• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 Ni Ketut Ayu Suwandewi, Perlingunan Hukum Terhadap Anak yang Berkonflik Terhadap Hukum, Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "4 Ni Ketut Ayu Suwandewi, Perlingunan Hukum Terhadap Anak yang Berkonflik Terhadap Hukum, Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana "

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan anak adalah manusia yang masih kecil sedangkan manusia sendiri merupakan makhluk yang berakal budi.1 Kartini-Kartono, dalam bukunya yang berjdul Gangguan-Gangguan Psikis, juga menjelaskan mengenai defenisi anak “anak adalah keadaan manusia normal yang masih muda usia dan jiwanya, sehingga sangat mudah terpengaruh lingkungannya.2 Dari kedua pengertian diatas dapat dikatan anak adalah mahkluk berakal budi yang masih akan berkembang menjadi manusia yang utuh. Dalam rangka menuju manusia yang utuh tersebut karena masih muda usia dan jiwanya maka sangat mudah terpengaruh oleh lingkungannya.

Tiap- tiap orang memiliki hak asasi manusia dan hak asasi manusia diberikan sejak ia dilahirkan, begitu juga dengan anak tentunya memiliki hak yang khusus dan atau lebih diistimewakan dari orang yang sudah dewasa dan juga dijamin oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Demi tercapainya hak perlindungan hukum terhadap anak selain kepastian hukum yang diberikan pemerintah perlu tindakan campur tangan dan pertisipasi dari sisi keluarga dan juga masyarakat agar terikat hubungan

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://pusatbahasa,kemendiknas.go.id/kbbi, diakses 13 Agustus 2022

2 Kartini-Kartono, Gangguan-Gangguan Psikis, Sinar Baru, Bandung, 1981. hlm.

187.

(2)

yang baik dan tercapainya tingkat perlindungan anak dalam perkembangan manusia.

Perkembangan baik dari anak juga di salah gunakan sehingga berdampak buruk bagi anak tersebut seperti, modernisasi globalisasi khususnya dibidang sosial media dengan di dukung internet yang cepat sehingga semua dapat di akses dengan mudah dan murah yang dapat mengubah gaya hidup dan berdampak pada kehidupan sosial bermasyarakat terhadap perilaku anak. Perilaku yang melenceng dilakukan oleh anak diakibatkan karena adanya beberapa faktor yang mengakibatkan anak melakukan kejahatan atau tindak pidana.

Kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.3 Kenakalan anak ini berasal dari kata istilah asing yaitu Juvenile Deliquency yang berarti bahwa suatu tindakan melanggar norma, yang meliputi norma hukum dan norma sosial yang dilakukan oleh anak-anak.4 Kenakalan yang dilakukan oleh anak telah mulai menimbulkan kegelisahan dalam masyarakat dan tidak dapat dilihat seperti kenakalan biasa, anak-anak yang banyak melakukan tindakan yang termasuk kedalam tindak pidana, seperti: pencurian, penganiyayaan, dan ikut melakukan tawuran antar pelajar dan membawa benda tajam dan juga yang lain-lain.

3 Zulkarnain S, Viktimologi & Kriminologi Dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan, Rajawali Pers, Depok, 2020, hlm. 92.

4 Ni Ketut Ayu Suwandewi, Perlingunan Hukum Terhadap Anak yang Berkonflik Terhadap Hukum, Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana, 7(4), 2018.

(3)

Kenakalan seperti ini jika dibiarkan akan menimbulkan dampak yang sangat negative bagi keberlangsungan hidup dan juga dapat menghancurkan kehidupan selanjutnya. Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain diluar diri anak seperti pergaulan, pendidikan, teman bermain dan sebagainya, karena tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya adalah merupakan proses meniru ataupun terpengaruh tindakan negatif dari orang dewasa atau orang disekitarna. 5

Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat istilah keadilan restoratif yang juga merupakan proses diversi, keadilan restoratif merupakan penyelesaian kasus pidana yang melibatkan semua pihak demi mencari solusi agar mendapatkan penyelesaian secara baik dan adil termasuk juga melibatkan keluarga pelaku dan korban.6 Sedangkan diversi ini untuk kewenangan aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan dan menyelesaikan dalam pelanggaran terhadap anak supaya anak yang lagi berhadapan dengan hukum tidak merasa menjadi pengaruh negatif terhadap lingkungan sekitar dengan proses peradilan yang dijalani.7

Penerapan Diversi berfungsi untuk mengurangi dampak buruk keikutsertaan anak dalam proses peradilan, yang dimaksudkan untuk mengurangi dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan

5 M. Joni Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hlm.1

6 Tony Marshall, Restorative Justice: An Overview, (London: Home Office Research Development and Statistic Directorate, 1999), hlm. 8.

(4)

diharapkan anak dapat kembali kedalam lingkungan sosial secara wajar dan terhindar dari stigma-stigma masyarakat.8

Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, Pelaksanaan proses diversi dilaksanakan melalui musyawarah. Musyawarah diversi adalah musyawarah antara para pihak yang melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orangtua walinya, pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial professional, perwakilan masyarakat dan pihak-pihak lainnya untuk mencapai kesepakatan Diversi melalui keadilan Restoratif.9

Undang-Undang yang digunakan dalam hal pidana anak adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Dalam hal pidana anak dikenal dengan istilah diversi yaitu pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi dapat dilakukan atas persetujuan korban dan ancaman pidananya dibawah 7 (tujuh tahun) dan bukan merupakan pengulangan pidana (UU SPPA pasal 7 ayat 2), tetapi apabila korban tidak menghendaki diversi maka proses hukumnya akan terus berlanjut.

Hasil Kesepakatan Diversi dapat berbentuk (pasal 11): perdamaian dengan atau tanpa ganti rugi; penyerahan kembali kepada orang tua/wali;

keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau

8 Sutiono, Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana Melalui Diversi Berdasarkan Sistem Peradilan Pidana Anak, Jurnal Esensi Hukum, 2(1), 2020.

9 Bambang Waluy, Penyelesaian Perkara Pidana Penerapan Keadilan Restoratif dan Transformatif, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2020, hlm. 200.

(5)

LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau pelayanan masyarakat10. Pasal 20 disebutkan dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah Anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, anak tetap diajukan ke sidang anak. 11

Pasal 21 ayat 1 dijelaskan bahwa dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk menyerahkan kembali kepada orang tua/wali; atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan12. pasal 32 menjelaskan bahwa penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan atau lembaga bahwa anak tidak melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.13 Penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:

10 Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

11 Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

12 Pasal 21 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

13 Pasal 32 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

(6)

a. anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan

b. diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.

Pasal 69 ayat 1 menjelaskan bahwa anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Ayat 2 menjelaskaskan bahwa anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan.14 pasal 70 menjelaskan bahwa ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.15

Table 1.1 Data Perkara Anak di Kantor Pengawasan dan Perlindungan Anak di Kota Tanjungpinang Tahun 2018-2020

Jenis Kasus

Tahun

2018 2019 2020

Pencurian 16 15 20 Sumber: Polresta Kota Tanjungpinang, 2022

Data dari Tabel 1.1 dapat dilihat kasus pencurian yang dilakukan oleh anak meningkat yang semula pada tahun 2018 berjumlah 16 kasus, tahun 2019 berjumlah 15 kasus kemudian di tahun 2020 meningkat menjadi 20

14 Pasal 69 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

15 Pasal 70 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

(7)

kasus, perlu adanya perhatian secara khusus mengapa kasus pencurian yang dilakukan oleh anak dapat meningkat.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal pokok yang merumuskan unsur-unsur pencurian terdapat dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pencurian yang dilakukan anak dibawah umur mungkin dapat di terjemahkan sebagai pencurian khusus, yaitu sebagai pencurian dengan cara-cara tertentu sehingga bersifat lebih ringan.16

Beberapa kendala yang sering terjadi oleh penyidik kepolisian bagian Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Kota Tanjungpinang, yang diperoleh melalui hasil wawancara, yaitu :

1. Sulitnya memberikan pemahaman kepada korban atau orangtua korban yang tidak menerima penyelesaian ini diselesaikan secara diversi karena pihak korban tidak terima apabila terlapor tidak mendapatkan sanksi yang pantas dengan tindak kejahatan yang telah dilakukan karena pihak korban merasa dirugikan.

2. Faktor kendala pada permintaan korban yang meminta ganti rugi yang berlebihan atau pantas oleh pihak terlapor dan ada juga permintaan korban yang meminta sesuai dengan kerugiannya namun pihak terlapor tidak dapat memenuhi karena keluarga terlapor termasuk orang yang tidak mampu.

3. Faktor kendala selanjutnya adalah jika ada kasus tindak pidana anak yang diharuskan dilakukan Penangkapan dan Penahanan, di Kota

16 V. Tambelan, Penegakan Hukum Atas Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan Oleh Anak Dibwaah Umur, Lex Et Socieatis, 1(2), 2013.

(8)

Tanjungpinang tidak memiliki Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan Lemabaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) jadi ditempatkan di lapas/rutan dewasa. 17

Melihat pelaku adalah anak yang masih di bawah umur atau belum dewasa dan anak ini juga harus mendapatkan hak-haknya meskipun dia telah melakukan suatu tindak pidana.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik meneliti dan menyusunnya dalam bentuk skripsi dengan judul: “Proses Penyidikan Anak yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Kasus Pencurian (Studi Kasus Di Polres Tanjungpinang)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan malasah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana proses penyidikan dalam tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di wilayah hukum Polresta Tanjungpinang?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses penanganan anak yang berkonflik dengan hukum yang dalam proses penyidikan di Polres Tanjungpinang.

17 Hasil Wawancara penulis dengan penyidik Di Polres Kota Tanjungpinang pada hari jumat, pikul 13.00 WIB, tanggal 12-08-2022.

(9)

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses penanganan anak yang berkonflik dengan hukum yang dalam proses penyidikan di Polres Tanjungpinang.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya yang berkaitan dengan perlindunganan hukum terhadap hak-hak tersangka pidana.

b. Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dibidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenisnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Diharapkan dapat meningkat dan mengembangkan kemampuan peneliti dalam bidang hukum maupun untuk praktisi hukum dalam memperjuangkan penegakan hukum.

b. Diharapkan dapat memberikan gambaran secara lengkap mengenai bentuk pengaturan dan sanksi tindak pidana yang dilakukan oleh anak didalam KUHP.

Referensi

Dokumen terkait

The arising of media techonology like Storybird as internet-based CALL and an interactive storytelling website helps to boost student engagement and the students’ ability in narrative

From the discussion above it can be concluded that students are more interested in reading short stories, which with them having an interest in reading short stories, they will often