• Tidak ada hasil yang ditemukan

strategi pendampingan p2tp2a (pusat pelayanan

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "strategi pendampingan p2tp2a (pusat pelayanan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENDAMPINGAN P2TP2A (PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK) TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KOTA PADANG

ARTIKEL

FRANSISCA EDI GUSTIN NPM. 10070208

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2015

(2)
(3)

Assistance Strategy Integrated Services Center For Women’s Empowerment And Child Against Victims Of Domestic Violence in Padang,

Thesis, Frnasisca Edi Gustin1 Dr. Erianjoni, M. Si, 2Firdaus, M. Si3 Program Studi Pendidikan Sosiologi

STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

This study was motivated by, NGOs. NGOs are an individual commited organization or group that who voluntarily provide services to public without aim to get a profit from their activity. Institute of women‟s Empowerment in handling cases of violence in the household trought P2TP2A. Cooperate with the goverment has very big role in addressing violence against women. The problem in this research is how the strategy used by P2TP2A in assisting victims of domestic violence?. Through this problemc it can be determine a purpose to identfication a problem that faced by P2TP2A in assisting victims of domestic violence and to describe how the strategies used by P2TP2A in assisting victims of domestic violence. The theory used in this research is Talcott Parsons theory that used AGIL. This study used a qualitative approach, the informants are 14 people, the researchers use purposive sampling to choose informantion, suitable with indieaten have by the researchers. The reseach methode of observation, interviews and documents. Accuracy of data was test by using triagulasi the data, from the data were analyzed with an interactive model that consist of data reductions, data presentation and conclusion. Based on the results of the study the researchers concluded that the strategy used by P2TP2A in assisting victims of domestic violoence, legal services, training and empowerment, campaigns and policy changes.

Keyword: Integrated services, Women’s and Children, Domestic Violence.

1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat Angkatan 2010 2. Pembimbing I dan Dosen Universitas Negeri Padang

3. Pembimbing II dan Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat

(4)

PENDAHULUAN

Defenisi kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT, sebagaimana dikemukakan dalam pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. UU PKDRT ini lahir melalui perjuangan panjang selama lebih kurang tujuh tahun yang dilakukan para aktivis perempuan dari berbagai elemen (UU No 23/2004).i

Memperlihatkan kondisi sosial dan politik di Indonesia saat ini, kiranya kita tidak dapat mengabaikan peranan yang dimainkan oleh LSM.

LSM lahir lahir dalam setiap bidang kehidupan dan dalam beberapa kasus menjadi penggerak utama perubahan. Peranan LSM adalah melakukan hal-hal yang tidak dilakukan oleh pemerintah sebagai pengendali perubahan dalam skala besar. LSM dapat pula melakukan hal yang sama dengan pemerintah tetapi dengan cara yang berbeda (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Juli 2014).

Lembaga Swadaya Masyarakat adalah sebuah organisasi yang dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Keberadaan LSM saat ini menunjukkan perkembangan masyarakat yang bersifat positif. Secara umum sebuah lembaga dimasukkan dalam kategori LSM jika lembaga tersebut dibentuk oleh masyarakat, diurus atau dikelola oleh masyarakat, serta membangun tugas- tugas pemerintah dalam membangun bangsa dan negara (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Juli 2014).

Perempuan seringkali mengalami kekerasan yang meliputi segala tindakan yang merugikan dirinya karena jenis kelaminnya. Pada awalnya kekerasan ini terbatas pada serangan fisik saja.

Namun, seiring dengan makin meningkatnya kesadaran kaum perempuan terhadap ketimpangan sosial yang mereka alami maka kekerasan mendapat perluasan makna yang mencakup serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang (Soetrisno, 2002:10).

Adapun salah satu bentuk kekerasan yaitu KDRT, kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, jenis kekerasan yang dilakukan berupa kekersan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga, sehingga dibutuhkan perangkat

hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga.

Dalam hal ini upaya untuk menyelesaikan dan menghentikan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga dibutuhkan landasan hukum yang kuat, agar pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga dapat dihukum. Dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT yang menambahkan asas-asas baru dalam hukum pidana yang selama ini tidak dimuat dalam KUHP yaitu: Perlindungan dan penegakan HAM, Kesetaraan dan keadilan jender, Keadilan relasi sosial dan perlindungan bagi korban

Keutamaan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidaksamaan dan ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga.

Untuk mencegah dan melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga.

Negara dan masyarakat wajib melaksanakan penegakan, perlindungan pemidanaan pelaku sesuai dengan Undang-Undang KDRT. Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Sebagaimana dapat dilihat dan dibaca dalam berbagai media, bahwa adanya tindakan kekerasan dalam rumah tangga bisa mengakibatkan hilangnya nyawa. Tindakan seperti ini tentu melanggar hak asasi paling dasar manusia yakni hak untuk hidup (Soetrisno, 2002:10).

Seperti yang tergambar pada kasus-kasus kekerasan yang muncul dimasyarakat pun tidak sedikit, hanya saja kurang terekspose oleh media sehingga seolah-olah tidak ada apa-apa. Dari tahun ke tahun kasus kekerasan yang dialami perempuan semakin meningkat. Dari data yang dimiliki oleh Komnas Perempuan menunjukkan dari 2011 hingga Juni 2013 menunjukkan bahwa 60 persen korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami kriminalisasi, 10 persen diantaranya dikriminalkan melalui Undang-undang penghapusan kekerasan di dalam rumah tangga (UU PKDRT) (http://www.voaindonesia.com, Mei 2014).

Komnas Perempuan juga mencatat Sepanjang 2012 saja, tercatat 8.315 kasus kekerasan terhadap istri, atau 66 persen dari kasus yang ditangani. Hampir setengah, atau 46 persen, dari kasus tersebut adalah kekerasan psikis, 28 persen kekerasan fisik, 17 persen kekerasan seksual, dan 8 persen kekerasan ekonomi (http://www.voaindonesia.com, Mei 2014).

Kasus kekerasan terhadap perempuan biasanya disebut sebagai kasus gunung es, karena dibalik jumlah kasus yang terungkap ternyata masih banyak kasus yang tidak terungkap. Jumlah nominal kasus KDRT yang terjadi sebenarnya

(5)

adalah jauh dari angka-angka kejadian yang diperoleh berdasarkan laporan ataupun pengaduan.

Laporan dari beberapa LSM pun menggambarkan adanya kenaikan jumlah kasus KDRT dari tahun ke tahun. Dimana data dari NP-WCC pada tahun 2012 terdapat 43 kasus kekerasan di Sumbar sedangkan tahun 2013 terdapat 88 kasus kekerasan di Sumbar (http://www.antarnews.com, Mei 2014).

Kekerasan jenis ini sangat sulit diungkap karena pertama, KDRT oleh sebagian besar orang akan dianggap sebagai hal yang lumrah atau biasa- biasa saja. Kedua, perempuan korban kekerasan menganggap orang lain tidak akan menganggap penting persoalan ini. Perempuan cenderung memilih diam dan memendam sendiri masalahnya karena ia takut apabila ia bicara, dan meminta dukungan atau pertolongan ke orang lain ia akan disalahkan lagi. Di samping itu ia juga takut tidak akan mendapatkan dukungan dari keluarga. Tak jarang apabila korban melapor ke polisi kadang- kadang korban memperoleh jawaban bahwa masalah keluarga harus diselesaikan sendiri dalam keluarga.

Proses penilaian, pemaknaan dan pengambilan keputusan individu dalam menghadapi KDRT yang dialaminya tidak terlepas dari proses kognitif individu dalam memandang dirinya sendiri dan lingkungannya. Penilaian kognitif berbentuk persepsi, biasa disebut juga sebagai konsep diri. Penilaian ini ditanamkan pada pola pikir perempuan di Indonesia mengenai

„kekerasan‟ yang terjadi dalam rumah tangga.

Sehingga kekerasan-kekerasan tersebut seringkali diartikan sebagai hal yang wajar dan tidak seharusnya diumbar dihadapan publik, karena hal itu dianggap sebagai „rahasia dapur sebuah rumah tangga‟(Moerti Hardiati Soeroso, 87:2011)..

Banyaknya kasus KDRT yang terjadi pada kehidupan rumah tangga keluarga Indonesia hendaknya mendapat perhatian yang lebih intensif lagi. Sebagaimana telah dituturkan sebelumnya, bahwa faktor budaya seringkali mengharuskan para perempuan korban KDRT menelan pil pahitnya seorang diri, sehingga mereka tidak mampu menghasilkan keputusan yang dapat dinilai membebaskan dirinya dari KDRT yang dialaminya, misalnya perceraian. Dari dua kemungkinan pengambilan keputusan dalam menghadapi KDRT yang dialaminya, yaitu bertahan dalam perkawinannya atau bercerai, dapat dikatakan seorang perempuan lebih memilih untuk bertahan dalam perkawinannya daripada bercerai (Moerti Hardiati Soeroso, 111:2011).

Sejalan dengan berlakunya UU PKDRT, banyak pula korban KDRT yang berani menentukan sikap dan mengambil keputusan untuk bercerai, karena mereka merasa ada jaminan hukum yang akan melindungi diri mereka serta keputusan yang mereka ambil. Bertahan atau tidaknya seorang individu korban KDRT dalam perkawinannya akan

sangat tergantung pada bagaimana individu memandang dirinya sendiri, serta bagaimana individu tersebut mengkonsepsikan segala atribut yang melekat dalam dirinya sendiri sebagai suatu keutuhan diri individu (UU PKDRT No 23:2004)..

Penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga adalah merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh aparat penegak hukum berusaha memberikan bantuan dan kerjasama dengan instansi-instansi yang bergerak dalam pemberdayaan perempuan seperti LSM- LSM dan juga organisasi non pemerintah yang berada pada lingkup wilayah hukumnya.

Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan rumah tangga, pekerja sosial yang akan memberikan pelayanan kepada korban diharuskan untuk:

1. Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban.

2. Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.

3. Mengantarkan korban ke rumah yang aman atau tempat tinggal alternatif.

4. Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban.

Menurut ibu Zulva selaku sekretaris P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) yang beralamat di Komplek GOR H. Agus Salim mengatakan, adapun bentuk penyelesaian kasus KDRT yang diberikan oleh lembaga swadaya masyarakat tersebut kepada korban tetapi banyak yang tidak sampai pada tahap penyelesaian tuntas atau banyak kasus yang tidak dapat diselesaikan melalui proses persidangan.

Tahap-tahap yang dilakukan LSM untuk penyelesaian kasus KDRT adalah:

1. Tahap Pertama, LSM menerima masalah yang dilaporkan oleh korban, kemudian LSM memberikan konseling atau mengadakan konsultasi hukum, kemudian istri atau korban minta damai saja.

2. Tahap Kedua, setelah melakukan konsultasi atau konseling LSM melaporkan kasus ke Poltabes supaya diproses secara hukum dan dilakukan Visum et Repertum, hanya sampai di situ kemudian istri diminta untuk datang kembali dia tidak datang lagi, akhirnya kasus tersebut terkatung-katung tidak adanya kejelasan penyelesaian.

3. Tahap berikutnya ada bentuk penyelesaian kasus KDRT yang diberikan LSM sampai tahap persidangan dan sampai selesai. Bentuk uraian penyelesaian seperti ini jarang sekali

(6)

terjadi, karena banyaknya istri atau korban yang takut pisah dari suami dan lain-lain.

Salah satu lembaga penanganan kasus KDRT adalah P2TP2A yang merupakan Lembaga Masyarakat yang memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan perempuan dan anak dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui pelayanan terpadu dan anak yang menjadi korban kekerasan.

Berdasarkan latar belakang rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Strategi yang digunakan oleh P2TP2A dalam mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga di Kota Padang.

Sebagaimana yang telah penulis uraikan dalam penulisan perumusan masalah diatas, maka adapun tujuan penulis yaitu:

1. Mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh P2TP2A dalam mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga.

2. Mendeskripsikan strategi yang digunakan oleh P2TP2A dalam mendampingi korban kekerasan dalam rumah tan

Adapun manfaat yang diharapkan yakni manfaat akademis.

a) Menambah hasil kajian sosiologi keluarga.

Serta memberikan sumbangan dan ilmu pengetahuan tentang Strategi pendampingan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga di Kota Padan

Dan Manfaat Praktis.

a) Memberi masukan serta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi P2TP2A dalam melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga di Kota Padang.

TEORI PENELITIAN

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori structural fungsional Parsons dengan menggunakan skema AGIL. Dalam teori structural fungsional Parsons ini, terdapat empat fungs I untuk semua sistem tindakan. Suatu fungsi adalah kumpulan hal yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhantertentuataukebutuhansistem.Secaraseder hana, fungsionalisme yang pemahamannya tentang masyarakat didasarkan pada model sistemorganik dalam ilmu biologi. Artinya, fungsionalisme melihat masyarakat sebagai sebuah system dari beberapa bagian yang saling .Satu bagian tidak .Dengan demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada beberapa persyaratan atau kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah system social bias bertahan. Parsons kemudian mengembangkan apa yang dikenal sebagai imperatif-imperatif fungsional agar sebuah system bias bertahan. Imperatif-imperati ftersebu tadalah Adaptasi, PencapaianTujuan, Integrasi, danLatensiatau yang biasadisingkat AGIL

(Adaptation, Goal attainment, Integration, Latency).

1. Adaptasi, sebuah sistem ibarat makhluk hidup, artinya agar dapat terus berlangsung hidup, sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada. harus mampu bertahan ketika situasi eksternal sedang tidak mendukung.

2. Goal (Pencapaian), sebuah sistem harus memiliki suatu arah yang jelas dapat berusaha mencapai tujuan utamanya. Dalam syarat ini, sistem harus dapat mengatur, menentukan dan memiliki sumberdaya untuk menetapkan dan mencapai tujuan yang bersifat kolektif.

3. Integrasi, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus dapat mengelola hubungan antara ketiga fungsi penting lainnya.

4. Latensi, Pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.

Karena skema AGIL ini mengarah kepada Strategi P2TP2A terhadap korban kdrt tersebut.karena masing-masing sistem merupakan merubah sistem yang dilakukan oleh P2TP2A maupun terhadap korban KDRT dan kejahatan Korban kekerasan lainnya.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama dua bulan yakni yang dimulai dari bulan Agustus-September 2014. Penelitian ini dilaksanakan di kantor P2TP2A Sumatera Barat yang beralamat di komplek H. GOR Agus Salim. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tulisan atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati, penelitian ini bertipe deskriptif yang menggambarkan berbagai kondisi dan sesuatu hal seperti apa adanya. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data skunder. Metode pengumpulan data adalah wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen.

Sedangkan teknik pengumpulan informan menggunakan Snowbolling. Dengan jumlah informan yang peneliti wawancari yaitu 14 orang dari pengurus P2TP2A dan 2 orang korban kdrt.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dalam penelitian kualitatif, dimana peneliti akan mencari data melalui hasil dari pengamatan atau observasi dan melalui wawancara dan studi dokumen. Analisis data pada penelitian ini menggunakan model interaktif dari Miles dan Huberman melalui tiga tahap, yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

(7)

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kasus yang Ditangani P2TP2A.

Adapun ganbaran umum kasus yang ditangani oleh P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) berdasarkan data yang peneliti peroleh pada saat dilapangan yaitu:

Data Kasus Masuk Pada P2tp2a (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak) Limpapeh Rumah

Nan Gadang Sumatera Barat Tahun 2004-2013

NO THN JUMLAH KASUS

JENIS KEKERASAN

1 2004 12 1. KDRT

2. Kekerasan Fisik dan Psikis

3. Kekerasan seksual

2 2005 10 1. KDRT

2. Pelecehan Seksual

3 2006 22 1. KDRT

2. Kekerasan fisik 3. Kekerasan

seksual

4 2007 7 1. KDRT

2. Penelantaran Anak 3. Kekerasan

Psikis

5 2008 15 1. KDRT

2. Kekerasan seksual dan Psikis

3. Trafficking 6 2009 8 1. Penelantaran

Anak.

2. KDRT 3. Kekerasan

Psikis 7 2010 14 1. Penelantaran

Anak 2. Kekerasan

Psikis dan Ekonomi.

3. KDRT.

8 2011 22 1. Penelantaran Anak

2. Kekerasan fisik dan Psikis.

3. Kekerasan seksual.

4. KDRT

9 2012 23 1. KDRT

2. Penelantaran keluarga dan ekonomi 3. Kekerasan

fisik, Psikis dan ekonomi 4. Kekerasan

seksual 10 2013 22 1. Penelantaran

ekonomi dan keluarga 2. Trafficking 3. KDRT 4. Kekerasan

seksual 5. Penelantaran

Anak.

6. Kekerasan Psikis

11 2014 70 1. KDRT

2. Ekploitasi Anak 3. Penelantaran

Ekonomi 4. Merawat anak

dan mengasuh Anak yang ditinggal ortu Poligami 5. Suami

Selingkuh 6. Kekerasan

Fisik dan Psikis.

7. Penelantaran Anak

(Sumber: P2TP2A Sumbar)

dari Tahun 2004-2014 dijelaskan bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga dan jenis kekerasan lainnya semakin meningkat dan angka kekerasan yang paling meningkat berdasarkan laporan yang diterima dari P2TP2A yaitu pada Tahun 2014 sebanyak 70 kasus kekerasan yang dilaporkan korban kepada pihak P2TP2A, karena ditahun inilah banyaknya terjadi korban kekerasan yang diterima P2TP2A sebanyak Tahun 2014.

Kekerasan bisa menimpa siapa saja baik anak-anak, perempuan dewasa yang sudah kawin maupun belum kawin maupun perempuan yang sudah bersuami atau ibu rumah tangga yang tidak mempunyai penghasilan, maka dari itu diharapkan dengan adanya Undang-undang kekerasan dalam rumah tangga, segala macam bentuk kekerasan dapat dihentikan.

(8)

B. Masalah-masalah yang dihadapi oleh P2TP2A dalam Mendampingi Korban KDRT.

Secara umum kekerasan disebabkan oleh adanya relasi kekuasaan yang timpang, baik kekuasaan yang didasarkan pada kedudukan atau jabatan, kekayaan, Pendidikan ataupun kekuasaan yang didasarkan pada budaya ideologi tertentu.

Dengan kata lain, pelaku kekerasan adalah orang- orang atau kelompok yang memiliki kekuasaan, sedangkan korban adalah orang-orang atau kelompok orang yang tidak atau kurang memiliki kekuasaan misalnya kekerasan pimpinan terhadap anak buahnya, majikan terhadap buruhnya, orang tua terhadap anak-anak, orang dewasa terhadap orang yang lebih muda, orang pintar terhadap orang bodoh, orang kaya terhadap orang miskin, orang maju terhadap orang terbelakang, serta laki-laki terhadap perempuan (Moerti Hardiati, 2010:133).

Sehubungan dengan itu, dalam hal kekerasan dalam rumah tangga bahwa masalah yang terjadi pada organisasi yang peduli terhadap perempuan dan anak yang bernama P2TP2A ternyata memiliki permasalahan yang bersifat intern dan ekstern yang terjadi di dalamnya sesuai dengan meningkatnya kasus kekerasan yang terjadi di Kota Padang.

a. Masalah Internal

Adanya permasalahan yang muncul di P2TP2A menyebabkan sulitnya P2TP2A menjalankan tugasnya pada saat melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan.

1. kurangnya dana untuk menjalankan Operasional.

Dana merupakan sumber daya keuangan yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, masalah ketersediaan dana yang berasal dari APBD tersebut masih dinilai kurang oleh P2TP2A untuk menjalankan tugasnya. Sehingga kurangnya dana menyebabkan beberapa program penanganan terhadap korban kekerasan dari P2TP2A tidak terlaksana, untuk mensiasati kurangnya dana yang ada di P2TP2A yakni dengan cara bergantung kepada para donatur-donatur yang bersimpati kepada perjuangan P2TP2A atau LSM yang membela rakyat kecil. Sehingga dengan adanya bantuan dari para donatur dari berbagai kalangan masyarakat bisa sedikit memperluas ruang gerak P2TP2A dalam menangani dan mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan data dari dana yang peneliti peroleh yakni pada Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2010 tercatat dana tersebut dikucurkan senilai 25 Juta pada bulan April dan Oktober pada Tahun 2010 sebanyak 50 Juta per Periodenya dari dana APBD, sedangkan pada Tahun 2011 tercatat 25 Juta sampai 50 Juta oleh APBD, pada Tahun 2012 merupakan dana hibah tercatat 200 Juta,

sedangkan pada Tahun 2013 tidak ada, dan pada Tahun 2014 tercatat pada akhir tahun pada bulan Oktober diberikan dana oleh APBD Perubahan sebanyak 300 Juta Rupiah, dan dana yang diberikan tersebut tidak cukup digunakan oleh P2TP2A mengingat kegiatan yang dilakukan P2TP2A tersebut saat kunjungan ke lapangan sangat banyak sekali, terutama pada saat P2TP2A melakukan kunjungan ke daerah-daerah untuk membantu korban-korban dari tindakan kekerasan. Belum lagi kegiatan-kegiatan yang dilakukan P2TP2A untuk terhadap korban kekerasan tersebut.

2. kurangnya Tenaga atau staf atau Tenaga Pengabdian di P2TP2A.

Kurangnya dana juga berdampak kepada tenaga atau staf yang ada dalam lembaga tersebut karena dalam lembaga P2TP2A tersebut terdapat 4 orang laki-laki dan 20 orang perempua, karena dana tersebut tidak cukup untuk para korban saja, tetapi juga untuk membayar gaji honor para staf P2TP2A. Kendala tersebut membuat program kerja menjadi sedikit terhambat misalnya program pelatihan soft skill bagi para korban kekerasan Program yang memerlukan dana serta tenaga yang lebih terkadang tidak dapat terlaksana karena kendala tersebut. Sehingga P2TP2A hanya menangani ketika korban melapor sampai kasusnya tuntas dipengadilan. Tidak ada penanganan rehabilitasi korban dan pelatihan soft skill atau lokakarya bagi korban.adanya masalah dana dan tenaga yang ada pada P2TP2A menemui hambatan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, tidak dapat memperbesar organisasi dan stafnya, apalagi memperluas ruang geraknya. Hal ini menyebabkan P2TP2A kurang dapat melebarkan peranannya dalam mengayomi masyarakat. Sehingga tidak setiap permasalahan yang diajukan masyarakat dapat ditangani oleh P2TP2A.

b. Masalah Eksternal

Adanya permasalahan ekstern yang terjadi diluar P2TP2A mengakibatkan sulitnya P2TP2A melalukan pendampingan terhadap korban kekerasan dan mengungkapkan kekerasan apa saja yang dialami oleh korban kekerasan tersebut.

1. Korban Merasa Malu

Dalam kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, korban merasa malu untuk melaporkan kasusnya karena, korban merasa aibnya akan terbongkar apalagi, korban juga takut kepada suaminya jika ia melaporkan kekerasan yang dialami ke pihak P2TP2A maupun kepada pihak yang berwajib. Hal ini disebabkan kasus tersebut takut diketahui oleh suaminya maupun oleh masyarakat umum, sehingga akan mencemarkan nama baik keluarga dan bagi dirinya baik secara fisik, psikologis dan sosiologis.

Berdasarkan data yang peneliti dapat dari P2TP2A berdasarkan dari tahun 2004-2014, tahun

(9)

yang paling banyak mengalami kasus kekerasan yakni tahun 2014 sebanyak 70 kasus yang terjadi diantaranya kasus KDRT.

2. Korban Mempertahankan Perkawinan Perceraian adalah sesuatu yang buruk sehingga harus dihindari. Mereka beranggapan bahwa lebih baik tetap banyak istri yang percaya perkawinan itu sesuatu yang luhur dan menderita dalam perkawinan dari pada bercerai karena tabu atau dilarang agama.

Jadi setelah penulis mewawancarai Informan pada saat dilapangan, yang menyebabkan terjadinya permasalahan dari luar yakni, korban merasa malu dan korban lebih mempertahankan perkawinannya karena, korban tidak ingin aibnya terbongkar selain itu korban juga tidak ingin pisah dari suaminya.

C. Strategi yang Digunakan oleh P2TP2A dalam Mendampingi Korban KDRT.

Mengingat keberadaan lembaga swadaya masyarakat tersebut sangat membantu kaum perempuan untuk menyelesaikan masalahnya dalam rangka menempuh upaya hukum, maka dituntut suatu kerjasama yang baik dan terarah antara P2TP2A dengan kepolisian. Menurut ibu Hj.

Zulva Tarmina selaku sekretaris P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) mengatakan bahwa adapun salah satu yang juga merupakan bentuk strategi terhadap upaya peningkatan perlindungan dan pendampingan terhadap korban tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) adalah :

1. Pelayanan Hukum

Pelayanan hukum merupakan Kegiatan yang memberikan konsultasi hukum, pendamping dan pembelaan baik diluar maupun didalam pengadilan bagi perempuan pencari keadilan, terutama perempuan yang mengalami ketidakadilan dan lemah secara politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Pelayanan hukum ini diberikan pada saat P2TP2A mealakukan pembelaan dan pendampingan terhadap korban dipengadilan dimana, korban atau perempuan tersebut sedang mencari keadilan dan pada saat itulah P2TP2A memberikan pelayanan hukum baik pada saat konsultasi, pendamping bahkan pembelaan baik diluar pengadilan maupun didalam pengadilan sedang berlangsung.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh P2TP2A pada saat memberikan pelayanan hukum dengan melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, baik secara konseling maupun konsultasi yakni:

a. Mediasi

Yang dimaksud dengan mediasi yakni yaitu pada saat P2TP2A melakukan pendampingan, mediasi ini dilakukan dalam keadaan tertutup atau rahasia sehingga siapapun tidak bisa mengetahuinya tentang apa saja yang diceritakan si korban kepada pihak konsultasi dari P2TP2A.

Mediasi ini dilakukan dalam bentuk dialog antara si korban dan pengurus P2TP2A dan juga dihadirkan para saksi dan pelaku kekerasan tersebut.

b. Informasi

Informasi yang P2TP2A peroleh didapatkan langsung dari si korban pada saat dialog dengan pihak P2TP2A, dan pada saat berdialog tersebut P2TP2A mendapatkan informasi tentang kekerasan yang dialami oleh para korban kekerasan dalam rumah tangga dan jenis kekerasan lainnya.

berdasarkan keterangan dari para korban kdrt dan kekerasan lainnya setelah didapatkan dari hasil dialog mereka dan informasi tersebut ada juga diberikan dalam bentuk 3 pencegahan bagi orang yang tidak menjadi korban kekerasan maupun bagi orang yang baru menjadi korban kekerasan baru diberi bantuan oleh P2TP2A.

c. Penyelesaian kasus

Cara penyelesaian kasus dalam masalah kekerasan dalam rumah tangga ini dilakukan dengan cara berupa bantuan yang diberikan oleh pihak P2TP2A kepada korban kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan lainnya.

bentuk penyelesaian kasus yang diberikan P2TP2A yaitu dalam bentuk LBH(Lembaga Bantuan Hukum), dokter, psikolog dan agama seperti yang telah dijelaskan oleh Informan tersebut. Maksud dengan diberikannya Lembaga Bantuan Hukum supaya korban tidak perlu merasa takut atau cemas pada saat kasusnya sedang diproses dipersidangan. Dan bantuan dalam bentuk penyelesaian kasus tersebut yakni mengantarkan korban kerumah yang aman atau Shelter, serta melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban.

2. Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Pelatihan dan pemberdayaan masyarakat yakni, Melakukan berbagai kegiatan yang ditujukan untuk, merubah pola pikir sampai pada tingkat perubahan perilaku masyarakat. Dan yang menjadi sasarannya selain masyarakat juga aparat penegak hukum. Pelatihan ini dilakukan pada saat di luar konsultasi dimana, setiap korban atau masyarakat berkumpul di suatu tempat atau di rumah singgah untuk merubah pola perilaku masyarakat terhadap tindakan kekerasan.

` Bentuk pelatihan dan pemberdayaan masyarakat yakni, dimana pelatihan ini bertujuan agar korban yang sudah pisah dari suami atau korban yang merupakan tindakan kekerasan

(10)

diberikan sebuah pelatihan ekonomi dengan bantuan modal usaha yang diberikan oleh para donatur yang menyumbangkan dananya bagi korban tindakan kekerasan. Seperti dana yang didapat P2TP2A dari bantuan donatur dan APBD-P yakni sepanjang tahun 2013 sampai oktober 2014 tercatat 200 juta lalu dana tersebut tidak hanya digunakan oleh P2TP2A saja, melainkan juga diberikan kepada korban kekerasan untuk sebagai modal usaha mereka karena mereka telah pisah dari suaminya.

3. kampanye/ Advokasi

kampanye merupakan kegiatan yang meliputi penyusunan pembuatan dan penyebarluasan informasi tentang penegakan hak- hak perempuan dan informasi hukum tentang cara- cara menyelesaikan persoalan perempuan serta bahan-bahan advokasi lainnya, melalui penyebaran lembar informasi phamplet dan poster. dimana diberikannya sebuah sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat dan kalangan anak-anak tentang berbagai tindakan kekerasan serta disebarkannya phamplet dan brosur supaya masyarakat lebih mengetahui apa-apa saja tindakan kekerasan tersebut dan kemana kita harus mengadukannya jadi itulah bentuk Publikasi, Informasi dan Dokumentasi yang diberikan P2TP2A kepada kalangan masyarakat dan anak-anak.

Jadi kegiatan seperti ini dilakukan pada saat waktu luang atau pada saat ibu-ibu PKK berkumpul untuk saling memberikan informasi serta menyebarluaskan informasi phamplet dan poster dan biasanya yang melakukan informasi ini yaitu para relawan yang bertugas di P2TP2A.

Bentuk dari advokasi atau kampanye tersebut yakni, pihak P2TP2A, mendatangi langsung tempat-tempat yang dituju untuk melakukan penyuluhan atau menyuarakan apa saja bentuk dari kekerasan tersebut. Seperti mendatangi sekolah-sekolah atau tempat penyiaran baik melalui media cetak maupun elektronik.

4. Perubahan Kebijakan

Perubahan kebijakan yakni, Melakukan kajian kritis terhadap berbagai produk kebijakan yang mencurigai perempuan serta melakukan berbagai upaya untuk mengkampanyekan usulan- usulan perubahan kebijakannya dalam berbagai bentuk seperti lokakarya, dialog politik, seminar dan lain-lain. Perubahan Kebijakan ini dilakukan pada saat P2TP2A mengadakan pertemuan seperti yang disebutkan yaitu lokakarya, dialog politik, seminar, dan pada saat itulah perubahan kebijakan ini dilakukan terhadap berbagai produk kebijakan yang mecurigai perempuan terutama perempuan yang menjadi korban kekerasan.

Jadi inilah bentuk strategi yang diberikan oleh P2TP2A kepada kalangan masyarakat agar masyarakat lebih mengetahui apa-apa saja tindakan

kekerasan tersebut dan kemana masyarakat harus mengadukan permasalahannya.

Dalam bukuG eorge Ritzer& Douglas J.

Goodmanyang terdapatSkema AGIL tersebut, dapatdisimpulkanbahwaklasifikasifungsisistemadal ahsebagaiPemeliharaanPola (sebagaialat internal), .Integrasi (sebagaihasil internal), PencapaianTujuan (sebagaihasileksternal), Adaptasi (alateksternal).

Dimana skema tersebut merupakan bagian-bagian dari pencampaian P2TP2A dalam upaya mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga serta kekerasan dalam rumah tangga juga merupakan bentuk pencapaian dan tujuan secara efisien dan efektif dalam mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Adanya pencapaian tujuan didalam skema AGIL tersebut disusun atau dirancang oleh P2TP2A dalam mencapai tujuan tertentu dengan dibentuknya strategi pendampingan P2TP2A terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga agar korban kekerasan dapat diberikan pelayanan hukum, pelatihan dan pemberdayaan masyarakat, publikasi, dokumen dan informasi serta kampanye dan perubahan kebijakan yang dilakukan oleh P2TP2A terhadap korban tindakan kekerasan baik kekerasan dalam rumah tangga maupun bentuk kekerasan lainnya. Jadi sistem AGIL Talcott Parsons yakni dimana P2TP2A menjalankan tugasnya sesuai dengan bentuk strategi pada saat melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.

kekerasan dalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, istri, suami, anak atau pembantu rumah tangga. Namun, secara umum pengertian KDRT lebih dipersempit artinya sebagai penganiayaan istri oleh suami. Hal ini bisa dimengerti karena kebanyakan korban KDRT adalah istri. Sudah tentu pelakunya adalah suami.

KDRT, khususnya penganiayaan istri, merupakan salah satu penyebab kekacauan dalam masyarakat. Berbagai temuan penelitian memastikan bahwa penganiayaan istri tidak berhenti pada penderitaan seorang istri atau anak- anaknya saja. Rentetan penderitaan itu akan menular keluar lingkup rumah tangga dan selanjutnya mewarnai kehidupan masyarakat juga.

Dari hasil penelitian bahwa 50% sampai 80% laki- laki yang memukul istri dan atau anak-anak ternyata dibesarkan dalam rumah tangga yang ayah atau suaminya memukul ibu atau istrinya. Ironisnya mereka menganggap bahwa penganiayaan adalah sesuatu yang wajar (P2TP2A, September 2014).

Penyelesaian dalam melakukan pendampingan kasus kekerasan dalam rumah tangga adalah merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh aparat penegak hukum berusaha memberikan bantuan dan kerjasama dengan instansi-instansi yang bergerak dalam pemberdayaan perempuan seperti LSM-LSM dan

(11)

juga organisasi non pemerintah yang berada pada lingkup wilayah hukumnya.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penelitian, maka dapat diambil kesimpulan yakni:

A. Masalah-masalah yang dihadapi P2TP2A dalam mendampingi dan menyelesaikan kasus kekerasan dalam rumah tangga terbagi 2 macam yaitu:

a. Permasalahan yang bersifat intern, yaitu permasalahan yang muncul dari P2TP2A sendiri.

1. Kurangnya dana untuk menjalankan operasional

2. Kurangnya tenaga atau staf atau tenaga pengabdian di P2TP2A.

b. Sedangkan permasalahan ekstern yang dihadapi oleh P2TP2A dalam menjalankan kegiatannya antara lain:

1. Korban merasa malu.

2. Korban mempertahankan perkawinannya.

B. Adapun bentuk strategi yang digunakan oleh P2TP2A pada saat mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga yakni:

a. Pelayanan Hukum

b. Pelatihan dan pemberdayaan masyarakat c. Kampanye/ Advokasi

d. Perubahan kebijakan B. Saran

Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, tiap tahun angka kekerasan tersebut terus meningkat. ada hal yang ingin penulis sarankan kepada peneliti selanjutnya yaitu:

1. Adanya faktor yang tidak efektif pada saat P2TP2A melakukan strategi pendampingan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. 2008. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Laboratorium Sosiologi Sosiologi FISIP Unand, Padang.

Bungin, Burhan. 2009. Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat.

Kencana, Jakarta.

____________. 2011. Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya).

Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

George Ritzer & Douglas J. Goodman, 2008. Teori Sosiologi Modern. PT.Gramedia.

Jakarta.

Sutopa, Aresto Hadi dan Adrianus Arief.210.

Terampil Mengolah Data Kualitatif Dan NVIVO. Kencana, Jakarta.

S. R Sianutri, 1983, “Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya”, PTHM,

Jakarta.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

SKRIPSI

Yusnifa Andrika. 2009. Peranan polisi (penyidik) dalam menyelesaikan kasus kekerasan dalam rumah tangga di Kota Padang. Skripsi jurusan Hukum Universitas Bung Hatta Padang.

Radia Bahtarado. 2009. Efektivitas berlakunya Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga di Kota Padang (studi kasus Pengadilan Negeri Padang). Skripsi jurusan Hukum Universitas Bung Hatta Padang.

Referensi

Dokumen terkait

Page numbers Year Impact Factor of the Journal Optional B Conferences/Workshops/Symposia Proceedings Authors Title of Abstract/ Paper Title of the Proceedings Page numbers

Digital Library Digital Library Apiculture research reports Apiculture research 1983 Project Aquarius CSIRO : the effects of bushfires on honey Project Aquarius CSIRO : the