• Tidak ada hasil yang ditemukan

SORGUM - Tanaman Multi Manfaat

N/A
N/A
anisya

Academic year: 2024

Membagikan "SORGUM - Tanaman Multi Manfaat "

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/323535445

SORGUM - Tanaman Multi Manfaat

Book · July 2016

CITATIONS

10

READS

27,479

1 author:

Anas Zubair Universitas Padjadjaran 57PUBLICATIONS   184CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Anas Zubair on 23 March 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

(2)

ISBN 978-602-6308-93-1

(3)

SORGUM

T A N A M A N M U L T I M A N F A A T

__________

A n a s Z u b a i r , P h . D .

(4)

Copyright @2016, Anas Zubair

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

Dilarang mengutip atau meperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Cetakan 1, November 2016 Diterbitkan oleh Unpad Press

Gedung Rektorat Unpad Jatinangor, Lantai IV Jl. Ir. Soekarno KM 21 Bandung 45363

Telp. (022) 84288867/ 84288812 Fax : (022) 84288896

e-mail : press@unpad.ac.id /press@unpad.ac.id . http://press.unpad.ac.id

Anggota IKAPI dan APPTI

Editor : Meddy Rachmadi Tata Letak : Oky Prasetya Desainer Sampul : Anas Zubair

Perpustakaan Nasional : Katalag Dalam Terbitan (KDT)

Anas Zubair

SORGUM: Tanaman Multi Manfaat / Penyunting Meddy Rachmadi Cet. 1 – Bandung; Unpad Press; 2016

i-ix.;1-78; 23.4 cm

I . SORGUM: Tanaman Multi Manfaat II. Anas Zubair ISBN 978-602-6308-93-1

(5)

Buku ini saya dedikasikan kepada keluarga dan semua mahasiswa bimbingan saya, yang telah berkontribusi dalam membantu penelitian sorgum

(6)
(7)

iv

D A F T A R I S I

DAFTAR ISI ... IV DAFTAR TABEL ... VI DAFTAR GAMBAR ...VII KATA PENGANTAR ... VIII

BAB I

PENDAHULUAN ... 1

BAB II KERAGAMAN SORGUM... 5

PENGGOLONGAN TANAMAN SORGUM ... 5

KARAKTERISTIK SORGUM DAN PEMANFAATANNYA ... 6

VARIABILITAS FENOTIPIK DAN GENOTIPIK TANAMAN SORGUM ... 11

FAKTOR-FAKTOR MEMPENGARUHI DAYA ADAPTASI SORGUM ... 13

FAKTOR LINGKUNGAN MEMPENGARUHI PENAMPILAN SORGUM ... 14

BAB III ... 19

FAKTOR EKONOMI ... 19

KUALITAS BIJI FAKTOR UTAMA HASIL SORGUM BIJI ... 22

BAB IV PENGEMBANGAN SORGUM ...27

SEBARAN SORGUM DAN PENGEMBANGANNYA ... 29

SORGUM UNTUK TOLERAN TANAH MASAM... 30

SORGUM BIJI PUTIH ... 32

SORGUM UNTUK LAHAN KERING ... 37

SORGUM TOLERAN REBAH... 41

(8)

v BAB V

TEKNOLOGI PRODUKSI ...47

PEMILIHAN JENIS DAN VARIETAS TANAMAN SORGUM ... 48

TEKNIK BUDIDAYA ... 49

BAB VI PANEN DAN PASCA PANEN ...54

WAKTU PANEN YANG TEPAT UNTUK SORGUM MANIS ... 55

PASCAPANEN ... 60

BAB VII TEKNOLOGI PENGOLAHAN ...64

BERAS SORGUM GILING ... 65

TENG-TENG SORGUM ... 65

TOS SORGUM ... 66

TEPUNG SORGUM... 66

BAB VIII PENUTUP ...68

BAHAN BACAAN ...70

(9)

vi

D A F T A R T A B E L

Tabel 1. Komposisi Kimia Dari Biji Utuh Sorgum Dan Bagian-Bagiannya ... 3

Tabel 2. Perbandingan Sorgum Manis Dengan Tebu Dan Jagung ... 9

Tabel 3. Negara Produsen Utama Sorgum Dunia ...21

Tabel 4. Lima Negara Pengimpor Sorgum Terbesar di Dunia (t) ...21

Tabel 5. Impor dan Ekspor Sorgum Indonesia dari Tahun 2000 - 2004 ...21

Tabel 6. Rencana Demonstrasi Pengembangan Sorgum Tahun 2005 ...30

Tabel 7. Deskripsi Sorgum Unpad 1-1 ...36

Tabel 8. Varietas Sorgum Unggul yang Telah Dilepas di Indonesia ...50

(10)

vii

D A F T A R G A M B A R

Gambar 1. Variasi warna biji sorgum setelah dilakukan pengeringan dan sortasi ...12 Gambar 2. Skrening sorgum toleran keracunan Al dengan metode pewarnaan

hematoxylin. A. Bak pertumbuhan dengan pipa penghubung; B Bak pertumbuhan dengan plate sebagai lubang tanam dan pompa air; C.

tanaman sorgum yang telah tumbuh dalam bak; D per-tumbuhan batang dan akar dalam plate; Proses pewarnaan akar dengan hemotoxylin; F. akar yang telah diwarnai dengan hematoxylin. ...32 Gambar 3. Bentuk malai dan warna biji sorgum putih Unpad 1-1 ...34 Gambar 4. Fenotipe sorgum biji putih Unpad 1-1 ...35 Gambar 5. Sorgum biji putih UNPAD 1-1 pada vase generatif dengan jarak

tanam 70 x 10 (cm). Lokasi penanaman Jatinangor, Jabar 2008. ...36 Gambar 6. Penampang melintang batang sorgum: Genotip P1 rentan kerebahan

(b) genotip Taomitsu toleran kerebahan ...42

(11)

viii

K A T A P E N G A N T A R

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT penguasa alam semesta.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan dan tauladan kita Muhammad Rasulullah, keluarga, dan para shabatnya sampai akhir zaman.

Syukur Alahamdulillah buku ajar Sorgum – Tanaman Multi Manfaat ini selesai penulis susun. Buku ini berisi tentang kajian tanaman sorgum ditinjau dari berbagai aspek. Banyak buku tentang pertanian yang kebanyakan hanya menyajikan aspek budidaya dengan berdasarkan data- data sekunder yang ada. Buku Sorgum – Tanaman Multi Manfaat ini berbeda dengan kebanyakan buku pertanian lainnya. Buku ini penulis susun berdasarkan berbagai hasil penelitian yang kami lakukan dalam beberapa tahun, yang meliputi aspek genetic resources, aspek pemuliaannya dan pengembangannya, aspek budidaya, panen dan pasca panen serta aspek pengolahannya.

Buku Sorgum – Tanaman Multi Manfaat ini penulis susun semi ilmiah dengan tidak meninggalkan gaya populer dalam pembahasannya.

Dengan demikian dapat kiranya buku ini menjadi referensi para peneliti dan mahasiswa dalam penulisan skripsi atau artikel ilmiah serta para petani yang bergerak dalam budidaya sorgum.

Banyak aspek yang belum terbahas dalam buku sorgum ini yang belum penulis singgung karena masih dalam proses pengkajian dan penelitian. Melalui aktivitas penelitian yang masih terus berlangsung, diharapkan buku sorgum ini akan terus berkembang dan mengalami berbagai penambahan informasi – informasi mutakhir di seputar tanaman sorgum.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua mahasiswa yang tergabung dalam tim peneliti sorgum, baik program sarjana, magister maupun program doktor yang telah banyak membantu selama proses

(12)

ix

penelitian sorgum di lapangan. Buku ini sekaligus sebagai hasil buah kerja keras mereka semua yang telah berdedikasi dalam penelitian sorgum.

Penulis harapkan semoga buku ini akan menjadi panduan singkat tentang literasi Sorgum yang jarang ditemui di toko buku.

Bandung, Juli 2016

Anas Zubair

(13)
(14)

1

B A B I

P E N D A H U L U A N

khir-akhir ini dunia dihadapkan ke masalah serius berupa keterbatasan supply pangan dan permintaan yang terus meningkat (FAO, 2011). Hal ini membawa konsekuensi meningkatnya secara tajam harga beberapa pangan dibandingkan tahun 2009 (FAO, 2010). Peningkatan permintaan akan pangan dan menurunnya produksi pangan khususnya padi, jagung dan gandum telah berkontribusi terhadap timbulnya krisis pangan di beberapa negara.

Sorgum termasuk tanaman serealia yang cocok untuk dikem-bangkan di Indonesia yang memiliki iklim tropis, khususnya pada daerah-daerah yang tingkat kesuburan tanahnya rendah. Sorgum merupakan komoditas penting pada urutan ke-lima di dunia setelah gandum, beras, jagung, dan barley (Sleper dan Poehlman, 2006). Sorgum memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan tanaman lain yaitu adaptasinya yang luas, tahan akan kekeringan, hemat dalam penggunaan pupuk, hasil produksi tinggi, mengandung banyak nutrisi.

Sorgum merupakan bahan pangan alternatif pengganti karbohidrat.

Kandungan karbohidrat mencapai (74.63 gr/100gr bahan) lebih tinggi daripada gandum (71.97 gr/100 gr bahan) dan peringkat ketiga setelah padi (79.15 gr/100 gr bahan), dan jagung (76.85 gr/100 gr bahan) (USDA, 2011). Sorgum mempunyai potensi penting sebagai sumber karbohidrat bahan pangan, pakan dan komoditi ekspor. Namun potensi tersebut

A

(15)

2

belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya karena adanya berbagai hambatan baik dari segi pemahaman akan manfaat sorgum maupun dari segi penerapan teknologi pembudidayaannya.

Sorgum mempunyai keistimewaan lebih tahan terhadap kekeringan bila dibandingkan dengan tanaman palawija lainnya serta dapat tumbuh hampir disetiap jenis tanah. Untuk itu sorgum dapat dikembangkan teru- tama untuk menunjang upaya-upaya pemerintah dalam pelestarian swasembada pangan khususnya beras di Indonesia.

Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat banyak, harus meningkatkan produksi beras 5% per tahunnya, dan harus meningkat-kan lebih dari 19 juta ton dari rata-rata produksi beras pada tahun 2000 (Ditjen Tanaman Pangan, 2007; Susanto, 2003). Hal ini bertambah berat dengan perubahan iklim yang tidak menentu akibat pemanasan global. Perubahan lingkungan yang mengakibatkan ber-kurangnya lahan-lahan subur, berku- rangnya sumber air bagi pertanian sangat mempengaruhi pengembangan tanaman (Takeda dan Matsuoka, 2008).

Sesuai ramalan Bank Dunia, permintaan akan pangan khususnya beras bisa mencapai 64,214 juta ton pada tahun 2025. Hal ini diprediksi dengan asumsi tidak ada penekanan terhadap laju pertambahan penduduk dan tidak ada usaha luar biasa dalam meningkatkan produksi beras nasional. Untuk itu, pemerintah sudah seharusnya memikirkan dan mencanangkan program pengamanan dan diversifikasi pangan di In- donesia secara berkelanjutan. Tanpa terobosan program yang berarti, beban pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan akan semakin berat dari tahun ketahun. Untuk itu diperlukan beberapa strategi pengembangan berbagai pangan alternatif untuk masyarakat (diversifikasi pangan).

Negara produsen utama sorgum dunia adalah Amerika (8.773.440 t), India (6.980.000 t), Nigeria(4784100 t), Argentina, Ethiopia, dan Sudan (FAO, 2010). Di benua Amerika sorgum ditanam untuk bahan makanan ternak. Meksiko dan Jepang merupakan negara pengimpor sorgum terbanyak di dunia dan sebagian besar di impor dari Amerika Serikat.

(16)

3 Meksiko mengimpor sorgum terutama untuk pakan ternak, sedangkan Jepang mengimpor white sorghum (biji warna putih) untuk dijadikan tepung sebagai bahan makanan dan industri.

Tabel 1. Komposisi Kimia Dari Biji Utuh Sorgum Dan Bagian-Ba- giannya

Komponen Biji utuh (%) Endosperm (%) Germ (%) Pericarp (%) Biji utuh

Range 100

- 84.2

81.7-86.5 9.4

8.0-10.9 6.5 4.3-8.7 Protein

Range Total Protein

12.3 11.5-12.3

100

10.5 8.7-13.0

80.9

18.4 17.8-19.2

14.9

6.0 5.2-7.6

4.0 Lemak

Range Total Lemak

3.6 -- 100

0.6 0.4-0.8

13.2

28.1 26.9-30.6

76.2

4.9 3.7-6.0

10.6 Pati

Range Total Pati

73.8 72.3-75.1

100

82.5 81.3-83.0

94.4

13.4 -- 1.8

34.6 -- 3.8 Debu

Range Total Debu

1.6 1.6-1.7

100

0.4 0.3-0.4

20.6

10.4 -- 68.6

2.0 -- 10.8 Sumber: Haikerwal and Mathieson (1971), Hubbard et all. (1950), Jambunathan and Mertz (1973) and Taylor and Schussler (1986) dikutip dari Porter (2011).

Sorgum sebagai salah satu tanaman serealia tropis memiliki prospek untuk dikembangkan di Indonesia karena relatif lebih toleran kekeringan serta kandungan nutrisi biji sorgum yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan jagung maupun beras meskipun perlu pengolahan hasil yang tepat untuk mengoptimalkan kandungan proteinnya (Anas and Yoshida, 2000; Anas, 2007; Tabel 1). Sorgum yang lebih toleran kekeringan dibanding tanaman serealia lainnya juga menjadi sangat penting, karena luas dan laju pertumbuhan lahan kering di Indonesia cukup tinggi setiap tahunnya (Anas et al., 2007).

Di Indonesia tanaman sorgum belum sepenuhnya menjadi perhatian pemerintah. meskipun potensi secara ekonomi sangat menjanjikan. Lima

(17)

4

tahun yang lalu, pemerintah pernah menggalakkan tanaman sorgum.

Namun demikian kesinambungan program ini tidak berjalan baik, sehingga kurang memperlihatkan hasil yang nyata sebagai salah satu penunjang pencapaian ketahanan pangan nasional. Lingkungan alam Indonesia yang cocok untuk tanaman sorgum dan peluang potensi pasar yang luas, maka dirasa perlu untuk terus dilakukannya pengembangan tanaman sorgum.

Potensi pengembangan sorgum sangat terbuka mengingt sorgum bukan merupakan tanaman baru di Indonesia. Di Indonesia sorgum termasuk jenis tanaman bahan pangan lokal dan makanan ternak.

Tanaman ini banyak dibudidayakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Anas dan Meddy, 2006). Masyarakat di beberapa daerah telah lama mengenal sorgum meskipun dengan nama yang berbeda-beda. Seperti masyarakat Jakarta mengenal sorgum sebagai hermada, masyarakat Jawa Barat menyebut tanaman sorgum sebagai gandrung dan masyarakat Jawa Tengah menyebut tanaman sorgum sebagai cantel, sedangkan masyarakat NTT menyebut penbukah hitam untuk sorgum (Anas, 2007).

Pemerintah perlu sosialisasi berbagai jenis sorgum dan peman- faatanya termasuk teknologi pasca panen dan pengolahannya. Hal ini mengingat jenis sorgum di masing-masing daerah tersebut berbeda-beda dan pada umumnya bukan jenis sorgum untuk pangan. Hal ini kemung- kinan yang menyebabkan keberadaan sorgum sebagai tanaman pangan lambat laun tergeser oleh tanaman serealia lainnya seperti padi dan jagung yang menjadi komoditas strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia.

(18)

5

B A B I I

K E R A G A M A N S O R G U M

Penggolongan Tanaman Sorgum

Sorgum termasuk dalam keluarga [Sorgum bicolor (L.) Moench] yang asalnya berasal dari benua Afrika (Poehlman and Sleper, 2006; Martin et al., 1976). Ethiopia dan daerah sekitarnya dikenal sebagai sumber keragaman genetik tanaman sorgum di dunia. Berdasarkan karakter agronominya, sorgum di bagi ke dalam lima kelompok yaitu sorgum biji (grain sorghums), sorgos atau sweet sorgum, sorgum rumput (grass sorghums) dan broomcorn (Poehlman and Sleper, 2006). Menurut Metcalfe dan Elkins (1980) mengklasifikasikan sorgum dalam beberapa kelompok yaitu:

a. Sorgum semusim [Sorgum bicolor (L.) Moench]

b. Sweet sorgum (forage, sorgo atau saccharine)

c. Sorgum biji (grain sorghum, nonsaccharine) terdiri dari beberapa ras (race) seperti Milo, Kafir , Feterita, Hegari, turunan hibrida dan grup-grup lainnya seperti durra, shallu dan kaoliang.

d. Broomcron

e. Sorgum rumput (grass sorghum) atau sudangrass (Sorgum bicolor).

f. Sorgum tahunan Johnsongrass (Sorgum halepense)

Dengan menggunakan SSR marker diketahui adanya variabilitas

(19)

6

genetik yang luas diantara kelompok besar sorgum ini (Anas and Yoshida, 2004b). Berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh J.R. Harlan dan J.M.J. de Wet Sorgum bicolor dikelompokkan dalam 15 ras (Poehlman and Sleper, 2006; Perumal et al., 2007). Lima ras utama adalah: bicolor, guinea, caudatum, kafir dan durra. Kesepuluh ras lainnya merupakan kombinasi dari lima ras utama tersebut di atas ini. Sementara itu Murray et al. (2009) mengelompokkan tiga group besar sorgum manis ber-dasarkan fenotipe dan asal ke dalam tiga kelompok race sorgum yaitu tipe kafir/bicolor, caudatum dan bicolor. Hal ini memperlihtkan adanya keterkaitan secara genetik antara sorgum biji dan sorgum manis.

Karakteristik Sorgum dan Pemanfaatannya

Penggolongan tanaman sorgum yang umum digunakan dan peman- faatannya sebagai berikut (Poehlman and Sleper, 2006):

Tanaman sorgum semusim

Sweet sorgum (sorgum manis/sorgo/cane)

Sweet sorgum merupakan salah satu tanaman yang biji dan batangnya dapat dimanfaatkan sebagai gula, syrup, ethanol untuk bahan bakar dan ampas sweet sorgum dapat digunakan sebagai makanan ternak (Nan et al., 1994). Untuk keperluan industri, ektrak pati sorgum banyak digunakan untuk membuat wallboard, kertas, bahan adhesives dan konversi gula sorgum ke dextrose telah digunakan untuk pengalengan buah dan industri manisan (Metcalfe and Elkins, 1980).

Sweet sorgum merupakan tanaman serealia dengan daya toleransi yang luas terhadap iklim dan jenis tanah (Fehr dan Hadley, 1980) dan sangat potensial sebagai penghasil biomass yang tinggi dan produksi bahan bakar ethanol (Hons, et al., 1986). Adaptasi tanaman sorgum meliputi daerah iklim basah sampai daerah iklim kering. Namun demikian vigor tanaman sorgum manis sangat dipengaruhi oleh musim tanam (Anas

(20)

7 et al. 2009). Penampilan sorgum manis pada musim hujan di dataran se- dang jauh lebih bagus di bandingkan pada pertanaman musim kemarau.

Dibanding dengan tanaman tebu, sweet sorgum memerlukan pupuk maupun air yang jauh lebih sedikit (Nimbkar et al., 2006). Pada kondisi tanah yang kurang subur dengan keterbatasan air, sweet sorgum mampu menghasilkan kurang lebih 30 ton bahan kering per hektar (Renewable Energy World, 2000). Sweet sorgum merupakan tanaman C4 yang sangat efisien dalam proses fotosintesisnya.

Batang tanaman sweet sorgum kaya akan kandungan gula, dan akan mengeluarkan cairan (juice) bila digiling/diperas. Juice dari bantang sweet sorgum terutama digunakan untuk produksi bahan bakar alcohol (ICRISAT, 2006). Terdapat peningkatan nilai Brix dan rendemen gula da- lam batang sorgum pada pertanaman musim kemarau (Anas et al. 2009).

Rata-rata nilai brix nira sorgum pada pertanaman musim kemarau bisa mencapai 17.14. Juice gula juga dapat digunakan untuk menghasilkan gula dan syrup. Bagase dan hijauan yang tertinggal setelah dilakukan penggilin- gan atau ekstraksi dapat digunakan sebagai makanan ternak atau sebagai pupuk organik (ICRISAT 2006).

Penggunaan sorgum untuk produksi ethanol sebagai bahan bakar yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan menjadi proyek penelitian utama di banyak negara maju. Penelitian pengolahan sweet sorgum men- jadi ethyl alcohol sebagai bahan bakar atau campuran bahan bakar telah lama dimulai terutama pada masa krisis bahan bakar pada tahun 1973 dan 1976 (Schaffert dan Gourley, 1981). Sebagai antisipasi krisis bahan bakar pertama dan kedua, maka banyak negara seperti USA, negara - negara Eropa dan Jepang intensif melakukan penelitian sweet sorgum sebagai bahan dasar ethanol untuk digunakan sebagai bahan bakar (Jackson et al., 1980; Dalianis, 1992; Inoe et al., 1988).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa efisiensi produksi ethanol dari tanaman sorgum hampir menyamai efisiensi produksi ethanol dari tana- man jagung. Hampir 12% dari produksi domestik tanaman sorgum di

(21)

8

Amerika digunakan untuk produksi ethanol dan co-produk berupa disti- ller dried grains soluble (DDGS) mempunyai kandungan nutrisi yang sama dengan jagung.

Secara umum keunggulan tanaman sweet sorgum dibandingkan de- ngan tanaman serealia lainnya pada umumnya, terutama dengan tebu dan jagung adalah:

a. Umur sweet sorgum sekitar 3 – 4 bulan lebih genjah diban- dingkan dengan tebu yang mencapai 12 bulan.

b. kebutuhan akan air sweet sorgum paling kecil.

c. Biaya penanaman sweet sorgum paling sedikit disbanding tebu dan jagung.

d. Produksi ethanol dari sweet sorgum lebih ramah lingkungan dibandingkan dari molase.

e. Kualitas ethanol sebagai bahan bakar lebih bagus daripada etanol dari tebu terutama dalam jumlah oktannya dan lebih sedikit emisi gas buang sulfurnya.

Untuk lebih lengkapnya perbedaan antara tiga komoditi penghasil ethanol dapat dilihat pada Tabel 2.

Grain sorghum (sorgum biji)

Secara umum karakteristik sorgum biji adalah mengahasilkan biji banyak dan enak untuk dikonsumsi serta lebih mudah disosoh tanpa sisa sekam (glume). Batang kering sampai agak basah tetapi tidak manis (sedikit masis), batang lebih pendek (75 cm – 150 cm) dengan malai lebih besar (biji lebih banyak) dan kompak dibanding sorgum manis. Pemanfaatan sorgum biji terutama digunakan sebagai bahan makanan atau dibuat tepung dan batangnya dapat juga digunakan sebagai pakan ternak.

Terdapat variasi dari segi fisik maupun kualitas dari berbagai biji sorgum (Shafina et al., 2012). Sorgum biji terutama digunakan sebagai bahan makanan atau dibuat tepung dan beberapa jenis digunakan sebagai makanan ternak. Dari hasil penelitian sebelumnya beberapa galur mem- perlihatkan potensi hasil tinggi. Telah didaftarkan sorgum berbiji putih

(22)

9 hasil pemuliaan untuk pemanfaatan sebagai pangan ke pusat Per- lindungan Varietas Tanaman (PVT) dengan nama Unpad 1-1. Unpad 1-1 mempunyai sifat unggul terutama berupa kualitas biji yang bagus dengan penampilan vigor tanaman yang tegar, batang besar dan mempunyai sifat stay green (Anas, 2011).

Tabel 2. Perbandingan Sorgum Manis Dengan Tebu Dan Jagung Parameter Sorgum manis Tebu Jagung

Umur tanam 3 - 4 bulan 12 bulan 3 - 4 bulan

Kebutuhan akan air 4000 m3 36000 m3 8000 m3

Hasil biji (t/ha) 2.0 - 3.5

Ethanol dari biji (l/ha) 760 - 1400

Hasil hijauan batang (t/ha) 35 75 45

Ethanol dari batang (l/ha) 1400 5600 -

Hijauan (t/ha) 4 13.3 3.8

Ethanol dari residu (l/ha) 1000 3325 1816

Total ethanol (l/ha) 3160 8925 3216

Minyak jagung (l/ha) - - 140

Pendapatan dari minyak

(US$/ha) - - 61

Biaya penanaman (US$/ha) 220 995 272

Biaya penanaman ditambah

biaya pengairan (US$/ha) 238 995 287

Biaya ethanol perkilo liter

(US$) 69.6 111.5 65.6

Biaya ethanol perkilo liter ditambah biaya pengairan (US$)

75.3 111.5 89.2

Sumber: ICRISAT (2006)

Tanaman pendek mempunyai kecenderungan warna biji yang lebih cerah dibandingkan tanaman yang tinggi (Shafina et al., 2012). Selain itu kandungan tepung sorgum juga berkaitan dengan ukuran biji sorgum.

Penelitian awal penggunaan berbagai imbangan beras sorgum yang di- campur dengan beras ketan dalam kaitannya dengan karakterisasi produk

(23)

10

makanan telah dilakukan. Penggunaan beras sorgum sampai 60% meng- hasilkan karakteristik bahan olahan yang terbaik (Tjahjadi et al., 2010).

Beberapa tipe (varietal group) dari grain sorgum yaitu:

a. Kafir (Race kafir) dengan ciri batang tebal, kuat/ kokoh, kering sampai agak basah dengan sedikit manis; malai tegak lurus, panjang, kompak dan silindris; biji ukuran sedang, warna putih, pink atau merah dengan warna sekam bisa hitam.

Pemanfaatannya untuk penghasil biji dan makanan ternak.

b. Hegari (Race caudatum) dengan ciri penampilan hampir sama dengan kafir tetapi berbeda dalam jumlah daun yang lebih banyak; batang lebih berair dan lebih manis, anakan;

malai lebih berbentuk oval, kompak dan tegak; biji lebih mengandung kapur (chalky) atau tepung putih dibanding kafir.

Pemanfaatannya untuk penghasil biji dan makanan ternak (lebih disukai dari pada kafir).

c. Feterita (Race caudatum) dengan ciri batang selender dan kering; daun sedikit; malai kompak dengan bentuk agak oval;

biji besar berkapur-putih; tanaman genjah.

Pemanfaatannya untuk penghasil biji.

d. Milo (Race durra) dengan ciri batang kering, slinder, bebas anakan, lebih kecil dibanding kafir; daun lebih sedikit dengan warna hijau terang dan tulang daun warna kuning mengan- dung karotin; malai kompak, pendek, sekam warna coklat tua dan tangkai malai kurang tegak sampai berbentuk seperti leher angsa; biji besar warna krem dan putih. Milo dan turunannya adalah tipe penghasil biji dengan kualitas yang baik dan relatif mengandung hijauan yang lebih sedikit, lebih tahan terhadap kering dan lebih genjah dari pada kafir.

Pemanfaatannya terutama sebagai penghasil biji.

e. Beberapa tipe lainnya seperti Shallu (banyak ditanam di

(24)

11 Afrika) dengan ciri utama tinggi, malai kurang terbuka de- ngan biji putih seperti mutiara. Kaoliang (banyak ditanam di Cina, Korea,Jepang) dengan ciri utama batang kering, selen- der; malai terbuka dengan cabang; biji kecil warna coklat dan putih.

Broomcorn (dikenal di Indonesia sebagai hermada)

Ciri utama dari sorgum broomcorn adalah tanaman tinggi (1 – 4 m), ba- tang kering dan berkayu; malai bercabang dan berserat dapat mencapai panjang 30 – 90 cm yang digunakan untuk membuat sapu; sekam berduri dengan biji kecil berwarna coklat; hijauannya/daun sedikit. Peman- faatannya sebagai bahan baku untuk membuat sapu terutama diekpor ke Jepang.

Grass sorgum (Sudangrass/ sorgum rumput)

Batang dan daun grass sorgum relatif lebih kecil dan langsing; malai sangat terbuka dengan biji kecil warna coklat. Tidak banyak dibudidayakan di Indonesia. Pemanfaatannya sebagai makanan ternak.

Tanaman sorgum tahunan (Johnsongrass)

Hampir sama dengan sudangrass tetapi lebih besar dengan batang bawah tanah (rhizome). Pemanfaatannya sebagai makanan ternak. Tidak banyak dibudidayakan di Indonesia.

Variabilitas Fenotipik dan Genotipik Tanaman Sorgum

Penyumbang terhadap variabilitas fenotipik (penampilan) suatu individu tanaman dapat dikelompokkan ke dalam komponen-kompenen penyumbangnya yaitu varians genetik, varians lingkungan dan varians interaksi genotip dan lingkungan (Bos and Caligari, 1995). Jadi Vp = VG + VE + VGE. Dari empat kelompok plasma nutfah sorgum yang telah dikembangkan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Universitas Padjadjaran, terdapat keberagaman yang sangat tinggi akan ukuran dan warna dari biji tanaman sorgum (Gambar 1) (Anas, 2011).

(25)

12

Keberagaman warna biji dari sorgum terutama disebabkan oleh warna dan ketebalan pericarp, warna endosperm, ada tidaknya lapisan tannin dan gen pengontrol kekuatan warna (Porter, 2011). Penelitian sebelumnya dengan menggunakan SSR marker telah diketahui adanya variabilitas genetik yang luas diantara sorgum biji, sorgum manis, sorgum rumput dan bromcorn (Anas and Yoshida, 2004a). Adanya keragaman baik secara fenotipe maupun genetik dari tanaman sorgum, akan mempermudah dalam seleksi dan memperbesar peluang dalam perakitan tanaman dual purpose sorgum.

Gambar 1. Variasi warna biji sorgum setelah dilakukan pengeringan dan sortasi

Lingkungan sangat mempengaruhi penampilan dari tanaman sorgum.

Terdapat interaksi genotipe x musim pada karakter tinggi batang, kan- dungan gula pada batang sorgum, umur antesis, panjang malai, bobot malai, bobot biji per malai, ukuran biji dan hasil biji (Jayanti, 2010;

Darmawan dan Anas, 2011; Khoirunnisa dan Anas, 2011). Rata-rata penampilan sorgum pada pertanaman musim hujan lebih baik untuk semua karakter penyumbang terhadap tinggi tanaman, diameter batang, berat batang, bobot biji per malai dan ukuran biji. Pada kondisi lingkungan

A B C

D E F

(26)

13 yang baik, rata-rata hasil biji sorgum berkisar sekitar 3000 sampai 4000kg/ha dan bisa turun drastis ke 300 sampai 1000kg/ha pada kondisi lingkungan tercekam air (House, 1985).

Sorgum dapat beradaptasi pada kisaran lingkungan yang luas dan membutuhkan 90 – 140 hari untuk bisa sampai panen. Hasil biji tertinggi biasanya diperoleh dari varietas sorgum yang umurnya sekitar 100 sampai 120 hari. Sorgum Unpad 1-1 yang merupakan sorgum berbiji putih dan berumur 105 – 109 hari, mampu menghasilkan sekitar 3 – 4 ton/ha pada jarak tanam 60 x 25cm (Anas, 2011). Hasil penelitian sebelumnya juga memperlihatkan adanya variasi dari diameter batang, tinggi tanaman, jumlah buku dan jumlah daun, periode pengisian biji dan kandungan gula dalam batang tanaman sorgum manis pada dua musim tanam yang berbeda (Khoirunnisa dan Anas, 2011).

Hasil biji sorgum varietas berumur genjah pada umumnya tidak sebanyak hijauannya karena periode pertumbuhannya yang lebih pendek.

Adapun hasil biji terbaik varietas sorgum berumur dalam biasanya hanya berkisar 1500 – 2000kg/ha dibandingkan dengan hasil sorgum berumur 100 – 120 hari yang dapat mencapai 4000 – 5000kg/ha. Untuk varietas berumur panjang cenderung hijauannya lebih banyak daripada hasil bijinya (rasio biji dan hijauannya sekitar 1:5). Telah dilaporkan bahwa produski hijauan sorgum dari dual purpose tanaman sorgum dapat mencapai 9.3 – 15.2 ton/ ha (Directorate of Sorgum Research, 2010). Guiying et al. (2003) melaporkan hijauan tanaman sorgum manis berkisar sekitar 64.24% - 84.07% atau berkisar dari 530g – 950g dari total berat seluruh tanaman sorgum.

Faktor-faktor mempengaruhi daya adaptasi sorgum

Sorgum adalah tanaman short day plant dan kemampuannya untuk merespons terhadap variasi fotoperiodisitas dan temperatur sangat me- nentukan tingkat adaptasinya. Temperatur sangat mempengaruhi persen- tase perkecambahan dan pertumbuhan tanaman sorgum. Temperatur optimum untuk perkecambahan adalah sekitar 32OC sampai 37oC (Brar

(27)

14

and Stewart, 1994; Craufurd et. al, 1999). Menurut Craufurd et al. (1999) adaptasi sorgum pada lingkungan yang berbeda-beda, terutama sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam mengatasi kepekaannya dalam fotoperiodisitas dan waktu minimum untuk berbunga.

Craufurd et al. (1999) juga melaporkan bahwa temperatur minimum untuk insiasi malai adalah sekitar 26oC sampai 27oC. Temperatur dingin dapat memperlambat keluarnya malai. Can and Yoshida (1999) telah melaporkan bahwa keluarnya malai tanaman sorgum sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Seleksi untuk karakter ini harus dilakukan pada masing- masing lingkungan dimana tanaman sorgum akan dibudidayakan.

Faktor Lingkungan Mempengaruhi Penampilan Sorgum Panjang batang tanaman sorgum yang berumur genjah, biasanya lebih pendek dibandingkan dengan varietas berumur panjang (Woods, 2003).

Pada garis lintang yang lebih tinggi, panjang hari lebih lama dan masa pertumbuhan tanaman juga akan lebih lama sehingga tanaman akan lebih tinggi. Untuk itu tanaman sorgum yang diintroduksi dari daerah lintang tinggi ke daerah sekitar equator, biasanya tanaman akan menjadi lebih pendek dan begitu juga sebaliknya. Secara umum proporsi berat batang tanaman sorgum setelah daunnya dihilangkan berkisar dari 60% - 80%

dari berat total semua bagian di atas tanah. Proporsi berat ini tergantung dari varietas, teknik budidaya dan terutama tergantung pada kepadatan jarak tanam.

Bentuk batang sorgum silender sampai sangat bundar dengan diameter batang dekat dasar bervariasi dari 0.5 – 5 cm dan terus mengecil sampai ke ujung batang yang panjangnya bisa bervariasi dari 0.5m – 4m (House, 1985). Khoirunnisa dan Anas (2011) melaporkan bahwa diameter batang lima genotipe sorgum manis rata-rata berkisar 2.23cm pada pertanaman musim hujan dan rata-rata berkisar 1.11cm pada pertanaman musim kemarau.

Pada batang sorgum manis biasanya mengandung gula sekitar 5% – 15%. Persentase kandungan gula di batang tanaman sorgum manis pada

(28)

15 pertanaman musim kemarau tercatat lebih tinggi sekitar 3.5% di bandingkan pada pertanaman musim hujan (Khoirunnisa dan Anas, 2011). Namun begitu hanya ada satu genotipe dari lima genotipe yang diuji memperlihatkan perbedaan nyata kandungan gula antara musim hujan dan kemarau.

Nilai Brix (total soluble solids) nira batang sorgum bergantung pada varietas, lingkungan dan waktu panen tanaman. Pada pertanaman musim hujan, kandungan gula rata-rata berkisar 12.9% dan pada pertanaman musim kemarau sekitar 16.5% (Khoirunnisa dan Anas, 2011). Sebagai- mana adanya interaksi antara genotipe dengan musim pada karakter hasil biji tanaman sorgum, kandungan gula pada batang sorgum juga memperlihatkan hal yang sama (Jayanti, 2010). Dengan demikian kandungan gula pada batang sorgum tergantung kesesuain antara varietas dengan lingkungan tumbuhnya.

Pada bagian luar batang sorgum terdapat jaringan membran (cortex atau rind) bisa sangat tebal dan keras. Bagian dalam batang sorgum bisa sangat padat, bisa bagian tengahnya seperti gabus, dengan pith yang lebih lunak dimana hampir semua gula tersimpan pada bagian ini. Pith batang sorgum bisa manis rasanya atau hambar, mengandung air atau kering dan bisa berongga dan ada yang tidak (Woods, 2003).

Jumlah daun tanaman sorgum manis yang di tanam di garis lintang yang lebih tinggi akan lebih banyak dibandingkan jika ditanam di derah dekat equator. Secara umum, embrio dalam biji biasanya mengandung lima sampai tujuh embrio daun. Jumlah bakal daun akan lebih banyak jika bijinya lebih matang. Hasil penelitian memperlihatkan karakter jumlah daun menunjukkan korelasi positif yang nyata terhadap karakter bobot biji per malai dan bobot biji per plot (Kusuma dan Anas, 2012). Selain itu karakter lebar daun menunjukkan korelasi positif yang nyata terhadap karakter bobot biji per malai, bobot 1000 biji dan bobot biji per plot.

Pada kondisi pengairan yang baik leaf area index dari daun ke 4 dan ke 6 akan muncul kurang lebih dua bulan setelah perkecambahan dengan total kira-kira 22 daun. Rata-rata berat segar daun dari stu tanaman tunggal

(29)

16

berkisar dari 150g – 250g. Daun tanaman sorgum mengandung protein dalam jumlah tinggi sehingga sangat baik sebagai hijauan (Woods, 2003).

Proses Fotosintesis dan Sifat Stay Green Tanaman Sorgum.

Secara umum pengertian fotosintesis adalah suatu proses pengu- bahan energi cahaya menjadi energi kimia melalui bantuan pigmen fotosintetik dengan menggunakan air dan CO2 untuk menghasilkan karbohidrat (Taiz and Zeiger, 2006). Jaringan tanaman yang paling aktif dalam proses fotosintesis adalah jaringan mesophyll daun. Sel mesophyll tanaman mempunyai beberapa chloroplasts yang mengandung pigmen hijau yang berfungsi khusus untuk menyerap sinar.

Pigmen hijau ini disebut chlorophylls yang fungsinya sangat vital dalam fotosintesis tanaman. Tanaman yang memiliki warna daun lebih hijau, kecenderungannya dapat menyerap energi sinar matahari lebih banyak, sehingga proses fotosintesis akan lebih tinggi. Salah satu cara untuk membuat tanaman tetap hijau (stay green) adalah dengan memperlambat laju degradasi dari pigmen ini (Thomas and Howarth, 2000). Ada lima tipe stay green pada tanaman (Thomas and Howarth, 2000) yaitu:

1) Type A, merupakan tipe dimana pigmen dan fungsinya berkurang dalam laju yang normal setelah proses senescence yang lambat, 2) Type B, dimana waktu proses senescence normal tetapi prosesnya

berjalan lambat,

3) Type C, waktu dan laju senescence berjalan normal tapi kan- dungan pigmen tetap normal,

4) Type D, kondisi senescence yang cepat (cepat mati),

5) Type E, proses senescence berjalan normal tetapi dengan kan- dungan pigmen yang meningkat.

Dalam proses fotosintesis, tanaman menggunakan energi cahaya matahari untuk mengoksidasi air dengan melepas oksigen, dan dengan menyerap karbon dioksida sehingga dihasilkan karbohidrat terutama gula.

Suatu urutan siklus komplek yang meliputi reaksi thylakoid dan reaksi

(30)

17 fiksasi karbon. Reaksi thylakoid terjadi di dalam membran chloroplast yang disebut thylakoid. Hasil akhir dari reaksi thylakoid adalah suatu senyawa berenergi tinggi ATP dan NADPH. ATP dan NADPH digunakan untuk mensintesis gula dalam reaksi fiksasi karbon. Proses sintesis gula terjadi di dalam stroma dari chloroplast daerah yang mengandung air dan mengelilingi thylakoid. Reaksi thylakoid sering disebut juga sebagai rekasi terang dari fotosintesis.

Sifat stay green pada tanaman sorgum tidak terlepas dari proses fotosintesis dari tanaman sorgum. Secara umum pengertian fotosintesis adalah suatu proses pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia melalui bantuan pigmen fotosintetik dengan menggunakan air dan CO2

untuk menghasilkan karbohidrat (Taiz and Zeiger, 2006). Jaringan tanaman yang paling aktif dalam proses fotosintesis adalah jaringan mesophyll daun. Sel mesophyll tanaman mempunyai beberapa chlo- roplasts yang mengandung pigmen hijau (chlorophylls) yang berfungsi khusus untuk menyerap sinar. Salah satu cara untuk membuat tanaman tetap hijau (stay green) adalah dengan memperlambat laju degradasi dari pigmen ini (Thomas and Howarth, 2000).

(31)

18

(32)

19

B A B I I I

F A K T O R E K O N O M I

orghum mempunyai potensi penting sebagai sumber karbohidrat bahan pangan, pakan dan komoditi ekspor. Namun potensi tersebut belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya karena adanya berbagai hambatan baik dari segi pemahaman akan manfaat sorgum maupun dari segi penerapan teknologi pembudidayaannya. Keadaan tersebut tercermin dari rendahnya produksi sorgum di Indonesia secara nasional bila dibandingkan dengan produksi dari beberapa negara di Asia Tenggara, bahkan di Indonesia tanaman ini baru dikembangkan pada beberapa daerah dengan tingkat penerapan teknologi budidaya yang relatif rendah.

Selain memiliki potensi sebagai sumber karbohidrat, tanaman sorgum, mempunyai keistimewaan lebih tahan terhadap kekeringan bila dibandingkan dengan tanaman palawija lainnya serta dapat tumbuh hampir disetiap jenis tanah. Mengingat potensi serta keistimewaannya itu, sorgum sebenarnya layak dikembangkan terutama untuk menunjang upaya-upaya pelestarian swasembada beras dan ketahanan pangan.

Sorgum merupakan tanaman ekonomis penting ke lima di dunia setelah gandum, beras, jagung dan barley. Amerika Serikat memposisikan sebagai produsen dan pengekspor sorgum terbesar di dunia. Rata-rata produksi sorgum Amerika lima tahun terakhir mencapai 11 juta ton per tahunnya (Tabel 3). Meksiko dan Jepang merupakan negara pengimpor

S

(33)

20

sorgum terbanyak di dunia yang secara berurutan rata-rata selama lima tahun (2000 – 2004) mencapai 4.3 juta ton dan 1,8 juta ton (Tabel 4), dan sebagian besar di impor dari Amerika Serikat.

Kalau dilihat dari total jumlah uang yang harus dikeluarkan, nilai impor Meksiko tersebut setara dengan 467 juta USD dan nilai impor Jepang setara dengan 225,3 juta USD. Suatu jumlah yang cukup besar dan menjanjikan. Meksiko mengimpor sorgum terutama untuk pakan ternak, sedangkan Jepang mengimpor white sorghum (biji warna putih) untuk dijadikan tepung sebagai bahan makanan dan industri.

Di Indonesia tanaman sorgum masih belum mendapat perhatian untuk di kembangkan, meskipun potensi secara ekonomis sangat menjanjikan. Tidak adanya data terbaru tentang produksi sorgum di Indonesia dalam 10 tahun terakhir baik di buku statistik BPS maupun data di FAO memperlihatkan pengembangan tanaman sorgum masih perlu di tingkatkan. Namun demikian beberapa tahun terakhir pemerintah kembali menggalakkan pengembangan sorgum melihat lingkungan alam yang cocok untuk pertanaman sorgum dan potensi pasar yang menjanjikan.

Tercatat pada tahun 1981 luas areal pertanaman sorgum di Indonesia mencapai 60 000 ha dan luas areal pertanaman ini turun terus dan pada tahun 1989 hanya tinggal sekitar 25 000 ha (Muslimah Hamdani dkk.

2005). Di Jawa Timur luas areal penanaman sorgum pada tahun 2000 sekitar 1 800 ha, berkurang sekitar 3 700 ha dalam kurun waktu 10 tahun.

Menurut data dari FAO (2006) Indonesia merupakan negara pengimpor sorgum meskipun jumlahnya kecil dan sangat berfluktuasi setiap tahunnya (Tabel 5). Rata-rata nilai impor sorgum Indonesia dari tahun 2000 – 2002 mencapai 53 670 USD. Pada tahun 2003 Indonesia sempat mengekpor sorgum meskipun jumlahnya hanya berkisar 16 ton.

(34)

21 Tabel 3. Negara Produsen Utama Sorgum Dunia

Negara Produksi (t) Luas Panen

(ha) Produktivitas (t/ ha)

Argentina 2.807.578 312.480 4,9

Australia 1.882.319 104.318 2,7

Brazil 1.187.174 564.799 1,7

China 2.747.699 497.686 3,1

Ethiopia 1.410.133 1.237.282 1,1

India 7.502.700 9.515.300 0,8

Mexico 6.129.561 1.880.405 2,1

Nigeria 7.763.333 7.018.000 0,4

Amerika Serikat 11.043.710 2.941.487 3,8

Keterangan: Data merupakan rata-rata dari tahun 2000 – 2005. Sumber: FAO (2006)

Tabel 4. Lima Negara Pengimpor Sorgum Terbesar di Dunia (t)

Negara Tahun

Pengimpor 2000 2001 2002 2003 2004

Botswana 43.399 46.374 50.524 26.008 26.008

Brazil 37.835 3.239 1.291 457 916

China 38.305 37.427 48.894 71.232 56.132

Jepang 2.177.817 1.907.813 1.775.187 1.490.123 1.410.977 Mexico 5.142.019 5.032.147 4.716.754 3.381.351 3.159.339 Sumber: FAO (2006)

Tabel 5. Impor dan Ekspor Sorgum Indonesia dari Tahun 2000 - 2004 Tahun

2000 2001 2002 2003 2004

Impor (Mt) 520 70 819 sangat

kecil 0

Nilai Impor (x1000US$) 72 26 63 0 0

Ekspor (Mt) 0 0 1 16 0

Sumber: FAO (2006)

(35)

22

Kualitas Biji Faktor Utama Hasil Sorgum Biji

Meskipun sorgum banyak jenisnya dan pemanfaatannya sesuai dengan jenis sorgumnya, di beberapa Negara seperti Cina dan India, sorgum biji masih memegang peranan penting sebagai pangan. Di beberapa Negara maju, pemanfaatan sorgum lebih kepada sebagai pakan ternak atau penghasil energy (biofuel). Namun demikian akhir-akhir ini telah banyak dipublikasikan pemanfaatan tepung sorgum sebagai bahan industri dan makanan sehat bebas gluten. Sifat tepung sorgum yang netral tidak mempengaruhi rasa maupun bau dari produk makanan yang dihasilkan, menjadikan tepung sorgum potensial untuk dimanfaatkan secara luas.

Selain berpotensi sebagai sumber karbohidrat, tanaman sorgum mempunyai keunggulan dibandingkan tanaman lain yaitu lebih tahan terhadap kekeringan, dapat tumbuh hampir disetiap jenis tanah, mempunyai daya adaptasi yang luas serta dapat diratun (Nurmala dan Aep, 2007).

Meskipun tanaman sorgum banyak tersebar di Indonesia tanaman ini tidak pernah berperan secara efektif dan meluas dalam penyediaan pangan di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah karena adanya pengolahan yang lebih rumit untuk menghilangkan tanin yang terkandung dalam biji sorgum. Kandungan tanin ini cukup tinggi jika digunakan sebagai bahan pangan. Tanin dapat mengurangi daya cerna protein yang terkandung dalam biji sorgum (Sujatmiko et al., 2009). Kandungan tanin yang tinggi ini biasanya di tampakkan dengan warna biji coklat (Porter, 2011).

Hasil dan kualitas biji ditentukan oleh proses pertumbuhan suatu tanaman. Pertumbuhan ini selain dipengaruhi oleh gen dan hormon juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti sinar matahari, air, maupun unsur hara (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Faktor lingkungan tersebut diproses pada daun. Daun merupakan organ tanaman yang mampu melakukan proses fotosintesis. Hasil dari fotosintesis (fotosintat) ini

(36)

23 dipergunakan sebagai sumber energi untuk tubuh tanaman (akar, batang, daun) serta diakumulasikan dalam buah, biji atau organ penimbun yang lain (Nugroho et al., 2006).

Penelitian tentang karakter biji, morfologi, dan hasil sorgum telah dilaporkan guna membantu dalam seleksi sorgum sebagai bahan pangan.

Seleksi ini akan efektif apabila populasi tanaman yang diseleksi memiliki variabilitas yang luas.Variabilitas dapat diukur melalui karakter yang tampak. Karakter tersebut seringkali berhubungan satu dengan yang lainnya, sehingga seleksi suatu karakter dapat dilakukan secara tidak langsung melalui karakter-karakter lain yang memiliki hubungan erat (Khoirunnisa, 2011). Salah satu cara mengefektifkan seleksi adalah melalui seleksi tidak langsung berdasarkan beberapa karakter yang berkorelasi dengan komponen hasil sorgum.

Korelasi antar karakter termasuk hal yang penting dalam program seleksi, karena untuk memiliki suatu bahan tanaman unggul diperlukan seleksi dua atau tiga karakter secara bersama-sama. Oleh karena itu untuk mendapatkan sorgum sebagai bahan pangan dengan potensi hasil dan kualitas biji terbaik maka pengetahuan tentang karakter biji genotip sorgum perlu diketahui.

Faktor kualitas biji memegang peranan penting dalam produk tepung yang dihasilkan. Hasil penelitian Zenny dan Anas (2012) memperlihatkan beberapa factor penting yang mempengaruhi kualitas biji tanaman sorgum. Karakter biji, karakter morfologi, dan karakter komponen hasil pada umumnya menunjukkan perbedaan diantara jenis tanaman sorgum.

Adanya perbedaan nyata penampilan genotip-genotip yang diuji membuka peluang untuk dilakukannya seleksi.

Variabilitas yang luas diperlihatkan oleh beberapa karakter biji, baik keragaman secara genetik maupun fenotip kecuali karakter jumlah daun.

Keberagaman tersebut meliputi jenis sorgum (sorgum manis dan sorgum biji), bentuk biji sorgum (ras bicolor, guinea, kafir, durra, feterita), maupun asal tanaman (Indonesia, Afrika, Jepang). Remafitriani dan Anas (2007) melaporkan bahwa terdapat variabilitas genotipik dan fenotipik yang luas

(37)

24

pada karakter tinggi tanaman, jumlah daun, umur panen, dan bobot biji permalai pada genotip sorgum introduksi di Arjasari.

Karakter warna sekam bervariasi dari mulai warna putih, krem, coklat, sampai coklat kehitaman. Karakter warna biji menunjukkan variasi warna putih, krem, abu-abu, coklat, sampai coklat kehitaman. Warna terang dalam pengamatan menunjukkan nilai rata-rata RGB besar, sedangkan warna gelap menunjukkan nilai RGB kecil. Genotip warna biji putih berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan karena menurut Porter (2011) warna gelap biji sorgum mempunyai kandungan tanin yang cukup tinggi.

Menurut Crowder (1997), variabilitas genotipik yang luas akan memberikan variabilitas fenotipik yang luas pula jika interaksi genetik dan lingkungan cukup tinggi. Seleksi akan efektif dilakukan terhadap semua karakter biji, karakter morfologi, dan karakter komponen hasil yang diamati kecuali jumlah daun (Zenny dan Anas, 2012).

Karakter warna sekam berkorelasi genotipik negatif dengan bobot biji per malai. Karakter warna biji berkorelasi genotipik negatif dengan tinggi tanaman. Korelasi negatif menandakan bahwa apabila nilai suatu variabel bertambah besar maka nilai variabel yang berkorelasi akan semakin kecil (Gaspersz, 1995). Hal ini dapat diartikan bahwa semakin pendek tanaman maka warna biji akan semakin terang (putih/krem). Korelasi genotipik karakter warna biji searah dengan korelasi fenotipiknya. Menurut Aryana (2009) koefisien korelasi genotipik yang searah dengan koefisien korelasi fenotipik memudahkan dalam menentukan suatu karakter yang akan diseleksi berdasarkan karakter morfologi (fenotipenya).

Karakter panjang biji dan lebar biji berkorelasi genotipik positif dengan bobot 1000 biji atau besar kecilnya biji sorgum. Sementara karakter lebar biji berkorelasi genotipik negatif dengan waktu antesis.

Adanya korelasi genotipik positif antara panjang biji dan lebar biji dengan bobot 1000 biji menandakan bahwa semakin besar ukuran biji maka bobot 1000 biji akan semakin besar. Adanya korelasi genotipik negatif antara lebar biji dengan waktu antesis menandakan bahwa semakin cepat waktu

(38)

25 antesis maka ukuran lebar biji akan semakin besar. Korelasi genotipik karakter panjang biji dan lebar biji searah dengan korelasi fenotipiknya.

Karakter tebal kulit biji berkorelasi genotipik positif dengan karakter tinggi tanaman dan berkorelasi genotipik negatif dengan karakter jumlah daun, diameter batang, umur panen, dan waktu antesis. Korelasi genotipik positif kulit biji dengan tinggi tanaman menunjukkan bahwa semakin pendek tanaman maka kulit biji akan semakin tipis. Korelasi negatif yang diperlihatkan oleh tebal kulit biji menandakan bahwa semakin tipis kulit biji maka jumlah daun semakin banyak, diameter batang semakin besar, umur panen dan waktu antesis semakin panjang.

Karakter tebal kulit biji ini menjadi penting karena didalamnya terdapat lapisan yang mengandung tanin. Artschwager dan McGuire (1949) dalam Kuo-Chu (1975) melaporkan bahwa terdapat lapisan sel pada kulit biji sorgum yang berwana kuning atau coklat. Kuo-Chu (1975) melaporkan bahwa lapisan sel pada kulit biji sorgum kultivar Georgia 615 menunjukkan warna oranye yang mengandung tanin.

Dari hasil penelitian Zenny dan Anas (2012) karakter lebar biji dan panjang biji dapat digunakan untuk mengestimasi hasil sorgum. Karakter tinggi tanaman yang pendek dapat digunakan untuk menyeleksi warna biji terang (putih/krem).

(39)

26

(40)

27

B A B I V

P E N G E M B A N G A N S O R G U M

orghum sebagai tanaman pangan alternatif sangat menjanjikan dan potensial untuk terus dikembangkan di Indonesia. Hal ini didukung oleh beberapa faktor seperti: (i) beberapa kelebihan tanaman sorgum dibandingkan tanaman serealia lainnya seperti jagung dan gandum dan (ii) kondisi iklim Indonesia yang sangat cocok untuk pengembangan tanaman sorgum. Diantara keunggulan tanaman sorgum antara lain: a) mempunyai daya adaptasi yang relatif luas, b) tanaman sorgum lebih tahan kekeringan dan panas karena sorgum paling sedikit kebutuhannya akan air dibandingkan dengan jagung dan gandum serta tanaman legum lainnya. Beberapa faktor penyebab sorgum lebih tahan cekaman lingkungan berupa kekeringan atau kebanjiran antara lain : 1. Perakaran tanaman sorgum sangat kokoh dan bisa dalam serta dapat

membentuk akar-akar samping atau sekunder ketika kondisi lingkungan tidak menguntungkan seperti kekurangan air. Pada kondisi kelebihan air, sorgum dapat membentuk akar-akar udara yang keluar dari buku-buku;

2. Daun tanaman sorgum mengandung silika pada endodermis untuk mengurangi penguapan air karena suhu dan terik matahari yang sangat tinggi serta pada kondisi cekaman kekurangan air. Adanya silika menyebabkan daun tanaman sorgum tidak cepat layu;

3. Selain silika daun tanaman sorgum terlapisi oleh lapisan lilin dan dapat

S

(41)

28

menggulung pada kondisi panas yang tinggi dan kekurangan air.

Dengan kemampuan menggulung ini, sorgum dapat mengurangi luas permukaan daun secara keseluruhan sehingga penguapan akan berkurang ;

4. Sorgum dikenal sebagai tanaman kedua yang paling tahan kekeringan setelah pearl millet. Hal ini karena sorgum sangat efisien dalam penggunaan air (kira-kira sebesar 20 % lebih kecil dari jagung).

Kebutuhan akan air yang paling banyak hanya pada awal pertumbuhannya saja ketika sorgum masih memiliki 2- 3 helai daun.

Untuk selebihnya kebutuhan akan air tanaman sorgum sangat sedikit;

5. Sorgum memiliki sifat doman pada kondisi lingkungan yang sangat kering dan dapat melanjutkan tumbuh kembali ketika lingkungan mendukung;

6. Pada awal pertumbuhan, sorgum lebih dapat beradaptasi pada kondisi ekstrem lingkungan dan lebih kuat bersaing dengan gulma dibandingkan dengan tanaman jagung dan polong-polongan lainnya.

Karakteristik sorgum seperti di atas sangat menguntungkan karena banyaknya konversi lahan-lahan produktif untuk pembangunan infrastruktur dan industri telah meningkatkan luas lahan kering di Indoensia. Berdasarkan data BPS (2001), luas lahan kering di Indonesia sekitar 88,6% dari total 68,5 juta hektar lahan pertanian. Dalam satu dasawarsa jumlah rumah tangga yang menggunakan lahan basah telah berkurang sekitar 438.000 rumah tangga dan pengguna lahan kering meningkat menjadi 329.000 rumah tangga (Anas, 2004).

Sorgum dapat tumbuh di hampir semua jenis tanah dan dapat bertoleransi pada tanah yang banyak mengandung salin. Sorgum masih dapat tumbuh pada pH tanah sekitar 5,5, namun demikian tanaman sorgum tidak tahan terhadap tanah masam (pH<5) terutama yang banyak mengandung Al (Anas dan Yoshida, 2000). Tanaman sorgum dapat tumbuh pada kisaran ketinggian tempat yang luas. Namun demikian ketinggian optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar dari 0 – 500 dpl.

Penanaman sorgum pada ketinggian di atas 500 dpl biasanya menghambat

(42)

29 pertumbuhan dan keterlambatan dalam berbunga. Suhu optimum berkisar antara 23 oC – 30 oC. Pertumbuhan tanaman sorgum akan sangat terham- bat jika suhu di bawah 16oC. Kelembaban relatif 20% - 40% sangat baik untuk pertumbuhan sorgum, terutama pada saat pembentukan biji.

Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan yang diperlukan adalah berkisar antara 375 – 425 mm.

Sebaran Sorgum dan Pengembangannya

Sorgum di Indonesia banyak ditanam di derah Jawa Tengah, DI.

Yogyakarta, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Sorgum dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan sebagai bahan pangan alternatif untuk memenuhi kebutuhan petani sehari-hari. Beberapa daerah di NTT mengkonsumsi sorgum untuk kebutuhan pangan mereka (Direktorat Serealia, 2004). Meskipun belum ada data resmi dan terbaru mengenai luas areal pertanaman sorgum di Indonesia, cakupan total luas areal pertanaman sorgum di daerah-daerah sentra sorgum tersebut pada tahun 1990-an diperkirakan hanya sekitar 23.000 ha.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan pada tahun 2005 ini menambah luas areal pengembangan per- tanaman sorgum (Tabel 6) ke areal-areal pengembangan baru berupa pemanfaatan lahan kosong, daerah transmigrasi dan daerah potensial kritis dengan target produktivitas sebesar 2 – 2.5 ton/Ha. Pada tahun 2009 target luas areal pertanaman sorgum diharapkan mencapai 25.000 Ha dengan produksi bisa mencapai 75.000 ton. Propinsi Jawa Barat yang masuk ke rencana pengembangan sangat memungkinkan, melihat potensi lahan kering dan lahan tadah hujan yang cukup luas seperti di Bandung dan Garut, khususnya Garut Selatan sangat cocok untuk pengembangan sorgum. Pengembangan sorgum di daerah-daerah ini akan meningkatkan pendapatan petani kecil di lahan-lahan kering dan akhirnya akan mening- katkan pendapatan daerah.

(43)

30

Sorgum untuk Toleran Tanah Masam

Secara umum sorgum peka terhadap tanah masam yang disebabkan oleh Al3+ yang banyak tersebar di Indonesia. Pemanfaatan lahan-lahan marjinal khususnya di luar pulau Jawa banyak terkendala oleh tingginya tingkat kemasaman yang disebabkan oleh Al. Untuk itu dalam pengem- bangan sorgum sebagai pangan maupun pakan di Indonesia, diperlukan juga adanya sifat toleran terhadap keracunan Al.

Tabel 6. Rencana Demonstrasi Pengembangan Sorgum Tahun 2005 N Propinsi Kabu-

paten Luas

(Ha) No Propinsi Kabu-

paten Luas (Ha) 1. Jawa Barat Bandung

Garut 5

5 6. NTT Kupang

Timor Teng. Sel.

Belu Flores Timur Ende Ngada Sumba Timur Sumba Barat Kupang Rote Ndao

10 5 10

5 5 5 10

5 10 10 2. Jawa

Tengah Brebes Demak Wonogori

5 10 10

3. D.I.

Yogyakart Bantul Kulon Progo Gunung Kidul

10 5 10 4. Jawa

Timur Pacitan Bojonegor Lamongan Sampang Sumenep Pamekasan

15 10 5 20 10

10 7. Kalimant

an Timur Nunukan 5

5. NTB Bima 10

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan (2005)

Persilangan dialil antar tetua maupun inbred lines dengan tetua toleran dari ICRISAT telah dilakukan dan keturunannya di seleksi untuk sifat toleran keracunan Al, biji putih, tanaman pendek dan hasil tinggi. Untuk mempermudah penyeleksian tanaman toleran Al dan dapat diaplikasikan

(44)

31 untuk jumlah tanaman yang banyak, maka telah dikembangkan metode seleksi cepat dan akurat dengan menggunakan metode pewarnaan hema- toxylin (Anas and Yoshida, 2000).

Pada prinsipnya metode skrining dengan pewarnaan hematoxylin hampir sama dengan metode skrining dengan nutrient solution. Namun demikian penilaian ketahanan tidak berdasarkan laju pertumbuhan akar tanaman melainkan berdasarkan pola pewarnaan dari akar (Gambar 2).

Sistem deteksi ketahan terhadap Al yang tidak bergantung pada laju per- tumbuhan akar (perkembangan akar), akan lebih meningkatkan keberhasilan dalam proses seleksi (Konzak et al,. 1979).

Tahapan seleksi dengan metode pewarnaan hematoxylin terdiri dari:

i) proses pengecambahan biji dalam petridish untuk mendapatkan kecam- bah yang seragam; ii) penumbuhan seedling dalam bak nutrisi terkontrol;

iii) proses pewarnaan akar seedling tanaman dengan hematoxylin; dan iv) pencucian akar dan skoring ketahanan (Gambar 2). Tanaman toleran jika akar tanamannnya tidak terwarnai dengan hematoxylin dan sebaliknya tanaman peka Al, akarnya akan terwarnai dengan hematoxylin (Gambar 2F).

Untuk melihat keakuratan dari metode seleksi hematoxylin, maka telah dilakukan perbandingan dengan metode skrining menggunakan respon pertumbuhan tanaman dalam pot yang telah diberi media tanah dengan kandungan Al3+ (Anas and Yoshida, 2000). Selain itu telah dipe- lajari juga variasi genotipe dalam hal kemampuannya untuk membentuk kalus dalam media yang mengandung Al dan yang tidak mengandung Al (Anas and Yoshida, 2002).

(45)

32

Gambar 2. Skrening sorgum toleran keracunan Al dengan metode pe- warnaan hematoxylin. A. Bak pertumbuhan dengan pipa penghubung;

B Bak pertumbuhan dengan plate sebagai lubang tanam dan pompa air;

C. tanaman sorgum yang telah tumbuh dalam bak; D pertumbuhan ba- tang dan akar dalam plate; Proses pewarnaan akar dengan hemotoxylin;

F. akar yang telah diwarnai dengan hematoxylin.

Hasil penelitian memperlihatkan adanya variasi kemampuan tanaman dalam membentuk kalus dalam media mengandung Al. Hal lain juga menunjukkan adanya kesamaan antara tanaman yang toleran dalam kultur jaringan dan toleran berdasarkan berdasarkan metode pewarnaan hema- toxylin.

Keturunan hasil persilangan dialil antara tetua berdaya hasil tinggi dan tetua toleran Al telah berhasil di seleksi dengan menggunakan metode pewarnaan hematoxylin. Terdapat variasi toleransi tanaman terhadap keracunan Al dan dapat dikelompokkan dalam tiga group yaitu: i) genotipe toleran Al; ii) genotipe peka Al dan iii) genotipe intermediate toleran.

Sorgum biji putih

Sorgum biji secara genetik mempunyai variasi yang luas, baik dari penampilan tanaman maupun bentuk dan warna biji. Secara umum sor-

A B C

D E F

(46)

33 gum biji terbagi dalam beberapa race yaitu: Kafir (Race kafir), Hegari (Race caudatum), Feterita (Race caudatum), Milo (Race durra), dan Shallu atau Kaoliang (Anas dan Rachmadi, 2006).

Sorgum sebagai tanaman pangan alternatif harus mempunyai keunggulan, baik dari sisi penampilan tanamannya seperti hasil tinggi, tahan penyakit, tahan rebah, mudah cara pemanenannya, dapat di ratoon 2 – 3 kali sehingga dapat menghemat biaya pengolahan tanah dan kebutuhan benih. Selain itu diharapkan mempunyai sifat tetap hijau pada waktu biji matang fisiologis untuk mengoptimalkan hasil dan hijauannya sebagai pakan ternak dan toleran tanah masam dan kekeringan. Selain itu, pengembangan sorgum untuk industri tepung juga memerlukan biji yang berkualitas baik dalam hal visual maupun kualitas kandungan nutrisi bijinya.

Secara umum biji sorgum tersusun dari 3 komponen utama yaitu 6%

seed coat (pericarp), 10% germ (embrio) dan 84% endosperm (jaringan cadangan makanan) (National Academy of Sciences, 1996). Komposisi nutrisi biji sorgum mirip dengan biji jagung. Secara umum kandungan lemaknya 1% lebih rendah dibanding biji jagung dan kandungan waxnya lebih tinggi. Kandungan protein biji sorgum lebih bervariasi dibandingkan biji jagung dan biasanya selalu 1 – 2% lebih tinggi dibandingkan biji jagung (National Academy of Sciences, 1996), meskipun dalam beberapa literatur disebutkan kurang lebih 59% dari protein sorgum biji putih maupun coklat adalah dalam bentuk yang tidak bisa dicerna (prolamine). Untuk itu proses pengolahan yang tepat diperlukan untuk meningkatkan daya cerna protein.

Pengembangan sorgum biji diarahkan untuk hasil tinggi, tanaman pendek, vigor baik dan toleran keracunan Al. Modifikasi metode seleksi pedigree telah di aplikasikan dalam pengembangan sorgum biji ini.

Sorgum unggulan Unpad 1-1 telah diseleksi dari hasil persilangan C9/H11 dengan ICR3. Seleksi juga diarahkan untuk sorgum biji yang mempunyai warna biji putih. Kandungan tannin yang ada pada seed coat sorgum biji berwarna coklat atau sorgum yang berwarna gelap, menjadi hambatan

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Dari Biji Utuh Sorgum Dan Bagian-Ba- Bagian-Ba-giannya
Tabel 2. Perbandingan Sorgum Manis Dengan Tebu Dan Jagung  Parameter  Sorgum manis  Tebu  Jagung
Gambar 1. Variasi warna biji sorgum setelah dilakukan pengeringan dan  sortasi
Tabel 4. Lima Negara Pengimpor Sorgum Terbesar di Dunia (t)
+7

Referensi

Dokumen terkait