• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selamat Datang - Digital Library

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Selamat Datang - Digital Library"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pengaturan hukum mengenai tindakan penembakan di tempat terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan (2) Bagaimanakah pengaturan hukum mengenai tindakan penembakan di tempat terhadap pelaku pencurian dengan kekerasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku? perspektif Hak Asasi Manusia. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Latar Belakang Masalah

Tindakan terakhir yang harus diambil jika peringatan dan tembakan peringatan tidak diterima adalah dengan memberikan wewenang kepada pihak berwenang untuk menembak di tempat. Pembatasan penembakan dilakukan berdasarkan asas legalitas, keharusan, proporsionalitas, kewajiban umum, pencegahan, dan kewajaran.

Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian dalam disertasinya yang berjudul: “Peninjauan Kembali Penembakan Di Tempat Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan”. Untuk mengetahui aturan hukum penembakan di tempat terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Menetapkan tindakan penembakan di tempat terhadap pelaku pencurian dengan kekerasan sesuai dengan perspektif hak asasi manusia.

Secara teoritis peneliti berharap hasil penelitian dapat memahami dan menganalisis kaidah hukum seputar penembakan di tempat terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Secara praktis, peneliti berharap hasil penelitian berupa skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya, khususnya terkait dengan ketentuan hukum tentang penembakan di tempat terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan.

Kerangka Teoritis dan Konseptual

Hal ini sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa demi kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menggunakan kebijaksanaannya dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Terdapat pula asas penggunaan senjata api yang berdasarkan pada asas legalitas (setiap tindakan kepolisian harus berdasarkan peraturan yang berlaku) dan asas kewajiban dan diskresi (penggunaan senjata api harus memperhatikan manfaat dan kepentingan serta harus ditujukan untuk mencapai tujuan). mencapai kepastian hukum dan menjaga kepentingan umum). Dalam penggunaan kekerasan dengan senjata api oleh anggota polisi, pertama-tama harus diperhatikan Asas Legalitas, yaitu asas yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang.7 Asas legalitas adalah segala tindakan aparat kepolisian harus berdasarkan pada syarat-syarat hukum ( Asas legalitas ini juga berlaku terhadap ketentuan penggunaan senjata api oleh polisi, dimana penggunaannya harus berdasarkan undang-undang).

Hak Asasi Manusia menurut pasal 1 angka (1) undang-undang no. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada setiap manusia sejak lahir yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Sebagai warga negara yang baik, kita harus menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, latar belakang, kedudukan dan sebagainya. Hak asasi manusia adalah hak yang bersifat minimal protektif, alamiah bagi manusia, bersifat universal atau dapat ditegakkan.

Hak Asasi Manusia diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian Negara Republik Indonesia berkomitmen mewujudkan keamanan dalam negeri, termasuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada masyarakat, serta mewujudkan ketentraman masyarakat melalui penegakan hak asasi manusia.

Sistematika Penulisan

Kenneth menjelaskan diskresi sebagai kebijakan yang diterapkan polisi secara selektif (police policy alias penegakan selektif). 16. Diskresi adalah kebijakan pengambilan keputusan atau tindakan yang tidak didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, melainkan atas dasar pertimbangan atau kewajaran. Kenyataannya, banyak ketentuan undang-undang yang memerlukan pertimbangan polisi ketika diterapkan di lapangan, karena situasi dan keadaan yang dihadapi polisi di lapangan sangat berbeda.

Penerapan diskresi yang dilakukan oleh pihak kepolisian terkesan melanggar hukum, namun hal ini merupakan solusi yang diberikan kepada pihak kepolisian secara hukum untuk memberikan efisiensi dan efektivitas demi kepentingan masyarakat yang lebih besar. Selain itu, diskresi tidak boleh dihilangkan. Hal ini diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, karena diskresi polisi didasarkan pada kemampuan polisi sendiri atau pertimbangan subjektif. Diskresi, meski bisa dikatakan kebebasan dalam mengambil keputusan, namun bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan secara sembarangan oleh pihak kepolisian.

Necessity, artinya penggunaan kekerasan dapat dilakukan apabila diperlukan dan tidak dapat dihindari berdasarkan keadaan yang ada.

Tugas, Fungsi dan Wewenang Polri

25. dalam keadaan, keadaan atau permasalahan yang mendesak, sehingga diperlukan penggunaan kekerasan dalam tindakan kepolisian. Penggunaan kekerasan dalam operasi kepolisian harus dilakukan dengan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, memenuhi kewajiban hukum dan tetap menghormati/mendukung hak asasi manusia. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan negara untuk menjamin keamanan dalam negeri.

Tindakan lain tersebut merupakan tindakan penyidikan dan penyidikan yang dilakukan apabila memenuhi syarat, yaitu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan tersebut, harus tepat, wajar, dan berbentuk bagian dari lingkungan posisi. Penyelenggaraan tugas dan wewenang kepolisian dapat menciptakan situasi dan kondisi masyarakat yang aman dan tertib. Aman dalam arti merasa bebas dari gangguan jasmani dan rohani, merasa bebas dari rasa khawatir, merasa bebas dari resiko dan merasa tenteram lahir dan batin.

Pengertian Tembak di Tempat oleh Kepolisian

Kewenangan ini tertulis dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal ini dapat disebut sebagai kewenangan diskresi kepolisian. Pada dasarnya yang terpenting dalam pelaksanaan perintah tembak di tempat kejadian harus sesuai dengan mekanisme pelaksanaan tembak di tempat kejadian dan standar prosedur penggunaan senjata api di Polri. Setelah pelaksanaan izin menembak di tempat kejadian selesai, maka setiap anggota Polri yang terlibat dalam pelaksanaan izin menembak di tempat kejadian wajib membuat laporan/risalah berita acara sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada atasannya dan juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

Petugas wajib memberikan penjelasan secara rinci mengenai alasan penggunaan senjata api, tindakan yang dilakukan, dan akibat dari tindakan yang dilakukan. Perintah tembak di tempat kejadian berlaku bagi pelaku kejahatan yang meresahkan warga dan akan dilakukan sesuai prosedur dan memperhatikan situasi yang ada, namun menurut Baharudin tindakan tegas berupa tembak di tempat kejadian harus diimbangi dengan hukum yang berlaku di kepolisian. Dasar hukum diskresi bagi aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam melaksanakan tugasnya dapat dilihat pada.

buah. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Hanya dapat dilaksanakan dalam keadaan yang sangat diperlukan, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Hak Asasi Manusia

Hak menurut undang-undang adalah hak yang diciptakan sesuai dengan proses hukum terbentuknya masyarakat itu sendiri, baik secara nasional maupun internasional. Dasar dari hak-hak tersebut adalah persetujuan dari bawahan atau warga negara yang kepadanya hak-hak tersebut berlaku, dan juga didasarkan pada tatanan kodrat. Hak asasi manusia tertanam dalam diri individu dan tidak memerlukan pengakuan positif, atau hak asasi manusia tetap ada ketika negara secara khusus menolaknya.

Tatanan alam yang mendasari hak asasi manusia bersifat universal dan tidak dapat diubah, terlepas dari adanya hubungan sosial tertentu. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian ini dilakukan atas dasar data-data yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas dengan menggunakan data sekunder yang meliputi asas-asas, kaidah, norma, dan kaidah hukum yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan lainnya.

Pendekatan hukum empiris dalam penelitian ini adalah analisis permasalahan dilakukan dengan memadukan bahan hukum (yang berupa data sekunder) dengan data primer yang diperoleh di lapangan.

Sumber dan Jenis Data

Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji bahan pustaka atau data sekunder. Mengenai permasalahan yang ingin diteliti, data primer diperoleh dari Polresta Bandar Lampung dan LBH Bandar Lampung. Data sekunder merupakan data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber hukum yang berkaitan dengan penelitian.

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari dan memahami buku-buku atau literatur serta peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pendapat para ahli yang mendukung penelitian ini. Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum pendukung terpenting atau biasa juga dikatakan sebagai bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat. Bahan hukum sekunder ini berupa tulisan ilmiah, terbitan berkala, dan bahan dokumenter yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian ini.

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang dapat memberikan pedoman dan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain kamus hukum, kamus bahasa Indonesia dan referensi lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

Penentuan Narasumber

Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Analisis Data

Aturan hukum penembakan di tempat terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan mengacu pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, yang menyatakan bahwa Anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya di lapangan dalam situasi, kondisi atau permasalahan tertentu yang bersifat mendesak, boleh melakukan penggunaan kekerasan berupa penembakan di tempat, namun harus dilakukan dengan standar operasional prosedur yang sesuai. didirikan dan sesuai dengan kewajiban hukum serta tetap menghormati/menjunjung tinggi hak asasi manusia. Tindakan penembakan di tempat terhadap pelaku pencurian dengan kekerasan sesuai perspektif hak asasi manusia merupakan tindakan terakhir yang dilakukan polisi dalam tata cara penggunaan senjata api setelah memberikan tembakan peringatan dengan cara menembak bagian tubuh tersangka dengan tujuan untuk melumpuhkan. , bukan pembunuhan. Kapolda Bandar Lampung hendaknya meningkatkan mekanisme pengawasan dan pendataan anggota Polri yang memiliki senjata api sehingga dapat diantisipasi dan dilakukan langkah nyata untuk mencegah penyalahgunaan senjata api oleh aparat kepolisian.

Selain itu, perlu dilakukan tindakan yang lebih tegas dan memberikan sanksi kepada anggota Polri yang terbukti menyalahgunakan senjata api, sehingga akan memberikan efek jera dan menjadi pembelajaran bagi anggota Polri lainnya untuk tidak menyalahgunakan senjata api. Kapolda Bandar Lampung hendaknya meningkatkan kedisiplinan penerapan prosedur penggunaan senjata api di lapangan. Selain itu, petugas kepolisian yang mempunyai senjata hendaknya dapat memisahkan kepentingan pekerjaan dan masalah pribadi atau keluarga secara proporsional agar tidak berdampak buruk terhadap pelaksanaan tugas kepolisian, terutama bagi mereka yang mungkin menyalahgunakan senjata api.

Tindakan Tembak di Tempat Terhadap Pelaku Pencurian dengan

Saran

Referensi

Dokumen terkait

0.48 I was asking for help from my caregivers during pain 0.46 Labor pain becomes more intense 0.46 The severity of my labor pain was less than I had heard 0.45 I had enough