• Tidak ada hasil yang ditemukan

Petunjuk Pengambilan Sampel Plot Sistematis untuk Penaksiran Hutan

N/A
N/A
RYZA SATIVA

Academic year: 2024

Membagikan "Petunjuk Pengambilan Sampel Plot Sistematis untuk Penaksiran Hutan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Bagian I. Lingkari B jika pernyataan berikut anda anggap benar dan S jika anda anggap salah 1. B – S Penggunaan petak ukur (plot) berbentuk lingkaran seluas 0,04 hektar dengan systematic

plot sampling intensitas sampling sebesar 2,5% , maka jarak antar titik pusat plot satu dengan plot terpilih lainya adalah 200 meter.

k=

((luas plot)x100 %)/IS

=

(

(

0,04ha x10000mha2

)

x100 %)/2,5 %

= 126,49 m

2. B – S Pemilihan contoh dengan pola acak sederhana (Simple Random Sampling) akan memiliki ketelitian yang lebih rendah jika dibandingkan dengan cara pola acak berlapis (Stratified Sampling) apabila kondisi populasinya homogen.

SRS dan SYS efektif pada kondisi populasi yang homogen StRS efektif pada kondisi populasi yang heterogen

3. B – S Petak ukur berbentuk lingkaran seluas 0,02 hektare memiliki jari jari lingkaran kurang lebih 11,28 meter.

L : ¼ x 3,14 x D2

0,02 x 10000m2 = ¼ x 3,14 x D2 D2 = 200 m2/(1/4 x 3,14)

= 254,777

D =

254,777

= 15,96 m

R = 7,98 m

4. B – S Semakin besar jarak antar jalur ukur yang dibuat dengan lebar jalur sama menunjukan bahwa intensitas sampling yang digunakan akan semakin kecil

ingat rumus

k=

((luas plot)x100 %)/IS Lebih sederhananya :

K = luas plot/IS, artinya k berbanding lurus dengan luas plot dan k berbanding terbalik dengan IS

5. B – S Semakin besar ukuran contoh yang akan diambil dari suatu populasi maka sampling eror akan semakin kecil.

Karena semakin banyak ukuran contoh yang diambil artinya semakin mewakili/mendekati jumlah populasi tersebut. Oleh karena itu MSE akan semakin kecil

(2)

6. B – S Hasil pengukuran volume pohon dilapangan dengan metode Simple Random Sampling dengan intensitas sampling 5% pada area seluas 50 hektar diperoleh ragam contoh sebesar 64 (m3/ha)2 dan nilai tengah rata-rata volume nya sebesar 24 m3/ha maka nilai koefisien peragam nya sebesar 0,33.

CV = (sy/ȳ) x 100%

= (8/24) x 100%

= 33,333%

= 0,33

CV/Cefficient of Varian menyatakan tingkat homogenitas. Semakin kecil nilai CV maka contoh akan semakin homogen/seragam

7. B – S Keakuratan (accuracy) merupakan parameter yang diukur dalam semua metode sampling yang dinyatakan dalam nilai ragam.

Akurasi/accuracy = MSE Teliti/presisi = ragam/var

8. B – S Hasil pengolahan data pengukuran dimensi pohon dilapang diperoleh hasil bahwa nilai nilai bias hasil pengukuran sebesar 0,6 dan simpangan baku pengukuran sebesar 0,1 maka besarnya akurasi pengukuran sebesar 0,7

A2 = B2 + P2

= (0,6)2 + (0,01)2

= 0,36 + 0,0001

= 0,3601

= 0,6

9. B – S Stratified sampling merupakan metode penarikan conotoh dimana populasi dibagi ke beberapa stratum dengan kondisi antar stratum bersifat heterogen dan unit contoh dalam tiap stratum relatif homogen.

SRS : pengambilan contoh sederhana. Peluang terambilnya contoh sama besar (tidak memperhatikan luasan stratum dan secara acak (populasi homogen)

SysS : pengambilan contoh menurut pola atau aturan tertentu (populasi homogen) StrS : penarikan conotoh dimana populasi dibagi ke beberapa stratum dengan kondisi

antar stratum bersifat heterogen dan unit contoh dalam tiap stratum relatif homogen.

(3)

10. B – S Probability proposional to size merupakan konsep peluang dalam metode sampling yang umumnya berlaku pada kasus populasi yang memiliki ukuran contoh yang sama seperti hutan tanaman.

Metode SRS, SysS, StrS efektif pada proposional size (unit contoh yang ukurannya sama) dan biasa dilakukan pada hutan tanaman dengan plot contoh lingkaran

Metode Rasio estimator efektif pada unequal size (unit contoh yang ukurannya tak sama) dan biasa dilakukan pada hutan alam dengan plot contoh persegi panjang dalam bentuk jaur

11. B – S Pemilihan contoh dengan penduga rasio di hutan alam memiliki panjang baseline 800 meter dan lebar jalur 20 meter. Intensitas sampling yang digunakan untuk penarikan contoh nya sebesar 20% maka besar nya nilai Finite popullation correction sebesar 0,8.

Fpc = (1-IS)

= (1-0,2)

= 0,8

12. B – S Penarikan contoh dengan metode systematic sampling dengan luas plot 0,02 hektare tiap plot dan intensitas samping 15% maka besarnya interval antar plot sebesar 36.5 meter.

k=

((luas plot)x100 %)/IS

=

(

(

0,02ha x10000mha2

)

x100 %)/15 %

= 36,515 meter

13.B – S Prinsip alokasi merata/sama pada metode penarikan contoh berlapis adalah tiap stratum memiliki jumlah unit contoh yang sama dengan ukuranya.

Pembagian/alokasi unit contoh pada tiap stratum:

Alokasi merata/equall allocation

= setiap stratum memiliki jumlah unit contoh yang sama

Alokasi sebanding/proportional allocation

= jumlah unit contoh sebanding dengan ukuran stratum trsb

Alokasi optimum/optimal allocation

= jumlah unit contoh sebanding dengan ukuran contohnya dan ragam karakteristiknya

(4)

14. B – S Metode Tree Sampling merupakan metode penarikan contoh yang memiliki prinsip bahwa jumlah pohon sama untuk setiap plot contoh dan tidak bergantung pada luasan plot contoh sehingga ukuran contoh nya dapat berbeda beda tergantung pada jumlah pohonya.

15. B – S Metode inventarisasi hasil hutan non kayu (HHNK) pada umumnya menggunakan systematic strip sampling with random start.

Metode inventarisasi hasil hutan non kayu (HHNK) pada umumnya menggunakan systematic strip/line sampling (with random start). Lebar jalur 10/20 meter. Jalur dibuat dengan tegak lurus baseline (sungai, jalan, kuntur, dsb)

16. B – S Tim survey pada inventarisasi hasil hutan non kayu (HHNK) pada umumnya terdiri dari 8 orang per regu dan HOK nya sebesar 0,5-1,5 kilometer jalur per regu per hari

8 orang per regu = 1 perintis, 2 pengukur jarak/pemegang tali, 2 pengukur dimensi, 1 pengenal jenis, 2 penanganan perbekalan

17. B – S Inventarisasi hasil hutan non kayu (HHNK) pada rotan dilakukan pengukuran dimensi diameter batang rotan pada ketinggian 1.3 dari pangkal rotan.

Diameter rotan diukur dari 1,5 dari pangkal rotan (lihat slide HHNK hal 13)

(5)

18. B – S Rotan yang memiliki diameter 0.6 cm dan panjang 20 meter maka dapat dikategorikan sebagai jenis rotan sedang.

Kategori rotan :

1. Rotan kecil : d < 0,5 cm

2. Rotan sedang : 0,5 cm ≤ d ≤ 2 cm 3. Rotan besar : d > 2 cm

19. B – S Intensitas sampling yang digunakan pada inventarisasi hasil hutan non kayu (HHNK) nipah sebesar 10%.

Nipah IS = 0,5%

Rotan IS = 0,5-1%

Sagu IS = 2%

Bambu IS = 0,05-0,1%

20. B – S Metode inventarisasi hasil hutan non kayu (HHNK) sagu menggunakan metode jalur dan intensitas sampling yang digunakan sebesar 2%.

Nipah IS = 0,5%

Rotan IS = 0,5-1%

Sagu IS = 2%

Bambu IS = 0,05-0,1%

21. B – S Inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB) merupakan kegiatan yang bertujuan mengetahui kondisi sediaan tegakan secara berkala yang dilakukan setiap 10 tahun sekali.

IHMB : 1 kali dalam 10 tahun. Sebagai panduan dasar dalam penyusunan RKUPHHK sepuluh

tahunan

ITSP : 2 tahun sebelum penebangan IS 100%

ITT : 2 tahun setelah penebangan. Dilakukan untuk mengetahui kondisi hutan akibat penebangan. Pohon dan permudaannya yang dicatat

22. B – S Metode sampling pada kegiatan IHMB umumnya menggunakan metode systematic sampling with random start.

23. B – S Kegiatan IHMB menggunakan sistem jalur dengan jarak antar jalur nya sebesar 2 km.

Jarak antar jalur 1 km dan lebar setiap jalur 20 meter

24. B – S Kegiatan identifikasi jenis pohon besar pada kegiatan IHMB dilakukan pada plot berbentuk persegi panjang dengan ukuran 20 x 125 meter.

(6)

25. B – S Inventarisasi hutan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan pada saat 1 tahun sebelum penebangan dengan intensitas sampling yang digunakan 100%.

IHMB : 1 kali dalam 10 tahun. Sebagai panduan dasar dalam penyusunan RKUPHHK sepuluh

tahunan

ITSP : 2 tahun sebelum penebangan IS 100%

ITT : 2 tahun setelah penebangan. Dilakukan untuk mengetahui kondisi hutan akibat penebangan. Pohon dan permudaannya yang dicatat

26. B – S Pohon inti dalam pengelolaan hutan berbasis ITSP adalah pohon yang siap ditebang dan diberi label merah pada saat kegiatan ITSP.

Jenis pohon

1. Pohon Ditebang : jenis pohon komersil/nigawi, diberi label merah, diameter

≥ 40 cm (HP) dan ≥ 50 cm (HPT)

2. Pohon Inti : jenis komersil, diberi label kuning, diameter 20-49 cm 3. Pohon Dilindungi : jenis langka atau pohon penghasil HHNK

27. B – S Petak Ukur Permanen (PUP) merupakan suatu areal pada kegiatan ITSP yang diberi tanda yang jelas dengan ukuran 200 x 200 meter.

28. B – S Pada Inventarisasi hutan tanaman maka metode yang sering digunakan adalah circural plot dan tree sampling.

Bentuk dan ukuran contoh :

Lingkaran : hutan tanaman Persegi panajang : hutan alam

(7)

29. B – S Inventarisasi pada areal perum perhutani biasanya menggunakan metode systematic with random start dengan luas petak 0,02-0,1 ha.

30. B – S Inventarisasi pada areal perum perhutani biasanya menggunakan metode systematic with random start dengan jarak interval antar petak sebesar 200 meter.

Referensi

Dokumen terkait