• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURAT PERJANJIAN KONTRAK Penelitian Fundamental Usulan Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "SURAT PERJANJIAN KONTRAK Penelitian Fundamental Usulan Baru "

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Yang bertanda tangan di bawah ini

N a m a : Dr. Drs. I Nyoman Suwija, M.Hum., A.Ma.

NIP : 19631231 198202 1 004

Pangkat/Gol. : Pembina, IV/a

Pengusul : Kenaikan Jabatan Lektor Kepala ke Guru Besar Instansi : Universitas PGRI Mahadewa Indonesia

Dengan Hormat,

No. Nama Tim Kontrak, Jumlah Luarannya

Nama Tim: No. Kontrak

1. I Nyoman Suwija 1030/K8/KM/2017

2. I Nyoman Rajeg Mulyawan

Dananya:

Rp 50.000.000,-

Denpasar, 9 Agustus 2021 Yang membuat,

Dr. Drs. I Nyoman Suwija, M.Hum., A.Ma.

Lampiran bukti fisik:

1. Kontrak Penelitian TA 2017

2. Cover dan daftar isi laporan akhir penelitian 3. Artikel ilmiah luaran wajib penelitian

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan memenuhi syarat khusus tambahan dalam usulan kenaikan jabatan Lektor Kepala ke Guru Besar.

Judul: Kajian Penerapan Anggah-Ungguh Kruna Bahasa Bali dalam

Pergaulan Masyarakat Suku Bali

2 Artikel

Identification of Anggah- Ungguh Kruna Balinese Language Terbit pada

International Journal of Linguistik Literature and Culture

Suku Bali

Penelitian Fundamental Tahun Ke-1 (2017)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa pada tahun 2017 berhasil sebagai Ketua Peneliti pada Penelitian kompetitif nasional dalam Skim Penelitian Fundamental (Tahun Ke-1) yang didanai DRPM Dikti, dipakai memenuhi syarat khusus tambahan (1) dalam ajuan usulan ke guru besar, sebagai berikut.

SYARAT KHUSUS TAMBAHAN (I) USULAN GURU BESAR Nama Kegiatan

(2)

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTAWILAYAH VIII Jalan Trengguli I, Tembau - Penatih, Denpasar Timur 80238 Telepon: (0361) 462964; Faksimili: (0361) 461738

Laman: www.kopertis8.org; Email: info@kopertis8.org

SURAT PERJANJIAN KONTRAK Penelitian Fundamental Usulan Baru

TAHUN ANGGARAN 2017 ANTARA

PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN

KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA WILAYAH VIII DENGAN

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT IKIP PGRI Bali

Nomor :1030 /K8/KM/2017

Pada hari ini Jum’at tanggal Dua Puluh Delapan bulan April tahun dua ribu tujuh belas, kami yang bertanda tangan dibawah ini :

1. Dr. Slamet Sholeh, M.Sc Nip. 195901101984101001

:

Pejabat Pembuat Komitmen Kopertis Wlayah VIII Denpasar, berdasarkan Surat Keputusan Koordinator Kopertis Wilayah VIII Nomor : 0016/K8/KU/2015 tanggal 5 Januari 2015 untuk selanjutnya disebut

PIHAK PERTAMA;

2. Dr. I Made Darmada, M.Pd.

Nip/Nidn/Nik: 19651212 199103 1 004

: Sebagai Ketua LPPM pada IKIP PGRI Bali dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Perguruan Tinggi selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.

PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara bersama-sama bersepakat mengikatkan diri dalam suatu Kontrak , dengan ketentuan dan syarat-syarat yang diatur dalam pasal- pasal berikut:

PASAL 1

Kontrak Penelitian ini berdasarkan kepada:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional;

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara;

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

(3)

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi 6. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

8. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 14);

9. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2014-2019;

10. Peraturan Menteri Riset,Tekologi dan Pendidikan tinggi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2015, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset,Tekologi dan Pendidikan tinggi;

11. Keputusan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 698/M/Kp/XII/2015, tentang Pejabat Perbendaharaan Pada Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Tahun Anggaran 2016;

12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.2/2016 tentang Standar Biaya Keluaran Tahun 2017;

13. Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 69 tahun 2016 tentang Tata Cara Pembentukan Komite Penilaian dan/atau Reviewer Penelitian;

14. Keputusan Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi Republik Indonesia Nomor :025/E3/2017 tanggal 6 Januari 2017 tahun 2017 tentang Penerima Pendanaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di Perguruan Tinggi Tahun 2017.

15. Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 02/E.1/KPT/2017 tanggal 14 Januari 2017;

16. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Nomor SP DIPA-042.06.1.401516/2017 tanggal 7 Desember 2016.

17. Kontrak Penelitian Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Jenderal Riset dan Pengabdian Masyarakat dengan Koordinator Kopertis Wilayah VIII Nomor : 121/SP2H/LT/DRPM/IV/2017 tanggal 3 April 2017

PASAL 2

(1) PIHAK PERTAMA memberi tugas kepada PIHAK KEDUA, dan PIHAK KEDUA menerima tugas tersebut untuk mengkoordinir dan sebagai penanggung jawab Kontrak yang dilakukan oleh para Dosen di Perguruan Tinggi IKIP PGRI Bali

(2) PIHAK KEDUA bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan, administrasi dan keuangan atas pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebanyak 2 Judul dengan Jumlah Dana Rp, 122500000,- ( Seratus dua puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) yang dibebankan pada DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Nomor SP DIPA- 042.06.1.401516/2017 tanggal 7 Desember 2016.

(4) Daftar nama Ketua Peneliti, judul, dan besarnya biaya setiap judul penelitian yang

telah disetujui untuk didanai tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari Kontrak Penelitian ini.

(4)

PASAL 3

(1) PIHAK PERTAMA memberikan pendanaan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sebesar Rp 100%,- 122500000 (Seratus dua puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) yang dibebankan kepada DIPA Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor SP DIPA- 042.06.1.401516/2017 tanggal 7 Desember 2016.

(2) Pendanaan Pelaksanaan Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA secara bertahap dari Kantor Kopertis Wilayah VIII Denpasar kepada rekening Institusi melalui mekanisme Pembayaran Langsung (LS), dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Pembayaran Tahap Pertama sebesar 70% dari total bantuan dana kegiatan yaitu 70%X Rp 122500000 ,- = Rp.85,750,000 ,- (Delapan puluh lima juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah),

b) Pembayaran Tahap Kedua/Terakhir sebesar 30% dari total bantuan dana kegiatan yaitu 30% X Rp 122500000 ,- = Rp.36,750,000 ,- (Tiga puluh enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah),

c) Pembayaran Biaya Tambahan Sebesar Rp,- 0 (Nol rupiah).

d) PIHAK KEDUA bertanggung jawab mutlak dalam penggunaan dana tersebut pada ayat (1) sesuai dengan proposal kegiatan yang telah disetujui.

(3) Pembayaran Tahap Pertama sebesar 70% sebagaiamana pada ayat (2) diberikan apabila PIHAK KEDUA telah melengkapi rancangan pelaksanaan penelitian yang memuat judul penelitian, pendekatan dan metode penelitian yang digunakan, data yang akan diperoleh, anggaran yang akan digunakan, dan tujuan penelitian berupa luaran yang akan dicapai.

(4) Pembayaran Tahap Kedua sebesar 30% sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan apabila PIHAK KEDUA telah melakukan verifikasi selambat-lambatnya tanggal 15 September 2017 atas kewajiban peneliti mengunggah ke laman SIMLITABMAS dokumen sebagai berikut:

a. Catatan harian pelaksanaan penelitian b. Laporan kemajuan pelaksanaan penelitian

(5) Biaya tambahan dibayarkan kepada PIHAK KEDUA bersamaan dengan pembayaran

Tahap Kedua dengan melampirkan Daftar luaran penelitian yang sudah di validasi oleh

PIHAK PERTAMA.

(5)

PASAL 4

(1) Pendanaan Kontrak Penelitian sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) dibayarkan kepada Institusi sebagai berikut. 1616

Nama Institusi : IKIP PGRI Bali

Nomor Rekening : 001701001317300 Nama penerima pada rekening : IKIP PGRI Bali

Nama Bank : BRI

Alamat Bank : Jl. Gajah Mada Denpasar

Kota : Denpasar

NPWP Perguruan Tinggi : 31.511.536.0-901.000

(2) PIHAK PERTAMA tidak bertanggung jawab atas keterlambatan dan/atau tidak terbayarnya sejumlah dana sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, yang disebabkan oleh kesalahan PIHAK KEDUA dalam menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

PASAL 5

(1) PIHAK KEDUA berkewajiban untuk menindak lanjuti dan mengupayakan pelaksanaan Penelitian yang dilakukan dosen untuk memperoleh Hak Paten atau Hak Kekayaan Intelektual lainnya, serta publikasi ilmiah untuk setiap judul proposal Penelitian sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1).

(2) Perolehan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.

(3) PIHAK KEDUA berkewajiban untuk melaporkan perkembangan perolehan Hak Paten atau Hak Kekayaan Intelektual lainnya, serta publikasi ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara berkala kepada PIHAK PERTAMA, yaitu pada setiap akhir Tahun Anggaran berjalan.

PASAL 6

(1) PIHAK KEDUA berkewajiban untuk membuat Surat sub Kontrak Penelitian.

a. Perguruan Tinggi Negeri dengan masing-masing Ketua pelaksana untuk pengaturan hak dan kewajiban setiap pelaksana di lingkungan perguruan tingginya yang memuat antara lain: nama pelaksana, judul penelitian, jumlah dana hibah, tata cara dan termin pembayaran, waktu pelaksanaan, batas akhir pelaporan, pencantuman pemberi dana penelitian dalam publikasi ilmiah, luaran penelitian dan sanksi;

b. Kopertis Wilayah dengan masing-masing Pimpinan PTS di wilayahnya. Selanjutnya masing-masing Pimpinan PTS membuat surat dengan ketua pelaksana untuk pengaturan hak dan kewajiban setiap pelaksana di lingkungan perguruan tingginya yang memuat antara lain: nama pelaksana, judul Program Penelitian, jumlah dana hibah, tata cara dan termin pembayaran, waktu pelaksanaan, batas akhir pelaporan, pencantuman pemberi dana penelitian dalam publikasi ilmiah, luaran penelitian dan sanksi;

(2) Penilaian kemajuan pelaksanaan Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh PIHAK KEDUA, setelah ketua pelaksana mengunggah laporan

kemajuan pelaksanaan kegiatan ke ke laman (website) SIMLITABMAS, dengan

berpedoman kepada prinsip-prinsip dan/atau kaidah Program Penelitian; Perubahan-

(6)

perubahan terhadap susunan tim pelaksana dan substansi pelaksanaan Penelitian dapat dibenarkan apabila telah mendapat persetujuan tertulis dari Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan.

PASAL 7

(1) PIHAK KEDUA harus menyampaikan Surat Pernyataan telah menyelesaikan seluruh pekerjaan yang dibuktikan dengan pengunggahan pada laman (website) SIMLITABMAS.

a. Catatan harian dan laporan komprehensif pelaksanaan Penelitian, pada tanggal 30 Oktober 2017

b. Laporan akhir, capaian hasil, Poster, artikel ilmiah dan profile, pada tanggal 31 Oktober 2017 (bagi penelitian tahun terakhir).

(2) Apabila sampai dengan batas waktu yang telah ditetapkan untuk melaksanakan telah berakhir, PIHAK KEDUA belum menyelesaikan tugasnya dan atau terlambat mengirim laporan Kemajuan dan atau terlambat mengirim laporan akhir, maka PIHAK KEDUA dikenakan sanksi administratif berupa penghentian pembayaran dan tidak dapat mengajukan proposal penelitian dalam kurun waktu dua tahun berturut-turut.

(3) Peneliti/Pelaksana Penelitian yang tidak hadir dalam kegiatan Pemonitoran dan Evaluasi tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat, maka Pelaksanan Penelitian tidak berhak menerima sisa dana tahap kedua sebesar 30%.

(4) Apabila dalam penilaian luaran terdapat luaran tambahan yang tidak tercapai maka dana tambahan yang sudah diterima harus disetorkan kembali ke kas negara

PASAL 8

(1) Laporan hasilPenelitian sebagaimana tersebut pada Pasal 7ayat (1) ditulis dalam format font Times New Romans ukuran 12 spasi 1,5 kertas A4 pada bagian bawah sampul (cover) ditulis :

Dibiayai oleh:

Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat

Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sesuai dengan Kontrak Penelitian Tahun Anggaran 2017

(2) Softcopy laporan hasil program penelitian sebagaimana tersebut pada ayat (1) harus diunggah ke laman (website) SIMLITABMAS sedangkan hardcopy harus dikirimkan ke kantor Kopertis Wilayah VIII.

PASAL 9

(1) Apabila PIHAK KEDUA berhenti dari jabatannya, sebelum Kontrak Penelitian ini selesai, maka PIHAK KEDUA wajib menyerah terimakan tanggung jawabnya kepada pejabat baru yang menggantikannya, dibuktikan dengan adanya Berita Acara Serah Terima (BAST) yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak.

(2) Apabila setiap Ketua Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) tidak

dapat menyelesaikan pelaksanaan Penelitian ini, maka PIHAK KEDUA wajib

menunjuk pengganti Ketua Pelaksana yang merupakan salah satu anggota tim setelah

mendapat persetujuan tertulis dari Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat

Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan.

(7)

(3) Apabila setiap ketua Peneiliti mengundurkan diri sebagai ketua, maka harus diganti dengan anggota tim dengan syarat dan ketentuan yang ada, jika tidak ada, maka dana harus dikembalikan ke Kas Negara.

PASAL 10

PIHAK KEDUA berkewajiban memungut dan menyetor pajak ke kantor pelayanan pajak setempat yang berkenaan dengan kewajiban pajak berupa:

1. pembelian barang dan jasa dikenai PPN sebesar 10% dan PPh 22 sebesar 1,5%;

2. pajak–pajak lain sesuai ketentuan yang berlaku.

.

PASAL 11

(1) Hak Kekayaan Intelektual yang dihasilkan dari Pelaksanaan Penelitian diatur dan dikelola sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

(2) Setiap publikasi, makalah dan/atau ekspos dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan hasil penelitian ini wajib mencantumkan Lembaga Instansi Pemberi Dana.

(3) Hasil Penelitian berupa peralatan dan/atau peralatan yang dibeli dari kegiatan ini adalah milik negara, dan dapat dihibahkan kepada institusi/lembaga melalui Berita Acara Serah Terima (BAST).

(4) Apabila terdapat hal-hal lain yang belum diatur dalam Kontrak Penelitian ini dan memerlukan pengaturan, maka akan diatur kemudian oleh PARA PIHAK melalui amandemen Kontrak Penelitian ini dan/atau melalui pembuatan perjanjian tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Kontrak Penelitian ini

PASAL 12

(1) PARA PIHAK dibebaskan dari tanggung jawab atas keterlambatan atau kegagalan dalam memenuhi kewajiban yang dimaksud dalam Kontrak Penelitian disebabkan atau diakibatkan oleh peristiwa atau kejadian diluar kekuasaan PARA PIHAK yang dapat digolongkan sebagai keadaan memaksa (force majeure).

(2) Peristiwa atau kejadian yang dapat digolongkan keadaan memaksa (force majeure) dalam Kontrak Penelitian ini adalah bencana alam, wabah penyakit, kebakaran, perang, blokade, peledakan, sabotase, revolusi, pemberontakan, huru-hara, serta adanya tindakan pemerintah dalam bidang ekonomi dan moneter yang secara nyata berpengaruh terhadap pelaksanaan Kontrak Penelitian ini.

(3) Apabila terjadi keadaan memaksa (force majeure) maka pihak yang mengalami wajib

memberitahukan kepada pihak lainnya secara tertulis, selambat-lambatnya dalam

waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadinya keadaan memaksa (force majeure), disertai

dengan bukti-bukti yang sah dari pihak yang berwajib, dan PARA PIHAK dengan itikad

baik akan segera membicarakan penyelesaiannya.

(8)

PASAL 13

(1) Apabila terjadi perselisihan antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA dalam pelaksanaan Kontrak Penelitian ini akan dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan mufakat dan apabila tidak tercapai penyelesaian secara musyawarah dan mufakat maka penyelesaian dilakukan melalui proses Hukum yang berlaku dengan memilih domisili Hukum di Pengadilan setempat.

(2) Hal-hal yang belum diatur dalam Kontrak Penelitian ini akan diatur kemudian oleh kedua belah pihak.

PASAL 14

Surat Perjanjian ini dibuat rangkap 3 ( tiga ) bermaterai cukup sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan biaya materai dibebankan kepada PIHAK KEDUA.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA

Meterai Rp. 6000

Meterai Rp. 6000 Ttd+stempel

Dr. Slamet Sholeh, M.Sc Dr. I Made Darmada, M.Pd.

NIP. 195901101984101001 Nip/Nidn/NIK.: 19651212 199103 1 004

s

(9)

i

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN FUNDAMENTAL

KAJIAN PENERAPAN ANGGAH-UNGGUH KRUNA BAHASA BALI DALAM PERGAULAN

MASYARAKAT SUKU BALI

Tahun Ke-1 dari Rencana 2 Tahun

Ketua/Anggota Tim:

Dr. I Nyoman Suwija, M.Hum., A.Ma.

NIDN 0031126355

Drs. I Nyoman Rajeg Mulyawan, M.Pd.

NIDN 0012126115

Dibiayai oleh

Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Sesuai dengan Kontrak Penelitian Tahun Anggaran 2017

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(IKIP) PGRI BALI

OKTOBER, 2017

(10)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Kajian Penerapan Anggah-Ungguh Kruna Bahasa Bali dalam Pergaulan Masyarakat Suku Bali

Peneliti/Pelaksana

a. Nama Lengkap : Dr. I Nyoman Suwija, M.Hum., A.Ma.

b. NIDN : 0031126355

c. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

d. Program Studi : Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah

e. Nomor HP : 081338409388

f. Alamat surel (e-mail) : inyoman.suwija63@gmail.com Angota Peneliti

a. Nama Lengkap : Drs. I Nyoman Rajeg Mulyawan, M.Pd.

b. NIDN : 0012126115

c. Perguruan Tinggi : IKIP PGRI Bali Penanggung Jawab : LP2M IKIP PGRI Bali

Tahun Pelaksanaan : Tahun ke-1 dari Rencana 2 tahun

Biaya Tahun Berjalan : Rp 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah)

Biaya Keseluruhan : Rp 150.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah)

Mengetahui.

Dekan Fakultas FPBS,

Dr. I Ketut Yarsama, M.Hum.

NIP. 19640323 199003 1 002

Denpasar, 30 Oktober 2017 Ketua Peneliti,

Dr. I Nyoman Suwija, M.Hum., A. Ma.

NIP. 19631231 198202 1 004

Menyetujui,

Ketua LP2M IKIP PGRI Bali,

Dr. I Made Darmada, M.Pd.

NIP 19651212 199103 1 001

(11)

iii

RINGKASAN

Peraturan Gubernur Kepala Daerah Provinsi Bali No. 20 Tahun 2013 mempertegas kembali bahwa bahasa daerah Bali menjadi mata pelajaran muatan lokal wajib pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di daerah Bali. Oleh karena itu, kebutuhan akan sarana prasara pembelajaran serta bahan ajar pembelajaran bahasa daerah Bali mutlak diperlukan.

Terkait pembelajaran berbicara bahasa Bali yang memiliki sistem kebahasaan yang unik dengan anggah-ungguh basa-nya, maka kamus yang dibutuhkan bukanlah hanya kamus umum, melainkan juga kamus khusus yang memuat tingkat-tingkatan bicara bahasa Bali. Sampai dengan saat ini bahasa Bali belum memiliki kamus yang dimaksud. Dengan demikian tujuan jangka panjang penelitian ini adalah untuk menerbitkan buku ”Kamus Anggah-ungguh Kruna (Bali–Indonesia dan Indonesia–Bali)”.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dirancang dalam dua tahapan yang pada akhirnya nanti akan menghasilkan luaran berupa sebuah buku yang ber-ISBN dalam bentuk kanus anggah-ungguh kruna . dapatlah dirinci rumusan masalah penelitian tahun pertama ini, yaitu: (1) Bagaimanakah stratifikasi masyarakat suku Bali yang merupakan latar belakang adanya sistem anggah- ungguh basa dalam bahasa Bali? (2) Bagaimanakah anggah-ungguh kruna bahasa Bali terkait kata-kata ganti orang sebagai partisifan dalam pergaulan masyarakat suku Bali?

(3) Bagaimanakah realita anggah-ungguh kruna bahasa Bali dalam pergaulan masyarakat Bali yang memiliki stratifikasi masyatakat tradisional serta adanya perbedaan status sosial masyarakat Bali modern?

Terkait rumusan masalah di atas, maka tujuan yang imgin dicapai dalam penelitian tahun pertama ini adalah untuk: (1) mengetahui dan mendeskripsikan stratifikasi masyarakat suku Bali yang merupakan latar belakang adanya sistem anggah- ungguh basa Bali; (2) mengetahui dan mendeskripsikan sistem anggah-ungguh kruna bahasa Bali terkait kata-kata ganti orang sebagai partisifan dalam pergaulan masyarakat Bali; dan (3) mendeskripsikan realita anggah-ungguh kruna bahasa Bali dalam pergaulan masyarakat suku Bali yang memiliki stratifikasi masyatakat tradisional serta adanya perbedaan status sosial masyarakat Bali modern.

Metode yang digunakan dalam pencapaian kedua tujuan di atas adalah library research dan fild research. Library research dimaksudkan untuk menginventarisasi kosakata yang memiliki bentuk halus dengan metode observasi terhadap korpus data. Sementara, field research dilaksanakan dengan turun ke lapangan memkai teknik observasi dan wawancara. Data yang diperoleh, lalu diidentifikasi dan dianalisis, kemudian dilengkapi padanan bahasa Indonesianya dan disusun secara alfabetis.

Hasil yang telah dicapai sebagai wujud kemajuan kegiatan penelitian ini antara lain:

1) Telah tersusun laporan hasil penelitian untuk publikasi perpustakaan

sudah mencapai 100 persen yang meliputi pembahasan:

(12)

iv

(1) Stratifikasi Masyarakat Suku Bali (sebagai latar belakang adanya anggah-ungguh kruna dalam bahasa Bali);

(2) Anggah-ungguh Kruna bahasa Bali terkait dengan Partisifan dalam Pergaulan Berbahasa Bali

(3) Realita Anggah-ungguh Kruna Bahasa Bali yang meliputi: kruna- kruna halus dan tidak halus.

2) Telah menghasilkan Luaran Makalah Ilmiah:

(1) Makalah berjudul "Anggah-ungguh Kruna Basa Bali Ciri Spesifik Sistem Bicara Bashasa Bali" dan telah diseminarkan pada Seminar Nasional pada IKIP PGRI Bali 2017 yang bertemakan "Upaya Meningkatkan Hasil-hasil Riset dan Abdimas Menuju Budaya Produktivitas Pendidikan Tinggi dalam Menjawab Tantangan Masyarakat Era Global", pada tanggal 26 Juli 2017.

(2) Makalah Seminar Interasional

Makalah berjudul "Unique Balinese Speaking System as Guidance of Character Media" siap didaftar pada "Internasional Conference on Local Languages: Empowerment and Preservation of Local Language" Faculty of Art Udayana University, Bali. yang akan digelar pada tanggal 23-24 Februari 2018.

Bukti fisik Makalah (terlampir)

3) Telah menghasilkan Luaran Artikel ilmiah:

(1) Artikel berbahasa Inggris dengan judul "Identification of Anggah- Ungguh Kruna in Balinese Language" yang sudah terdaftar pada Jurnal ilmiah Internationale Journal Linguistics, language, and Culture (IJLLC) akan terbit pada tanggal 1 November 2017. Bukti fisik Publikasi dan artikel (terlampir).

(2) Artikel berbahasa Indonesia dengan judul "Sistem Sapaan Bahasa Bali Menurut Hubungan Kekerabatan" sudah siap dikirim untuk publikasi Jurnal Nasional Akreditasi Bahasa dan Seni Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

Bukti fisik Artikel Ilmiah (terlampir).

4) Telah merancang Luaran Buku Ajar

Sebagai pengampu mata kuliah Keterampilan Berbahasa Daerah Bali pada

Prodi Pendidikan Bahasa Indonsia dan Daerah IKIP PGRI Bali, penulis sangat

memerlukan bahan dan buku ajar yang representatif untuk menunjang

perkuliahan yang semakin mantap. Oleh karena itu, luaran dalam bentuk buku

ajar dengan judul "Teori dan Sistem Berbicara Bahasa Bali" siap diproses

untuk terbit ber-ISBN dan memperoleh HKI.

(13)

v

PRAKATA

Puji syukur dihaturkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya Laporan Akhir Hasil Penelitian ini dapat diselesaikan. Laporan hasil penelitian ini ditulis sebagai salah suatu kewajiban pertanggungjawaban akademis dan administrasi penelitian yang didanai pemerintah.

Laporan hasil penelitian ini telah sesuai dengan target yang diharapkan terkait pemertahanan Bahasa Bali yang merupakan salah satu bahasa daerah besar di Indonesia yang patut dilestarikan. Pembinaan dan pelestarian bahasa Bali yang memiliki sistem kebahasaan unik dengan anggah-ungguh kruna atau tingkat-tingkatan bicaranya sangat memerlukan buku referensi untuk membantu masyarakat yang ingin dan sedang mempelajarinya.

Pada laporan akhir ini telah dicapai hasil sebagai luaran, antara lain: (1) Tersusunnya laporan hasil penelitian untuk pu blikasi perpustakaan, (2) Sebuah makalah ilmiah dengan judul "Anggah-Ungguh Kruna Ciri Spesifik Sistem Bicara Bahasa Bali" (3) Sebuah artikel untuk jurnal internasional, (4) Sebuah makalah untuk seminar internasional, dan (5) sebuah artikel untuk jurnal nasional terakreditasi. Atas keberhasilan ini tidak lupa ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantunya.

Kami menyadari bahwa laporan kemajuan hasil penelitian ini masih jauh dari yang sempurna. Namun demikian, besar harapan kami, semoga laporan ini senantiasa memperoleh penyem purnannya sehingga benar-benar akan ada manfaatnya.

Denpasar, 30 Oktober 2017

Tim Peneliti,

(14)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

RINGKASAN ... iii

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 8

3.1 Tujuan Penelitian ... 8

3.2 Manfaat Hasil Penelitian ... 9

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 10

4.1 Lokasi dan Sumber Data ... 10

4.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 10

4.3 Metode dan Teknik Analisis Data ... 11

4.4 Bagan Alir Penelitian ... 12

BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI ... 13

5.1 Hasil yang Dicapai ... 13

5.1.1 Stratifikasi Masyarakat Suku Bali ... 13

5.1.2 Tatakrama Berbicara Bahasa Bali ... 14

5.1.3 Sistem Anggah-ungguh Kruna Terkait Partisifan dalam Pergaulan ... 20

5.1.4 Realita Anggah Ungguh Kruna Bahasa Bali ... 25

(15)

vii

5.2 Luaran yang Dicapai ... 52

5.2.1 Luaran Laporan Hasil Penelitian ... 52

5.2.2 Luaran dalam Bantuk Makalah Ilmiah ... 52

5.2.3 Luaran dalm Bantuk Artikel Ilmiah ... 53

5.2.4 Luaran dalm Bantuk Artikel Ilmiah ... 53

BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ... 54

6.1 Menuntaskan Laporan Final Penelitian Tahun Ke-1 ... 54

6.2 Pelaksanaan Penelitian Tahun Ke-2 ... 54

6.2.1 Latar Belakang ... 54

6.2.2 Tujuan dan Rincian Kegiatan Tahun Ke-2 ... 55

6.2.3 Metode Penelitian ... 56

6.2.4 Hasil Akhir yang Diharapkan ... 57

6.2.5 Contoh Format Penyajian Kamus ... 57

6.2.6 Alur Kegiatan Penelitian Tahun Ke-2 ... 61

BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN ... 62

7.1 Simpulan ... 62

7.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Catatan Harian (Logbook)

Lampiran 2. Rincian dan Rekapitulasi Anggaran Penelitian Tahun Ke-1 Lampiran 3. Bukti Luaran yang Sudah Rampung

1) Makalah Seminar Nasional dan Sertifikat Narasumber 2) Makalah Ilmiah Seminar Internasional (Terdaftar di Unud) 3) Artikel Ilmiah Jurnal Nasional Terakreditasi (Siap dikirim) 4) Artikel Ilmiah Jurnal Internasional dan Bukti Publikasi Lampiran 4. Surat-surat Kontrak Penelitian

Lampiran 5. Foto-foto Kegiatan Penelitian

(16)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sampel Luaran Hasil Penelitian ... 7

Tabel 5.1 Contoh Kruna Alus Mider Lainnya ... 27

Tabel 5.2 Contoh Kruna Alus Madia Lainnya ... 32

Tabel 5.3 Contoh Kruna Alus Singgih Lainnya ... 34

Tabel 5.4 Contoh Kruna Alus Sor Lainnya ... 38

Tabel 5.5 Contoh Kruna Mider Lainnya ... 42

Tabel 5.6 Contoh Kruna Andap Lainnya ... 47

Tabel 5.7 Contoh Kruna Kasar Lainnya ... 50

Tabel 6.1 Format Penyajian "Kamus Bali-Indonesia ... 58

Tabel 6.2 Format Penyajian "Kamus Indonesia-Bali ... 59

(17)

International Journal of Linguistics, Literature and Culture

Available online at https://sloap.org/journals/index.php/ijllc/

Vol. 3 No. 6, November 2017, pages: 14~21 ISSN: 2455-8028

https://sloap.org/journals/index.php/ijllc/article/view/2

14

Identification of Anggah-Ungguh Kruna Balinese Language

I Nyoman Suwija a

Article history: Abstract

Received: 7 May 2017 Revised: 10 October 2017 Approved: 28 October 2017 Published: 2 November 2017

Balinese language is one of the regional languages in Indonesia that has a unique talk system, it is still alive and used as an instrument of communication of Balinese tribe so that it should be well maintained in order to still exist as a cultural vehicle of Bali. The Balinese language has anggah- ungguh kruna (level-word) that an important role in the formation of speech- level or anggah-ungguh basa Bali. This paper aims to describe the identification anggah-ungguh kruna (word level arrangement) which is the specific feature of speaking Balinese. This research is a qualitative research discuss with structuralism theory. Data collection was done by observation and interview method, assisted by recording technique. The collected data is processed by analytical descriptive method. Based on the results of data analysis, it can be described that anggah-ungguh kruna basa Bali include: (1) kruna nenten alus (kruna kasar, mider, and andap); (2) kruna alus, include:

(kruna alus singgih, alus sor, alus mider, and alus madia).

Keywords:

Anggah-Ungguh Kruna;

Identification of Balinese Word Level;

2455-8028 ©Copyright 2017. The Author.

This is an open-access article under the CC BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) All rights reserved.

Author correspondence:

I Nyoman Suwija,

Indonesian and Regional Education Studies Program Faculty of Language and Arts Education, IKIP PGRI Bali-Indonesia

Email address : inyoman.suwija63@gmail.com

1. Introduction

Suarjana (2011: 1-2) says that language has a very important role in the life of mankind, in addition as the identity of a nation also with language can express an ethnicity of a particular group. Similarly, Balinese language it is able to become the identity and identity of Balinese people.

Balinese language is not only a reflection of a community, but also as a reflection of all aspects of Balinese ethnic life. In addition, the Balinese language is also a local language as well as the language of instruction in the association that plays as the mother language of the tribe of Bali, as well as the language of introduction in the association in the household and in all aspects of Balinese life.

The Balinese language is one of the great regional languages in Indonesia because it is still well-lived, maintained and used as an communication tool in Balinese tribe. As a communication tool, Balinese language can be distinguished on the basa pakraman and basa pasuitrayan. Basa pakraman is the language that used by a means of communication in customary and religious official forums such as in paruman or meetings, village meetings, youth meetings, subak meetings, pakeling (announcement) or sembrama wecana (greeting) at

a Indonesian and Regional Education Studies Program Faculty of Language and Arts Education, IKIP PGRI Bali-Indonesia

(18)

IJLLC ISSN: 2455-8028 

Suwija, I. N. (2017). Identification of Anggah-ungguh Kruna Balinese language.

International Journal of Linguistics, Literature and Culture, 3(6), 14-21.

https://doi.org/10.21744/ijllc.v3n6.2 15 traditional ceremonies and religion, as well as official forums such as the language of Balinese language teachers who teach in the classroom. While the term basa pasuitrayan is a language of communication outside the official regional forums such as peer-to-peer farmers, fellow students in the canteen, fellow employees in the office, between buyers and traders in traditional markets, and so forth.

Related to the condition of Bali area is as tourist area and tourism of Bali is cultural tourism, hence strat egic role of Balinese language is very clear as Balinese vehicle cultural. Therefore, the Balinese language must be well preserved in order to remain sustainable. Balinese language defense can be done through formal education, as well as in various activities of Balinese people who have customary organizations such as desa adat, banjar adat, seka subak, saka santi, seka teruna, seka gong, seka arja, and so on. All of these customary organizations use Balinese language media on each activity.

Therefore, the importance of the role and function of the regional language of Bali, the Regional Government of Bali Province has issued the Bali Regional Regulation no. 3 of 1992 on Balinese Language, Literature and Literature Development. Based on the regulation, the Head of Regional Office of Bali Province Education Department issued Decree No.22/I.19C/ Kep/I./1994. The Decree stipulates that the local language of Bali should be included as a compulsory local content subject from elementary to high school / vocational school level.

After the enactment of the 2013 Curriculum, the Regional Government of Bali also issued the Bali Governor's Regulation no. 20 of 2013 on Balinese Language, Script and Literature, which in principle requires Balinese language subjects at primary and secondary education, at least 2 hours per week. It was also affirmed that the regent or mayor may appoint Balinese language teachers.

With regard to efforts to preserve Balinese language and literature, it is necessary to have more serious and deeper studies to improve the positive attitude of Balinese people towards their cultural roots. The strategic role of Balinese language and its existence as a language that has a specific and unique speaking system is the background to the importance of this study.

Based on the understanding of the importance of the role and the function of the Balinese language, the purpose of this paper is to describe the identification of anggah-ungguh kruna basa Bali. (Balinese world level) which is a means or raw material in Balinese language is good and true. This study is a qualitative study discuss with structuralism theory. The source of data from a number of literature obtained by research literature and field research with the observation method and interview, assisted by recording techniques. Data of research result obtained by analized descriptive method.

2. Research Methods

The existence of the Balinese language is stratified at first referred to by a number of terms such as sor singgih basa Bali (Tinggen, 1982) undag-undagan basa Bali, and Warna-warna Basa Bali. Since 1974 after the Pasamuhan Agung Bahasa Bali in Singaraja, the term of the Balinese language levels is referred to as anggah- ungguhing basa Bali.

Prior to that, in 1957, 1970, 1984, the Dutch writer named J. Kersten, S.V.D. calling sor –singgih basa Bali with the term Warna-warna Basa Bali. Udayana University Faculty of Literature Team 1988/1989 called it Unda Usuk Basa Bali, Nengah Tinggen (1984) until now still call it as Sor Singgih Basa Bali. However, the term was popularized back in 1983 by Ida Bagus Air Naryana in his thesis entitled “Anggah-ungguhing Basa Bali” in the Association of Balinese Society".

Anggah-ungguhing basa in Balinese language that has been inherited since the first and still exist until now originated from the differences in social status of the people of Bali. Balinese and traditional Balinese coatings are the main cause of the Balinese language of terraced stages (anggah -ungguhing basa Bali). When viewed from the Balinese community of tradition, Balinese society consists of four levels of descendants called catur kasta or catur wangsa, including: brahmana, ksatria, waisia, and sudra (common people).

Then after having their respective professions, came the modern Balinese society which consisted of the upper and lower classes (Kersten, 1974). The upper classes are those who have important positions or elites which in this paper are called prakangge / prayayi and lower classes are people whose social status and / or profession are inferior and in this paper is called prajana (ordinary people).

This Balinese society coating is derived from birth/heredity. Some are born in geria (ida peranda, ida ayu, ida bagus), in puri (ida cokorda, ida anaké agung), born in jeroan (dané gusti ayu, dané gusti agung, dané désak, déwa, ngakan, siluh, mekel). There is also a group of lower classes born in pacanggahan, umah (house). Such as:

i putu, i wayan, i madé, ni kadék, i nyoman, ni komang, ni ketut, and so on.

(19)

 ISSN: 2455-8028

IJLLC Vol. 3 No. 6, November 2017, pages: 14~21

16

The existence of two groups of descendants that gave birth to the upper class society (tri wangsa) and lower class (wangsa jaba).

1) Tri Wangsa, the three offspring called the upper class or sang singgih, the descendants of Brahmana (born in geria), Ksatria (born in puri), and Wésia (born in jero).

2) Wangsa Jaba, the lower class (sang sor) is a Balinese society derived from the descendants of Sudra Wangsa (those born at home).

Furthermore, in layers of modern Balinese society, after society has its own function or profession, it is distinguished by elite/officials (prakanggé or prayayi) and ordinary people or prajana.

1) Prakanggé/Prayayi, the upper class called sang singgih, the Balinese people who are trusted in the community as officials, such as: official officials (employers, directors, managers, rector, deans, lectures, regent, head of district, head of department, and others) and traditional officials (sulinggih, bendésa, jero gede, pemangku, panyarikan, patengen, kelian, etc.).

2) Parajana, the modern Balinese society called lower class (sang sor), that is the Balinese people who have low-ranking functions or professions, serving or working as officials of officials, such as sweepers, drivers, mail typewriters, clerks, students, students, laborers, maids, and others.

Based on the differences in social status mentioned above, there is a speech code which is the norm or standard rule in Balinese language as follows.

1) Wangsa Jaba, when speaking or talking about the Tri Wangsa, is obliged to use the subtle Balinese language (basa alus).

2) Tri Wangsa, when speaking or about Wangsa Jaba, may speak andap (off-respect) or speak madia (medium).

3) Parajana (officers or persons of lower social standing), when speaking to a superior official (prakanggé or prayayi) should speak alus.

4) Prakanggé or prayayi, when speaking to parajana (lower class), it is true to speak andap (out of respect) or madia (medium).

3. Results and Analysis

Anggah-ungguh Kruna Basa Bali

Anggah-ungguh kruna is used to refer to the vocabulary level in Balinese speech acts based on differences in social status of the talking parties. So the existence of different layers of Balinese society is in terms of birth and role in life in society, Balinese words have different taste values as well. According to the value of taste, Balinese words are distinguished on: (1) Kruna nenten alus, is ordinary or respectful words, including: kruna andap, kruna mider, and kruna kasar, (2) Kruna Alus, words which has a fine or respectable taste value, includes: kruna alus mider, alus madia, alus singgih, and kruna alus sor.

3.1 Kruna Nenten Alus

Known Balinese languages include a specific and unique language that has a high-level speech system or is known to have anggah-ungguhing basa Bali. This form is made up of words of varying taste value called masor- singgih. Balinese words that include kruna nenten alus are all words that include ordinary words that do not have a sense of respect value. (Naryana, 1983) refer to these words as honorable words, including crude words or kruna kasar, kruna mider, and kruna andap.

1) Kruna Kasar

Kruna kasar are Balinese words that feel bad (kaon). Rough words are used to form rough communication. That is why harsh words are commonly spoken in times of anger, when arguing or berating.

In communicating, rough words as the main element in forming a coarse sentence, as a basis also in forming basa kasar.

Examples kruna kasar, bold and tilted kruna below.

a) Madak ba pang bangka polonné.

b) Nyén kadén ngamah béné?

c) Cicing Ih, delikang matan ibané!

(20)

IJLLC ISSN: 2455-8028 

Suwija, I. N. (2017). Identification of Anggah-ungguh Kruna Balinese language.

International Journal of Linguistics, Literature and Culture, 3(6), 14-21.

https://doi.org/10.21744/ijllc.v3n6.2 17 d) Nyén kadén nidik buah gedangé kanti has?

e) Lamun suba won atine, pedemang awaké ditu!

The words like (bangka polonne, ngamah, peta, cicing, delikang, nidik, pedemang) above, all examples of kruna kasar. The other examples of kruna kasar: bangka ‘dead’, amah /tidik/pantet 'feed', ake 'me', iba 'you', pules/medem 'sleep', tolih/not 'see, bungut 'mouth ', jlema 'someone ', and others.

2) Kruna Mider

The sense of kruna mider when compared with kruna alus mider (Ami) often leads to confusing thoughts.

That causes it, because both kruna mider and kruna alus mider, can be used to respect (nyinggihang), can also be used degrading (ngasorang) the difference, kruna alus mider has a form andap, while kruna mider has no other form.

Thus, kruna mider are Balinese words that have only one form, do not have the form of alus singgih, alus sor, or alus mider, and do not have any other form, so it can use anywhere (maideran) in conversation.

Consider the example below!

1) Ida kaun ka toko numbas karpét.

2) Ratu, nénten purun titiang, asu druéné galak pisan.

3) Mangkin sampun arang anak mirengang radio.

4) Titiang kénkéna nunas arit druén Ida Aji Ngurahé.

The words in italics and bold in the sentences above are kosata which includes kruna mider, namely: toko 'shop', karpet 'carpet', galak 'fierce', radio 'radio', kija 'where', and arit 'sickle. Other examples: nyongkok 'squats',' spidol 'markers, sendeh tilt', sepatu shoes', laptop 'laptop, tembok’ wall ', and others.

Examples of sentences containing other kruna mider:

1) Ida Ayu, sampunang drika nyongkok, tunguné akéh drika.

2) Gusti Ngurah, sayuakti Gusti madué buku pupulan pidarta?

3) Sami ruangan kuliahé ring kampus sampun madaging LCD.

4) Ratu jagi lunga kija makta koper ageng pisan? Ten baat?

3) Kruna Andap

In the beginning, kruna andap was called word out respect or kruna kapara. Kruna andap are words that are of ordinary value, out of respect or andap (low), not smooth and not rough. It is these words that form the sentences andap. It is used to speak by people of the same caste or status or birth. In addition, the words of andap after forming a sentence, can be used to speak by sang singgih (honorable class) to sang sor (group of honor).

The form of words belonging to kruna andap is similar to kruna mider. The difference, if kruna mider has no smooth form, but kruna andap must have a smooth shape. For example word "kija" (mider) there is no subtle form. In contrast to word "kaja" (andap), it has a smooth form of kaler.

The word kija can be used in language andap, can also be used in alus singgih, can be used in the language alus sor, can also be used in harsh language. For example:

1) Ratu jagi lunga kija?

2) Bapak lakar kija?

3) Ia kija kadén Luh Rai tusang maorahan?

In contrast to the word kaja (andap), because it has a subtle form of kalér. The word andap Kaja is only used to speak andap or rough, while the word kalér (Ami) should only be used in alus. For example:

1) Simané dini malénan ajak jumah kaja.

2) Sapunapi mangkin simakramané kaler, Ratu?

3) Bapak teka uli kaja busan dini.

Examples of other Kruna Andap: jemak 'grab', duur 'top', milu 'follow', kema’ go there ', lakar will ', ngae' make ', adan’ name ', and so on as in the example below.

1) Luh, jemakang bapa rokoné di duur mejané!

2) Kéngkén, cai lakar milu kema?

3) Nyén ja adané artisé ané ngaé vidio porno ento?

4) Apa kejangkrik ngecik duur gunungé?

(21)

 ISSN: 2455-8028

IJLLC Vol. 3 No. 6, November 2017, pages: 14~21

18

3.2 Kruna Alus

As a result of the unique Balinese language speaking system, having a multilevel language or sor-singgih basa, in addition to the subtle words (nenten alus) above, there are quite a few Balinese words that include kruna alus, ie words that have a sense of respect, both for oneself for the speaker and for respect for others belonging to the upper classes (according to Kersten, 1974) or sang singgih (according to Suwija, 2014). Kruna alus include:

(1) kruna alus singgih, (2) kruna alus sor, (3) kruna alus mider, and (4) kruna alus madia.

1) Kruna Alus Singgih (Asi)

The subtle words used to honor the respectable person are called kruna alus singgih. The difference with kruna Ami, that Kruna Asi must have a form andap, also has the form of alus sor (Aso). For example kruna Asi marayunan (eat), have wangun Andap madaar (eat), also have the form of alus sor ngajeng or nunas (eat). Words that are bold or italic, below are all examples of kruna alus singgih.

1) Rabinidané sampun mobot mangkin.

2) Okandané sané istri maparab Gusti Ayu Klatir.

3) Praragan Ratu rauh meriki?

4) Bapak wénten nyingakin bapan titiangé?

Words such as: mobot 'pregnant' in sentence (1), maparab 'named' in sentence (2), praragan 'alone' in sentence (3), nyingakin 'see' in sentence (4), and mantuk go home' in sentence (5), is an example of kruna alus singgih. Other examples: seda 'died', ida dane ‘ladies and gentlemen’, mobot, 'pregnant', manggihin 'meet', mapesengan 'named', mireng 'hear', and others. Examples of other Asi sentences:

1) Tedun Ida Anaké Agung, raris Ida makoratan.

2) Sampun kudang diri okan Gustiné madué oka?

3) Ida Peranda sampun lebar kocap ring rumah sakit.

4) I Gusti Ngurah Rai lina ring perang Puputan Margarana.

5) Ampura Ratu, Ratu wenten manggihin bapak titiange?

2) Kruna Alus Sor (Aso)

Kruna alus sor is a Balinese word that has a sense of fine or honorable value, is used to humble oneself or demean other people with lower social status. Thus, who will speak alus sor in social, all the Balinese people who regard themselves as having lower status in speech. Bold under, for example kruna alus sor.

1) Jantos jebos titiang jagi mabanyu riin!

2) Banggayang Ratu, titiang jagi néwék tangkil ka geria!

3) Titiang mawasta I Wayan Mudara.

4) Ipun sampun dumunan padem.

So, based on the example of the above, which includes kruna alus sor, among others: mabanyu 'pee', newek 'own', tangkil 'facing', mawasta 'named', neda ‘eat’, padem 'died'. Other examples: manah 'mind', sengkaon 'sick', antuk 'by', matur 'talk', muat 'bring', and others. Example of another sentence:

1) Titiang nénten miragi orti, Ratu wénten mireng?

2) Buku punika kasurat antuk Pak Nyoman Suwija.

3) Inggih, sampun titiang sané ngaturang jinahé ka puri.

4) Ida dané, sadurung nglanturang matur, lugrayang titiang nyinahang déwék!

3) Kruna Alus Mider (Ami)

Kruna alus mider is a Balinese word that has a fine taste value, and has two functions, can be used to salute (nyinggihang the singgih) and also used to lower the lower class (ngesorang the sor). In addition, kruna alus mider must have the usual form (andap) (Suasta, 1997: 26). The words that written and bold words below, for example kruna alus mider (Ami).

1) Ida Cokorda sampun rauh saking Jawi. (Asi) 2) Bapak titiang sampun rauh saking Jawi. (Aso)

In the sentences (1) and (2) above, there are definitely four words / kruna that have a sense of alus mider:

word sampun, rauh, saking, and Jawi.

(22)

IJLLC ISSN: 2455-8028 

Suwija, I. N. (2017). Identification of Anggah-ungguh Kruna Balinese language.

International Journal of Linguistics, Literature and Culture, 3(6), 14-21.

https://doi.org/10.21744/ijllc.v3n6.2 19 What causes these four words is called kruna alus mider because it is used in the sentence Asi (as in sentence no.1), can also be used in the sentence Aso (as in No. 2). In addition, the four words of Ami have form andap. The word rauh andap teka; word sampun andap suba, saking andap uli; and Jawi andap Jawa.

That caused these four words include the word or kruna alus mider. Another example of kruna alus mider:

uning 'know', lali 'forget', eling "remember", sampun 'already', ngambil 'take' Example kruna alus mider (Ami) shaped sentence:

1) Ampura ping banget, titiang nénten uning. Ratu uning?

2) Ratu pasti lali ring titiang nggih? Titiang nénten naenan lali.

3) Titiang kantun éling ring Ratu. Rabin Iratuné éling taler ring titiang.

4) Ratu, icén ja titiang nyelang HP druené! Ratu durus jagi nyelang jinah?

4) Kruna Alus Madia (Ama)

Kruna alus madia (Ama) are words whose language between alus singgih (Asi) and alus sor (Aso). Kruna alus madia appears to be a variation of other Kruna alus (Bagus, 1979: 179). In addition, there are indeed Balinese words that taste the language alus madia, alus menengah, or less good if used subtle language.

Consider the example of the sentence below!

1) Tiang nika ngelah.

2) Nggih tiang ampun nunas I wawu.

3) Ipun ten wénten drika.

4) Niki sira nuénang?

All these bolded words (tiang, nika, nggih, ampun, ten, drika, niki, nika) are examples of kruna alus madia. If the words below are used to communicate, the communication will use basa madia. Another example of kruna alus madia: niki 'this', nika 'that', ampun 'already', tiang 'I', nggih 'alright'.

Example kruna alus madia in the sentence:

1) Ampunang nika ambila, niki wawu dados ambil!

2) Nika druén Atuné, niki tiang ngelah.

3) Atu ampun polih ka Art Center? Tiang during merika.

4) Nggih atu, malih jebosan tiang jagi merika.

4. Conclusion

Based on the explanation above, it can be concluded that the Balinese language has a specific and unique talk system known as anggah-ungguh basa Bali. As a result of the existence of traditional layers of society (kasta) and the layers of modern society based on social status in certain positions, the Balinese language vocabulary consists of seven types of word levels called anggah ungguh kruna basa Bali. The seven types of vocabulary levels are (1) kruna kasar, (2) kruna mider, (3) kruna andap, (4) kruna alus singgih, (5) kruna alus sor, (6) kruna alus mider, and (7) kruna alus madia.

The following conclusions can be suggested that efforts to carry out various academic and practical activities that lead to the preservation of Balinese script, language and literature should continue to be improved even in quality and quantity.

Acknowledgments

My deep and sincere gratitude were presented to God for having granted me the ability and the opportunity to complete this paper. I would also like to thank my former lecturers and my friend for their support, their patience, their contribution, and their valuable input, therefore, this article could be completed. I would also thank I Wayan Suryasa as an advisor as well as editor in chief of IJMRA and SKIREC who has reviewed and approved this study to be published. In order to readers, it is better the research related Balinese literature should be deepened and developed for preserving and the preservation of language and literature not in danger for Balinese culture.

(23)

 ISSN: 2455-8028

IJLLC Vol. 3 No. 6, November 2017, pages: 14~21

20

References

Arka, I. W. (2013). Language management and minority language maintenance in (eastern) Indonesia: strategic issues.

Crime, M. (2017). CULTURE, MASCULINITIES AND VIOLENCE AGAINST WOMEN. Crime, Criminal Justice and Masculinities.

Naryana, U. I. B. (1983). Anggah-ungguhing basa Bali dan peranannya sebagai alat komunikasi bagi masyarakat suku Bali. Denpasar: Fakultas Sastra Unud.

Suarjana, P. I. N. (2011). Sor Singgih Bahasa Bali (ke-bali-an Manusia Bali Dalam Dharma Peparikan, Pidarta, Sambrama Wecana dan Dharma Wecana).

Suasta, I. M. (1997). Berpidato dengan bahasa Bali. Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra, Universitas Udayana.

Suwija, I. N. (2014). Tata titi mabaos Bali. Pelawa Sari.

Tinggen, I. N. (1995). Sor singgih basa Bali: istilah Indonesia-Bali. Rhika Dewata.

(24)

IJLLC ISSN: 2455-8028 

Suwija, I. N. (2017). Identification of Anggah-ungguh Kruna Balinese language.

International Journal of Linguistics, Literature and Culture, 3(6), 14-21.

https://doi.org/10.21744/ijllc.v3n6.2 21 Biography of Author

Dr. Drs. I Nyoman Suwija, M.Hum., A.Ma was born December 31, 1963. Hi is Hindu as a civil servant of Kopertis VIII Region that duties as a Senior Lecturer in IKIP PGRI Bali, in 1987, he had finished his Bachelor Academic of Language and Balinese Literature at the University of Udayana. He also had completed his master in 2003 and doctor of 2008 degree of cultural studies at the same university.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan surat permohonan Saudara i tertanggal 28 September 2022, maka dengan ini Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam Ahwal Syakhshiyyah Fakultas Syariah UIN Antasari menetapkan