BABABINANGA KABUPATEN PINRANG
OLEH
UMI KALSUM NIM: 16.1100.079
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PAREPARE
2021
i
PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING
Judul Skripsi : Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Tahlilan di Kalangan Masyarakat Desa Bababinanga Kabupaten Pinrang
Nama Mahasiswa : Umi Kalsum
Fakultas : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Dasar Penetapan Pembimbing : Surat Penetapan Pembimbing Skripsi Fakultas Tarbiyah
No. B. 1777/In. 39.5/PP.00.9/08/2019 Disetujui Oleh
Pembimbing Utama : Dr. Muzakkir, M.A. (………)
NIP : 19641231 199403 1 031
Pembimbing Pendamping : H. M. Iqbal Hasanuddin., M.Ag. (………)
NIP : 19720813 200003 1 002
Mengetahui:
Fakultas Tarbiyah Dekan,
Dr. H. Saepudin, S.Ag., M.Pd NIP. 197212161999031001
ii Nama Mahasiswa : Umi Kalsum
Fakultas : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Dasar Penetapan Pembimbing : Surat Penetapan Pembimbing Skripsi Fakultas Tarbiyah
No. B. 1777/In. 39.5/PP.00.9/08/2019 Tanggal Kelulusan :
Disahkan oleh Komisi Penguji
Dr. Muzakkir, M.A. (Ketua) (……….…)
H. M. Iqbal Hasanuddin., M.Ag (Sekretaris) (……….…)
Drs. Anwar, M.Pd (Anggota) (……….………)
Dr. Hj. Hamdanah Said, M.Si. (Anggota) (……….………)
Dekan
Fakultas Tarbiyah
Dr. H. Saepudin, S.Ag., M.Pd NIP. 197212161999031001
iii
KATA PENGANTAR
ِﻢيِحهرلٱ ِﻦ َٰ ﻤ ۡحهرلٱ ِ هللَّٱ ِﻢ ۡسِب
ِثبَئَِّٛس ٍِْئَ بَُِسُفََْأ ِزُْٔسُش ٍِْي ِ هللَّبِب ُذُٕعَََٔ ِِّْٚدَْٓخْسَََٔ ُِْسِفْغَخْسَََٔ ُُُِّْٛعَخْسَََٔ ُُِدًَْحََ ،ِ ه ِللَّ َدًَْحْنا هٌِإ هٌَأ ُدَْٓشَأَٔ ُاللّ هلاِإ ََّنِإ َلا ٌَْأ ُدَْٓشَأ .َُّن َِ٘دبَْ َلاَف ْمِهْضُٚ ٍَْئَ َُّن همِضُي َلاَف ُهاللّ ِِِدَْٓٚ ٍَْي ،بَُِنبًَْعَأ ٍِْعًَْجنَا ِِّبْحَصَٔ ِِّنَا َمَعَٔ ْدهًَحُي بََِدَِّٛس َمَع ِّمَص هىُٓهنَا ُّ ُنُْٕسَزَٔ ُُِدْبَع اًدهًَحُي
Alhamdulillah pusji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Swt atas berkat rahmat, hidayah dan karunia pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd) pada Jurusan Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare. Sholawat serta salam senantiasa penulis ucapkan kepada baginda Rasulullah Saw. Nabi penyelamat dari zaman gelap jahiliyah menuju zaman terangnya menuntut ilmu, yang menjadi suri tauladan umat manusia dan juga sebagai rahmatan lil „alamin.
Penulis mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya dan setulus- tulusnya kepada Ibunda Naima dan Ayahanda Muh. Rusdi (orang tua penulis) dan suamiku Asri Acong serta saudara-saudaraku dan seluruh keluarga yang juga terlibat dalam penyusunan tugas akhir ini, dengan segala upaya dan usahanya baik material maupun non material serta berkah doa dan nasehatnya sehingga penulis mendapat kemudahan dalam menyusun tugas akademik tepat pada waktunya.
Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada bapak Dr. Muzakkir, M.A.
selaku pembimbing utama dan bapak H. M. Iqbal Hasanuddin., M.Ag selaku pembimbing kedua atas segalah bantuan dan bimbinngan yang diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.
Selanjutnya penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Sultra Rusatam, M. Si. selaku Rektor IAIN Parepare yang telah bekerja keras mengelola pendidikan di IAIN Parepare.
iv
atas segala pengabdian dan bimbingannya bagi mahasiswa baik dalam kegiatan perkuliahan maupun diluar dari pada kegiatan perkuliahan.
4. Kepala perpustakaan IAIN Parepare Dr. Usman, S.Ag., M.Ag. beserta seluruh staf yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama menjalani studi di IAIN Parepare, terutama dalam penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen pada program studi Pendidikan Agama Islam serta para staf Fakultass Tarbiyah yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan pendidikan dan pelayanan terbaik kepada penulis.
6. Drs. Anwar, M.Pd selaku penguji utama dan Dr. Hj. Hamdana Said, M.Si selaku penguji kedua.
7. Kepala Desa Bababinanga Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang beserta seluruh jajaranya yang telah memberikan izin meneliti kepada penulis di Desa Bababinanga.
8. Muh. Rusdi selaku kepala Dusun Babana beserta masyarakat yang telah memberikan arahan dan informasi kepada penulis selama melakukan penelitian.
9. Teman-teman seperjuangan PAI angkatan 2016 serta seluruh mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare.
Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada segala pihak yang telah memberikan bantuan, baik material maupun non material serta bimbingan
v
hingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu. Permohonan maaf penulis haturkan kepada semua pihak apabila terdapat perkataan maupun perbuatan yang kurang berkenaan dalam hati. Semoga Allah Swt menilai segalanya sebagai amal jariyah dan meberikan perlindungan serta rahmat pahalanya.
Akhirnya, penulis harapkan bahwa kiranya pembaca dapat memberikan saran konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini.
Parepare, 19 Agustus 2021 Penulis
Umi Kalsum 16.1100.079
vi
Bababinanga Kabupaten Pinrang
Nama : Umi Kalsum
Nomor Induk Mahasiswa : 16.1100.079
Tempat/tgl. Lahir : Babana, 28 Juli 1997
Fakultas : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar merupakan hasil karya sendiri, bukan pengambilan alih tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa keseluruhan skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, maka skripsi ini dinyatakan batal oleh hukum.
Parepare, 19 Agustus 2021 Penulis
Umi Kalsum 16.1100.079
vii
ABSTRAK
UMI KALSUM. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Tahlilan di Kalangan Masyarakat Desa Bababinanga Kabupaten Pinrang. (dibimbing oleh Muzakkir dan H. M Iqbal Hasanuddin).
Tradisi tahlilan merupakan suatu adat atau tradisi membaca surat yasin yang biasanya dirangkaikan juga dengan bacaan laa ilaha illallah dan bacaan tahlil lainnya. Pemahaman masyarakat secara umum menganai tahlilan saat ini pada dasarnya adalah kegiatan berdzikir bersama.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi tahlilan di kalangan masyarakat Desa Bababinanga Kabupaten Pinrang. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian Field Research (Penelitian Lapangan) dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Waktu penelitian dilakukan selama dua bulan, agustus-september. Teknik pengumpulan data yaitu observasi, dokumentasi dan wawancara. Teknik analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan.
Rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain; pertama, Bagaimanakah pelaksanaan tradisi Tahlilan di Kalangan Masyarakat Desa Bababinanga Kabupaten Pinrang? kedua, Nilai-nilai Pendidikan Islam apa sajakah yang ada dalam tradisi Tahlilan di Kalangan Masyarakat Desa Bababinaga Kabupaten Pinrang?
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 1). Prosesi tradisi tahlilan di Desa Bababinanga Kabupaten Pinrang dimulai biasanya pada malam hari, tahlilan akan dilaksanakan apabila Imam Masjid dan Pegawai Sya‟ra sudah tiba di rumah duka dan acara diawali dengan bacaan surah al-Fatihah, al-Ikhlas (3 kali), tahlil dan takbir, al-Baqarah ayat 163, ayat kursi, al-Baqarah ayat 284-286, surah Hud ayat 73 (3 kali), al-Ahzab ayat 33 dan 56, sholawat Nabi (3 kali), Ali Imran ayat 173, al- Anfal ayat 40, Hauqallah, istighfar (3 kali) dan Tahlil (100 kali). 2). Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi tahlilan antara lain; Nilai I‟tiqadiyah (Aqidah), Nilai Amaliyah (Ibadah) dan Nilai Khuluqiyah (Akhlak).
Kata Kunci: Nilai-nilai Pendidikan Islam dan Tradisi Tahlilan
viii
KATA PENGANTAR ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PEDOMAN TRANSLITERASI DAN SINGKATAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kegunaan Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 7
B. Tinjauan teoritis ... 8
1. Pengertian Nilai-nilai Pendidikan Islam ... 8
2. Tradisi/adat ... 18
3. Tahlilan/tahlil ... 20
5. Dasar Tahlilan ... 23
6. Tujuan Pelaksanaan Tahlilan ... 24
ix
7. Manfaat dalam Pelaksanaan Tahlilan ... 25
8. Akar sejarah dan Penyebaran Ritual Tahlilan di Indonesia ... 25
9. Hukum Melaksanakan Tahlilan ... 27
10. Kerangka Pikir ... 29
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penenlitian ... 31
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32
C. Fokus Penelitian ... 35
D. Jenis dan Sumber Data... 35
E. Teknik Pengumpulan data ... 36
F. Uji Keabsahan Data ... 38
G. Teknik Analisis Data ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 43
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 44
1. Bentuk Tradisi Tahlilan ... 44
2. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam tradisi Tahlilan ... 52
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN BIODATA PENULIS
x
2. Jumlah Penduduk Berdasarkan kelompok Umur 34
3. Jumlah penduduk Berdasarkan Pekerjaan 34
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Gambar Halaman
1. Kerangka pikir penelitian
Foto pelaksanaan penelitian Lampiran
Foto Buku Majmu‟ Syarif (doa-doa Tahlilan) Lampiran
xii
1. Pedoman Wawancara Lampiran
2. Sk Judul Lampiran
3. Surat Izin Penelitian Lampiran
4. Surat Izin Melaksanakan Penelitian Lampiran
5. Surat Keterangan Wawancara Lampiran
6. Surat Keterangan Selesai Meneliti Lampiran
xiii
TRANSLITERASI DAN SINGKATAN
A. Transliterasi 1. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lain lagi dilambangkan dengan huruf dan tanda.
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam hurufLatin:
Huruf Nama Huruf Latin Nama
ا Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan
ب Ba B Be
ث Ta T Te
ث Tha Th te dan ha
ج Jim J Je
ﺡ Ha ḥ ha (dengan titik di bawah)
خ Kha Kh ka dan ha
ﺩ Dal D De
ﺫ Dhal Dh de dan ha
ر Ra R Er
ﺯ Zai Z Zet
ﺲ Sin S Es
ﺶ Syin Sy es dan ye
xiv
ظ Za ẓ zet ((dengan titik di bawah)
ع ain koma terbalik ke atas
ﻍ Gain G Ge
ف Fa F Ef
ق Qaf Q Qi
ك Kaf K Ka
ل Lam L El
ﻡ Mim M Em
ﻦ Nun N En
ﻮ Wau W We
ﻪ Ha H Ha
ء Hamzah Apostrof
ﻱ Ya Y Ye
Hamzah (ﺀ) yang di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apapun. Jika terletak di tengah atau di akhir, ditulis dengan tanda( ).
2. Vokal
a. Vokal tunggal (monoftong) bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagaiberikut:
xv
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ا Fathah A A
ا Kasrah I I
ا Dammah U U
b. Vokal rangkap (diftong) bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
۔
ْﻲ fathah dan ya Ai a dan i
۔
ْﻮ fathah dan wau Au a dan u
Contoh:
ﻒْي ﻜ : kaifa ﻞْﻮ ﺤ : ḥaula 3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda,yaitu:
Harkat dan Huruf
Nama
Huruf dan Tanda
Nama
۔ / ﺎ ۔ ﻰ
fathah dan alif atau
ya
Ā a dan garis di atas
xvi تﺎ ﻣ :māta
ﯽ ﻣ ر : ramā لْيِﻘ :qīla
ُﺖْﻭُﻣ ي :yamūtu
4. TaMarbutah
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua:
a. ta marbutah yang hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah dan dammah, transliterasinya adalah [t].
b. ta marbutah yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah[h].
Kalau pada kata yang terakhir dengan ta marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbutah itu ditransliterasikan dengan ha(h).
Contoh:
ْﻭ ر
ِﺔ ّﻨ ﺧلا ُﺔ ﻀ :rauḍah al-jannah atau rauḍatul jannah ا
ُﺔﻨْيِﺪ ﻤ٘ل ا٘ل
ِﺔ ﺎِﻀﺎ ﻔ :al-madīnah al-fāḍilah atau al- madīnatul fāḍilah ﺔ ﻤْﻜِﺤ٘ل ا : al-hikmah
xvii 5. Syaddah(Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydid ( ّــ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh:
ﺎ ﻨ ّب ر :Rabbanā ﺎ ﻨْي ّﺨ ﻨ :Najjainā
ُّﻖ ﺤ٘ل ا :al-haqq
ُّﺦ ﺤ٘ل ا :al-hajj ﻢ ّﻌُﻨ :nuʻʻima
ٌّﻮُﺪ ﻋ :ʻaduwwun
Jika huruf ﻯbertasydid diakhir sebuah kata dandidahului oleh huruf kasrah ( ّﻲِ۔۔ ) maka ialitransliterasi seperti huruf maddah (i).
Contoh:
ٌّﻲِب ر ﻋ :ʻArabi (bukan ʻArabiyy atau ʻAraby)
ٌّﻲِﻠ ﻋ :ʻAli (bukan ʻAlyy atau ʻAly) 6. KataSandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ﻻ(alif lam ma‟arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya.Katasandangditulisterpisahdarikatayang mengikutinya dan dihubungkandengangaris mendatar (-).
Contoh:
xviii ا
ُﺪﻶِﺒ٘ﻠ :al-bilādu
7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf ham ah menjadi apostrof ( ) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun bila hamzah terletak diawal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
Contoh:
ْﻮُرُﻤﺄ ﺘ
ﻥ :ta‟murūna ّﻨﻠا
ُءْﻭ :al-nau‟
ٌء ْﻲ ﺸ :syai‟un ٲ
ُﺖْرِﻤ :Umirtu
8. Kata Arab yang lazimdigunakandalam Bahasa Indonesia
Kata,istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata Al-Qur‟an (dar Qur‟an), Sunnah. Namun bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh.
Contoh:
xix
Fī ẓilāl al-qur‟an Al-sunnah qabl al-tadwin
Al-ibārat bi „umum al-lafẓ lā bi khusus al-sabab
9. Lafẓ al-Jalalah ) ﻪّﻠﻠا (
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jar dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mudaf ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.
Contoh:
ِﻪّﻠﻠاُﻦْيِﺪ Dīnullah ِﻪّﻠﻠﺎِب billah
Adapun ta marbutah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al- jalālah, ditransliterasi dengan huruf [t].
Contoh:
اِﺔ ﻤْﺤ رﻲِﻔْﻡُﻫ
ِﻪّﻠﻠ Hum fī rahmatillāh 10. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga berdasarkan pada pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebutmenggunakan huruf kapital (Al-).
Contoh:
xx
Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abū (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi.Contoh:
Abū al-Walid Muhammad ibnu Rusyd, ditulis menjadi: IbnuRusyd,Abū al-Walīd Muhammad (bukan: Rusyd, Abū al-Walid MuhammadIbnu)
Naṣr Ḥamīd Abū Zaid, ditulis menjadi: Abū Zaid, Naṣr Ḥamīd (bukan:Zaid, Naṣr Ḥamīd Abū)
B. Singkatan
Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:
swt. = subḥānahū wa ta„āla saw. = ṣallallāhu „alaihi wa sallam
a.s. = „alaihi al- sallām
H = Hijriah
M = Masehi
SM = Sebelum Masehi
l. = Lahir tahun
w. = Wafat tahun
QS …/…: 4 = QS al-Baqarah/2:187 atau QS Ibrahīm/ …, ayat 4
xxi
HR = Hadis Riwayat
Beberapa singkatan dalam bahasa Arab:
ﺹ = ﺔﺤﻔﺻ
ﻭﺩ = ﻦﺎﻜﻤ ﻦﻮﺪب ﻰﻌﻬﺻ = ﻢلسﻮ ﻪيلﻋ ﷲﻰلﺻ
ط = ﺔﻌﺒﻄ
ﻥﺪ = رﺷﺎﻨﻦﻮﺪﺒ ﺦلا = ﻩرﺧﺁﻰلﺇ/ﺎﻫرﺧﺁﻰلﺇ
خ = ﺀﺯﺠ
Beberapa singkatan yang digunakan secara khusus dalam teks referensi perlu dijelaskan kepanjangannya, diantaranya sebagai berikut:
ed. : Editor (atau, eds. [dari kata editors] jika lebih dari satu orang editor).
Karena dalam bahasa Indonesia kata “editor” berlaku baik untuk satu atau lebih editor, maka ia bisa saja tetap disingkat ed. (tanpa s).
et al. : “Dan lain-lain” atau “dan kawan-kawan” (singkatan dari et alia).
Ditulis dengan huruf miring. Alternatifnya, digunakan singkatan dkk.
(“dan kawan-kawan”) yang ditulis dengan huruf biasa/tegak.
Cet. : Cetakan. Keterangan frekuensi cetakan buku atau literatur sejenis.
Terj. : Terjemahan (oleh). Singkatan ini juga digunakan untuk penulisan karya terjemahan yang tidak menyebutkan nama penerjemahnya.
Vol. : Volume. Dipakai untuk menunjukkan jumlah jilid sebuah buku atau ensiklopedi dalam bahasa Inggris. Untuk buku-buku berbahasa Arab biasanya digunakan katajuz.
xxii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya perkembangan Agama Hindu dan Budha telah meluas di Nusantara sebelum Islam masuk ke Indonesia sehingga masyarkat pada masa itu banyak yang menganut paham animisme dan dinamisme.1 Dipertengahan abad ke-15 pada masa penyebaran Islam melalui dakwah yang dilakukan oleh para tokoh sufi yang biasa disebut dengan istilah Sunan (Wali Songo), sehingga Agama Islam dengan cepat diserap kedalam asimilasi dan sinkretisme Nusantara.2
Para Wali yang menyebarkan Islam di Jawa memiliki persamaan dengan cara Rasulullah saw saat pertama kali memperkenalkan Islam di Arab pada zaman jahiliyah, dengan keadaan masyarakat yang telah memiliki agama, keyakinan, budaya dan tradisi dari daerah tersebut. Terutama kepercayaan dari agama Hindu dan Budha telah mendalam di tanah Jawa diberbagai aspek khususnya pada ritual selametan dan sebagainya.3
Manusia yang hidup sebelum mengenal Islam sudah memiliki pengalaman kehidupan yang terpengaruh oleh keagamaan dan kebudayaan yang dianut sebelumnya. Agama Islam merupakan keyakinan dan pedoman hidup umat manusia, sedangkan kebudayaan adalah hasil yang diperoleh dari perbuatan manusia yang telah menjadi kebiasaan dan diterima sebagai hal yang benar.
Tradisi merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang dianggap sebagai kebiasaan dan cara-cara yang pernah ada sebelumnya yang diyakini paling benar. Arti
1Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam: Pokok-pokok Pemikiran Tentang Paradigma dan Sistem Islam, (Jakarta: Gema Insani 2004), h. 197.
2Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005), h. 8.
3Muhammad Ma‟ruf Kho in, Tahlilan Bid‟ah Hasanah, (Surabaya: Muara Progresif, 2013), h. 4.
lain dari tradisi itu sendiri yaitu kebiasaan yang diwariskan dari nenek moyang kepada anak cucunya secara turun-temurun.4
Menurut Muhammad Abed Al Jabiri, kata turarts (tradisi) dalam bahasa Arab berasal dari unsur-unsur huruf wa ra tsa dalam kamus klasik disepadankan dengan kata-kata irts, wirts, dan mirats. Semuanya merupakan bentuk mashdar (verbal noun) yang menunjukkan arti “segala yang diwarisi manusia dari kedua orang tuanya, baik berupa harta maupun pangkat atau keningratan”.5
Terkait pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah setiap perilaku yang menjadi kebiasaan dimasa lalu diakui kebenarannya karena dianggap sebagai adat/kebiasaan dari dari nenek moyang kemudian diwariskan ke generasi penerus.
Pada masa sekarang ini sering didapati berbagai masalah dalam lingkungan sosial masyarakat terkait dengan tradisi tahlilan. Dimana tahlilan merupakan salah saatu tradisi yang telah melekat dalam masyarakat dan masih dilaksanakan hingga saat ini. Hal tersebut bisa memicu pertikaian di lingkungan sosial masyarakat dikarenakan tradisi tahlilan dalam beberapa pemikiran saat ini bersumber dari hadits dan tidak bersumber dari hadits. Dalam konteks ini hadits yang dipercaya dan diartikan menurut ulama adalah segala sesutau yang bersumber dari Nabi Muhammad saw meliputi perkataan, dan perbuatan.6 Karena itu baiknya diharuskan melakukan pengkajian ulang mengenai nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi tahlilan.
4Joko Tri Prasetya, Ilmu Budaya Dasar (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004), h. 29.
5Muhammad Iqbal Fauzi, Tadisi Tahlilan dalam Kehidupan Masyarakat Desa Tegalangus (analisis sosio kultural. 2014), h. 10.
6Muhammad „Ajaj Al-Khatib, Ushul Hadits “Pokok-pokok Ilmu Hadits, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013), h. 2.
3
Tradisi Tahlilan merupakan suatu adat atau tradisi membaca surah yasin yang biasanya dirangkaikan juga dengan bacaan laa ilaha illallah dan bacaan tahlil lainnya. Di lingkungan masyarakat Indonesia istilah tahlilan dan yasinan disebut sebagai acara berdzikir bersama atau majelis dzikir. Pada dasarnya tahlilan atau yasinan adalah bagian dari berdzikir kepada Allah swt.7
Pemahaman masyarakat secara umum mengenai tahlilan saat ini pada dasarnya adalah kegiatan berdzikir yang dilakukan bersama atau perkumpulan sekelompok orang untuk membaca kalimat tahlil (laa ilaha illallah) dan doa-doa dzikir lainnya kepada Allah swt.8
Kata tahlilan seakan mendarah daging dihati masyarakat Indonesia, biasanya diungkap dalam bentuk upacara kematian. Kegiatan dzikir dalam bentuk tahlilan yang diselenggarakan di rumah duka mengundang semua keluarga dan tetangga sekitar serta kerabat-kerabat jauh maupun dekat karena dianggap penting bagi si mayit.
Beberapa masyarakat Desa Bababinanga saat ini masih memahami bahwa tahlilan merupakan sesuatu yang sakral sehingga harus tetap dilaksanakan apabila ada yang meninggal dunia tetapi itu sudah sulit untuk dipertahankan dikarenakan masyarakat sekarang banyak yang kurang paham tentang tradisi tahlilan dan yang paham hanya beberapa saja itupun orang yang sudah sangat tua. Pada masa jauh sebelumya masyarakat desa bababinanga melaksanakan tradisi tahlilan dengan mengumpulkan banyak orang umtuk kemudian berkeliling kampung sambil membaca kalimat tahlil (laa ilaaha illalah). Namun pada masa sekarang ini tradisi tahlilan
7Nia Sari Oktavia, Peran Tahlilan terhadap Akhlak Masyarakat di Kelurahan Tejoagung Kecamatan Metro Timur, (Diss. IAIN Metro 2018), h. 8-9.
8Hamim Farhan, Ritualisasi Budaya-Agama dan Fenomena Tahlilan-Yasinan Sebagai Upaya Pelestarian Potensi Kearifan Lokal dan Penguatan Moral Masyarakat, (Jurnal Logos 5.2, 2008), h. 15.
perlahan menghilang di Desa Bababinanga bersamaan dengan meninggalnya Imam- imam dan guru-guru yang mendalami tradisi tahlilan. Memang tradisi masih dilaksanakan tetapi hanya bagi keluarga yang ingin saja, pelaksanaanya pun berbeda dengan cara para orang-orang terdahulu, tahlilan berkeliling kampung tidak lagi diadakan, tahlilan menggunakan tasbih terbesar juga jarang dipakai hanya bagi yang mau saja.
Dari pengertian tersebut, penulis menyimpulkan tahlilan adalah tradisi yang dilakukan oleh umat Islam ketika keluarganya telah meninggal dunia. Tahlilan ini dilakukan bersama-sama untuk berdzikir, berdoa dan beristighfar (memohon ampun) untuk mayit. Tahlilan tersebut dilakukan mulai dari hari pertama meninggalnya si mayit, kemudian hari ke tiga, ke tujuh, ke seratus, satu tahun, dua tahun, dan tiga tahun.
Peneliti sempat melakukan observasi sebelumnya sehingga dapat menjelaskan sedikit mengenai tahlilan di Desa Bababinanga Kabupaten Pinrang. Jadi, tahlilan di Desa tersebut hanya dilakukan ketika ada masyarakat yang meninggal dan tidak diselenggarakan pada kegiatan lain seperti malam sepuluh muharam, aqiqah, masuk rumah baru dan lain-lain. Tahlilan yang dilaksanakan untuk mendo‟akan orang yang telah meninggal dunia dilaksanakan baik pada hari pertama, ke dua, ke tiga, ke tujuh, ke sepuluh, dan pada hari ke seratus meninggalnya si mayit.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam tradisi Tahlilan Di Kalangan Masyarakat Desa Bababinanga Kabupaten Pinrang”.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan tradisi Tahlilan di Kalangan Masyarakat Desa Bababinanga Kabupaten Pinrang?
2. Apa nilai-nilai Pendidikan Islam dalam tradisi Tahlilan di Kalangan Masyarakat Desa Bababinaga Kabupaten Pinrang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka peneliti dapat mengemukakan tujuan penelitian, yaitu:
1. Memahami pelaksanaan dari tradisi Tahlilan di Kalangan Masyarakat Desa Bababinanga Kabupaten Pinrang.
2. Memahami nilai-nilai Pendidikan Islam dalam tradisi Tahlilan di Kalangan Masyarakat Desa Bababinanga Kabupaten Pinrang.
D. Kegunaan Penelitian
Dengan berbagai aktivitas yang dilaksankan tentu terdapat banyak kegunaan didalamya, sama halnya dalam proses penelitian. Peneliti berharap agar apapun hasil dari penelitian ini menjadi khasanah ilmu dalam dunia pendidikan.
Kegunaan dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini dapat menjadikan referensi bagi kepentingan pengembangan pengetahuan dan teori keguruan.
2. Secara Praktis
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pemahaman serta dijadikan pertimbangan dalam mengembangkan kompetensi.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, dibahas tentang nilai-nilai Pendidikan Islam dalam tradisi tahlilan dikalangan masyarakat Desa Bababinanga Kabupaten Pinrang. Penulis mengambil beberapa referensi dari penelitian terdahulu yang terkait dengan judul yang akan penulis teliti diantaranya yaitu:
Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkadung dalam tradisi tahlilan di Desa Krembangan Taman Sidoarjo, merupakan skripsi yang disusun oleh Siti Umi Hanik.
Dalam tulisannya, ia menjelaskan bahwa masyarakat (Islam) Jawa khususnya di Desa Krembangan memiliki rutinitas atau adat mengadakan hajatan untuk orang mati.1 Hajatan atau selamatan kematian yang dimaksud adalah kegiatan berdoa yang dilakukan bersama-sama untuk mendoakan seseorang yang telah atau baru saja meninggal dunia. Selamatan kematian di Desa Krembangan tersebut dinamakan
“Tahlilan” biasanya dilaksanakan dan berjalan selama 1-7 hari, hari ke-40, hari ke-100, satu tahun, dua tahun dan seterusnya, juga diadakan haul (peringatan tahunan
wafatnya seseorang) setiap tahunnya.2 Skripsi saudari Siti Umi Hanik dengan skripsi penulis memiliki kesamaan pada objek penelitian yaitu Tradisi tahlilan.
Penelitian sebelumnya Khamida, dengan judul Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam tradisi bersih Desa di Purbosari Kecamatan Seluma Barat Kabupaten Seluma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sejarah tradisi bersih Desa di
1Hartono Ahmad Jaiz, Tarekat, Tasawuf, Tahlilan dan Maulidan (Surakarta: Wacana Ilmiah)
2Siti Umi Hanik, Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Tahlilan di Desa Krembangan Taman Sidoarjo, (Skripsi Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2011), h. 2.
Purbosari Kecamatan Seluma Barat Kabupaten Seluma. Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi bersih Desa dalam penelitian ini antara lain yaitu nilai aqidah yang merupakan kepercayaan masyarakat desa Purbosari bahwa hanya Allah swt yang patut disembah dan mampu memberikan segala sesuatu. Nilai ibadah yang merupakan ibadah-ibadah yang disandarkan kepada Allah swt, nilai akhlak yang merupakan ajaran gemar bersedekah, bertanggung jawab, dan nilai Kemasyarakatan.3 Hal dasar yang menjadi pembeda antara penelitian saudari Khamida dengan Penelitian ini, dilihat dari objek penelitian. Saudari Khamida meneliti tentang tradisi Bersih Desa sedangkan saudari Khamida meneliti tentang tradisi tahlilan.
B. Tinjauan Teoritis
1. Pengertian Nilai-nilai Pendidikan Islam a. Pengertian Nilai
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jika ditinjau dalam konsep budaya, maka nilai yaitu tentang suatu masalah yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan, contohnya yaitu nilai etika untuk manusia sebagai pribadi yang utuh dan jujur. Selain itu ada juga nilai yang berkaitan dengan akhlak, serta nilai benar dan salah yang dianut dalam lingkungan masyarakat.
Jika ditinjau dari konsep keagamaan, maka nilai yaitu mengenai sikap penghargaan yang tinggi terhadap warga masyarakat pada beberapa masalah dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadi pedoman bagi tingkah laku keagamaan masyarakat yang bersangkutan.4
3Khamida, Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Bersih Desa di Purbosari Kecamatan Seluma Barat Kabupaten Seluma, (Skripsi Institut Agama Islam Negeri Bengkulu, 2019), h. 46.
4Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet VII; Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 2013), h. 963
9
Menurut Webster “a value, says is principle, standar, quality regarde as worthwhile or desirable”, yang berarti bahwa nilai merupakan prinsip, standar atau kualitas yang dipandang bermanfaat atau sangat diperlukan. Nilai pada dasarnya merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan yang menjadi dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk memilih tindakan dan perilakunya, atau menilai suatu yang bermakna atau tidak bermakna bagi kehidupannya.5
Menurut Spranger yang mengemukakan bahwa nilai merupakan suatu sistem yang menjadi patokan bagi setiap orang dalam menentukan keputusan dalam situasi sosial tertentu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perilaku masing- masing individu tercipta dan menyatu dalam susunan nilai-nilai ke sejarahan.
Meskipun menempatkan konteks sosial sebagai dimensi nilai dalam kepribadian manusia, namun Spranger mengakui kekuatan individual yang dikenal dengan istilah roh subjektif. Sementara itu, kekuatan nilai-nilai kebudayaan merupakan roh objektif. Kekuatan individual atau roh subjektif didudukkan dalam posisi primer karena nilai-nilai kebudayaan hanya akan berkembang dan bertahan apabila didukung dan dihayati oleh individu.6
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang dapat memberikan manfaat kepada umat manusia dan menjadikannya dasar dalam bertindak, karena dengan nilai manusia mampu mengukur kualitas sesuatu, sehingga dapat mengukur perbedaan segala sesuatu yang salah dan benar dalam kehidupannya. Nilai yang dimaksud antara lain yaitu
5Muhaimin, Pendidikan Islam: Mengurangi Benang Kusut Dunia Pendidikan Islam (Yogyakarta: TERAS, 2009), h. 120
6Muhammad Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi Remaja (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010.
(30 Mei 2016)
nilai etika yang berkaitan kebaikan dan keburukan, logika yang berkaitan kebenaran dan ketidak benaran, dan estetika yang berkaitan keindahan dan kejelekan.
b. Definisi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah suatu kegiatan untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan Islam merupakan sarana dalam pengembangan kepribadian umat manusia.7 Pendidkan Islam juga dapat diartikan sebagai proses dalam menanamkan, mengembangkan dan memberikan bimbingan kepada umat manusia, sehingga memiliki sikap dan perilaku yang baik.
Pendidikan Islam merupakan proses transformasi ilmu pengetahuan kepada anak didik, memberikan bimbingan terhadap perilakunya dengan harapan mereka mampu mengembangkan potensinya, sejalan dengan fitrah meraka masing- masing melalui proses intelektual dan spiritual berlandaskan nilai Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.8
Sesuai penjelasan diatas, Muhammad Fadhil al-Jamaly mendefinisikan Pendidikan Islam sebagai upaya dalam mengembangkan, mendorong, mengajak dan memotivasi peserta didik untuk hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dalam kehidupan mulia.9
7Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: BUMI AKSARA, 1994), h.149.
8Moh. Hailami & Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 33.
9Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, teoritis dan Praktis, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), h. 6.
11
Sedangkan menurut Mustafa al-Ghulayani Pendidikan Islam merupakan penanaman nilai akhlak yang mulia dalam jiwa peserta didik pada masa pertumbuhan, memberi petunjuk, dan nasehat, sehingga memiliki akhlak yang mampu teserap kedalam jiwanya dan outputnya berupa keunggulan, kelebihan, dan arif dalam bertindak agar tercapai kebahagiaan Nusantara”.10
Hasan Lagulung juga mengartikan Pendidikan Islam sebagai bagian dari spiritual, akhlak, intelektual dan sosial yang berupaya untuk membimbing umat manusia dan menanamkan nilai-nilai, prinsip-prinsip yang ideal dalam kehidupan yang bertujuan mempersiapkan kehidupan dunia akhirat. Pendapat lain dari Yusuf Qardhawi megemukakan bahwa Pendidikan Islam merupakan pendidikan manusia seutuhnya meliputi, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.11
Berdasarkan pendapat para ahli, sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam merupakan prose memanusiakan manusia atau usaha mengembangkan fitrah manusia sesuai dengan norma-norma dan hukum Islam, membantu umat manusia dari yang hanya sekadar tahu menjadi memahami, sehingga dapat terselamatkan dari pengetahuan yang salah dan dapat membawanya kedalam perilaku tidak terpuji. Pendidikan dapat juga diartikan sebagai upaya dari seorang pendidik dalam membantu dan mendorong peserta didiknya agar dapat mengembangkan kemampuan dirinya masing-masing pada bidangnya.
10Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), h. 15.
11Mujahid, Reformulasi Pendidikan Islam (Malang: UIN Malang Pres, 2011). h. 17.
c. Tujuan Pendidikan Islam
Pada dasarnya Pendidikan Islam memiliki tujuan untuk menciptakan manusia agar dapat tercapai kesetimbangan dirinya dengan utuh. Hal tersebut dapat dicapai dengan berbagai tahapan-tahapan khusus dan melakukan training pada aspek spiritual, intelektual, emosi dan pengamatan. Pada kondisi tersebut dapat terlihat sepenuhnya bahwa Pendidikan Islam berupaya dalam meningkatkan seluruh aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek yang dimaksud meliputi spiritual, intelektual, imajinasi, dan keilmuan.12 Menurut Imam Al- Ghazali bahwa tujuan Pendidikan Islam yang dikutip oleh Zulkarnain adalah kesempurnaan manusia di dunia dan di akhirat. Diharapkan manusia mampu mencapai keutamaan dengan menggunakan ilmu pengetahuan. Pendapat imam Al-Ghazali ini sejalan dengan perkataan Imam Syafi‟i.
َْٛهَعَف بًَُْ َداَزَأ ٍَْئَ ِىْهِعْنبِب َِّْٛهَعَف ِةَسِخَ ْلاا َداَزَأ ٍَْئَ ِىْهِعْنبِب َِّْٛهَعَف بََُْٛدنا َداَزَأ ٍَْي ِىْهِعْنبِب ِّ
Terjemahnya:
“Barang siapa yang menghendaki kebaikan di dunia maka dengan ilmu.
Barang siapa yang menghendaki kebaikan di akhirat maka dengan ilmu.
Barang siapa menghendaki keduanya maka dengan ilmu.” (Imam Syafi‟i).13
Dari perkataan Imam Syafi‟i diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mengharap kebaikan dan kemuliaan di dunia maka harus menuntut ilmu, dan seseorang yang mengharap kebaikan dan kemuliaan di akhirat juga harus menuntut ilmu atau jika seseorang mengharap kebaikan dan kemuliaan baik saat
12Muslih Usa dan Aden Wijdan SZ, Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial, (Yogyakarta: Aditya Media, 1997), h. 10.
13Imam Fakhruddin Ar-Razi, Munaqib Imam Asy-Syafi‟i, (Jakarta: PUSTAKA AL- KAUTSAR, November 2017), h. 211.
13
didunia dan diakhirat nanti, maka dianjurkan untuk menuntut ilmu. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa ilmu adalah sesuatu yang dapat menyelamatkan seseorang dari kebodahan dan hawa nafsu terutama ilmu agama.
Omar Muhammad Al-Taomy Al-Syaibani merumuskan tujuan Pendidikan Islam sebagai berikut:
1. Tujuan individual, memberikan bimbingan kepada umat manusia yang memandu perkembangan spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan sosial.
2. Tujuan sosial, berkaitan dengan bidang spiritual, kebudayaan, dan sosial kemasyarakatan.14
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut disimpulkan bahwa Pendidikan Islam bertujuan untuk menciptakan manusia sempurna didunia dan diakhirat, dengan mengembangkan segala aspek dalam kehidupan manusia.
Dari uraian diatas yang menjelaskan definisi Nilai dan definisi Pendidikan Islam sehingga bisa pula diuraikan bahwa Nilai-nilai Pendididkan Islam adalah segala hal-hal yang mendalam pada Pendidikan Islam dijadikan patokan oleh setiap individu dalam mencapai tujuannya, mengabdi terhadap Allah swt, oleh karenanya nilai-nilai tersebut harus diajarkan pada anak sejak dini karena pada waktu itulah kesempatan baik untuk menanamkan hal-hal positif pada anak.
Terkait dengan penjelasan diatas tentang Nilai-nilai Pendidikan Islam, sehingga dapat dijadikan acuan dalam pendidikan Islam pun tercantum dalam al-
14Alimni, Globalisasi Sebagai Keniscayaan dan Reorientasi Pendidikan Pesantren, (Al-Ta‟lim, Volume 16 Nomor 2, Juli 2017), h. 299.
Qur‟an. Nilai yang dimaksud dibagi dalam tiga asas utama, yaitu: Nilai aqidah (I‟tiqadiyah), Nilai akhlak (khuluqiyah), dan Nilai ibadah (amaliyah).
Adapun nilai-nilai Pendidikan Islam sebagsi berikut:
1. Nilai I‟tiqadiyah (Aqidah)
Nilai I‟tiqadiyah atau juga dikenal dengan istilah aqidah,15 yaitu nilai yang membahas dan menjelaskan tentang pendidikan ketauhidan (keimanan) meliputi iman kepada Allah swt, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul- Nya, iman kepada hari kiamat dan iman kepada qada dan qadar yang bertujuan untuk membenahi kepercayaan umat manusia.
Islam bersumber dari ketauhidan, yaitu iaman dan yakin kepada Allah swt, yakin terhadap wujud Allah serta yakin bahwa tidak terdapat sesuatu apapun yang serupa denga Allah, perbuatan maupun asma (sifat) Allah swt. Pernyataan keimanan sangat sederhana adalah tahlilan/tahlil. Dalam penjabarannya aqidah berpokok pada ajaran yang tercantum dalam rukun iman, yaitu iman kepada Allah, iman kepada Malaikat-Malaikat Allah, iman kepada Hari Akhir, dan iman kepada Takdir.16
Aqidah adalah dimensi ideologi atau keyakinan dalam Islam yang menunjuk kepada tingkat keimanan seorang muslim terhadap kebenaran Islam terutama mengenai pokok-pokok keimanan dalam Islam yang menyangkut keyakinan seseorang terhadap Allah swt, para malaikat, kitab-kitab, nabi dan Rasul Allah, hari akhir serta qada dan qadar.
15Zakiah Daradjad, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara 2004). h. 19.
16Bekti Taufik, Identifikasi Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pada PNPM Mandiri. (Jurnal Penelitian, 11(1). 2017), h. 75.
15
Aspek pengajaran aqidah atau tauhid dalam dunia Pendidikan Islam merupakan proses pembentukan fitrah bertauhid. Fitrah bertauhid merupakan unsur hakiki yang melekat pada diri manusia sejak penciptaannya. Ketika berada di alam, arwah manusia telah mengikrarkan ketauhidanya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-A‟raf 7/172.
ۡىِِٓسُفََأ ٓ َٗهَع ۡىَُْدَٓ ۡشَأَٔ ۡىَُٓخهِّٚزُذ ۡىِِْزُُٕٓظ ٍِي َوَداَء َُِٓٙب ٍِۢي َكُبَز َرَخَأ ۡذِإَٔ
ٍَِٛهِف َغ اَر َْ ٍَۡع بهُُك بهَِإ ِتًَ َِٛقۡنٱ َو َٕۡٚ ْإُنُٕقَح ٌَأ ٓۚٓبََ ۡدَِٓش َٗهَب ْإُنبَق ۡۖۡىُكِّبَسِب ُج ۡسَنَأ ٢٧١
Terjemahnya:
172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami besaksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".17
Pada akhirnya Pendidikan Islam bertujuan memelihara dan mengamalkan keyakinan tauhid melaui berbagai tindakan dan cara-cara yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
2. Nilai Amaliyah
Nilai Amaliayah (ibadah) yaitu pendidkan yang membahas mengenai perilaku individu dalam kesehariaanya yang terkait dengan:
1. Pendidikan Ibadah
Pendidikan ibadah meliputi berbagai tindakan dalam keseharian, baik yang berkaitan langsung dengan keimanan terhadap Allah swt seperti halnya shalat,
17Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan terjemahnya, (Al-Hikmah), h. 66.
puasa, zakat, haji dan nazar, yang memiliki tujuan untuk mengaktualisasi nilai
„Ubudiyah. Nilai ibadah dikenal dengan istilah rukun Islam yang meliputi syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji.18
Ibadah artinya suatu perilaku taat serta tunduk dan patuh kepada sang Khalik. Taat dan patuh yang dimaksud yaitu menaati perintah Allah swt, dan menjauhi larangan-Nya. Ibadah dalam hal ini adalah mengabdikan ritual sebagaimana yang diperintahkan Allah swt dalam Qur‟an dan Sunnah. Dari sudut pandang ibadah apa yang dikerjakan selain memberikan manfaat dikehidupan dunia, namun juga sebagai bukti kepatuhan manusia dalam melaksanakan apa yang diperintahkan Allah swt. Dalam Pendidikan Agama Islam ibadah diorientasikan kepada bagaimana manusia mampu memenuhi hal-hal antara lain:
Pertama, mampu menjalin hubunngan yang utuh dengan Allah swt. Kedua, mampu menjalin silatuhrahmi dengan sesama manusia. Ketiga, mampu menjaga dan melindungi diri sendiri. Semua tersebut diharapkan dapat dilakukan dalam kehidupan.19
2. Pendidikan Muamalah
Pendidikan muamalah yaitu pendidikan tentang ikatan individu antar individu. Bagian ini terdiri atas:
a) Pendidikan Syakhshiyah, hubungan antar individu dalam masalah perkawinan, yakni suami istri dan keluarga serta kerabat dekat, yang
18Bekti Taufik, Identifikasi Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pada PNPM Mandiri. (Jurnal Penelitian, 11(1). 2017), h. 75.
19Zulkarnaen, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam, Manajemen Berorientasi Link and Match, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 28.
17
bertujuan untuk membentuk rumah tangga dan keluarga yang utuh, sakina dan sejahtera.
b) Pendidikan Madaniyah, berkaitan dengan hubungan dalam aspek perniagaan meliputi kongsi, upah, gadai dan lain-lain dengan tujuan untuk mengatur harta benda atau hak-hak individu.20
3. Nilai Khuluqiyah (Akhlak)
Nilai akhlah atau disebut juga dengan khuluqiah merupakan perilaku yang berkaitan dengan nilai kebaikan dan nilai keburukan, yang terkait dengan tingkah laku manusia. Dalam hal ini Akhlak yang dimaksud yaitu berkaitan dengan moral dan etika yang bertujuan untuk membersihkan diri dari perilaku yang menyimpang dan menghiasi diri dengan perilaku terpuji.
Apabila seseorang dalam kesehariaannya memiliki tingkah laku yang baik, maka ia digelarkan sebagai seseorang yang berbudi baik. Sebaliknya, jika seseorang dalam kesehariannya memiliki perangai atau perilaku yang buruk, maka boleh dikatakan bahwa dia kurang bermoral atau buruk. Nilai ini tergolong dalam perilaku tolong-menolong, kasih sayang, syukur, sopan santun, pemaaf, disiplin, menepati janji, jujur tanggung jawab dan lain sebagainya.
Akhlak (khalaqa) adalah kata jamak dari kata tunggal khuluq. Kata khuluq adalah lawan dari kata khalq. Khuluq merupakan bentuk batin (dilihat dengan mata batin/bashirah) sedangkan khalq merupakan bentuk lahir (dilihat dengan mata lahir/bashar). Keduanya berasal dari akar kata yang sama yaitu khalaqa adalah sesuatu yang tercipta dan terbentuk melalui proses.21
20 Bekti Taufik, Identitas Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Pemberdayaan Masyarakat pada PNPM Mandiri. (Jurnal Penelitian, 11(1) 2017), h. 76.
21Nasiruddin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: Rasail Media Grup, 2010), h. 31.
2. Tradisi/Adat
Dalam ajaran Islam tradisi dikenal dengan kata „Urf yang secara terminologi berarti segala tindakan yang menjadi kebiasaan dan diakui sebagai hal yang baik pernah dikerjakan masyarakat Islam dengan aturan yang sesuai dan bukan menentang syariat Islam. Hal tersebut telah melekat dalam kehidupan masyarakat karena telah menjadi kebiasaan yang menyatu dalam kehidupannya baik dalam hal perilaku maupun lisannya.22
Secara etimologi, al- „Urf berarti kebaikan. Menurut Abdul Wahab Khalaf, kata „Urf adalah segala sesuatu yang telah diketahui oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan baik perilaku maupun lisannya.23 Dari definisi tersebut penulis menyimpulkan bahwa tradisi adalah suatu perkataan atau perbuatan yang dibentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan dan dianggap sebagai sesuatu yang paling benar. Kebiasaan merupakan adat dari nenen moyang kemudian mewariskan dan diterima oleh akal pikiran yang melekat kepada anak cucunya .
„Urf terbagi atas tiga bagian yaitu dapat dilihat dari objeknya, cakupanya, dan keabsahannya.
a. Dari objeknya, „Urf terbagi dalam dua macam, yaitu:
a. „Urf al-Lafdhi adalah suatu cara suatu daerah dalam mempergunakan dan melafaskan ungkapan-uangkapan tertentu sehingga menjadi kebiasaan.
b. „Urf al-Amali adalah suatu daerah yang menjadikan perbuatan-perbuatan yang dilakukan orang-orang terdahulunya kedalam adat.
22Suwarjin, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2012), h. 148.
23Khatib Suansar, Ushul Fiqh, (IPB Press, Bogor: 2014), h. 102.
19
b. Dari cakupannya, „Urf dibagi dalam dua bagian, yaitu:
a. „Urf al-Aam yaitu suatu perilaku dan perbuatan yang berlaku diseluruh masyarakat dan di seluruh daerah secara meluas.
b. „Urf al-Khash yaitu suatu perilaku dan perbuatan berlaku secara khusus didaerah dan masyarakat tertentu.
c. Dari segi keabsahan dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu:
a. Al- „Urf as-Shahih adalah suatu perbuatan, perkataan atau kebiasaan yang terjadi disuatu daerah dan masyarakat yang tidak bertentangan dengan dalil syara‟. Tidak menghalalkan yang haram dan tidak meharamkan yang halal, juga tidak membatalkan hal-hal yang wajib.
b. Al- „Urf al-Fasid yaitu suatu perbuatan, perkataan dan kebiasaan yang dilakukan di suatu daerah yang berlawana dengan hukum syari‟at, karena membawa kepada perilaku membatalkan yang wajib, mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.24
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa al-„Urf (adat) jika dilihat dari objeknya ialah kebiasaan masyarakat dalam perbuatan dan perkataan. Jika dilihat dari cakupannya ialah kebiasaan yang sering dilakukan di daerah masing-masing baik itu diseluruh daerah ataupun pada masyarakat-masyarakat tertentu. Dan jika dilihat dari keabsahannya „Urf berarti kebiasaan masyarakat baik yang sesuai dengan dalil syara‟ atau yang bertentangan dengan hukum syari‟at.
3. Tahlilan/Tahlil
Tahlil secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu ًلاِٛهَْٓح ،ُمِّهَُٓٚ ،َمههَْ yang mengandung arti bacaan ُ هللَّ هلاِا َّـَنِا َٜ dalam bahasa Indonesia memiliki arti yaitu
24Suwarjin, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2012), h. 151.
“tidak ada Tuhan selain Allah. Atau dengan arti lain tidak ada sesembahan lain yang patut disembah selain kepada Allah swt, atau dalam perkataan lain yaitu
“pengakuan dan keyakinan seorang hamba yang mengi‟tikadkan bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah swt.
Menurut Muhammad Idrus Ramli, tahlilan adalah tradisi atau ritual yang komposisi bacaannya terdiri dari beberapa ayat al-Qur‟an, tahlil, tasbih, tahmid, sholawat dan lain-lain. Bacaan tersebut dihadiahkan kepada orang-orang yang telah wafat/meninggal dunia. Hal tersebut kadang dilakukan secara bersama- sama dan kadang pula dilakukan sendiri-sendiri.25
Tahlilan secara terminologi merupakan mengucapkan kalimah thayyibah dan berdoa secara bersama-sama untuk orang yang telah meninggal dunia.
Kemudian Istilah tahlilan lebih diketahui oleh masyarakat sebagai ritual selamatan yang dilaksanakan dari beberapa warga berpaham Islam, mayoritasnya orang Indonesia, untuk memperingati dan mendoakan orang atau keluarga yang telah meninggal.
Tahlilan biasanya diselenggarakan dihari pertama kematian kemudian dihari ke 7, ke 40, ke 100, ke-satu tahun pertama, ke-dua, hingga ke-tiga tahun.
Selama melaksanakan ritual tahlilan, puji-pujian terhadap Allah swt merupakan tujuan utama. Biasanya dilaksanakan melalui pembacaan ayat suci dan doa-doa tertentu. Surah Yasin merupakan surah utama yang dibacakan, dilanjutkan ayat kursi dan dzikir yang meliputi tasbih (pensucian), tahmid (puji-pujian), dan istigfar (memohon ampunan).
25Muhammad Idrus Ramli, Membeda Bid‟ah dan Tradisi dalam persfektif Ahli Hadits dan Ulama Salafi, (Surabaya: Khalista 2010), h. 58.
21
Adapun urutan-urutan dan susunan bacaan dalam kegiatan tahlilan, Madchan Anies mengungkapkan bahwa ada delapan bagian pokok dalam tahlil, yaitu:
a. Tentang hadrah dan al-Fatihah
b. Surah al-Ikhlas, al-Muawwidzatain, dan al-Fatihah c. Tentang permulaan surah Al-baqarah
d. Surah Al-baqarah 163 dan ayat kursi e. Ayat-ayat terakhir surah al-Baqarah
f. Bacaan tahrim dan tabaruk dengan surah al-ahzab ayat 33 dan surah hud ayat 73
g. Bacaan istighfar, tahlil dan tasbih dan h. Doa penutup tahlil.26
4. Dasar Tahlilan a. Al-Qur‟an
Pada hakikatnya tahlilan adalah bacaan laa ilaaha illallah yang dikerjakan oleh majelis dzikir, memiliki dasar hukum dari Al-Qur‟an diantaranya:
Allah SWT, berfirman dalam Q.S Al-Ahzab ayat 41-42 sebagai berikut:
ا ٗسِٛثَك ا ٗس ۡكِذ َ هللَّٱ ْأُسُك ۡذٱ ْإَُُياَء ٍَِٚرهنٱ بََُٓٚأٓ َٚ
ًلاِٛصَأَٔ ٗةَس ۡكُب ُُِٕحِّبَسَٔ ١٢
١١
Terjemahnya:
41. Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. 42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.27
26Andi Warisno, Tradisi Tahlilan Upaya Menyambung Silaturahmi, (Ri‟ayah: Jurnal Sosial dan Keagamaan 2.02, 2017), h. 71.
27Kementrian Agama RI, al-Qur‟an al-Karim Tajwid dan Terjemahnya, (Surabaya: UD HALIM 2013), h. 418.
Terdapat banyak ayat dalam al-Quran yang menganjurkan kepada umat Islam agar memperbanyak dzikir kepada Allah swt, karena hati akan tenang dan jiwa terasa dekat dengan Allah swt apabila kita sering berdzikir kepadaNya, seseorang mampu merasakan kehadiran Allah swt. Perbuatan yang paling jelas sebagai bentuk pendekatan kepada Allah swt adalah sholat, karena dalam setiap bacaan, gerakan, dan hati ditujukan kepadaNya. Para ulama berpendapat bahwa kata dzikir pada ayat tersebut adalah sholat. Firman Allah swt dalam ayat tersebut, menyuruh hamba-hambaNya yang beriman dan meyakini keberadaan Allah swt serta meyakini bahwa Rasulullah saw sebagai utusan Allah dan agar memperbanyak berdzikir untuk mengingat Allah swt, dengan menyebut asma Allah sebanyak-banyaknya dalam hati dan dari ucapan lisannya pada disetiap situasi dan kondisi apapun.28
Dapat dipahami bahwa Allah swt, menganjurkan kepada semua umat Muslim agar mereka senantiasa memperbnayak berdzikir dimanapun mereka berada dalam keadaan dan situasi apapun. Karena dzikir merupakan cara penghambaan dan meng-Esakan Allah swt, tentu dengan hal tersebut banyak memberikan pahala bagi yang melaksanakan.
b. Hadits
Tahlilan pada dasarnya adalah bacaan laa ilaaha illallah yang dilaksanakan pada Majelis Dzikir yang memiliki dasar hukum dari hadits Imam Muslim, yang meriwayatkan dalam kitab sahihnya.
28M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an Jilid 11, (Jakarta: Tentera Hati, 2002), h. 288.
23
َُِٙثهدَح َُِٙبََُبْنا ٍجِببَث ٍُْبُدهًَحُي بََُثهدَح َمَق ِدِزإَْنا ِدْبَع ٍِْب ِدًََصنا ِدِزإَْنا ُدْبَع بََُث هدَح ِٙبَأ
ْىُحْزَسَي اَذِا َمَق َىههَسَٔ َِّْٛهَع ُ هاللّ ٗههَص ِ هاللّ َلُٕسَز هٌَأ َُُّْع ُ هاللّ َِٙضَز ِكِنبَي ٍِْب ِسَََأ ٍَْع ِسكهرنا ُقَهِح َلبَق ِتهَُجْنا ُضبَِٚز بَئَ إُهَق إُعَحْسَف ِتهَُجنا ِضبَِٚسِب
)ٖ زي سخنا ِأز(
Terjemahnya:
Telah bercerita kepada Abdu al-Warisi bin Abdi as-Shamidi bin Abdi al-Warisi, beliau berkata ayahku bercerita kepadaku, beliau berkata telah cerita kepadaku Muhammad bin Sabit, al-Banani, ayahku telah bercerita kepadaku dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “bila kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah” sahabat bertanya “apa taman surga itu?” Rasulullah saw bersabda “Majelis D ikir.” (H.R. Iman Timid i).29
Makna hadits tersebut menjelaskan bahwasanya Majelis Dzikir merupakan taman-taman surga sehingga apabila dalam perjalanan dijumpainya taman-taman surga tersebut maka sebaiknya kita singgah dan ikut bedzikir dalam majelis dzikir tersebut.
Pada dasarnya yang dimaksud dengan majelis dzikir disini adalah kegiatan tahlilan atau orang-orang yang sedang melaksanakan tahlilan. Majelis dzikir dikatakan sebagai taman-taman surga. Berdasarkan hadits riwayat Imam Tirmidzi diatas dan selayaknya kita harus hadir dalam taman-taman surga.
5. Tujuan Pelaksanaan Tahlilan
Kegiatan yang dirangkaikan dengan pembacaan kalimat takbir, tahlil, tahmid dan beberapa surah dalam al-Qur‟an kemudian diakhiri dengan doa-doa yang dibacakan secara bersama-sama, pada umumnya ini dilaksanakan dengan tujuan:
29Abi Isa Muhammad bin „Isa, Sunan at-Tirmidzi, Juz 5, (Libanon: Darul Fikri 2001), h. 304
a. Berdoa untuk keluarga yang telah meninggal dunia dengan harapan supaya dosa-dosa semasa hidupnya mendapat ampunan dan segala amal ibdahnya diterima oleh Allah swt.
b. Sebagai bentuk syukur ketika memiliki rumah baru, agar rumah yang ditinggali jauh dari musibah dan mendapat keberkahan dari Allah swt.
c. Sebagai bentuk syukur atas kelahiran seorang anak. Pada dasarnya tahlilan yang digelar untuk merayakan kelahiran buah hati biasanya dilakukan dengan cara diaqiqah. Tahlilan ini diadakan dalam acara aqiqah dengan tujuan agar anak tumbuh dengan baik dan sehat, cerdas, pintar, berahlak mulia serta berguna bagi Islam, nusa dan bangsa.30
Dari beberapa uraian diatas, penulis dapat menyimpulan bahwa tujuan pelasanaan tahlilan adalah sebagai bentuk pengakuan dan keyakinan seseorang terhadap Allah swt, tiada Tuhan selain Allah. agar dengan pengakuan tersebut mereka yang melaksanakan tahlilan selalu dalam lindungan Allah swt, dan sebagai bentuk permohonan maaf untuk keluarga yang meninggal, agar dosa- dosanya selama hidupnya mendapatkan ampunan dari Allah swt.
6. Manfaat dalam Pelaksanaan Tahlilan
Banyak hikmah yang dapat dipetik dari pelaksanaan tradisi tahlilan.
Hikmahnya dapat secara individu dan secara umum. Diantaranya dzikir dari kalimat laa ilaaha illallah artinya tidak ada Tuhan yang pantas di sembah kecuali Allah swt. Kalimat Laa ilaaha illallah menyimpan begitu banyak hikmah, bahkan hikmahnya sampai kepada dunia dan seisinya, diantara hikmahnya yaitu:
30Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Dzikir, (Bogor: Cahaya Salam, 2008), Cet. Ke-1. h. 106.
25
a. Sebagai bentuk permohonan ampun kepada Allah swt atas dosa-dosa yang pernah diperbuat sebelumnya, baik permohonana ampun untuk keluarga ataupun untuk dirinya sendiri.
b. Memperkuat hubungan persaudaraan antara sesama, karena majelis dzikir yang dimaksudkan pada pelaksanaan tahlilan terdapat nilai saling membantu dan nilai silaturahmi didalamnya.
c. Sebagai bentuk pemberian hiburan dan menenangkan hati bagi keluarga yang ditinggalkan (meninggal dunia).
d. Dan sebagai bentuk taatnya seorang anak kepada kedua orang tuanya yang telah wafat mendahuluinya.31
7. Akar Sejarah dan Penyebaran Ritual Tahlilan di Indonesia
Berdasarkan pengamatan para ahli, ritual tahlilan dilakukan oleh para Da‟i terdahulu dari upacara yang menganut paham animisme, agama Budha dan Hindu kemudian diganti dengan ritual yang sesuai dengan al-Qur‟an dan hadits.
Jauh sebelum agama Hindu, Budha dan Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia menganut paham animisme. Berdasarkan kepercayaan animisme, jika seseorang meninggal dunia, maka ruhnya akan datang kerumah untuk mengunjungi keluarganya pada malam hari. Apabila dalam rumah tersebut tidak terdapat keramaian seperti berkumpul-kumpul untuk mengadakan upacara sesaji, yaitu membakar kemenyan, dan menyiapkan sesaji berupa makanan kepada ruh-ruh ghaib, maka ruh orang meninggal tersebut akan marah dan masuk kedalam jasad orang yang masih hidup biasanya dari keluarga si mayit. Olehnya
31Arif Rahman, Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Pelaksanaa Tahlilan, (Diss. UIN Raden Intan Lampung. 2018), h. 17.
itu pada malam meninggalnya si mayit para tetangga, masyarakat setempat, dan kerabat-kerabat jauh harus begadang semalaman untuk membaca mantra-mantra atau sekadar berkumpul. Hal tersebut diharuskan untuk dilaksanakan diawal meninggalnya si mayit, kemudian dilanjtkan pada hari ketiga, ketujuh, keseratus, dan seterusnya hingga pada perayaan tahunan meninggalnya si mayit.
Ketika agama Hindu dan Budha telah masuk ke Indonesia, kedua agama ini ternyata tidak mampu merubah tradisi dari paham animisme tersebut. Bahkan, tradisi tersebut tetap bejalan terus meski agama Islam telah masuk ke Indonesia.
Masuknya Islam di Indonesia disebarkan oleh para ulama, yang dikenal dengan sebutan Wali Songo. Meskipun sebagian besar masyarakat telah memeluk agama Islam, namun masih tetap melaksanakan ritual tersebut.
Langkah pertama yang dilakukan para ulama terdahulu tidak memberantas tradisi-tradisi tersebut, namun mengalihkan dari upacara yang bersifat Hindu dan Budha menjadi upacara yang bercorak Islam, sehingga tidak menentang ajaran Islam. Sesaji diganti dengan nasi dan lauk-pauk untuk disedekahkan. Mantra- mantra diganti dengan dzikir, doa-doa, dan bacaan ayat al-Qur‟an. Upacara tersebut dinamakan Tahlilan yang sekarang telah menjadi tradisi dan budaya pada sebagian besar masyarakat di Indonesia.32
Penelti juga dapat menguraikan mengenai tradisi tahlilan setelah mengamati penjelasan diatas, bahwasanya tahlilan sebelumnya merupakan suatu tradisi yang bersifat Hindu dan Budha yang awalnya dilakukan dengan upacara sesaji kepada ruh-ruh ghaib, membakar kemenyan, dan membaca mantera-
32Andi Warisno, Tradisi Tahlilan Upaya Menyambung Silaturahmi, (Ri‟ayah: Jurnal Sosial dan Keagamaan 2.02, 2017), h. 72.