• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selamat Datang - Digital Library

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Selamat Datang - Digital Library"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB PIHAK PENYEDIA JASA PENGANGKUTAN TERHADAP PENGIRIMAN BARANG MELALUI ANGKUTAN BUS

(Studi Di PT. Puspa Jaya Bandar Lampug)

(Skripsi)

Oleh

M. Hafizh Kurniawan Akrabi 1852011051

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2022

(2)

ABSTRAK

TANGGUNG JAWAB PIHAK PENYEDIA JASA PENGANGKUTAN TERHADAP PENGIRIMAN BARANG MELALUI ANGKUTAN BUS

(Studi Di PT. Puspa Jaya Bandar Lampug) Oleh :

M. Hafizh Kurniawan Akrabi

PT. Puspa Jaya merupakan salah satu perusahaan penyedia sarana transportasi umum bus untuk orang maupun barang. Layanan pengangkutan barang melalui angkutan darat bus masih tergolong dalam pengangkutan baru dalam PT. Puspa Jaya. Layanan pengiriman barang ini dimana konsumen dapat meminta PT. Puspa Jaya untuk mengirimkan barang kirimannya dari satu tempat ke tempat lainnya.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pengangkutan barang melalui angkutan bus dalam PT. Puspa Jaya, bagaimana bentuk tanggung jawab PT. Puspa Jaya apabila terjadi wanprestasi dalam hal pengiriman barang melalui jalur bus.

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian normatif-empiris dan tipe penelitian desktiptif. Pendekatan masalah dilakukan dengan menggunakan metode penelitian pendekatan yuridis-empiris. Data dan sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

Pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka dan studi wawancara.

Metode pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi data, penyusunan data, dalam penelitian ini data yang digunakan adalah kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan antara lain adalah pelaksanaan pengangkutan barang melalui angkutan bus dalam PT. Puspa Jaya dimulai dari pemberian karcis yang menandakan bahwasannya telah terjadi hubungan hukum antar pihak, pelaksanaan pengangkutan barang, dan kesiapan pada tempat tujuan. Masing- masing pihak juga harus memenuhi hak dan kewajibannya. Tanggung jawab PT.

Puspa Jaya apabila terjadi wanprestasi dalam hal pengiriman barang melalui jalur darat bus adalah bahwa PT. Puspa Jaya akan mengganti seluruh kerugian yang disebabkan karena kelalaian pengangkut, tetapi jika terbukti kelalaian tersebut terjadi bukan karena kelalaian pengangkut melainkan karena kelalaian dari pihak pengirim itu sendiri atau memang terbukti telah rusak sebelum dikirimkan maka pihak pengangkut dapat lepas dari tanggung jawab tersebut.

Kata kunci : Tanggung Jawab, Pengangkutan, Pengiriman Barang Angkutan Bus.

(3)

TANGGUNG JAWAB PIHAK PENYEDIA JASA PENGANGKUTAN TERHADAP PENGIRIMAN BARANG MELALUI ANGKUTAN BUS

(Studi Di PT. Puspa Jaya Bandar Lampug) HALAMAN JUDUL

Oleh

M. Hafizh Kurniawan Akrabi

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2022

(4)
(5)

21 September 2022

(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap M. Hafizh Kurniawan Akrabi, penulis yang dilahirkan di Bandar Lampung, 22 November 1999, merupakan anak pertama dari dua bersaudara, yang merupakan anak dari pasangan bapak Muhamad Dendi Hendrawan dan ibu Winner Yuniar Kurniasih. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Pertiwi Bandar Lampung pada tahun 2005, Sekolah Alam Lampung pada tahun 2012, MTSN 1 Bandar Lampung pada tahun 2015, dan SMA Negeri 2 iBandariLampungipadaitahun 2018. Pada Tahun 2018 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui penerimaan Seleksi Ujian MANDIRI.

Pada masa perkuliahannya, penulis aktif mengikuti kegiatan di bidang akademik seperti mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata Putra Daerah Daring selama 40 hari bertempat di Kelurahan Sukarame, Sukarame, Bandar Lampung pada tahun 2021.

Selain aktif dalam bidang akademik, penulis juga aktif mengikuti organisasi di lingkup fakultas hukum, organisasi yang diikuti penulis antara lain UKM-F Persikusi yang menjabat sebagai staff bidang Komunikasi dan Informasi periode 2020-2021, dan Himpunan Mahasiswa Perdata sebagai staff bidang Penelitian dan Pengembangan tahun 2021-2022.

(8)

MOTO

“ Simple Is The Best”

-(Penulis)-

“Just Be Yourself And Love Your Passion”

-(Penulis)-

(9)

PERSEMBAHAN

مْي ِح َّرلا ِنَمْح َّرلا ِالله ِمــــــــــــــــــْسِب ِ

AtasiRidhoiAllah SWTidanidenganisegalaikerendahanihati Kupersembahkaniskripsiiiniikepada:

Kedua Orang Tua Tercinta,

Bapak Muhamad Dendi Hendrawan dan Ibu Winner Yuniar Kurniasih Terima Kasih kepada orang tua yang paling berharga bagi hidup saya karena telah menyayangi dengan sepenuh hati, menyemangati untuk mengejar impian saya dan selalu mendoakan saya yang terbaik agar tumbuh menjadi anak yang bermanfaat

baik dan dapat meraih keberhasilan.

(10)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “TANGGUNG JAWAB

PIHAK PENYEDIA JASA PENGANGKUTAN TERHADAP

PENGIRIMAN BARANG MELALUI ANGKUTAN BUS (Studi Di PT.

Puspa Jaya Bandar Lampug)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, saran dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penyusunan skripsi ini berjalan dengan baik. Maka pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Muhammad Fakih, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., selaku ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Ibu Dewi Septiana, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung dan Dosen Pembahas II;

4. Ibu Yennie Agustin MR, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dan

(11)

x

meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran, masukan, motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik;

5. Ibu Siti Nurhasanah, S.H., M.H., Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran, masukan, motivasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

6. Ibu Aprilianti, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan koreksi, masukan dan kritikannya yang membangun demi sempurnanya skripsi ini;

7. Seluruh dosen dan karyawan yang bertugas di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang selama ini telah memberikan ilmu dan pengalaman yang sangat bermanfaat untuk saya;

8. Pimpinan PT. Puspa Jaya Bapak Ketut Pasek yang mengizinkan saya untuk melakukan penelitian di PT. Puspa Jaya;

9. Kepala marketing PT. Puspa Jaya Bapak Bagus Wira yang bersedia menjadi narasumber pada PT. Puspa Jaya dan membantu melancarkan penelitian ini;

10. Adik tercinta Andini Rizqita Putri yang selalu memberikan semangat serta mendoakan sehingga memberikanku motivasi untuk berjuang;

11. Kakak sepupu M. Marlo Razzaq yang selalu memberi semangat dan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi.

12. Sahabat-sahabat kuliah saya, Annisa Desfitrianti, Ghina Permatasari, Patrisia Vanni, Permata Azzahra, dan M. Fakhri Husain terimakasih untuk selalu mendukung dan memberi motivasi.

(12)

xi

13. Sahabat-sahabat seperjuangan Agung, Zani, Faisal, Dino, Akah, Abung, dan David terimakasih untuk selalu ada, menyemangati dan bersama-sama menyelesaikan skripsi.

14. Sahabat-sahabat RUMPAD dan CDWK yang selalu ada di sisi saya dan berbagi cerita saat ada kesulitan.

Semoga Allah SWT, memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya.

Bandar Lampung, 2022 Penulis

M. Hafizh Kurniawan Akrabi

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

MOTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Ruang Lingkup ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Perjanjian ... 8

1. Pengertian Perjanjian ... 8

2. Perjanjian Dalam Pengangkutan ... 10

3. Syarat Sah Perjanjian ... 12

4. Jenis – Jenis Perjanjian ... 13

5. Berakirnya Perjanjian ... 14

B. Pengangkutan ... 15

1. Pengertian Pengangkutan ... 15

2. Pengangkutan Darat Dan Aturannya ... 20

3. Asas-Asas Hukum Pengangkutan ... 22

4. Objek Hukum Pengangkutan ... 24

5. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Pengangkutan ... 26

C. Tanggung Jawab ... 26

1. Pengertian Tanggung Jawab ... 26

(14)

xiii

2. Tanggung Jawab Pengangkut ... 27

3. Tanggung Jawab Pengirim ... 29

D. Wanprestasi ... 29

1. Pengertian Wanprestasi ... 29

2. Akibat Wanprestasi... 29

E. Kerangka Pikir ... 31

III. METODE PENELITIAN ... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

B. Tipe Penelitian ... 33

C. Pendekatan Masalah ... 34

D. Data dan Sumber Data ... 34

E. Metode Pengumpulan Data ... 35

F. Metode Pengolahan Data ... 36

G. Analisis Data ... 37

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Pelaksanaan Pengangkutan Barang Dalam PT. Puspa Jaya ... 38

B. Tanggung Jawab Pihak PT. Puspa Jaya Jika Terjadi Wanprestasi Dalam Pengiriman Barang Melalui Jalur Bus ... 50

V. PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir ... 31 2. Loket tempat pendaftaran dan pembayaran biaya pengiriman pengangkutan

barang dalam PT. Puspa Jaya. ... 42 3. Karcis atau tiket yang menjadi bukti bahwa telah terjadi sebuah perjanjian

pengangkutan antara para pihak yang terlibat. ... 43 4. Tempat penyimpanan barang yang akan dikirimkan dalam PT. Puspa Jaya. . 45

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara kepulauan Indonesia memiliki kawasan darat, laut dan udara, Indonesia memanfaatkan kawasan tersebut dengan menyediakan tiga jenis pengangkutan sebagai transportasi pengangkutan yaitu pengangkutan darat, pengangkutan laut atau perairan dan pengangkutan udara untuk mengangkut.1 Demi melayani kegiatan tersebut, maka dibutuhkan sarana transportasi yang aman, murah, efesien, efektif, mudah, dan nyaman. Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna bagi penumpang ataupun barang yang diangkut. Tiba ditempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan sesuai dengan waktu yang direncanakan.2

Penyelenggaraan pengangkutan, haruslah didahului dengan perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan pemilik barang. Perjanjian pengangkutan sering terjadi didalam kehidupan masyarakat sehari-hari, karena masyarakat membutuhkan kegiatan angkut mengangkut dalam aktivitas kesehariannya demi mempermudah aktivitas. Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang

1 Elfrida Gultom, Refungsionalisasi Pengaturan Pelabuhan untuk Meningkatkan Ekonomi Nasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 2-3

2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan Ke V, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hlm, 16

(17)

2

dan/atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi dan mengikat.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan Pasal 184 menyebutkan bahwa tarif angkutan barang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan umum, maka dari itu pengangkutan barulah akan diselenggarakan setelah biaya pengangkutan dibayar terlebih dahulu. Akan tetapi, di samping ketentuan Undang-Undang Pengangkutan, juga berlaku kebiasaan masyarakat yang dapat membayar biaya pengangkutan kemudian. Perjanjian pengangkutan biasanya meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti luas, yaitu kegiatan memuat, membawa, dan menurunkan/membongkar, kecuali jika dalam perjanjian ditentukan lain.3

Pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena didasari oleh berbagai faktor baik geografis maupun kebutuhan yang tidak dapat dihindari dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.4 Pengangkutan erat hubungannya dengan tanggung jawab pengangkut apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Artinya, tanggung jawab pengangkut mulai berjalan sejak penumpang dan/atau barang dimuat ke dalam alat pengangkut sampai penumpang diturunkan dari alat pengangkut atau barang

3Ibid, hlm 41

4Ibid, hlm 30

(18)

3

dibongkar dari alat pengangkut atau diserahkan kepada penerima.Tanggung jawab dapat diketahui dari kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian pengangkutan atau Undang-Undang Pengangkutan. Kewajiban utama pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan.Kewajiban utama mengikat sejak penumpang atau pengirim barang melunasi biaya pengangkutan.5

Pengangkutan yang dibahas meliputi serangkaian perilaku yang terdiri atas proses negosiasi pengangkutan, pemuatan kedalam alat pengangkut, pemindahan ke tempat tujuan, penurunan/pembongkaran di tempat tujuan, dan penyelesaian akibat yang timbul dari pengangkutan. Sebagaimana dinyatakan oleh Soedjono Dirdjosisworo, perilaku mempunyai sifat ajeg dan teratur, perilaku pihak yang satu terhadap yang lain secara terbiasa dan senantiasa berjalan wajar serta rasional. Di sini hukum (pengangkutan) di pandang sebagai perilaku yang merupakan kebiasaan yang teratur, wajar, dan adil bagi setiap pihak menghadapi pihak lainnya. Hukum berkerja mendorong masyarakat berprilaku teratur dan mapan.6

Transportasi adalah kesepakatan bersama antara pengangkut dan pengirim, yang dengan aman mengangkut barang dan orang dari satu lokasi ke tujuan tertentu, dan pengirim berjanji untuk membayar biaya pengiriman. Jika kesepakatan dicapai antara para pihak, kontrak pengangkutan akan ditandatangani pada saat itu. Jika pengangkut memenuhi kewajibannya mengenai pengangkutan barang atau orang, pengangkut terikat oleh konsekuensi atau tanggung jawab pengangkut barang. Kewajiban ini menimbulkan tanggung jawab pengangkut, dan segala

5Ibid, hlm.34

6 Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Rajawali, Jakarta, 1988.

(19)

4

sesuatu yang mempengaruhi keselamatan penumpang atau barang menjadi tanggung jawab pengangkut. Pengangkut berkewajiban menanggung segala kerugian yang diderita oleh penumpang atau barang yang diangkutnya tersebut.

Barang angkutan tidak hanya berupa barang yang dikirimkan oleh pihak konsumen saja, melainkan terdapat juga barang yang memang menjadi barang bawaan dari penumpang. Kepastian hukum yang dapat diberikan oleh pihak penyedia jasa pengangkutan kepada konsumen terhadap barang bawaan tersebut adalah sama dengan barang yang memang dikhususkan untuk dikirimkan dari pihak pengirim kepada pihak penerima, apabila terjadi kerusakan, kehilangan atau segala macam kerugian maka pihak PT. Puspa Jaya akan melakukan ganti kerugian sepenuhnya jika memang terbukti bahwa kerugian memang terjadi akibat dari kelalaian pihak pengangkut.

Tanggung jawab seperti apakah yang diberikan oleh pihak penyedia jasa pengangkutan apabila terjadi suatu hambatan dalam hal pengiriman barang ke tempat tujuan, pihak penyedia jasa akan menyelidiki terlebih dahulu apakah barang antaran rusak saat sedang dikirimkan atau rusak saat barang masih ditangan pihak pengirim, jika terbukti barang kiriman rusak saat sedang dikirimkan oleh pihak penyedia jasa maka pihak penyedia jasa berhak mengganti atas kerugian yang terjadi, namun jika ternyata barang kiriman rusak saat masih ditangan pihak pengirim, maka pihak penyedia jasa tidak perlu mengganti rugi atas kerusakan yang terjadi.

Indonesia sebagai negara berkembang, dalam masalah pengangkutan sudah tergolong maju, pengangkutan sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat

(20)

5

itu sendiri, sangat penting untuk melancarkan arus lalu lintas penumpang barang dan orang, juga sangat bermanfaat untuk menentukan terwujdnya kesejahteraan masyarakat Indonesia yang merata.

Perusahaan PT. Puspa Jaya merupakan suatu sarana transportasi umum untuk penumpang orang maupun barang, karena PT. Puspa Jaya lebih mengutamakan pengantaran penumpang sebagai sumber utama pendapatan, dan pengiriman barang masih tergolong kategori pengantaran baru dalam PT. Puspa Jaya, dalam berlangsungnya suatu pengankutan barang pasti tidak luput dari kesalahan, maupaun terjadi akibat kesalahan pihak pengangkut, pihak pengirim, ataupun terjadi akibat suatu hal yang tidak dapat dihindari kejadiannya, yang pada akhirnya menyebabkan terjadinnya kerusakan, kehilangan, keterlambatan dan sebagainya.

Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana tanggung jawab yang dapat diberikan oleh pihak pengangkut jika terjadi kerusakan, kehilangan, keterlambatan pada barang yang telah dititipkan oleh pihak pengirim. dan karena penyedia jasa pengangkutan jalur darat melalui bus dalam PT. Puspa Jaya lebih mementingkan keselamatan dan keamanan penumpang, sedangkan dalam pengiriman barang melalui jasa pengangkutan barang menjadi terkesampingkan terkait keamanan dan ketepatan waktu sampai kepada pihak penerima. Oleh karena itu, penulis memilih judul mengenai “TANGGUNG JAWAB PIHAK PENYEDIA JASA PENGANGKUTAN TERHADAP PENGIRIMAN BARANG MELALUI ANGKUTAN DARAT BUS (Studi Di PT. Puspa Jaya)”

(21)

6

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pelaksanaan pengangkutan barang melalui angkutan bus pada PT. Puspa Jaya?

2. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab PT. Puspa Jaya apabila terjadi wanprestasi dalam hal pengiriman barang melalui jalur bus?

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini berkaitan dengan cakupan yang terdapat dalam penelitian itu sendiri. Ruang lingkup ini terdiri dari 2 bagian yaitu:

1. Ruang lingkup keilmuan

Ruang lingkup ini mencakup hukum keperdataan, khususnya mengenai tanggung jawab yang terdapat dalam tempat penyedia jasa pengangkutan pengiriman barang melalui jalur darat bus.

2. Ruang lingkup objek kajian

Ruang lingkup ini mencakup kegiatan pelaksanaan perjanjian pengangkutan barang melalui jalur darat bus di PT. Puspa Jaya.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan menganalisa bagaimana pihak penyedia jasa pengangkutan di PT. Puspa Jaya menyelesaikan masalah dan hambatan jika terjadi wanprestasi dalam hal pengiriman barang melalui jalur darat bus.

2. Mengetahui bagaimanakah bentuk tanggung jawab pihak PT. Puspa Jaya apabila terjadi wanprestasi dalam hal pengiriman barang melalui jalur bus.

(22)

7

E. Manfaat Penelitian

Penulis berharap agar penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk kedepannya, diantaranya:

1. Manfaat Teoritis yang memberikan pemikiran secara akademis mengenai pelaksanaan perjanjian pengangkutan barang.

2. Manfaat Praktis

a) Menambah wawasan dan pengetahuan kepada penulis pribadi maupn bagi masyarakat luas mengenai perjanjian pengangkutan barang melalui jalur darat bus.

b) Mengingatkan kesadaran akan pentingnya perjanjian pengangkutan barang untuk menjamin perlindungan barang kiriman dengan adanya perjanjian sebagai hukum yang mengikat para pihak yang bersangkutan.

c) Meningkatkan kemampuan penulis dalam menulis penelitian.

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1313 disebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Seorang atau lebih berjanji kepada seorang lain atau lebih atau saling berjanji untuk melakukan sesuatu. Hal tersebut merupakan suatu peristiwa yang menimbulkan satu hubungan hukum antara orang-orang yang membuatnya, yang disebut perikatan.7 Menurut Tirtodiningrat, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang.8

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau di tulis.

7 I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak (Contact Drafting), Kesaint Blanc, Jakarta, 2008, hlm. 21

8 K.R.M.T Tidiningrat, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Cetakan ke IX, ditambah dan diperbaharui, PT. Pembangunan, Jakarta, 1986, hlm. 83

(24)

9

Hal ini menyebabkan hubungan antara perikatan dan perjanjian, yaitu perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di sampingnya sumber sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju melakukan sesuatu. Dapat dikatakan dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak, lebih sempit karena ditunjukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Memang perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi sebagaimana sudah dikatakan tadi, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan.

Sumber-sumber lain ini tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” danada perikatan yang lahir dari “undang- undang”.9

Berdasarkan peristiwa ini maka timbulah hubungan antara dua orang atau lebih yang disebut juga dengan perikatan. hal itu menjelaskan bahwa perjanjian menimbulkan perikatan. Perjanjian juga biasa disebut persetujuan, karena ada pihak-pihak yang setuju melakukan sesuatu. Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa perjanjian adalah perjanjian suatu persetujuan dimana ada dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan kekayaan.10 Mariam Darus Badrulzaman juga mengatakan bahwa definisi perjanjian batasannya telah diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau

9 Prof. Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan ke-23, PT. Intermasa, Jakarta, 2010, hlm.1

10 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung,2012, hlm. 93

(25)

10

lebih. Definisi perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini adalah tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja, sedangkan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan didalam lapangan hukum keluarga, seperti perjanjian kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III yang kriterianya dapat dinilai secara materiil atau dapat dinilai dengan uang.11

Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersangkutan agar terciptanya suatu kesepakatan hukum yang mengikat para pihak agar jika terjadi suatu permasalahan hukum, maka nantinya pihak-pihak yang memiliki hubungan ini dapat dimintai pertanggung jawabannya.

2. Perjanjian Dalam Pengangkutan

Sebelum menyelengarakan pengangkutan, terlebih dahulu harus ada perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpang/pemilik barang. Perjanjian adalah persetujuan dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelengarakan pengangkutan dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi dan mengikat. Sifat dari perjanjian pengangkutan antara lain:

11 Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III, Tentang Hukum Perikatan dan Penjelasannya, Alumni, Bandung, 1996, hlm. 323

(26)

11

a. Timbal Balik

Timbal balik adalah suatu hal yang terjadi dalam perjanjian pengangkutan yang menimbulkan suatu hak-hak dan kewajiban.

b. Perjanjian Berkala

Hubungan antar pihak yang terlibat perjanjian pengangkutan tidak selalu bersifat tetap.

c. Sewa-Menyewa

Alat angkutan yang disewa oleh pihak pengirim untuk dia mengirimkan sendiri barang antaran kepada penerima. Dalam hal ini objek sewa-menyewa adalah alat pengangkutan.

Undang-Undang Pengangkutan meņentukan bahwa pengangkutan baru diselenggarakan setelah biaya pengangkutan dibayar terlebih dahulu.Akan tetapi, di samping ketentuan Undang-Undang Pengangkutan, juga berlaku kebiasaan masyarakat yang dapat membayar biaya pengangkutan kemudian. Perjanjian pengangkutan biasanya meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti luas, yaitu kegiatan memuat, membawa, dan menurunkan/ membongkar, kecuali jika dalam perjanjian ditentukan lain.

Apabila penumpang mengalami kecelakaan ketika naik alat pengangkut, atau selama diangkut, atau ketika turun dari atat pengangkut, pengangkut bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kecelakaan yang terjadi itu.

Demikian pula halnya pada pengangkutan barang, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat peristiwa yang terjadi dalam proses

(27)

12

pengangkutan sejak pemuatan sampai pembongkaran di tempat tujuan, kecuali diperjanjikan lain.12

3. Syarat Sah Perjanjian

Untuk menentukan sah atau tidaknya suatu perjanjian, perlu dipenuhi beberapa syarat-syarat perjanjian yang sesuai dengan ketentuan hukum, yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu :13

a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinnya, dalam hal ini para pihak yang terlibat harus mengikatkan diri, dimana kesepakan tersebutdapat dinyatakan secara tegas ataupun secara sembunyi.

b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, dituliskan dalam Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwasannya semua kalangan masyarakat dapat membuat suatu perjanjian, kecuali orang tertentu tidak layak menurut Undang-Undang.

c) Suatu hal tertentu, adalah apa yang telah diperjanjikan oleh para pihak merupakan suatu hak-hak dan kewajiban.

d) Suatu sebab yang halal, mengambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak tersebut, diman isi dari perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, ketertiban umum.

Dua syarat yang pertama mewakili syarat subyektif, yang berhubungan dengan subyek dalam perjanjian, dan dua syarat yang terakir berhubungan dengan syarat

12 Abdulkadir Muhammad, Hukum pengangkutan Niaga, Loc. cit, hlm. 41

13Salim H.S., Hukum Kontrak, Cetakan Ke-14, Sinar Grafika, Mataram, 2019, hlm. 34

(28)

13

obyektif yang berkaitan dengan obyek perjanjian yang disepakati oleh para pihak dan akan dilaksanakan sebagai prestasi atau utang dari para pihak.14

4. Jenis – Jenis Perjanjian

Menurut Mariam Darus jenis-jenis perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa bagian:15

a) Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban pada satu pihak saja, dan hak pada pihak lain, misalnya; perjanjian hibah, hadiah dan sebagainnya. Sedangkan perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang paling umum terjadi dalam kehidupan masyarakat, misalnya; perjanjian jual beli, sewa menyewa dan sebagainnya.

b) Perjanjian dengan cuma-cuma dan atas beban

Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian dimana salah satu pihak mendapatkan keuntungan dari pihak yang lain secara cuma-cuma. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian atas prestasi pihak yang satu terdapat prestasi pihak lainnya. Antara kedua prestasi tersebut terdapat hubungan hukum satu dengan yang lainnya, misal; jual beli, sewa menyewa.

c) Perjanjian konsensual, rill dan formil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadi dengan kata sepakat.

Perjanjian riil adalah perjanjian selain diperlukan kata sepakat juga diperlukan penyerahan barang, misalnya; penitipan barang, pinjam pakai dan pinjam mengganti.

14 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang, RajaGrafindo Perkasa,Jakarta, 2005, hlm. 53

15 Mariam Darus, Hukum Perikatan, Alumni Bandung, 1987, hlm. 15

(29)

14

d) Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligator

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligator adalah perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menumbulkan perikatan).

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian saja belum lagi mengakibatkan beralihnya hak milik atas benda yang diperjual belikan, masih diperlukan satu lembaga lain yaitu penyerahan.

e) Perjanjian bernama dan tidak bernama

Perjanjian-perjanjian bernama adalah perjanjian-perjanjian dimana oleh Undang-Undang setelah diatur secara khusus diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata bab V s/d XVIII ditambah titel VII A dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Perjanjian Asuransi dan Pengangkutan, sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

5. Berakirnya Perjanjian

Suatu perjanjian dapat dihapus/terhapus bilaterjadi beberapa hal:16 a) Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak.

b) Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian.

c) Ditentukan oleh pihak atau Undang-Undang dengan peristiwa tertentu.

d) Pernyataan menghentikan perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak.

16 Mohd Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2005, hlm. 41

(30)

15

e) Putusan hakim.

f) Tujuan perjanjian telah tercapai.

g) Dengan perjanjian para pihak.

B. Pengangkutan

1. Pengertian Pengangkutan

Didalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.17 Pengangkutan merupakan rangkaian kegiatan pemindahan penumpang atau barang dari satu tempat pemuatan (embarkasi) ke tempat tujuan (debarkasi) sebagai tempat penurunan penumpang atau barang muatan. Rangkaian peristiwa pemindahan tersebut meliputi kegiatan:

a) Memuat penumpang atau barang ke dalam alat pengangkut;

b) Membawa penumpang atau barang ke tempat tujuan;

c) Menurunkan atau membongkar barang muatan di tempat tujuan.

Pengangkutan yang meliputi ketiga kegiatan ini merupakan satu kesatuan proses yang disebut pengangkutan dalam arti luas. Pengangkutan juga dapat dirumuskan dalam arti sempit, dikatakan dalam arti sempit karena hanya meliputi kegiatan membawa penumpang atau barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/ bandara tempat pemberangkatan ke stasiun/ terminal/ pelabuhan/ bandara tujuan.18

17 R.I., Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, tentang “Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”, Bab I, Pasal 1, Ayat 3.

18 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Op. cit,hlm 42-43

(31)

16

Terdapat juga beberapa pengertian menurut para ahli mengenai pengertian dari pengangkutan:

a) A. Abdurrachman mengatakan bahwa, yang dimaksud dengan pengangkutan pada umumnya adalah pengangkutan barang atau orang dari satu tempat ke tempat lain, alat-alat fisik yang digunakan untuk pengangkutan semacam itu termasuk kendaraan dan lain-lain.19

b) Menurut Sution Usman Adji, bahwa pengangkutan adalah Sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkutan mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya berkeharusan memberikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.20

c) Menurut R. Soekardono pengangkutan adalah perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien. Proses pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri.21

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin pesatnya kemajuan teknologi, maka peningkatan dalam permintaan jasa angkutan oleh masyarakat juga harus diimbangi. Akibat dari keberhasilannya pembangunan nasional, kebutuhan jasa angkutan menjadi bertambah. Bukan hanya dalam hal memindahkan orang dan barang dari satu tempat menuju tempat lainnya,

19 Abdurrachman, Ensiklopedia Ekonomi-Keuangan-Perdagangan, Inggris-Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, hlm. 1113

20 Sutiono UsmanAdji, dkk, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Penerbit Rineka Citra, Bandung, 1990, hlm 6

21 R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, CV Rajawali, Jakarta, 1981, hlm. 5

(32)

17

melainkan kebutuhan angkutan barang maupun orang untuk menunjang bidang usaha lainnya. Pengangkutan melingkupi pengangkutan darat dengan kereta api, pengangkutan darat dengan kendaraan umum, pengangkutan perairan dengan kapal, dan pengangkutan udara dengan pesawat udara.

Aspek hukum publik pada pengangkutan, seperti akta pendirian perusahaan, surat izin usaha, pendaftaran perusahaan, pengumuman perusahaan dalam Berita Negara, penyediaan fasilitas publik, dan infrastruktur pengangkutan niaga diatur dengan undang-undang. Aspek hukum perdata pada pengangkutan, seperti kontrak carter (charter party), kewajiban dan hak pihak-pihak, ganti kerugian akibat wanprestasi, upaya mengatasi risiko dengan asuransi, dan cara penyeleşaian sengketa pengangkutan diatur dengan perjanjian yang dibuat oleh píhak-pihak dan kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Berikut adalah Undang-Undang yang mengatur tentang pengangkutan:22

a) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Pengangkutan darat dengan kendaraan umum diadakan dengan perjanjian antara perusahaan pengangkutan umum dan penumpang atau pemilik barang, Karcis penumpang dan surat pengangkutan barang merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya peng- angkutan.

Karcis penumpang diterbitkan atas nama (on name), artinya tidak dapat dialihkan dengan menyerahkan karcis penumpang kepada pihak lain.

Demikian juga surat pengangkutan barang diterbitkan atas nama (on name), artinya tidak dapat dialihkan kepada píhak lain. Penerbitan dokumen

22 Abdulkadir Muhammad, Hukum pengangkutan Niaga, Ibid, hlm. 7-11

(33)

18

pengangkutan atas nama ada kaitannya dengan perlindungan asuransi terhadap pemegangnya dalam hal terjadi musibah. Pemegang dokumen pengangkutan adalah orang yang berhak memperoleh santunan atau ganti kerugian dari perusahaan asuransi. Pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor umum yang melayani trayek tetap lintas batas negara, antarkota antarprovinsi, dan antarkota dalam provinsi harus dilengkapí dengan dokumen.

Dokumen pengangkutan orang sebagaimana dimaksud di atas meliputi tiket penumpang umum untuk angkutan dalam trayek, tanda pengenal bagasi, dan manifes. Peng- angkutan barang dengan kendaraan bermotor umum wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi surat perjanjian pengangkutan dan surat muatan barang (Pasal 166 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009).

b) Undang-Undang Perkeretaapian

Pengangkutan darat dengan kereta api diadakan berdasarkan perjanjian antara Badan Penyelenggara Pengangkutan dan penumpang atau pemilik barang.

Karcis penumpang dan surat pengangkutan barang merupakan tan- da bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpang atau pengirim (Pasal 132 dan 141 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007). Karcis penumpang diterbitkan atas nama (on name), artinya setiap pemegang karcis yang namanya tercantum dalam karcis itu berhak untuk diangkut.

Surat pengangkutan barang diterbitkan atas nama (on name), artinya setiap pemegang yang namanya tercantum pada surat pengangkut- an barang adalah pemitik dan berhak untuk menerima barang. Karcis pe numpang dan surat pengangkutan barang atas nama tidak dapat dialihkan kepada pihak lain

(34)

19

karena ada kaitannya dengan asuransi yang melindungi dalam hal terjadi musibah.

c) Undang-Undang Pelayaran

Pengangkutan perairan dengan kapal diatur dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98).

Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, semua perundang-undangan yang berkenaan dengan pengangkutan perairan yang masih berlaku sejak zaman kolonial Belanda dahulu, dinyatakan tidak berlaku lagi. Undang- undang ini mulai berlaku dua tahun sejak tanggal diundangkan. Undang- undang iní diundangkan pada tanggal 17 September 1992.

Karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan yang berkembang kini, undang-undang ini kemudian tidak diberlakukan lagi dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Undang-Undang Pelayaran ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu tanggal 7 Mei 2008 dalam Lem- baran Negara Tahun 2008 Nomor 64.

d) Undang-Undang Penerbangan

Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor Tahun 2009, Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, pengangkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Wilayah udara adalah witayah kedaulatan udara di atas wilayah daratan dan perairan Indonesia. Pesawat udara sipil adalah pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan pengangkutan udara niaga dan bukan niaga.

(35)

20

Pesawat udara sipil asing adalah pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan pengangkutan udara niaga dan bukan niaga yang mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan negara asing.

Pengangkutan udara adalah setiap kegiatan yang menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau tebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa yang lain.

2. Pengangkutan Darat Dan Aturannya

Aturan terhadap pengangkutan darat tercantum dalam ordonasi lalu lintas dijalan umum (Lembaran Negara 1933-1986) atau dikenal dengan nama lain Wegverkeersordonnantie. Dijelaskan didalamnnya mengenai tanggung jawab pengangkut dalam Pasal 28 ayat 1 yaitu “seorang pemilik atau pengusaha sebuah kendaraan umum bertanggung jawab untuk tiap kerugian yang diderita oleh seorang penumpang atau kerusakan pada barang yang diangkutnya, kecuali jika ia dapat membuktikan bahwa kerugian atau kerusakan itu tidak dapat disebabkan karena kesalahan pengangkut atau bukan disebabkan oleh orang-orang yang bekerja padanya” maka jika terjadi segala macam kerugian terhadap barang angkutan, dilihat secara prespektif undang-undang menganggap bahwa kerugian tersebut merupakan kelalaian dari pihak penyedia jasa pengangkutan, sehingga pihak pengirim dapat melakukan tuntutan ganti rugi.

(36)

21

Peraturan hukum pengangkutan antara lain meliputi undang-undang tentang pengangkutan, perjanjian pengangkutan, kebiasaan-kebiasaan yang terdapat dalam pengangkutan, konvensi tentang pengangkutan secara internasional. Landasan filosofis (fundamental norm) aatau asas yang terdapat dalam hukum pengangkutan adalah dasar ketentuan-ketentuan pengangkutan yang besifat kebenaran, kepatutan dan keadilan, yang juga menjadi tujuan dari harapan pihak-pihak yang terlibat pengangkutan.

Peraturan yang mengatur tentang pengangkutan di Indonesia dapat dilihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada buku ketiga tentang perikatan, kemudian terdapat juga pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang buku kedua title kelima. Terdapat juga peraturan perundang-undangan lainnya juga yang mengatur tentang pengangkutan antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan d. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

Pengangkutan darat dibagi menjadi dua jenis pengangkutan yaitu pengangkutan jalan raya dan pengangkutan kereta api, seperti yang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang Buku I Bab V, Pasal 90-98, yang didalamnya diatur khusus pengangkutan darat. Selain Kitab Undang-Undang Hukum Dagang terdapat juga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang- Undang Perlindungan konsumen.

(37)

22

Dalam aturannya,agar terjadi suatu pengangkutan darat dengan kendaraan umum, perlu adannya suatu perjanjian yang biasannya dibuktikan dengan berupa karcis ataupun struk pembayaran. Setelah perjanjian terpenuhi atau telah melakukan transaksi pembayaran, pihak pengangkut wajib untuk membawa barang yang telah disepakati untuk dibawa.23

3. Asas-Asas Hukum Pengangkutan

Asas hukum pengangkutan adalah landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu asas hukum publik dan asas hukum perdata.Asas hukum publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (negara). Asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan, yaitu pengangkut dan penumpang atau pemilik barang.

a) Asas Hukum Publik

Prof. Abdulkadir Muhammad mengatakan bahwa terdapat beberapa asas hukum publik dalam hukum pengangkutan:

1. Asas Manfaat memiliki makna bahwa seluruh pengangkutan haruslah mwmberikan nilai guna kepada seluruh manusia sebesar-besarnya.

2. Asas Adil dan Merata mengandung makna bahwa penyelengaraan pengangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada seluruh lapisan masyarakat, dan dengan biaya yang terjangkau.

23Abdulkadir Muhammad, Hukum pengangkutan Niaga, Ibid , hlm. 18

(38)

23

3. Asas Kepentingan Umum memiliki makna bahwa penyelengaraan pengangkutan harus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi seluruh masyarakat.

4. Asas Keterpaduan mempunyai makna bahwa pengangkutan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh.

5. Asas Tegaknya Hukum mengandung makna bahwa pemerintah wajib menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan seluruh masyarakat untuk taat pada hukum dalam penyelengaraan pengangkutan.

6. Asas Percaya Diri mengandung makna bahwa pengangkutan harus berlandas kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian bangsa.

7. Asas Keselamatan Penumpang mengandung makna bahwa pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan dan/atau asuransi kerugian lainnya.

8. Asas Berwawasan Lingkungan Hidup mengandung makna bahwa penyelengaraan pengangkutan hrus dilakukan dengan berwawasan lingkungan.

9. Asas kedaulatan Negara mengandung makna bahwa penyelengaraan pengangkutan harus dapat menjaga keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia.

10. Asas Kebangsaan mengandung makana bahwa penyelengaraan pengangkutan harus dapat mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia.

(39)

24

b) Asas Hukum Perdata

Undang-Undang yang mengatur tentang pengangkutan di Indonesia juga berlandaskan asas-asas hukum perdata. Asas-asas hukum perdata adalah landasan undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan. Terdapat beberapa bagian asas didalamnya, antara lain:24

1. Asas Perjanjian memiliki makna bahwa setiap pengangkutan diadakan dengan perjanjian antara pihak perusahaan pengangkutan dan penumpang atau pemilik barang.

2. Asas Koordinatif memiliki makna bahwa pihak-pihak dalam pengangkutan memiliki kedudukan yang setara, tidak ada pihak yang mengatasi dan membawahi yang lain.

3. Asas Campuran memiliki makna bahwa pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari penumpang atau pemilik barang.

4. Asas Retensi mengandung makna bahwa pengangkut tiddak menggunakan hak retensi (hak menahan barang).

5. Asas Pembuktian Dengan Dokumen mengandung makna bahwa setiap pengangkutan selalu di buktikan dengan dokumen pengangkutan.

4. Objek Hukum Pengangkutan

Objek hukum pengangkutan adalah sarana yang digunakan demi mencapai tujuan pengiriman.Biasanya objek tersebut meliputi alat pengangkut, barang muatan,

24 Abdulkadir Muhammad, Hukum pengangkutan Niaga, Ibid , hlm. 12-15

(40)

25

biaya pengangkutan, yang kemudian hal-hal tersebutlah yang menjadi tujuan demi memenuhi kewajiban dan hak-hak dari masing-masing pihak agar suatu pengiriman dapat tercapai. Berikut objek hukum tersebut:

a) Alat Pengangkut (CARRIER)

Disini pengusaaha yang memiliki jasa pengangkutan memiliki alat pengangkutnya demi menjalankan kegiatan pengangkutan, baik milik pribadi maupun sewaan.sopir, nakoda, pilot, masinis bukuanlah pengangkut melainkan karyawan perusahaan bagi pemilik perusahhan jasa pengangkutan yang telah memiliki hubungan kerjannya.25

b) Barang Angkutan (CARGO)

Barang muatan adalah barang yang telah dilindungi undang-undang atau tidak bertentangan dengan aturan yang telah dibuat dan di tetapkan, dimana arti dari

“dilindungi undang-undang adalah tidak boleh dirusakan, dihancurkan, dicuri, atau semua hal yang dapat merugikan pengirimnya”.

c) Biaya Pengangkutan (CHARGE)

Tariff telah ditetapkan oleh pemerintah berebeda sesuai dengan kepentingan dan kemampuan masyarakat luas. Yang mempengaruhi tariff tersebut antara lain;

1. Jarak yang harus di tempuh dari tempat awal keberangkatan menuju tempat tujuan.

2. Berat dari muatan yang akan diangkut.

3. Resiko dan bahaya pengangkutan.

25Abdulkadir Muhammad, Hukum pengangkutan Niaga, Ibid , hlm. 93

(41)

26

4. Ongkos dari barang yang beratnya melebihi berat yang telah ditetapkan oleh perusahaan.26

5. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Pengangkutan

Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah seseorang yang memiliki keterkaiatan dalam memenuhi kewajiban yang telah diperoleh sesuai dengan perjanjian yang telah di tetapkan, orang-orang tersebut anatara lain;

a) Pengangkut

Memiliki kewajiban dalam melakukan kegiatan pengangkutan dan berhak atas memungut biaya dari kegiatan pengangkutan yang terjadi.

b) Pengirim

Memiliki kewajiban dalam membayar biaya atas kegiatan pengangkutan yang terjadi apabila pengirim akan melakukan pengangkutan.

c) Penumpang

Penumpang memiliki kewajiban yang sama dengan pengirim dimana dia berhak atas pelayanan yang baik sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan.

C. Tanggung Jawab

1. Pengertian Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah suatu keadaan dimana seseorang atau kelompok diwajibkan untuk menanggung segala sesuatu yang menjadi akibat. Tanggung jawab sebagai sikap dan perilaku memiliki 3 dimensi yaitu tanggung jawab

26Abdulkadir Muhammad, Hukum pengangkutan Niaga, Ibid , hlm.118

(42)

27

terhadap diri sendiri sebagai makhluk yang mempunyai kata hati, tanggung jawab kepada masyarakat atau kelompok sebagai makhluk sosial dan tanggung jawab terhadap Tuhan YME sebagai pemegang keadilan yang tertinggi.

Berdasarkan Pasal 91 KUHD yang didalamnnya disebutkan bahwasannya Pengangkut harus menanggung segala kerusakan yang terjadi pada barang-barang angkutan lainnya setelah barang itu mereka terima untuk diangkut, kecuali kerusakan yang diakibatkan karena suatu cacat pada barang itu sendiri karena keadaan yang memaksa atau karena kesalahan atau kelupaan si pengirim.

Pasal 438 ayat 3 KUHD juga menyatakan bahwa para pihak bertanggung jawab atas perbuatan dari mereka, yang dikerjakannya dan untuk segala benda yang dipakainya dalam menyelenggarakan pengangkutan tersebut. Hukum pengangangkutan didalamnya terdapat dua macam tanggung jawab, antara lain

2. Tanggung Jawab Pengangkut

Tanggung jawab pihak pengangkut dibagi menjadi tiga yaitu tanggung jawab karena kesalahan (fauilt liability), tanggung jawab karena praduga (presumption liability), dan tanggung jawab mutlak (absolute liability).

a) Tanggung jawab karena kesalahan (fauilt liability)

Dalam aturan umum prinsip ini diatur dalam pasal 1356 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPer) indonesia tentanng perbuatan melawan hukum didalamnya berisi bahwa pihak pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelengaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar

(43)

28

semua kerugian yang timbul akibat kesalahan tersebut. Aturan khususnya di tentukan dalam masing-masing jenis pengangkutannya.

b) Tanggung jawab karena praduga (presumption liability)

Dalam prisip ini, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselengarakannya.Akan tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dapat dibebaskan dari tanggung jawab menganti kerugian tersebut. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), apabila barang yang diangkut itu tidak diserahkan sebagian atau seluruhnya atau rusak, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian kepada pengirim, kecuali jika dia dapat membuktikan bahwa tidak diserahkan sebagian atau seluruhnya rusaknya barang itu karena peristiwa yang tidak dapat dicegah atau tidu dapat dihindari terjadinya Pasal 468 ayat (2) KUHD.

c) Tanggung jawab mutlak (absolute liability)

Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbut dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut.Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apa pun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat:

Pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apa pun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini".27

27Abdulkadir Muhammad, Hukum pengangkutan Niaga, Ibid , hlm. 48-49

(44)

29

3. Tanggung Jawab Pengirim

Tanggung jawab tidak hanya berlaku pada pihak penganggkut saja, tetapi pihak pengirim juga tidak luput dari tanggung jawab yang wajib untuk di lakukan.

Biasannya tanggung jawab yang harus dilakukan oleh pihak pengirim adalah membayar biasa jasa pengiriman barang antarannya, dan terkadang ada saat dimana biaya tersebut dibayar oleh pihak penerima, sesuai dengan alamat yang tercantum diatasnnya. Tanggung jawab lainnya juga berlaku jika pihak pengirim tidak mengikuti prosedur atau melanggar ketetapan yang telah disepakati oleh para pihak yang bersangkutan.

D. Wanprestasi

1. Pengertian Wanprestasi

Dalam kamus hukum, wanprestasi berarti kelalaian, pelupaan, ingkar janji, atau wanprestasi kewajiban kontraktual. Oleh karena itu, default adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat atau tidak dapat melakukan sesuai dengan kontrak.

Kegagalan dapat terjadi karena hal-hal berikut:

a) Kesengajaan atau kelalaian.

b) Adanya keadaan memaksa (overmacht).

2. Akibat Wanprestasi

Terdapat empat jenis implikasi terhadap sanksi wanprestasi, antara lain:

a) Pasal 1234 KUHPer “Penyedia jasa wajib membayar ganti rugi kepada konsumen”

(45)

30

b) Pasal 1267 KUHPer “Pembatalan kontrak terkait dengan pembayaran ganti rugi”

c) Pasal 1237 ayat 2 KUHPer “Pengalihan risiko kepada penyedia jasa segera setelah terjadi wanprestasi”

d) Pasal 181 ayat 1 HIR “Pembayaran biaya perkara dalam sidang di hadapan hakim”

Menurut ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata, jika penyedia jasa melakukan wanprestasi, konsumen dapat memilih untuk menuntut haknya dalam bentuk sebagai berikut:

a) Pemenuhan kontrak

b) Pelaksanaan kontrak terkait dengan kerusakan c) Kompensasi saja

d) Pemutusan kontrak

e) Pemutusan kontrak dengan kompensasi.

Jika kreditur memenuhi keempat syarat tersebut, kewajiban ganti rugi debitur baru dapat dipenuhi:

a) Debitur sebenarnya wanprestasi karena kelalaiannya.

b) Debitur tidak dalam keadaan wajib.

c) Tidak ada keberatan dari debitur yang melumpuhkan tuntutan ganti rugi.

d ) Kreditur mengeluarkan somasi/peringatan

(46)

31

E. Kerangka Pikir

Gambar 1. Kerangka Pikir

Penjelasan :

Dalam pelaksanaan pengangkutan barang sebelumnya harus dilaksanakan suatu perjanjian pengangkutan, dimana pihak penyedia jasa pengangkutan PT. Puspa Jaya dengan pihak pengirim barang melaksanakan perjanjian yang akhirnya menimbulkan hak dan kewajiban. Jika Perjanjian telah di sepakati oleh para pihak, maka masing-masing pihak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Apabila para pihak tidak dapat memenuhi hak dan kewajibannya maka dapat timbul suatu wanprestasi. Dalam hak dan kewajiban sendiri terdapat tanggung jawab, baik ada

Pengangkutan Barang

PT. Puspa Jaya (Pengangkut)

Pengirim Barang (Pengguna Jasa)

Perjanjian Pengangkutan (Berupa Dokumen/Karcis)

Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Pengangkutan Darat

Bus

Pelaksanaan Pengangkutan Barang Melalui Angkutan Darat

Bus Dalam PT. Puspa Jaya

Tanggung Jawab Pihak PT. Puspa Jaya Apabila Terjadi Wanprestasi Dalam Hal Pengeriman Barang Melalui Jalur Bus

(47)

32

atau tidak adanya suatu wanprestasi tanggung jawab harus tetap ada demi menjaga keamanan dan kenyamanan pihak penyedia jasa dan pihak pengirim barang.

(48)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penulisan dalam jenis penelitian ini penulis menggunakan karakteristik normatif- empiris. Metode dari penelitian normatif sendiri adalah suatu metode yang menguji peristiwa hukum yang berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku, dan sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder.

Kemudian dalam penulisan metode empiris berdasarkan dari suatu peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan dihubungkan dengan peraturan yang tidak tertulis yang terdapat dalam masyarakat dan sumber data yang digunakannya adalah sumber data primer.28

B. Tipe Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif untuk mengambarkan suatu penelitian yang terjadi dalam masyarakat mengenai tanggung jawab pihak penyedia jasa pengangkutan terhadap pengiriman barang melalui angkutan darat dalam PT. Puspa Jaya.

28 I Gede A.B. Wiranata, Metodologi Penelitian dan Penulisan Ilmiah Bidang Hukum, Zam-Zam Tower; Bandar Lampung, 2018, hal. 55

(49)

34

Tipe penelitian deskriptif ini berdasarkan dari teori atau konsep umum yang digunakan untuk menjelaskan data-data yang ada, atau membandingkan antara suatu data dengan data lainnya.29

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis- empiris, yang dicirikan oleh pendekatan hukum positif dalam implementasinya di masyarakat, didukung oleh ketersediaan sumber data hukum untuk mendukung masalah ini. Dengan demikian, pendekatan hukum dapat dikorelasikan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan secara empiris dapat dikorelasikan dengan tanggung jawab pihak penyedia jasa di PT. Puspa Jaya.30

D. Data dan Sumber Data

Sumber data adalah dari mana asal data didapan atau di peroleh, data didapat dari sumber langsung (primer), atau sumber tidak langsung (sekunder). Data dalam penulisan penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu:31

1. Data Primer: Didapat melalui metode turun langsung di lapangan yang bertujuan untuk melakukan wawancara dan mencari informasi dari narasumber yang bersangkutan dengan penelitian.

2. Data Sekunder: Merupakan kumpulan data yang biasanya memiliki ciri data tertulis seperti buku, jurnal, dan sebagainnya.

29Ibid, hal. 58

30Ibid, hal. 61

31Ibid, hal. 102

(50)

35

Data sekunder sendiri terbagi menjadi 3 yaitu:

a) Bahan hukum primer, yang terdiri dariberbagai peraturan perundang- undangan maupun bahan bukti yang mengikat:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) 2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

3) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, tentang “Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”

4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang “Perlindungan Konsumen”

b) Bahan hukum sekunder: Seperti yang tertulis dalam data hukum sekunder, penjelasan atas data primer, buku, dan bentuk tulisan lainnya yang berkaitan dengan pokok bahasan.

c) Bahan hukum tersier: Merupakan penjelasan yang mendukung data primer dan sekunder yang dapat di sambungkan dengan penelitian.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Studi Pustaka (Library Research)

Studi pustaka adalah penilaian yang dilakukan dengan sumber tertulis sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing, seperti peraturan perundang-undangan dan buku-buku, serta bahan tertulis lainnya yang dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan referensi.

2. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara mencari dan mengali informasi dari sumber dan masyarakat yang terkait dengan penelitian, dimana

(51)

36

wawancara digunakan sebagai bagian dari pengumpulan data dengan bertanya dan menggunakan cara tanya jawab untuk pihak yang terkait dalam hal ini, bagaimana perusahaan melakukannya, sesuai dengan ketentuan undang-undang atau tidak. Wawancara dengan narasumber yaitu, Bapak Bagus Wira sebagai kepala marketing dalam PT. Puspa Jay, narasumber A, B, C, D sebagai pihak konsumen dalam PT. Puspa Jaya.

F. Metode Pengolahan Data

Metode ini dibagi menjadi 3 tahap, antara lain adalah:

1. Pemeriksaan Data

Metode pemeriksaan data ini dilakukan dengan menghubungkan data sekunder dengan dengan hasil wawancara yang di tanyakan kepada narasumber dengan pertanyaan yang meliputi tentang penelitian, sehingga terdapat kesamaan dan kesesuaian antara data sekunder dan data primer, kemudian di koreksi kembali apakah data yang terkumpul sudah cukup relevan, dan sesuai dengan penelitian yang akan dikorelasikan dengan rumusan masalah.

2. Klasifikasi Data

Klasifikasi data merupakan tahap dimana data-data yang telah diperoleh disusun dan dikelompokan, sehingga sesuai dengan penelitian agar mendapat hasil yang baik dan sempurna agar pembaca dan penulis sendiri tidak kesulitan dalam membaca penelitian ini.

3. Penyusunan Data

Dalam metode penyusunan ini data digunakan untuk menyusun data sehingga mempermudah mengorelasikan dengan penelitian yang sedang dibahas.

(52)

37

G. Analisis Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data kualitatif, dimana data diperoleh melalui cara menghubungkan hasil-hasil pengumpulan seperti yang telah di uraikan diatas, dengan rumusan masalah sehingga menghasilkan data yang sempurna dan teratur secara kualitatif.

(53)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada PT. Puspa Jaya yang telah diuraikan pada bab diatas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pengangkutan barang melalui angkutan bus pada PT. Puspa Jaya adalah penyelengaraan atau pemenuhan hak dan kewajiban yang sebelumnya telah disepakati oleh para pihak yang terlibat dalam pengangkutan tersebut.

Pelaksanaan pemenuhan hak dan kewajiban ini ada setelah pihak konsumen (pengirim) melakukan pembayaran kepada pihak penyedia jasa pengangkutan (PT. Puspa Jaya) agar proses pengangkutan dapat terlaksanakan. Proses dari pelaksanaan pengangkutan barang melalui angkutan darat bus dalam PT.

Puspa Jaya meliputi kesiapan pada tempat keberangkatan, dan kesiapan di tempat tujuan akhir. Apabila selama pelaksanaan pengangkutan terjadi suatu wanprestasi yang memang diakibatkan atas kelalaian pihak pengangkut, maka pihak pengangkut wajib memberikan ganti rugi terhadap konsumen yang telah dirugikan tersebut.

2. Tanggung jawab PT. Puspa Jaya apabila terjadi wanprestasi dalam hal pengiriman barang melalui jalur darat bus adalah jika terjadi suatu wanprestasi (kehilangan ataupun kerusakan) terhadap barang kiriman tersebut, maka pihak PT. Puspa Jaya akan bertanggung jawab atas kerugian tersebut apabila

(54)

62

memang terbukti bahwasannya barang tersebut hilang/rusak akibat dari kelalaian pihak pengangkut, tetapi apabila kerugian tersebut terjadi akibat kelalian dari pihak pengirim sendiri atau telah rusak sedari sebelum pengiriman terjadi, maka kerusakan barang tersebut bukan menjadi tanggung jawab dari pihak PT. Puspa Jaya dan jika barang tersebut rusak dan baru diketahui setelah barang antaran tersebut diterima oleh pihak pengambil/penerima barang maka barang tersebut akan dibawa kembali dan dilaporkan oleh pihak perusahaan. Selanjutnya barang tersebut akan diganti dan dikirimkan kembali kepada pihak penerima. Bentuk tanggung jawab dapat dikecualikan dari tuntutan ganti rugi apabila terjadi kerugian yang bukan disebabkan oleh pihak manapun melainkan diakibatkan karena bencana alam yang tidak dapat dihindari.

B. Saran

Berdasarlan kesimpulan diatas, saran yang sekirannya harus peneliti ungkapkan mengenai hasil dari penelitian yang sudah dilakukan adalah sebagai berikut:

Untuk membantu para konsumen dalam mengklaim barang kiriman yang rusak/hilang ada baiknya tata cara melakukan klaim disampaikan kepada para konsumen, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat banner mengenai tata cara pengajuan klaim. Karcis yang digunakan juga dapat di perbarui menjadi dokumen yang lebih terperinci agar tata cara klaim kehilangan barang juga dapat dimasukan kedalam bagian dari dokumen tersebut. Karcis juga dapat menggunakan barcode, agar kkonsumen juga dapat melacak kejelasan dari barang kirimannya tersebut. Agar klaim barang tidak

(55)

63

menitikberatkan hanya kepada pihak PT. Puspa Jaya saja, maka untuk pengangkutan barang ada baiknnya untuk didaftarkan asuransi dalam pengangkutannya demi keselamatan dari barang antaran tersebut.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu konsep tanggung jawab mutlak didapati pula dalam ketentuan Pasal UUP yang menyebutkan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita

“Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/ atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/ atau pemilik barang dan/atau

”Pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian sebagai akibat dari luka atau jejas-jejas lain pada tubuh, yang diderita oleh seorang penumpang, bila kecelakaan yang menimbulkan

Tanggung jawab pengangkut apabila terjadi kelalaian yang dilakukan oleh karyawan, pengemudi kendaraan (pengantar barang kiriman), sehingga menimbulkan kerugian kepada pemakai

Selain itu konsep tanggung jawab mutlak didapati pula dalam ketentuan Pasal 144 UUP yang menyebutkan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita penumpang

Hasil penelitian ini menunjukkan: 1 Pengaturan hukum terhadap tindakan tembak di tempat terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan mengacu kepada Peraturan Kepala

7 Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas, maka penulis mengambil judul “Analisis Perbedaan Tingkat Discretionary Accrual Sebelum dan Sesudah Adopsi IFRS Pada Perusahaan

Menurut Kalsum, 2018 dalam penelitiannya dijelaskan, Pemanenan cabai rawit dengan menggunakan metode pengaruh tangkai buah terhadap mutu cabai rawit selama penyimpanan, berpengaruh