aqidah Ilmu Kalam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2013), hal. 49.
a) Al-Yunusiyyah: yang dipelopori oleh Yunus ibn ‘Aun al- Namiri, berpendapat bahwa iman adalah ma’rifah kepada Allah dengan menaatinya, mencintai dengan sepenuh hati, meninggalkan takabbur. Menurutnya, iblis termasuk makhluk arif billah, namun ia dikatakan kafir karena ketakabburannya kepada Allah. skete ini berpendapat bahwa perbuatan maksiat atau melakukan perbuatan jahat tidak akan merusak iman seseorang, karena iman hanyalah mengetahui (ma’rifat) Tuhan saja. Iman menurut Yunusiah, memiliki empat unsur, yaitu: Mengetahui bahwa Tuhan ada, tunduk patuh kepada-Nya, tidak menyombongkan diri kepada-Nya dan mencintai Allah di dalam hatinya. Jika keempat unsur ini dimiliki oleh seseorang (dalam hatinya) berarti dia tetap mukmin. Ketaatan sebagai akibat dari kepercayaan-kepercayaan diatas tidak termasuk iman. Oleh karena perbuatan jahat/dosa tidak akan merusak iman.
Menurut Yunusiah, jika seseorang mati sedang ia dalam keadaan iman (bertauhid) maka dosa-dosa dan perbuatan jahat yang telah dilakukannya (dianggap tidak merugikannya).
b) Al-Ubaidiyyah: yang dipelopori oleh ‘Ubaid al-Mukta’ib berpendapat bahwa selain perbuatan syirik akan diampuni Allah. Seorang yang meninggal dunia dalam keadaan masih punya tauhid tidak akan binasa oleh kejahatan dan dosa besar yang diperbuatnya.
c) Al-Ghassaniyyah: dipelopori oleh Ghassan Al-Kafi berpendapat bahwa iman adalah pengetahuan (ma’rifah kepada Allah dan Rasul, mengakui dengan lisan akan kebenaran yang diturunkan oleh Allah, namun secara global tidak perlu secara rinci. Iman menurutnya bersifat statis:
tidak bertambah dan berkurang. Sekte ini berpendapat sesuatu yang diwajibkan atau diharamkan boleh dilanggar jika tidak diketahui secara pasti mana yang diwajibkan dan mana yang diharamkan, sehingga pelakunya tetap dianggap mukmin. Misal: Syari’at melarang memakan babi, namun apabila tidak tahu apakah babi itu yang diharamkan itu adalah babi yang dimakan ini. Oleh sebab itu orang yang makan babi tetap iman bukan kafir. Demikian pula Tuhan mewajidkan haji ke ka’bah, tetapi jika orang tidak tahu apakah ka’bah itu berada di India atau di tempat lain, dengan demikian orang tersebut masih tetap mu’min.
d) Ats-Tsaubaniyyah: dipelopori oleh Abu Tsauban al-Murji’i berpendapat bahwa iman adalah mengenal dan mengakui (ma’rifah dan ikrar) terhadap Allah dan rasulnya.
Melakukan apa-apa yang tidak pantas menurut akal atau meninggalkan apa yang pantas menurut akal, tidak disebut iman. Iman lebih dahulu daripada amal.17
Harun Nasution membagi Murji’ah secara global ke dalam dua golongan besar, yaitu golongan Murji’ah moderat dan golongan Murji’ah ekstrim. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, akan tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu ia tidak akan masuk neraka sama sekali. Yang termasuk golongan moderat antara lain adalah al-Hasan ibnu Muuhammad ibn ‘Aly ibn Abi Talib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadist.
Murji'ah Ekstrim mengatakan, bahwa iman hanya pengakuan atau pembenaran dalam hati (tasdiq bi al-qalb).
Artinya, mengakui dengan hati bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad Rasul-Nya.
Berangkat dari konsep ini, Murji'ah berpendapat bahwa seseorang tidak menjadi kafir karena melakukan dosa besar, bahkan mengatakan kekufurannya secara lisan. Oleh karena itu, jika seseorang telah beriman dalam hatinya, ia tetap dipandang sebagai seorang mukmin sekalipun menampakkan tingkah laku seperti Yahudi atau Nasrani.18
D. Kesimpulan
a) Murji’ah berasal dari kata al-raja’ yang berarti harapan. Jadi al-irja’
bermakna i’taa’ al-raja’ (memberi harapan ). Dua makna inilah yang menurut al-Syahrastani menjadi asal makna al-raja’.
b) Kata Murji’ah berasal dari kata bahasa Arab arja’a, yarji’u, yang berarti menunda atau menangguhkan. Salah satu aliran teologi Islam yang muncul pada abad pertama Hijriyah.
17 12 Al-Shahrastani, al-Milal wa al-Nihal, vol.1, hal. 140-146.
18 Achmad Muhibbin Zuhri, Aqidah Ilmu Kalam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2013), hal. 50-51.
c) Aliran ini disebut Murji’ah karena dalam prinsipnya mereka menunda penyelesaian persoalan konflik politik antara Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Khawarij ke hari perhitungan di akhirat nanti.
d) Dalam perjalanan sejarah, aliran ini terpecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok moderat dan kelompok ekstrem. Tokoh- tokoh kelompok moderat adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah (Imam Hanafi), Abu Yusuf dan beberapa ahli hadits.
Golongan moderat ini berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali.
Sedangkan tokoh-tokoh kelompok ekstrim adalah Jahm bin Safwan, Abu Hasan As-Shalihi, Yunus bin An-Namiri, Ubaid Al- Muktaib, Abu Sauban, Bisyar AlMarisi, dan Muhammad bin Karram. Golongan ekstrim ini berpendapat bahwa Islam percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kafir tempatnya hanyalah dalam hati, bukan menjadi bagian lain dari tubuh manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Mohammad. 2020. Menapaki Sejarah Pemikiran Dalam Teologi Islam, CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman, 6 (1): 33-34.
Agung, Watsiqotul, Sunardi, Leo. 2018. Peran Manusia Sebagai Khalifah Allah di Muka Bumi Prespektif Ekologis Dalam Ajaran Islam, Jurnal Penelitian, 12 (2): 360.
Al-Shahrastani, al-Milal wa al-Nihal, 1: 145.
Amin, Ahmad. 1965. Fajr al-Islam, Kairo: al Nahdal.
Ampel, IAIN Sunan. 2012. Ilmu Kalam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel bin Thoyyib as-Salafy, Abu ‘Abdirrahman Abdurrahman. 2006. Dakwah
Salafiyah Bukan Murji’ah.
Hamsah, Amir dan Asriadi. 2020. Gerakan Dan Dakwah Islam (Peran Murji’ah Dalam Membangun Peradaban Islam), Jurnal Mimbar, 6 (1): 75.
Kumaid. 2001. Aqidah Ilmu Kalam, Surabaya: Akik Pusaka.
Muhammad, ‘Abdullah ibn ibn ‘Abd al-‘Aziz al-Sanad. 2007. A’ra’ al Murji’ah fi Musan nafat Syaikh al-islam ibn Taimiyah ‘Ardl wa Naqd, Riyad: Dar al-Tawh id li al-Nashr.
Mulyadi dan Bashori. 2010. Studi Ilmu Tauhid/ Kalam, Malang: UIN-Maliki Press.
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Press.
Press Anwar, Rosihon dan Abdul Rojak. 2007. Ilmu Kalam, Bandung:
Pustaka Setia.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2006. Ilmu Kalam. (Bandung: CV Pustaka Setia.
Yahya, Firman dan Mohammad. 2022. Perbandingan Aliran Mu’tazilah, Murji’ah dan Asy’ariyah Tentang Posisi Akal dan Wahyu, AJIE: Al- Gazali Journal of Islamic Education, 1 (1): 21.
Zuhri, Achmad Muhibbin. 2013. Aqidah Ilmu Kalam, Surabaya: UIN Sunan Ampel.