• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan Model Kostiakov Pada Beberapa Tata Guna Lahan

N/A
N/A
Mario Hipay

Academic year: 2023

Membagikan "Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan Model Kostiakov Pada Beberapa Tata Guna Lahan "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/

*Penulis korespendensi: Indrawahyu733@gmail.com

Studi Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Model Horton dan Model Kostiakov Pada Beberapa Tata Guna Lahan

Indra Wahyu Setiawan1*, Donny Harisuseno1, Sri Wahyuni1

1 Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Jalan MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, INDONESIA

*Korespondensi Email: Indrawahyu733@gmail.com

Abstract: The Lesti watershed area has land use problems that cause changes in infiltration in various land uses. This change can cause new problems. In this case, research is carried out on each land use including vegetation land, agricultural land, residential land and open land using a Double Ring Infilrometer with each point being measured twice. The results of the infiltration rate measurement show that residential land has a very fast infiltration rate, while open land has a slow infiltration rate. The models used in the infiltration analysis are the Horton Model and the Kostiakov Model. After analyzing using this model, the highest infiltration rate was found in the Horton model of 10.954 mm/minute on residential land and the lowest infiltration rate of 0.518 mm/minute on open land, while the Kostiakov model obtained the highest infiltration rate of 9.767 mm/minute on land. settlements and the lowest infiltration rate is 0.563 mm/minute on open land. Based on the results of the validation test using the relative error test, correlation and determination, RMSE, MAE, NSE, the result of the selected model is the Horton Model.

Keywords: Horton Models, Infiltration Rate , Kostiakov Models, Land Use

Abstrak: Wilayah DAS lesti memiliki permasalahan tata guna lahan yang menyebakan terjadinya perubahan infiltrasi pada berbagai tata guna lahan.

Dengan adanya perubahan tersebut maka dapat menyebabkan permasalahan baru. Dalam hal ini maka dilakukan penelitian pada setiap tata guna lahan meliputi lahan vegetasi, lahan pertanian, lahan pemukiman dan lahan terbuka dengan menggunakan alat Double Ring Infilrometer dengan masing-masing titik dilakukan dua kali pengukuran. Hasil pengukuran laju infiltrasi menunjukkan bahwa lahan pemukiman memiliki laju infiltrasi sangat cepat, sedangkan lahan terbuka memiliki laju infiltrasi lambat. Model yang digunakan dalam analisa infiltrasi yaitu Model Horton dan Model Kostiakov. Setelah dilakukan analisis menggunakan model

(2)

92

tersebut didapatkan hasil laju infiltrasi tertinggi pada Model Horton sebesar 10,954 mm/menit pada lahan pemukiman dan laju infiltrasi terendah sebesar 0,518 mm/menit pada lahan terbuka, sedangkan pada Model Kostiakov didapatkan laju infiltrasi tertinggi sebesar 9,767 mm/menit pada lahan pemukiman dan laju infiltrasi terendah sebesar 0,563 mm/menit pada lahan terbuka. Berdasarkan hasil uji validasi menggunakan uji kesalahan relatif, korelasi dan determinasi, RMSE, MAE,NSE didapatkan hasil model terpilih yaitu Model Horton.

Kata Kunci: Laju Infiltrasi, Model Horton, Model Kostiakov,Tata Guna Lahan

1. Pendahuluan

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sungai yang bermata air langsung dari Gunung Semeru yang melewati Kabupaten Malang dan akan bergabung dengan DAS Brantas. DAS Lesti mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup seperti manusia, hewan dan tumbuhan yang membutuhkan air sesuai dengan kebutuhannya di wilayah sekitar. Dalam siklus hidrologi, air adalah komponen yang sangat penting, tersedianya air didalam tanah tidak terlepas dari siklus hidrologi dimana siklus tersebut tidak terlepas oleh laju infiltrasi [1]. Secara sederhana infiltrasi dipahami sebagai proses masuknya air kedalam tanah secara vertikal dan seringkali dihubungkan dengan pengelolaan limpasan terutama di wilayah perkotaan [2]. Proses dimana air masuk kedalam tanah melalui permukaan atas tanah disebut infiltrasi dan kecepatan masuk kedalam tanah disebut laju infiltrasi [3].

Dalam bidang sumberdaya air dan konservasi tanah, infiltrasi merupakan suatu komponen yang sangat penting karena pada dasarnya konservasi tanah adalah pengaturan suatu hubungan antara intensitas hujan dan kapasitas infiltrasi serta pengaliran aliran permukaan [4]. Laju infiltrasi dapat ditentukan oleh besarnya suatu kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan air (intensitas hujan) dimana selama intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi yang terjadi sama dengan intensitas hujan [5]. Jika intensitas hujannya lebih besar dari kapasitas infiltrasi maka yang terjadi adalah genangan diatas permukaan atau jadi aliran permukaan [6]. Dengan begitu laju infiltrasi dapat berubah-ubah sesuai dengan intensitas hujan yang terjadi. Infiltrasi yang terjadi pada suatu tempat juga dapat berubah-ubah dikarenakan salah satu faktornya ditentukan oleh tipe tata guna lahan [7].

Berdasarkan data dari sistem informasi dan data (SSIDA) BBWS Brantas kondisi sub DAS Lesti telah banyak mengalami kerusakan dan penurunan alih fungsi. Pada tahun 2003 sampai 2013 telah banyak terjadi perubahan tata guna lahan menyebabkan terjadinya erosi oleh aliran permukaan kemungkinan dikarenakan adanya perubahan tata guna lahan yang ada di wilayah DAS Lesti.

Laju infiltrasi di lapangan dapat diukur dengan mengukur curah hujan dan aliran permukaan atau menghitung menggunakan analisis hidrograf. Mengingat dengan cara analisis hidrograf memerlukan biaya yang cukup besar maka penetapan infiltasi sering dilakukan menggunakan alat infiltromter yaitu Single Ring Infiltrometer atau Double Ring Infiltrometer. Alat Double Ring Infiltrometer sering digunakan karena ditujukan untuk mengurangi pengaruh rembesan secara lateral [8].

(3)

93 Besarnya laju infiltrasi dapat ditentukan dengan berbagai macam model persamaaan yang sudah dikembangkan oleh peneliti terdahulu. Model yang sering kali digunakan yaitu Model Horton karena model tersebut cocok digunakan pada segala kondisi tata guna lahan dan model tersebut merupakan model empiris yang bergantung pada waktu [9]. Pada penelitian ini menggunakan Model Horton dan Model Kostiakov, kedua model tersebut dipilih karena merupakan model persamaan empiris dan model tersebut cocok digunakan pada daerah tropis sehingga cocok digunakan di Indonesia yang memiliki kondisi tropis.

Tujuan penelitian ini untuk menentukan persamaan model yang lebih baik serta model yang mendekati kondisi dilapangan dengan berbagai penggunaan lahan di wilayah DAS Lesti Kabupaten Malang.

2. Bahan dan Metode 2.1. Bahan

2.1.1. Wilayah Studi

Lokasi DAS Lesti ini berada pada wilayah administrasi Kabupaten malang Provinsi Jawa timur, Secara astronomis terletak pada 112°42’58” - 112°02’50” Bujur Timur (BT) dan 8°02’50” - 8°12’10” Lintang Selatan (LS). Penelitian ini dilakukan pada 8 titik pengukuran meliputi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Wajak, Kecamatan Poncokusumo dan Kecamatan Dampit.

Daftar Koordinat lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar koordinat lokasi penelitian

NO Titik Pengukuran Titik Koordinat

1 TITIK 1 (Pemukiman) 8°4’7.319” S, 112°48’29.264” E 2 TITIK 2 (Pertanian) 8°4’7.1” S, 112°49’16.3” E 3 TITIK 3 (Lahan Terbuka) 8°16'41.12"S, 112°47'34.53"E 4 TITIK 4 (Pertanian) 8°8’10.59” S, 112°44’29.616” E 5 TITIK 5 (Pemukiman) 8°10’58.80” S, 112°45’47.48” E 6 TITIK 6 (Vegetasi) 8°11'19.5"S 112°47'51.2"E 7 TITIK 7 (Lahan Terbuka) 8°12'4.56"S 112°46'47.56"E 8 TITIK 8 (Vegetasi) 8°16'47.99"S 112°47'47.09"E

Lokasi pengukuran meliputi berbagai tata guna lahan diantaranya lahan pemukiman, lahan pertanian, lahan vegetasi dan lahan terbuka dengan masing-masing dilakukan dua kali pengukuran.

2.1.2. Data yang dibutuhkan

Pengumpulan data merupakan langkah awal yang dilakukan dalam melakukan penelitian infiltrasi. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer dimana data sekunder yaitu peta tata guna lahan yang digunakan untuk menentukan lokasi pengukuran. Data tersebut didapatkan dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) tahun 2014.

Sedangkan data primer yaitu pengukuran di lapangan menggunakan alat Double Ring Infiltrometer yang berupa hasil pengukuran di lapangan. Serta alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perangkat lunak Microsoft Excel yang berfungsi untuk menganalisa dan mencari hasil persamaan Horton dan Kostiakov.

Berikut merupakan titik sebaran lokasi pengukuran berdasarkan tata guna lahan:

(4)

94

Gambar 1: Lokasi studi pengukuran DAS Lesti

Pada gambar 1 terdapat 8 titik sebaran lokasi pengukuran yang berada pada lokasi DAS Lesti dengan rincian lahan pemukiman pada titik 1 dan titik 5, lahan pertanian pada titik 2 dan titik 4, lahan terbuka titik 3 dan titik 7, lahan terbuka vegetasi titik 6 dan titik 8.

2.2. Metode

Gambar 2: Tahapan penelitian

Pengerjaan studi ini dilakukan dengan tahapan dan alur-alur yang runtut yang dapat dilihat pada gambar 2 diatas. Setelah data sekunder dan data primer didapatkan kemudian dilakukan analisa berdasarkan tata guna lahan untuk melihat hubungan antara laju infiltrasi pengukuran dengan kondisi tata guna lahan. Setelah hasil didapatkan dilakukan analisa menggunakan Model Horton dan Model Kostiakov kemudian hasil dari analisa model tersebut didapatkan dilakukan Uji Validasi menggunakan Uji Kesalahan Realtif, Uji Korelasi dan Determinasi, uji Root Mean Square Error (RMSE), Uji Mean Absolute Error (MAE) dan Uji Nash Sutchliffe Efficiency untuk mendapatkan model terpilih yang mendekati kondisi di lapangan.

Pengumpulan Data : - Tata guna

lahan - Pengukuran

dengan Double Ring

Infiltrometer

Analisis Laju Infiltrasi : 1. Model Horton 2. Model

Kostiakov

Uji Validasi : - Kesalahan

Relatif - Korelasi dan

Determinasi - RMSE - MAE - NSE

Model Terpilih

(5)

95 2.3. Persamaan

2.3.1. Model Horton

Model Horton merupakan salah satu model yang terkenal dan terbaik dalam bidang hidrologi. Model ini sejak pertama kali ditemukan diangap tepat dan dapat mewakili proses infiltrasi sehingga banyak digunakan dalam penelitian dan kajian hidrologi. Horton pada awalnya digunakan untuk perhitungan aliran permukaan kemudian dikembangkan sehingga dalam rumus Horton dapat digunakan untuk perhitungan aliran permukaan [10].

Model Horton ini lebih digunakan dalam mencari nilai laju infiltrasi pada limpasan permukaan. Infiltrasi Model Horton menggunakan pendekatan empiris yang merupakan dari fungsi waktu.

Ft = fc + ( fo – fc ) x e-Kt Pers. 1

Dengan:

Ft = laju infiltrasi atau kapasitas infiltrasi pada waktu (t) fc = laju infiltrasi konstan

fo = laju infiltrasi awal e = 2,71828

t = waktu 2.3.2. Model Kostiakov

Model Kostiakov mengekspresikan suatu laju infiltrasi komulatif sebagai fungsi pangkat terhadap waktu (t) dengan hasil persamaan sebagai berikut [11].

Fp = atb Pers. 2

Dengan:

Fp = Laju infiltrasi komulatif a = Parameter Kostiakov (a > 0) b = Parameter Kostiakov (0 < b < 1) t = waktu

Turunan waktu dari Fp adalah laju infiltrasi, fp yang diekspresikan persamaan berikut:

fp = (ab)t (b-1) Pers. 3

Dengan:

fp = Laju infiltrasi

Karakteristik dari Model Kostiakov yakni nilai awal dari laju infiltrasi tak terhingga dan semakin meningkatnya waktu sampai laju infiltrasi mendekati nol. Model Kostiakov ini ideal untuk mengekspresikan aliran horizontal (dimana efek dari gravitasi yang mendekati nol) dan kurang ideal untuk aliran yang vertikal. Model Kostiakov banyak di gunakan pada daerah yang memiliki tanah jenis berlempung dan seringkali di gunakan pada lahan persawahan. Nilai persamaan kostiakov dapat dicari dengan memplot hubungan laju infiltrasi komulatif dan waktu pada kertas grafik sehingga parameter nilai a dan nilai b dapat diketahui. Model ini banyak digunakan oleh peneliti untuk mempelajari proses infiltrasi dalam tanah di daerah tropis [12].

(6)

96

2.3.3. Uji Validasi

Uji validasi merupakan suatu uji untuk menegetahui suatu besar simpangan atau gambaran tentang tidak kepastian suatu data dari data model dengan data lapangan untuk mempresdiksi hidrologi [7].

1. Kesalahan Relatif

Uji kesalahan relatif ini digunakan untuk mengukur suatu prosentasi simpangan dari hasil model dengan hasil pengukuran dilapangan.

KR= i = 1 (Yi - Y̅i )

Yi x 100% Pers. 4

Dengan:

Y̅i = Data perkiraan (data hasil model) Yi = Data observasi (data pengukuran) 2. Korelasi dan Determinasi

Korelasi merupakan suatu bentuk analisa statistik yang menunjukkan kuatnya suatu hubungan antara dua varialbel atau lebih. Model yang terbaik yaitu yang mendapatkan nilai tertinggi atau mendekati nilai 1. Sedangkan koefisien determinasi (R2) merupakan bentuk kuadrat dari koefisien korelasi yang menunjukkan tingkat kekuatan variabel X dalam menjelaskan variabel Y.

𝑟𝑥𝑦= n (∑ XY) − (∑ X)( ∑ Y)

√[n(∑ X2) − (∑ X)2][n(∑ Y2) − (∑ Y)2]

Pers. 5

Dengan:

𝑟𝑥𝑦 = Nilai Koefisien Korelasi

∑ X = Jumlah pengukuran variabel X (jumlah lapangan)

∑ 𝑌 = Jumlah model variabel Y (jumlah Model )

∑ 𝑋𝑌 = Jumlah hasil perkalian variabel X dan Y (∑ 𝑋2) = Jumlah kuadrat dari pengukuran variabel X (∑ 𝑋)2 = Jumlah kuadrat dari jumlah pengukuran variabel X (∑ 𝑌2) = Jumlah kuadrat dari model variabel Y

(∑ 𝑌)2 = Jumlah kuadrat dari jumlah model variabel Y n = Jumlah sampel

3. Root Mean Square Error (RMSE)

Uji RMSE merupakan suatu uji seleksi yang berdasarkan nilai error dari hasil estimasi.

nilai ini yang nantinya akan digunakan untuk menentukan suatu model mana yang terbaik.

RMSE= √ni=1(Yi - 𝑌𝑖̂)2

n Pers. 6

Dengan:

Yi = Data pengukuran lapangan Yî = Data model perhitungan n = Jumlah data

(7)

97 4. Mean Absolute Error (MAE)

Uji MAE merupakan suatu uji yang menghitung rata-rata error dari keseluruhan data sehingga nilai error tersebut dapat dihasilkan simpangan data dari model. Kesalahan suatu nilai absolut merupakan nilai dari selisih hasil pemodelan dengan nilai pengukuran. Suatu nilai yang mendekati nol maka nilai model mendekati hasil pengukuran.

MAE= ni=1|Si - Oi|

n Pers. 7

Dengan:

S = Intensitas pemodelan O = Intensitas pengamatan n = Jumlah data

5. Nash-Sutchliffe Efficiency Error (NSE)

Menurut Indarto (2012), Koefisien Nash menunjukkan tingkat ketelitian dari korelasi antara data yang terukur dan terhitung. Suatu model yang akurat akan menghasilkan nilai koefisien Nash Mendekati 1(0<N<1). Uji Nash Sutchliffe Efficiency bertujuan untuk mengevaluasi kesahihan pada model dengan menggunakan kriteria yang disajikan pada Tabel 2.

NSE = ni=1(X-Y)²

ni=1(X-X̅ Pers. 8

Dengan:

X = Data pengukuran lapangan Y = Data model perhitungan X ̅ = Rerata dari X

Tabel 2: Kriteria Nilai Nash Sutcliffe Efficiency (NSE)

Nilai NSE Interpretasi

NSE > 0,75 Baik

0,36 < NSE <0,75 Memenuhi NSE < 0,36 Tidak memenuhi

3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Analisa Hasil Pengukuran

Dalam pengukuran menggunakan alat Double Ring Infiltrometer dengan spesifikasi ring dalam memiliki diameter sebesar 30 cm dan tinggi ring 30 cm. Sedangkan ring luar memiliki diameter sebesar 60 cm dan tinggi ring sebesar 30 cm. Pengukuran ini dilakukan pada beberapa lahan antara lain lahan pemukiman, lahan pertanian, lahan terbuaka dan lahan vegetasi. Nilai besar laju infiltrasi mengalami pengurangan seiring berjalanya waktu pembacaan. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan ring dalam dan ring luar mengalami resapan kedalam tanah secara lateral dikarena adanya suatu gaya gravitasi. Sehingga didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut.

(8)

98

Tabel 3: Rekapitulasi Hasil Pengukuran

No. Waktu

(menit)

Laju Infiltrasi (mm/menit)

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8

Start 0 - - - - - - - -

1 1 5 5 5 7 12 10 2 10

2 2 3 4 3 7 9 5 1 9

3 3 3 3 3 6 9 5 1 7

4 4 2 3 3 6 8 5 1 6

5 5 2 3 3 6 8 5 1 6

6 6 2 3 3 6 7 5 0,5 5

7 7 2 1 3 6 7 4 0,5 5

8 8 2 2 3 6 7 4 0,5 4

9 9 2 2 3 5 5 4 0,5 4

10 10 2 2 3 5 7 4 0,5 4

11 12 2 2 2,5 5 6 4 0,5 4

12 14 2 2 2,5 5 5 4 0,5 3,5

13 16 2 2 2,5 4 5 4 0,5 3,5

14 18 2 2 2,5 4 5 4 0,5 3,5

15 20 2 2 2 4 5 4 0,5 3

16 22 2 2 2 4 5 4 0,5 3

17 24 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5

18 26 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5

19 28 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5

20 30 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5

21 35 2 2 2 4 5 4 0,5 2,5

Tabel 3 menunjukkan hasil dari pengukuran laju infiltrasi dan didapatkan bahwa titik 5 memiliki nilai laju infiltrasi tertinggi sebesar 12 mm/menit sedangkan pada titik 7 memiliki nilai laju infiltrasi terendah sebesar 0,5 mm/menit .

Gambar 3: Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi

Pada gambar 3 disajikan hasil bahwa nilai laju infiltrasi pengukuran lahan pemukiman pada titik 5 memiliki nilai laju infiltrasi tertinggi f0 sebesar 12 mm/menit dan nilai fc sebesar

0 2 4 6 8 10 12 14

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Laju Infiltrasi (mm/menit)

Waktu (menit)

Titik 1 Pemukiman Titik 2 Pertanian

Titik 3 Lahan Terbuka Titik 4 Pertanian

Titik 5 Pemukiman Titik 6 Vegetasi

(9)

99 5 mm/menit. Pada titik 2 lahan pemukiman memiliki nilai laju infiltrasi f0 sebesar 5 mm/menit dan nilai fc sebesar 2 mm/menit. Pada titik 8 lahan vegetasi memiliki nilai f0

sebesar 10 mm/menit dan nilai fc sebesar 2,5 mm/menit sedangkan nilai laju infiltrasi terendah pada titik 7 lahan terbuka f0 sebesar 2 mm/menit dan nilai fc sebesar 0,5 mm/menit.

3.2. Hubungan Laju Infiltrasi Dengan Tata Guna Lahan

Hasil pengukuran laju infiltrasi diklasifikasikan berdasarkan tata guna lahan. Pada penelitian ini menekankan laju infiltrasi konstan atau fc, dimana nilai fc memiliki nilai pengaruh besar dalam limpasan permukaan dan nilai fc digunakan untuk menentukan nilai kelas laju infiltrasi.

Tabel 4: Klasifikasi Kelas Laju Infiltrasi

Titik Pengukuran Laju Infiltrasi mm/jam kelas

Titik 1 Pemukiman 120 Sedang cepat

Titik 2 Pertanian 120 Sedang cepat

Titik 3 Lahan Terbuka 120 Sedang cepat

Titik 4 Pertanian 240 Sangat Cepat

Titik 5 Pemukiman 300 Sangat Cepat

Titik 6 Vegetasi 240 Sangat Cepat

Titik 7 Lahan Terbuka 30 lambat

Titik 8 Vegetasi 150 Cepat

Pada tabel 4 disajikan hasil kelas laju infiltrasi berdasarkan tataguna lahan dan didapatkan hasi hipotesa sebagai berikut:

1. Lahan pemukiman merupakan lahan dengan pola laju infiltrasi tertinggi (kelas sangat cepat) dibandingkan dengan laju infiltrasi pada titik lainnya. Pada titik 5 laju infiltrasi bukan hanya dipengaruhi oleh tataguna lahan akan tetapi juga dipengaruhi dengan kondisi tanah yang berpori (pengamatan lapangan) serta memiliki karakteristik tanah berpasir. Sedangkan pada titik 1 laju infiltrasi (kelas sedang cepat) dikarena dipengaruhi oleh kondisi tanah yang berpori yang cukup padat (pengamatan lapangan) dibandingkan dengan lahan pemukiman lainya serta memiliki karakteristik tanah berpasir. Sehingga berdasarkan teori berbanding terbalik dikarena faktor tersebut (hasil pengamatan).

2. Lahan vegetasi memiliki pola laju infiltrasi tertinggi kedua setelah pemukiman (kelas cepat sampai sangat cepat) pada saat pengukuran terdapat tanaman besar serta kemiringan yang curam (pengamatan lapangan) yang mengakibatkan laju infiltrasi yang terjadi dipengaruhi oleh faktor tersebut serta kondisi tanah disekitar pengukuran cukup lunak serta memiliki karakteristik tanah lempung berpasir.

3. Lahan pertanian memiliki pola laju infiltrasi sedang cepat yang diakibatkan oleh faktor tanaman dan kondisi tanah yang porus disekitar pengukuran (pengamatan lapangan) sehingga laju infiltrasi yang terjadi dipengaruhi oleh faktor tersebut serta memiliki karakteristik tanah lempung berpasir.

4. Lahan terbuka memiliki pola laju infiltrasi lambat yang pada saat pengukuran hanya terdapat tanaman-tanaman kecil dan juga kondisi tanah yang cukup padat (pengamatan lapangan) sehingga pori-pori tanah. Serta pada titik 3 memiliki karakteristik tanah lempung berdebu (pengamatan lapangan) dan pada titik 7 memiliki karakteristik tanah lempung (pengamatan lapangan) hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan laju infiltrasi yang terjadi rendah.

(10)

100

3.3. Analisa Laju Infiltrasi Model 3.3.1. Model Horton

Horton merupakan hasil pengamatan dari suatu nilai f0 sebagai nilai baku dan secara eksponen merupakan hasil menurun sampai mengalami kondisi konstan fc. Pada Horton ini menekankan nilai K dimana setelah didapatkan parameter tersebut dapat dimasukkan dalam persamaan. Agar didapatkan hasil persamaan Horton maka diperlukan nilai parameter yaitu nilai m dan nilai koefisien Horton (k) sehingga dapat dimasukkan dalam persamaan dan didapatkan hasil. Nilai parameter didapatkan dari memplot grafik hubungan antara waktu dengan (log f-fc) pada kertas grafik sehingga didapatkan nilai tersebut.

Tabel 5: Rekapitulasi Persamaan Horton Titik Pengukuran Persamaan Horton Titik 1 Pemukiman f = 2 + 3.e-0,7329t Titik 2 Pertanian f = 2 + 3.e-0,3046t Titik 3 Lahan Terbuka f = 2 + 3.e-0,1096t Titik 4 Pertanian f = 4 + 3.e-0,1199t Titik 5 Pemukiman f = 5 + 7.e-0,1619t Titik 6 Vegetasi f = 4 + 6.e-0,5977t Titik 7 Lahan Terbuka f = 0,5 + 1,5.e-0,4397t Titik 8 Vegetasi f = 2,5 + 7,5.e-0,1297t

Pada tabel 5 disajikan hasil persamaan model Horton pada berbagai tata guna lahan.

Hasil persamaan akan digunakan untuk menentukan laju infiltrasi Model Horton.

Gambar 4. Hasil Analisa Model Horton

Pada gambar 4 disajikan hasil bahwa nilai laju infiltrasi pengukuran lahan pemukiman pada titik 5 memiliki nilai laju infiltrasi tertinggi f0 sebesar 10,954 mm/menit dan nilai fc sebesar 5,104 mm/menit. pada titik 2 lahan pemukiman memiliki nilai laju infiltrasi f0

sebesar 4,212 mm/menit dan nilai fc sebesar 2,042 mm/menit. Pada titik 8 lahan vegetasi 0

2 4 6 8 10 12 14

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Laju Infiltrasi (mm/menit)

Waktu (menit)

Titik 1 Pemukiman Titik 2 Pertanian Titik 3 Lahan Terbuka Titik 4 Pertanian Titik 5 Pemukiman Titik 6 Vegetasi Titik 7 Lahan Terbuka Titik 8 Vegetasi

(11)

101 memiliki nilai f0 sebesar 9,088 mm/menit dan nilai fc sebesar 2,580 mm/menit sedangkan nilai laju infiltrasi terendah pada titik 7 lahan terbuka f0 sebesar 1,466 mm/menit dan nilai fc sebesar 0,518 mm/menit.

3.3.2. Model Kostiakov

Model kostiakov menghasilkan sebuah parameter. Agar mendapatkan hasil persamaan Kostiakov maka diperlukan parameter yaitu nilai a dan nilai b sehingga setelah didapakan parameter tersebut dapat dimasukkan dalam persamaan Kostiakov. Nilai parameter didapatkan dari memplot grafik hubungan laju infiltrasi komulatif dengan waktu pada kertas grafik.

Tabel 6: Rekapitulasi Persamaan Kostiakov Titik Pengukuran Persamaan Kostiakov Titik 1 Pemukiman fp = 5,0113 x 0,6884 x (t(0,6884-1)) Titik 2 Pertanian fp = 5,3307 x 0,7278 x (t(0,7278-1)) Titik 3 Lahan Terbuka fp = 5,3940 x 0,7083 x (t(0,7083-1)) Titik 4 Pertanian fp = 8,9423 x 0,7558 x (t(0,7558-1)) Titik 5 Pemukiman fp = 14,1370 x 0,6930 x (t(0,6930-1)) Titik 6 Vegetasi fp = 9,3842 x 0,7288 x (t(0,7288-1)) Titik 7 Lahan Terbuka fp = 1,9999 x 0,6422 x (t(0,6422-1)) Titik 8 Vegetasi fp = 13,5569 x 0,5867 x (t(0,5867-1))

Pada tabel 6 Nilai persamaan diperoleh dari memasukkan nilai parameter yang sudah diketahui ke dalam persamaan kostiakov.

Gambar 5. Hasil Analisa Model Kostiakov

Pada gambar 5 disajikan hasil bahwa nilai laju infiltrasi pengukuran lahan pemukiman pada titik 5 memiliki nilai laju infiltrasi tertinggi f0 sebesar 9,797 mm/menit dan nilai fc sebesar 3,603 mm/menit. sedangkan nilai laju infiltrasi terendah pada titik 7 lahan terbuka f0 sebesar 1,284 mm/menit dan nilai fc sebesar 0,563 mm/menit.

0 2 4 6 8 10 12 14

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Laju Infiltrasi (mm/menit)

Waktu (menit)

Titik 1 Pemukiman Titik 2 Pertanian Titik 3 Lahan Terbuka Titik 4 Pertanian Titik 5 Pemukiman Titik 6 Vegetasi Titik 7 Lahan Terbuka Titik 8 Vegetasi

(12)

102

3.4. Perbandingan Analisa Laju Infiltrasi

Perbandingan analisis laju infiltrasi model Horton dan model Philip pada masing- masing tata guna lahan sebagai berikut.

Gambar 6: Hasil perbandingan analisa laju infiltrasi

Pada gambar 6 disajikan hasil perbandingan kurva grafik antara hasil pengukuran dengan hasil analisis model pada masing-masing tata guna lahan. Pada lahan pertanian, lahan pemukiman, lahan terbuka dan lahan vegetasi hasil kurva grafik model analisa Horton memiliki kurva grafik yang lebih mendekati hasil pengukuran.

3.5. Validasi Model

Berikut merupakan hasil uji validasi dari model Horton dan model Kostiakov:

Tabel 7: Rekapitulasi validasi model infiltrasi

Titik

Validasi Data Model Infiltrasi

KR Korelasi Determinasi RMSE MAE NSE

H K H K H K H K H K H K

1 9,689 11,271 0,977 0,944 0,955 0,891 0,577 0,572 0,315 0,361 0,635 0,642 2 0,458 9,326 0,906 0,900 0,821 0,811 0,514 0,619 0,367 0,469 0,750 0,637 3 12,741 23,898 0,854 0,903 0,729 0,815 0,538 0,666 0,351 0,550 0,409 -0,023 4 2,458 21,585 0,958 0,920 0,918 0,846 0,385 1,175 0,313 1,101 0,864 -0,266 5 4,408 20,614 0,955 0,966 0,913 0,933 0,641 1,482 0,488 1,374 0,888 0,401 6 6,685 11,012 0,909 0,881 0,825 0,777 0,922 1,066 0,517 0,665 0,688 0,583 7 9,614 9,021 0,927 0,941 0,859 0,886 0,223 0,270 0,160 0,192 0,754 0,640 8 5,760 25,323 0,970 0,986 0,941 0,972 0,565 1,294 0,255 1,121 0,926 0,610

Model Terpilih = Model Horton 0

2 4 6 8 10

0 5 10 15 20 25 30 35

Laju Infiltrasi (mm/menit)

Waktu (menit) Lahan Pertanian

F Pengukuran F Kostiakov

0 2 4 6 8 10 12 14

0 5 10 15 20 25 30

Laju Infiltrasi (mm/menit)

Waktu (menit) Lahan Pemukiman

F Pengukuran F Kostiakov

0 1 2 3

0 2 4 6 8 10 12

Laju Infiltrasi (mm/menit)

Waktu (menit) Lahan Terbuka

F Pengukuran F Kostiakov

0 2 4 6 8 10 12

0 5 10 15 20 25 30 35

Laju Infiltrasi (mm/menit)

Waktu (menit) Lahan Vegetasi

F Pengukuran F Kostiakov

(13)

103 Pada Tabel 7 disajikan hasil rekapitulasi validasi pada setiap titik anatara Model Horton (H) dan Model Kostiakov (K) dengan hasil pengukuran menunjukkan hasil kesesuaian model antara model perhitungan empiris dengan laju pengukuran. Model Horton menunjukkan hasil model yang lebih baik dibandingkan dengan Model Kostiakov, sehingga Model Horton lebih sesuai dan dapat diterapkan pada lokasi studi.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa pengukuran dan analisa perhitungan didapatkan hasil kesimpulan. Laju infiltrasi tertinggi pada lahan pemukiman, lahan vegetasi memiliki laju infiltrasi tertinggi kedua setelah pemukiman, ketiga laju infiltrasi pertanian dan lahan terbuka memiliki laju nfiltrasi terendah. Dari beberapa hasil pengukuran tersebut faktor yang mempengaruhi infiltrasi bukan hanya tata guna lahan saja melainkan banyak faktor antara lain klasifikasi tanah dan sifat fisik tanah, kemiringan sampai jenis tanaman

Model Horton dan model Kostiakov mendapakan hasil laju infiltrasi tertinggi pada lahan pemukiman dan mendapatkan laju infiltrasi terendah pada lahan terbuka.Setelah melewati tahap analisis model dilakukan analisa validasi dari hasil analisa model validasi didapatkan hasil bahwa Model Horton meniliki laju infiltrasi terpilih atau lebih baik dibandingkan dengan laju infiltrasi Model Kostiakov.

Daftar Pustaka

[1] D. Harisuseno and M. Bisri, Limpasan Permukaan Secara Keruangan (Spatial Runoff), Malang: UB Press, 2017.

[2] D. Harisuseno, M. Bisri and A. Yudono, "Runoff Modelling for Simulating Inundation in Urban Area as a Result of Spatial Development Change", Journal of Applied Environmental and Biological Sciences, Vol.2, No.1, pp. 22-27, 2020.

[3] F. Haghigi, M. Gorji, M. Shorafa, M.H. Mohammadi,”Evaluation Of Some Infiltrastion Models and Hydrolic Parameters” Spanish Journal Of Agricultural Research, Vol.8 No.1, 2010.

[4] U. Kurnia, F. Agus, A. Adimiharja and A.Danlah,Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya, Bogor: Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian, 2006.

[5] D. N. Khaerudin, Rispiningtati, A. Suharyanto and D. Harisuseno,"Infiltration Rate for Rainfall and Runoff Proscess with Bulk Density Soil and Slope Variation in Laboratory Experiment", Nature Environment and Pollution Technology, Vol.16, No.1, pp. 219-224, 2017.

[6] D. Harisuseno and M. Bisri, "Inundation Controlling Practice in Urban Area: Case Study in Residential Area of Malang, Indonesia," Journal of Water and Land Development, no. 46 (VII-IX), pp. 112-120, 2020, doi:

10.24425/jwld.2020.134203.

[7] D. N. Khaerudin, D. Harisuseno and D. S. Krisnayanti, "Time of Concentration for Drainage Design Characteristics", in Multi-Perspective Water for Sustainable

(14)

104

Development. Proceedings of the 21st International Association for Hydro- Environment Engineering and Research (IAHR)-Asia Pacific Division (APD) Congress, IAHR-APD 2018, Yogyakarta, Indonesia, September2-5, 2018. Pp59- 65.

[8] D. Indarwati, Suhardjono and D. Harisuseno,”Studi Analisis Spasial Infiltrasi Di DAS Kali Bodo Kabupaten Malang” Jurnal Teknik Pengairan, no.1 vol.5 pp 61- 67.

[9] D. Harisuseno, D. N. Khaeruddin and R. Haribowo, "Time of Concentration Based Infiltration under Different Soil Density, Water Content, and Slope during a Steady Rainfall," Journal of Water and Land Development, no. 41 (IV-VI), pp. 61-68, 2019, doi: 10.2478/jwld-2019-0028

[10] D. Harisuseno and E. N. Cahya, "Determination of Soil Infiltration Rate Equation Based on Soil Properties Using Multiple Linear Regression," Journal of Water and Land Development, no. 47 (X-XII), pp. 77-88, 2020, doi:

10.24425/jwld.2020.135034.

[11] K. Subramanya, Engineering Hydrologi, New Delhi: Indian Institute Of Technology Kanpur, 2008.

[12] J.S.C Mbagwu, Soil Physical Properties Influencing The Fitting Parameters in Philip and Kostiakov Infiltration Model, Italy: international centre for Theorentical Physic , 1994

Referensi

Dokumen terkait

Based on the research findings, the researcher found the results as follows; 1 there are two kinds of learning objectives, namely general learning objectives and specific learning