• Tidak ada hasil yang ditemukan

SNXffigSffiHd - UNIB Scholar Repository

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "SNXffigSffiHd - UNIB Scholar Repository"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

sBlEpuv sEllsraAlu[I

DIIsId uEsnrn{

gsnl

d"r.roba61

EJlnd uErpJV

:Jolrpg

Es 6T z-

9Z-

-

L6-

6

L6

B

NSSI

II0Z

raqot{O

'8uepe4 SI

rr0z

[vngr{s]

SV'IVONV SVTISUENINN

VXISIC ]VNOISVN

HVNI hIgS

acle-Kr14

1

p,

I

SNXffigSffiHd

(2)

wl

mgeqas

us{srFllp

ledup 8u€lurq uee{nrurad €p"d

Jlt{a3a

rscll^€6

uu}ed€cJad

JoDIoA u>1eur

'rnlng

quJg

IBIpel

usp

qeJ€

tu"lBp

u€n]ES

loHaA

ge4edruaru

uap aa

'a

n'IIf

z @)v (r)

ua

'9.uts t\0)AzU1-

Wg-=

Wg

qelsp?

Suelurq ueuqnnuad n1r

teduel

1p

m8uqreq

rp ptsualod

tulru

'e.{uuuaJuI

qolo

'8ue1urq qnln>1

uet'al

ucSuap 'uY

dy

W9- I

qcpp"

rqr Suulurq

qntq

eped

pnuatod €{utu

'[ou FIIureq qnln{

qe-r"ep

p

lu8n;:ulues e"(e?

uuarex

pru!]uio

'61

rped nrr Suelulq

Irefaf

(t)y

W

uvp

p1ol

€ss?ur ue8uap Suulrrtq qunqes

nulurt

un:{rcpuv 'uedetat elH

- 4,

rulr.d

'Jersualodtla quraep

l{el"ps Sutlutq

usPlnuuod

'upr 3ue{

equg epeda4 te{op qlqal

Eu?.il?{ uu11eun?rp 4efuaq

qrqol e.(rmstlq eqJoU

lepou

ue8uaP ucl€{opued'eleJ-EIBJ

uelrduel

quppe

d

ue1uep

d.ysstzt'a

,

nlre,i

-

ulnurs{Brr

lnpns

u4cdaral

uped

redccuaur

96

uu4u

leuolunbe gelbf

qntnl

uep

Fsfef erstug ue8rnpueqred

e,t^.quq ueqledupm uep

'rpel-ra1 ucqe eSnl

uesuequrqasal utquqmed '(JB3a1

apuoq IsPqol rc8eqes deSSuerp

Suctrrig) ueSp'ras

uuSuap 15

eqco;

I"poru cpgd 'rur

rr:ln8uu

uetudecel

suleq rudecuotu

ulnlaq?s

uullquls{epilel

rpuf:al

ue4e

uduuaeplual

(6002 .rapoury)

C?6W'0

dt

*:U

=

quppu

(ru8a1 epuaq rseior deSSuerp)

lnpns uerudeca{

unutr${plu

IEJIN 'r33up Sued rsetor epud

tpuftal ne8ueqruilasa-'i eusrue){euI

ueqeqrued 'utrn"lchtr

Iapou

tuup(

'rul

Ispolu enpo)i elslue

lolo3u?tu

dnlinc Suud uuepoqrad

ludr:pre11 '(dutei

{epn

8ue,{ uutudu:aq) udulquqes

uuduSSue.raq 8uu,{

'aqco11

lapou

dupl

uep

8ue,t Sueprq

ueledere>1 deS8ueSuau Sued

'uuna1ehtr lapour qeppu e,(uqo1uo3

'uc4Srreqruarltp

qelet lsporu uderaqeq 'eue1

qefas pefutadtp

q?pns rse]o:aq 8uc,( Suelurq

epud uu8ueqtuqase{

arusrue{el4l 'Suuturq eped

qn"re?uadraq

dru1nc

ISllJor

c,!\qeq

ue4lnlunuaru

'(AOOZ

ru1

.)lp{p tuorl$lg_;

"re1od

Irulef

redrnuaru

S'I

ludrp uulqeq

ufuee,"ttlsr1n1u1

uelef'i,33ur] tsepr

f{g1uaur Sued Suerulg

'(6OOZ ':apautr1) eduqnln:1 r-rufelSurpueqm

Suelued qiqal

t'IZ tu\

pung

yuuolenbe

uulel'rselor

ieqpls

€1(qsq Inqetall61

'rung

e8nl prades isu]or ruupSueru Suarul8

NYNTNHV(INfld

'sttUsoulunl'srg{ ueledere{'sliP{

ul?rpee{'3uelulq Isepr :i3un:i eiex

'tnpns ucledarel

uep

ussuur m8eqreq

usp rseloJeq Suaurq-8ue1urq

rnlnquaru Suadun:uad

ue)plualtp qc1e1 'rndtutlral

edu-uo1?urpgg selsq nsle def,ue1

e.dqlrqoga gsnrlerS ueludsc.rad 'ueur18unuro1

ltdep:el unp

rut

ruupq

pr{

'srur?urpouuel ueue>l?l rSueqrur8uour

8ue[

Jutol tsqr,ter8 e,{e8

rmupullo{ uu)ilssupJaq

u€{nluoltp Suelurq ruBns

squx

uenpa>I 'lursuerrdrnba

uueuusrad

uelruseproq

ris,;1llluallp

edurqauloa8 uu4Suupas 'ru8a1

upueq le8eqes uelnlelradrp

Suelurq

tttt uttfel

eped

'oqloU

lepou rnlulau

qsslallp

lsrtoloq

Srtt'lurq-Suelurq uped r^run{o{il

uuguequrnesol rsern5guoy

XYUIStrV

uat7nu&

6st1sf,t1duo x1

fima :

g

np4Suag DpX unw17

Sunpuoy

'17

n1nl9uag s,:trsral.fitn

UUS!.1

untpqruad ryuS

uttt.tSot4

uea\Bllas

uB,lal

$ilUX

NYVOYtr)I YGVd

ISYIOUSS CNYII{IS

ITIJ,SHIOSO

t z-

6l- 9

s7-

L6-8 6

t6 NSSI

I0Z T

r?qol\io

'3ucPe6 E1

(VngNS) seppuv selrsralrull

B{rs rC leuo rsB\J

truas Sutptsor6 Jeu

(3)

e

hosiding Seminar Nasional Fisika

Universiras Andalas (SNFUA)

Padang, 15

Okober20ll

rsBN 978-9?9 -25 -1953 -2

[G"1

rr =l - -''" . +orR(p)sin. 0le,+[otn1a;sin lcoslleu. e)

5,r I n(ef "'., "l

Tscrerna von Zeipel nrenyatakan hubungan anlara fluks radiasi pada

kolatitud d

di permukaan bintang yang berotasi dengan percepatan gravitasi

elbktif lokal

(Maeder dan Meyner, 2000).

Jika

kita tinjau

bintang yang berotasi seperti rotasi benda tegar,

fluks

radiasi dapat dituliskan sebagai

F(O,d) =-ZYT({>,O),

dengan

u

_

4acT3

lL

- 3rp

tr(arena bintang berada dalanr keadaan barotropilg maka

(3)

(4)

F(sr.a) =-#rrt{t,o)=-exffz"r.

(s)

Dengan demikian, dari hubungan antara luminositas bintang dan fluks radiasi, didapatkan

(6)

{

dengan

( o' \

M.=M ll--::- I, tzi

\ ZnGp,, )

dan p,,, rapat massa rata-rata bahan pada permukaan bintang itu.

Pada bintang yang berotasi,

percepatar] ggavitasi

total bintang

men:pakan penjurrlahan

beberapa percepatarl

:

percepatan gravitasi mumi, percepatan sentrifugal, dan percepatan oleh

tekanan radiasi (Maeder dan

Meylet,

2000). Hal

ini

dinyatakirn dalarr persamaan berikut

E,u,=8"f *8rua =Es,+8,o, lEroa' dengan

g,.,,, diberikan oleh

8,o,1

="L'r,^ p =

K10)F

(8)

(e)

Faktor r(d)

adalah kekedapan bahan pada

kolatitud d.

Dengan memanfaatkan persamaan (6)

dan (B) didapatkan persarnaan berikuc

(, =o l r_nelttplf

bh,r

o,r

L ancGM. ).

(t0)

145

(4)

Prosiding Semi nar Na.si onai Fisika

Universi tas Andalas (SNFUA)

Padang,

l5

Oktober 20i 1

ISBN 978-979:25-19532

Pada persamaan

ini

efek rotasi muncul pada geJ dan pada ungkapan di dalam kurung. Jika kita

tinjau

batas

fluks

secara

lokal, laitu

keadaan dengan gu,

= 0

[Maeder dan

Meynet,

2000], trt&k? 9,,,,t

- -E"f

. Batas fluks, oleh karena itu, diberikan oleh

4i,"(d) =

ftys",ret.

(11)

Dari

persamaan

ini. jika taktor Edington lokal fn(d) didefinisikan

sebagai nisbah (rasio)

antara besarnya fluks sebenamya dengan besarnya fluks batas loi<al, maka didapatkan

fo(d) = K@)L{P) (t2)

ncGM(l- 0' )

2nGp_

Jika bintang tidak rnengalarni rotasi (yakni

jika f)

bernilai 0), maka

f" (d)

akan sama dengan faktor Edington Globzrl

f

. Persamaan (10), selanjutnya, dapat ditulis sebagai

g,o,

=

E,f

[t - r" tBl]

. ( 13)

Persamaan

ini

mengungkapkan bahwa pada bintang yang berotasi, percepatan gravitasi total

dipengaruhi oleh percepatan gravitasi efeklif

B"y

(yang melibatkan ungkapan

tentang

kecepatan rotasi bintang) dan oleh luminosita.s bintang.

Melalui

ungkapan pe!:sairaan

(13),

keadaan amban-e

@ritical

state) dapat diperkirakan. Pada keadaan

kritis ini

percepatan gravita-si

torai

lenyap sehingga

tidak

ada

lagi

percepatan atau gaya yang rnengimbangi tekanan termal dari dalam bintang.

Akibatny4

bahan-bahan bintang akan

lari

fbuyar).

Hal ini

tentu saja mengakibatkan persarnaan (13) akan rnempunyai dua akar,

yaitu g, -0atau fo(9)=1.

Keadaan

ini

mengakibatkan adanya batas

(limit)

tertentu pada

kecepatan rotasi bintang, selain bergantung pada beberapa parameter lain seperti massa bintang

dan

jejari

bintang. Keadaan $uu

= 0 juga akal

memberikan adanya batas pada luminositas bintang sebagaimana dijelaskan

di

atas, yang disebut sebagai Batas Eddington (Meynet, 2008).

Keadaan ambang

g,l = 0

akan dinamakan keadaan arnbang pertama, sedangkan keadaan pada

fo (d) =

1 , disebut keadaan arnbarrg kedua.

Kedaan ambang

8,,, = 0

menurut persanman

(2)

diperoleh hanya pada

wilayah

katulistiwa

(0

= tr

/2).

Keadaan

ini

rnemberikan ungkapan

o2

(14)

dengan

R",*,u Seari-jari bintang

di

ekuator

ketika

keadaan

kritis itu.

Keadaan bintang yang berotasi dengan berbagai kecepatan sudut

iniiah

yang akan dibahas lebih lanjut.

GM

=

----:-

, R"',*, u

(5)

Prosiding Seminar Nasional Fisika

U niversitas Andalas ( SN FUA)

Padang, 15 Oktober20ll

ISBN 97 8-979 -2s - t9 s3 _2

II.A.SIL DAN DISKUSI

Kita tinjau kenrbali

persaman permukaan

bintang

sebagai claerah

equipotensial, )akni

persalnaan

(i).

Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai

(I s)

R(d)3

-AR(0)+ B =0. (l

6)

R@f --3f,4 - n@\ t ?GM. =0.

()-R,, sin- d {l'sin' 0

Penamaan

ini

memperlihatkan bahwa

jejari bintang yang berotasi,

sebagai

fungsi

sudut

kolatitud,

memen'uhi persamaan

polinom pangkat tiga yang

bergantung kepada"berbagai parameter

:

rempan

gravitasi (G),

massa

bintang (nD, iejari polar (Rp), sirta

parameter kecepatan rotasi bintang

itu

sendiri

(O).

Jika

jejari

bintang

1R(d))

dievahr:rsi pada semua sudut kolatitud maka akan didapatkan trentuk penampang bintang yang berotasi.

Memanfeatkan

beberapa

data yang

menyebutkan

tentang

parameter-parameter

di

atas,

penampang membujur sebuah bintang dengan kecepatan rotasi teftentu akan

dapat

digambarkan dengan

terletrih dahulu

menyelesaikan persamaan

pangkat tiga untuk jejari

bintang, persaman (15). Penamaan (15) dapat dirulis dalam bentuk

dengan

^

2GM

^=-o?;Jin'?

d D=-.

^ zGM

Cl'sin'd

dan

Persamaan

ini

merupakan persamaan

polinom

pangkat

tiga

dengan paramater

yang

lebih

sederhana, yang

jika

diselesaikan dengan metode Nen'ton-Raphson dan dengan ,rrenggi,nat an

data pada Tabel 1, akan didapatkan

jejari

bintang

R(9)

pada kolatitud

d. pJr6tungi"dengan

cara itu rnenghasilkan Tabel 2, dengan

Rjl G

=

3,Bxi0-7 M,' S2

rabel 1. Parameter-parameter Bintang Berotasi clengan Massa I

M.

[Roxburg 20041

!04

n

t.0 3.tl 4.t) .{.6 d.6ts.4

{-l

O"uD

lu ftp

t.{IJ0

trrn fr,r

r

{}

Ll4

0.?r:,

f*,'trc

0'91'l

llrllt,:,

(J"gi.t

fj.0l0 il-105

0.*5 i

t.0t0

t.

i{Js

t"l-}?

&r :0t

lri8

il.?os 0.6J0

0"599

o.9

i9 c1964

r.035

CI.t(ll

fi.$?

I

0.83?

0-901

t.o0t8

[..1T0

t.5 t98

38i

395

0.56i

0.5595

t.

t89

t.?26r

0.HF)

0"8{K?

(6)

Prosiding Seminar Na^si onal Fisika Universitas Andalas (SNFUA) Padang, 15 Okrober 201

I

ISBN 978-979 :25 -19 53 -2

'fabet 2. Jejari Bintang I

M-

dengan

fl

10+ rad/s.

o'

Rp e rinl O A

I

R

x

Y

1.Oiit-sB Lr.90g Iti 0. Cirl14 2774.rt98 2521.8';&a 0"9081 0.15?8 0,8954

1,0&i-$6 rj,909 2D *.1 1 696 714"8?13 649,7726 0.91 c.3112 o8ss1

1"0c1.-N,8 0,909 ti 1c. 334,433d 304,0000 0.911: $,.1556 0,7891

1,0ci, t 8 c,909 ,xs O, q1rq17 302,S50? 183,9454 0,9t27 0"5867 0"6991

1,o$!-0$ 0,909 o 55676 t4?,d9:6 l'iq (1q.? 0,9143 0.7004 s.5870

I.OA[-fiti n qnq b0 $.7!1996 1.11.4844 101,J393 o.9158 0.7911 o,4579

i.r-16; ' 1ig Cr.9fig G.gs30? 94.5844 66,068: 0.9171 c,8618 0,3136

1,1ril.[-DS L-r,9fl9 O.5 b98l 86.f,O91 78..16{f o.91,?9 c"5039 o.t593

r ,'rft! n 0 c_g0g{ gi"'I I 81,6t)8'r 16.00':11 0,9x82 r1.918? 0.0000

Dari Tabel 2 diperoleh

tampang

bujur bintang tenetrut.

sebagaimuna diperliharkan pada Gambar 1

.{l

t tri

r-rl

I

M-

dengan

'I ?

x

f)

=

l0+

rad/s.

Gambar 1. Tampang bujur Bintang berotasi

Hasil

perhitungan

untuk bintang

bermassa

i M., dalarn

berbagai kecepatan

sudut

rotasi

diberjkan oleh Gambar 2. Untuk

Bintang 1 M.,

dengzur kecepatan sudut

rotasi O

= 4,6

x

IOa

rad/s

didapatkan

bentuk

penamparg

bujur yang melancip

sepanjang

lingkar

katulistiwa,

kecepatan

rotasi ini

merupakan kecepatan

yang

mendekati kecepatan sudut

lsitis.

Terlihat bahwa peningkatan kecepatan sudut rotasi akan menybabkan terjadinya perubahan penampang bintang, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.

lCR

(7)

c

Prosiding Seminar Nasional Hsika

Universitas Andalas (SNFUA )

Padang, 15 Oktober 201 1

rsBN 97 8-979 -25 -t 9 53 -7

i;;'o-",*, li

{'

+ll=5<104

radb

+

i3.1'{1if4 r.:#:

-t.t

-1.2 -0.8 €r'

0

oA 0.8

12

Ganrbar 2. Penampang Bintang I

M..

dengan variasi nilai

Cl O

Untuk bintang

berotasi dengan massa

yang

yarrg

lain

did:rpatkan

bentuk

tar,..:lpang

tiujur

sebagaimana pada gambar 3 dan gambar 4.5

! 4 ;r-.r l r -r l-r-r r-rr r-r-r-r i r r-- I l-t-."1-I-.|-r.i l"l--t-. I-l -l-r't-1- I-.1.

-1,-1., l-,i-..1-U--f,-1 _l-]l,Ll_ 1... l -l-,.1-r_,t_.

i..1.--l--.t., l.- LL. L -l- -)- I t -i-1, J-l -l--t-

..1 .? 4

-1

gr2x4

x

o

t

+

Ll-ldxlU4radls

+

O =0.DxlO4 racf r

*L-

i;-1rr i[r 'iaril:

+

fF1,7xt0{

ridit

+

rF1.&lnltrorafls

L-- --

Gambar 3. Penampang bintang

5 M-

untuk beberapa Q

(8)

Prosiding Seminar Na-si onal Frsika Universita-s Andalas (SNFUA) Padang, 15 Oktober 201 I ISBN 978-979-25-1953-2

+

f:=1x104 md/s

-*

i:1. I .3< I 0r r..r ;r:;

Garntrar 4, Penampang bintang

l0 M,.

untuk beberapa

nilai fl

Dari

beberapa gambar diatai;

terlihat

bahwa, meningkatnya kecepatan

rotasi

akan merubah kesetirnbangan bintang, yang ditandai dengan penurunan

jejari polar

dan meningkatnya

jejari katulistiwa.

Pada Gzrnrbar

(3) dan (4),

didapatkan

bentuk pena*pang

Uu3ur Uintang Vong

semakin rnelancip di katulisti*a kalena seiring peningkatan kecepatin

sudut -rotasi.

Penampang

bintang

yang

paling

lTrelancip pada ujung-ujungnya

ini

merupakan penampang bintang dengan kecepatan rotasi yang sudah mencapai kecepatan

kritis, ini oapaidibuktikun

dengan riilai perbandingan antara

iejali

equatorial dan.iejari polar yang telah rnencap ai 3/2.

Geometri Bintang Pada Kecepatan Sudut Ambang

Meningkatnya kecepatan

rotasi akan menengaruhi

kesetirnbangan

bintang. Jika

kecepatan

rotasi

mencapai

nilai

ambang, maka

jejari bintang

dikatakan

juga

pada keadaan ornLung.

Persamaan

jejari

bintang pada kecepatan ambang dapat ditutiskan menjadi

&(d)'- o;Rp.r 2GM

sin2

o R,(olt-

f,

\ / ?.GM. =o

Qjsin'zg

(17)

( 18)

dengan Rr(d) jejari jejru-i biniang

pada keadaan

hitis, k

kecepatan sudut

bintang

pada keadaan ambang,

sefta

R,,.r

jejari polar

pacla keadaan amb:mg.

Jika kita

gunakan ungkapan

pada persamaan (14), naka persamaan (17), dapat dituliskan rnenjadi

" 27R2, 27R3.

R, ( 0

)' _ __4rn,

1 91 a_ ____J:!_

=

11

4sin- 0 4sin2 0

Persamaan

ini

diselesaikan clengan rnetode

yang

sama dengan

yang

sebelunrnya, dengan terlebih dairuiu me.nenlukan

niiai Rn*.

Ungkapan

untuk

Ro.r clidapatkan dari penamaan (14)

+

{}1.45-110{r;]1/s

r50

(9)

&

Prosiding Scminar Nasional Esika

Uni vcrsiras Andalas (SNFUA)

Padang, 15 Oktober 201 I lsBN 978-979 -25 _1953 _2

dan bantuiur data-data yang diperoleh tlari (Meynet and Maeder, 1996).

Hasil-5asuj

perhitungan untuk beberapa variasi massa bintang diperlihatkan pada Gambar -5, 6, dan 7.

it

:4

:/ /

/: {

""-'l"':...'.

:\

:

-t'

:

_+_20?4x

Garnbsr 5. Penampang binrang

9 M,, rlengan

Or = 1,6g4 x

l$a

rad/s

!F ,t

-4

E

-z

-4

.t { -{ { I r .{ E Ir

Gamtr:rr 6. Penampang bintang Z0

M,: dengan

Or = i,2g x

l0+

rad/s

v

(10)

Prosiding Seminar Na^si onal Fisika Universita"s Andalas (SNFUA) Padang, 15 Olaober 201

I

rsBN 978-979-25-19s3-2

'ttr b'

x tI

Gambar 7. Penampang bintang 60

M- dengan

Qr = 8,26

x

10-5 raclls

Dari

beberapa gambar

terlihat

bahwa pada keadaan

kritis,

dengan kecepatan

rolasi

bintang yang

juga

trerada pada kecepatan ambang. bentuk penampang bintang akan memipih. dengan ujung-ujung pada daerah khatulistiwa berbentuk

l:ncip.

Keadaan seperti

ini

disebabkan karena

pada

keadaan

kritis. Di

daerah

katulistiwa gravitasi ef'ektif yang bernilai nol,

sehingga

materiai

daiam bintang yang sebelumnya berada dalam kesetimbangan

hidrostatik

(tekanan

hidrostatik diimbangi oleh gravitasi), akan menuju keiuar, karena tidak ada

lagi

gaya gravitasi yang menahannya.

Keadaan Ambang Kedua

Keadaan Ambang kedua didapatkan

ketika

nisbah Eddington

local, ln,r,,,

pada persamaan

(13)

bernilai

1. Sehingga persamaan (12) dapat dituliskan menjadi '!s

-15 -10 f

Melalui

penamaan

ini. dapat ditunjukkan bahwa

luminositas pada bintang

bergantung pada suku kedua ruas kanan persamaan

(19),

sehingga kecepatan memenuhi

*"o"'

fJ2

Dengan menggunakan ungkapan p,,, = M

lV

, dapat ditunjukkan bahwa

K\e)Lg)

4ncGM

62

_l

ZnGp,,

(1e)

yang

berotasi rotasi bintang

a

*

(20)

(11)

Prosiding Seminar Nasional Fisika

Uni versitas Andaias (SNFUA)

Padang, 15 Olrtober 201 I ISBN 978-97925:1953-2

s)'<_

2nGM

v Q1)

Persamaan

(2i)

menunjukkan

bahwa, untuk menjamin

keberlangsungan

luminositas

pada

bintang yang berotasi, maka kecepatan rotasi bintang tersebut harus lebih

kecil

dari hasil kzrli

antara besaran

2r

dengan tetapan gravitasi umum G dan kerapatan rata-rata pennukaan bintang

yang ditinjau. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

kecepatari

rotasi bintang

juga

memengaruhi luminositas atau kecerlangan

bintang, nilai

kecepatan

rotasi ini

dibatasi oleh suku kedua ruas kanan persamaan (21). Inilah yang disebut sebagai keadaan

kritis

kedua.

KESIMPULAFI

Kecepatan sudut

rotasi

bintang berpengaruh besar pada

bentuk

tampang

bujur bintang

itu.

Terdapat dua macam ambang

bagi

kecepatan sudut rotasi bintang. Tampang

bujur

bintang pada kecepatan ambang pertama sangat khas. Jika kecepatan sudut rotasi bintang melampaui kecepatan ambang

penama,

maka kesetimbangan hidrostatis pada

bintang akan

dilanggar,

yakni tidak

ada

lagi

kesetimbangan

hidrostatik.

Keadaan ambang kedua dicapai pada saat

kecepatan rotasi bintang sebanding dengan

2idlNW.

Jika kecepatan

kritis

pada keadaan

kritis

kedua dilarnpaui, maka bintang akan "padam", yakni luminositasnya nol.

DAFTAR PUSTAKA

Ekstronr, S, Meynet G, Maeder,

A,

Barblan F. 2008. Evolution Towards the

Critical Limit

and the

Origin

of Be Stilrs. arXiv :07 I I. 173 5v

l.

Ivlaeder.

A.

2009. Physics, Fonnatiott an.d Evoluticn oJ'Rotating Slrzrs. Springer. Verlag

Berlin

Heidelberg, Germany. Pp. 22-80.

Maeder, A,

Meynet,

G.

2000. The Eddington and

O-Limits.

the rotational mass loss

for

OB and

LBV

stars. Asfronorn-v & A,strophrysics, 361

159-1ffi

(2000).

Meyret, G.

Maeder,

A. i996. The

Computational

Method

and

Inhibiting Effect of the

trr-

Gradi ent. Astronomry & Asn'op hlts ics. 321, 465-47 6 (1997).

Meynet, G.

2008.

Physics of Rotation

in

Stellar Models. arXiy:0801 .2944 ,- I .

Roxburgh.

i.W.

2004. 2-Dimensional Models

of Rapidly

Rotating Stars,

Unifbrmly

Rotating 7.ero Age Main Sequence Stars. Astronomy & Astroplrysics, 42B, 171-179 (2004).

Referensi

Dokumen terkait

From this research we can see what is the most popular strategies used by students to solve students speaking problem and also we can see what is the most rarely strategies used by the