• Tidak ada hasil yang ditemukan

Shanandra Evely Putri S.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Shanandra Evely Putri S. "

Copied!
57
0
0

Teks penuh

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menetapkan adanya tindak pidana terhadap pembuat tindak pidana membuat laporan polisi palsu dalam Putusan Nomor: 1166/Pid.B/2021/PN.Tjk. Apakah rasa keadilan hakiki sudah memenuhi pemidanaan pelaku tindak pidana memberikan laporan palsu kepada Polisi?

Latar Belakang Masalah

Terdakwa bernama Ahmad Ikhsanudin pada tanggal 03 September 2021 pukul 17.00 WIB datang ke Polres Bandar Lampung dan melaporkan bahwa Terdakwa menjadi korban kehilangan sepeda motornya yaitu 1 (satu) unit Motor Honda Scoopy No. . POL BE 2821 AEI tentang Jl H. Agus Salim Sukadanaham Tanjung Karang Barat Bandar Lampung oleh 3 (tiga) orang yang tidak diketahui Terdakwa. Setelah menerima laporan tersebut, anggota Polres Bandar Lampung melakukan penyelidikan dan dari hasil penyelidikan tidak terjadi kejadian seperti yang dilaporkan oleh terdakwa.

Selain itu, berdasarkan laporan tersebut, Terdakwa dibawa ke Polres Bandar Lampung untuk diperiksa dan Terdakwa mengakui bahwa Terdakwa tidak benar membuat laporan, tetapi 1 (satu) contoh Motor Honda Scoopy No. BE 2821 AEI milik tergugat. dijual kepada Junaidi seharga Rp. empat juta lima ratus ribu rupiah). Hakim yang memutus perkara idealnya harus benar dan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat karena putusan hakim yang tidak tepat berdampak negatif terhadap munculnya pandangan negatif masyarakat terhadap hakim dan pengadilan. Hakim idealnya menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi untuk memberikan efek jera kepada terdakwa dan sebagai pelajaran kepada pihak lain untuk tidak melakukan kejahatan serupa, karena sebenarnya membuat laporan palsu ke polisi adalah tindakan tidak hormat kepada aparat penegak hukum, karena polisi , setelah menyampaikan laporan, dilakukan penyelidikan yang membutuhkan tenaga dan uang, namun ternyata tindak pidana yang dilaporkan oleh pelaku tidak terjadi.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan penelitian dan dituangkan dalam sebuah tesis yang berjudul: “Analisis Dasar Pertimbangan Peradilan Dalam Penjatuhan Perkara Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Memberi Laporan Palsu Kepada Polisi” (Penelitian Putusan Nomor: 1166/Pid .B/2021/PN.Tjk).

Permasalahan dan Ruang Lingkup

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan menyumbangkan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pidana terkait dengan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana memberikan laporan palsu kepada Kepolisian b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam memberikan informasi kepada masyarakat, penegak hukum dan mahasiswa tentang dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. . Tindak pidana memberikan laporan palsu merupakan perbuatan yang diatur dalam pasal 220 KUHP: “Barangsiapa memberitahukan atau mengadukan bahwa

Bab ini memuat berbagai pengertian atau teori yang berkaitan dengan kajian penelitian, yaitu dasar pertimbangan penjatuhan pidana oleh hakim, pengambilan keputusan peradilan dalam suatu perkara pidana, hukum pidana dan tindak pidananya, dan tindak pidana bohong. Bab ini memuat uraian berupa pemaparan dan pembahasan tentang data yang diperoleh melalui penelitian, yang terdiri dari analisis dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana dalam pengajuan perkara. keluhan. Terdakwa diharapkan tidak melakukan tindak pidana yang dapat merugikan dirinya sendiri atau orang lain dengan menyadari kesalahannya.

Pelaku yang melakukan perbuatan tersebut memiliki unsur yang direncanakan untuk melakukan kejahatan. Putusan pembebasan dalam hal ini berdasarkan alinea kedua Pasal 191 KUHAP, pengadilan menganggap bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, namun menurut hakim perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. . Setiap pelaku kejahatan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum yang berlaku atas kejahatan yang dilakukannya.

Putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana membuat laporan palsu kepada polisi belum memenuhi unsur keadilan, karena pidana penjara 6 (enam) bulan yang dijatuhkan kepada terdakwa oleh hakim masih belum optimal dibandingkan dengan pidana yang diatur dalam Pasal 220 KUHP yaitu pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan. Hal ini penting dilakukan karena tindak pidana membuat laporan palsu ke polisi merupakan perbuatan yang meresahkan masyarakat, sehingga diharapkan hukuman yang dijatuhkan dapat optimal.

Kerangka Teori dan Konseptual

Sistematika Penulisan

Hakim dalam penuntutan terhadap pelaku tindak pidana harus meninjau kembali proses penyajian kebenaran dan keadilan dalam suatu putusan peradilan sebagai rangkaian proses penegakan hukum agar teori kebenaran dapat digunakan. Hakim dalam rangka menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tidak boleh menjatuhkan pidana kecuali terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, agar hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah. dari melakukan. (Pasal 183 KUHAP). Dalam menjatuhkan putusan hakim tentang keadaan dan pemidanaan yang wajar bagi setiap individu pelaku tindak pidana, hakim akan menggunakan diskresi untuk melihat keadaan terdakwa atau penuntut umum dalam suatu perkara pidana.

Dalam hal ini, secara filosofis tujuan asas pemidanaan adalah untuk memperbaiki kepribadian seseorang yang melakukan tindak pidana.23 Penuntutan ditujukan kepada masyarakat, sehingga harus ada konsistensi antara pranata hukum dan norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.24 . Perkara pidana mengandung unsur bahwa perbuatan itu mempunyai motif dan tujuan pelanggaran hukum yang disengaja. Selain itu, riwayat hidup dan kondisi sosial ekonomi pelaku sangat berpengaruh terhadap putusan hakim untuk meringankan hukuman bagi pelaku, misalnya tidak pernah melakukan perbuatan non pidana, berasal dari keluarga baik-baik. , bahwa ia tergolong masyarakat berpenghasilan sedang (kelas bawah).

Dalam kesalahan jenayah, masyarakat menilai bahawa perbuatan pelaku adalah kesalahan yang boleh dihukum, maka wajarlah pelakunya dihukum, agar pelaku mendapat pahala dan belajar untuk tidak melakukan perbuatan yang boleh merugikan dirinya dan orang lain.

Putusan Hakim dalam Perkara Pidana

Penjatuhan pidana dalam hal ini berarti bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka Terdakwa telah dipidana dengan pidana sesuai dengan ancaman pasal pidana yang didakwakan terhadap Terdakwa30 Pasal 191 Ayat (1) dan ayat (2) KUHAP mengatur tentang pembebasan dan pembebasan, sebagai berikut: Pembebasan dan pembebasan itu dapat dilihat dari segi hukum pembuktian, yaitu pembebasan (pembebasan) tindak pidana yang dilakukan oleh penuntut umum/ penuntut dalam surat dakwaan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut undang-undang. Sedangkan dalam putusan bebas (pemberhentian dari segala proses hukum) segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam dakwaan penuntut umum/penuntut umum telah dibuktikan secara sah dan meyakinkan menurut undang-undang, tetapi terdakwa tidak dapat dipidana. . , karena perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan pidana.

Sedangkan kejahatan adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan sebagai perbuatan yang dilarang dan perbuatan yang harus dinyatakan sebagai kejahatan, disamping perbuatan yang dilarang dan diancam dengan undang-undang dan peraturan, juga harus bertentangan dengan undang-undang atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Kejahatan adalah perbuatan manusia yang berbingkai hukum, melawan hukum, patut dihukum, dan dilakukan karena kesalahan. Dari beberapa pengertian di atas, jelas bahwa kejahatan adalah perbuatan atau pembiaran yang mempunyai unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan kejahatan dimana penjatuhan pidana itu pada pelakunya. itu demi menjaga ketertiban hukum dan menjamin kepentingan umum.

Hal ini menunjukkan bahwa selain tindak pidana laporan palsu ke Kepolisian, pelaku juga melakukan tindak pidana serentak yaitu tindak pidana penggelapan dan fidusia, sehingga hukuman yang dijatuhkan idealnya dapat dimaksimalkan. Kepada aparat penegak hukum (Penyidik, Jaksa dan Hakim) yang menangani tindak pidana pelaku yang membuat laporan palsu kepada Kepolisian di kemudian hari, hendaknya mempertimbangkan segala aspek dalam penyidikan, penuntutan dan putusan pembebanan. Masyarakat dihimbau agar tidak melakukan tindak pidana membuat laporan palsu kepada Kepolisian dengan alasan apapun, karena tindak pidana merupakan bentuk perbuatan yang merendahkan martabat institusi Polri, seolah-olah penyidik ​​tidak dapat mengidentifikasi bahwa laporan yang disampaikan bukanlah laporan palsu.

Hukum Pidana dan Tindak Pidana

Tindak Pidana Memberikan Laporan Palsu

Dapat dikatakan bahwa pelaku sangat ingin mencapai hasil yang menjadi alasan utama ancaman hukuman pidana. Kepastian yang Disengaja (Intentional Security Consciousness) Niat jenis ini ada ketika pelaku hadir. Berbeda dengan kesengajaan yang tidak disertai ilusi kepastian bahwa akibat yang dimaksud akan terjadi, melainkan hanya sekedar imajinasi kemungkinan akibat itu.

Arti kata culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu fikih memiliki arti teknis, yaitu jenis kesalahan pelaku tindak pidana yang tidak begitu serius seperti kesengajaan, yaitu kurang hati-hati. untuk konsekuensi yang tidak diinginkan terjadi. Setiap perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus dihindari dan siapa saja yang melanggarnya akan dihukum. Dengan demikian, larangan dan kewajiban tertentu yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara harus dituangkan dalam undang-undang dan peraturan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Tindak pidana membuat laporan palsu atau laporan palsu merupakan perbuatan yang diatur dan diancam dengan pasal 220 KUHP: “Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu tindak pidana padahal diketahuinya tidak dilakukan, dipidana dengan pidana penjara. paling lama satu tahun empat bulan”.

Sumber dan Jenis Data

Pendekatan hukum normatif dilakukan untuk memahami suatu masalah dengan tetap atau bersandar pada suatu bidang atau kajian hukum, sedangkan pendekatan hukum empiris dilakukan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman tentang masalah penelitian berdasarkan realita atau studi kasus yang ada. Data primer adalah data utama yang diperoleh langsung dari lapangan penelitian melalui wawancara informan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian. Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber hukum yang berkaitan dengan masalah yang sedang dikaji.

Penentuan Narasumber

Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Seleksi data merupakan kegiatan pemeriksaan untuk menentukan kelengkapan data, kemudian data tersebut dipilih sesuai dengan masalah penelitian. Klasifikasi data adalah kegiatan memilah-milah data ke dalam kelompok-kelompok yang telah ditentukan sebelumnya guna mendapatkan data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk selanjutnya dianalisis. Sistematisasi data adalah kegiatan pengumpulan data yang saling berhubungan dan membentuk satu kesatuan dan terintegrasi dalam subtopik yang dibahas, sehingga memudahkan interpretasi data.

Analisis Data

Pertimbangan filosofis yaitu hakim memandang bahwa tujuan penjatuhan pidana tidak hanya untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku, tetapi sebagai upaya untuk menghukum terdakwa, agar terdakwa tidak mengulangi perbuatannya. Pertimbangan sosiologis yaitu hakim mempertimbangkan latar belakang terdakwa yang belum pernah dipidana, faktor yang memberatkan yaitu perbuatan terdakwa yang merugikan pihak lain, faktor yang meringankan yaitu terdakwa bersikap sopan, mengakui dan jujur ​​di persidangan. Selain itu, selain membuat laporan palsu ke polisi, terdakwa juga melakukan penggelapan 1 sepeda motor yang statusnya masih dikreditkan ke pihak leasing.

Sistem Pidana dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Dual Track System dan Implementasinya, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Penjatuhan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemberian

Referensi

Dokumen terkait

“Kebijakan Penegak Hukum Dalam Penerapan Restoratif Justice Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana”.. Tesis ini dimaksudkan untuk untuk memperoleh Gelar Magister Ilmu

Prinsip kerja Over Current Relay ( OCR ) yang bekerjanya berdasarkan besaran arus lebih akibat adanya gangguan hubung singkat dan memberikan perintah trip ke PMT