Di Indonesia, termasuk Kalimantan Timur, NTB dan Jakarta, Jamaah Tabligh sangat plural baik dari segi aliran, organisasi, dan profesi. Buku ini juga fokus membahas konflik sosial yang timbul akibat dakwah tabligh di tingkat keluarga dan masyarakat. Penulis juga berharap buku ini dapat memberikan kontribusi pemahaman yang lebih luas dan menjembatani kesalahpahaman tentang gerakan dakwah Tabligh di masyarakat.
PENGAKUAN
Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan program studi Sosiologi Universitas Mataram yang telah memberikan dukungan dan meluangkan waktu berdiskusi untuk menyempurnakan buku ini.
PERSEMBAHAN
PENDAHULUAN
Buku ini membahas tentang gerakan Jamaah Tabligh di berbagai negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, terkait isu demazalisasi Islam, ekonomi ketuhanan, pendidikan, dan konflik sosial. Penelitian terhadap Jamaah Tabligh dilakukan di beberapa negara di Asia Tenggara dan wilayah di Indonesia pada tahun 2015-2019. Lokasi penelitian di Indonesia dilakukan di kantor pusat JT di Jakarta, Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
DEMAZHABISASI ISLAM
Beliau melihat kepentingan berdakwah sambil melakukan ajaran thareqat bersama-sama di masjid melalui program khuruj fi sabilillah (Chakrabarti. Sepanjang khuruj saya selama 3 hari di Masjid Palaran, Samarinda, semua ahli wajib solat berjemaah pada setiap masa dan tidak boleh keluar dari masjid tanpa izin Emir Tidak semua ahli mengikut jaula, ada yang tinggal di masjid untuk berta'lim, berzikir dan berdoa agar jaula berjaya.
Ketika saya melakukan khuruj bersama rombongan dari Sri Lanka di Balikpapan di Masjid Ar-Rahman, saya menemani rombongan haji ke Pondok Pesantren Terpadu Al-Mujahidin di Balikpapan. Saat saya khusyuk selama 3 hari di Masjid Mangku Palas Samarinda Seberang, saya berobat ke RS Abdul Muis3. Pemandangan serupa juga terjadi di Masjid Jami, Kebon Jeruk, Jakarta, Masjid Agung Mataram dan markas Tabligh lainnya di mana perdebatan mengenai aliran sangat jarang terjadi.
Di Masjid Pujut Pattani dan Masjid Annur, Jala Selatan Thailand yang setiap harinya dikunjungi ratusan jamaah dari berbagai daerah, memperlihatkan kondisi rukun dan damai dalam beribadah. Di Masjid Manabi'ul Ulum Penanti di Malaysia, markas pertama Tabligh, faktanya sedikit berbeda. Konflik muncul karena bersentuhan dengan tradisi Islam lokal di daerah tersebut. Kehadiran aktif perempuan di masjid menjadi perdebatan dan permasalahan serius karena dalam tradisi keagamaan Tabligh perempuan mempunyai ruang salat sendiri yang harus dipisahkan8.
Mereka tidak bisa hadir sewaktu-waktu di masjid yang dijadikan markas mereka karena para anggota Tabligh tidur dan tinggal di masjid.
MANHAJ TABLIGH SEBAGAI JALAN TENGAH INTEGRASI
Saya berasumsi bahwa gerakan dakwah Tabligh mempunyai misi besar, yaitu mempersatukan umat Islam dari berbagai latar belakang, baik mazhab, ideologi, aliran, suku, budaya, dan bahasa. Tabligh juga mengajarkan konsep ikromul Muslimin, yaitu menghormati seluruh umat Islam tanpa membedakan status, golongan, dan kasta. Gerakan Hinduisasi yang diprakarsai oleh tokoh-tokoh ekstremis Hindu secara tidak langsung mengancam eksistensi umat Islam saat itu karena mayoritas umat Islam di India adalah eks-Hindu yang telah masuk Islam (Preckel 2008; Janson, 2014).
Selain menghadapi gerakan Hinduisasi, umat Islam di India saat itu juga terancam oleh gerakan tersebut. Ia merumuskan konsep gerakan Islam integratif yang dapat menyatukan umat Islam dari semua kelompok, organisasi, budaya, bahasa, sekte dan ideologi. Gerakan dakwah Tabligh yang bersifat terbuka dan inklusif terhadap semua aliran, merupakan gerakan “dakwah alternatif” dan “jalan tengah” di tengah maraknya konflik agama yang melibatkan internal umat Islam.
Dakwah Tabligh berfungsi tidak hanya sebagai media kebutuhan transformasi spiritual, namun juga sebagai media integrasi umat Islam ke dalam kerangka yang lebih global dan universal. Mazhab yang diposisikan oleh kelompok tertentu di kalangan umat Islam sebagai benda suci di luar agama tidak dipandang penting dalam ajaran tabligh, bahkan dalam menjalankan gerakan dakwah pun jamaah tidak diperbolehkan membicarakan masalah tersebut. khilafiyah. perbedaan pendapat mengenai produk mazhab. Begitu pula dengan dirinya yang selalu tersenyum mengungkapkan kebahagiaannya saat bertemu dengan umat Islam yang berbahasa berbeda di Lombok.
Ia lebih fokus pada amalan dakwah yang wajib dilakukan oleh seluruh umat Islam, meski ilmunya belum jelas.
EKONOMI “KETUHANAN” DALAM DAKWAH TABLIGHI
Tidak menutup kemungkinan anggota hurujhi dari kalangan bawah yang tidak memiliki kekayaan yang cukup akan menghadapi kesulitan ekonomi bagi dirinya dan keluarga yang ditinggalkannya. Sebagian besar anggota mengalami penurunan pendapatan finansial, bahkan ada pula keluarga yang mengalami krisis ekonomi. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah konsep 'ekonomi ketuhanan' merupakan bentuk pelarian dari ketidakmampuan mereka mencari nafkah ataukah justru merupakan solusi terhadap krisis ekonomi keluarga yang dihadapi para tabligh pada masa Khurux.
Untuk mengurangi permasalahan ekonomi di tingkat keluarga yang ditinggalkan para dai, Tabligh membuat program yang diberi nama ‘nusroh’. Setiap anggota keluarga yang tinggal di Khuru akan bertanggung jawab bersama untuk membantu anggota Tabligh di wilayahnya. Program Nushroh dapat menjadi solusi cepat untuk membantu keluarga kurang mampu secara ekonomi di masa Khuruj.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian keluarga yang ditinggalkan tabligh saat berdakwah mengalami kekurangan “materi” karena modal yang ditinggalkan keluarga tidak mencukupi, sedangkan jamaah harus menanggung biaya transportasi dan makanan selama berdakwah tanpa bantuan. dari orang lain. Di saat yang sama, jamaah Tabligh juga harus memikirkan nasib keluarga yang tinggal bersama mereka selama berdakwah. Jemaah dari berbagai halakoh yang tidak keluar berdakwah akan mengidentifikasi anggota yang keluar huruj dan merencanakan kunjungan ke keluarga yang tersisa untuk membantu mereka dengan membawakan beras, gula dan uang untuk kebutuhan ibu dan anak-anak mereka selama mereka berangkat ke Huruj.
Selain itu, tidak adanya jamaah Tabligh lain di komunitas mereka, sehingga memperumit situasi keluarga yang tetap tinggal, sementara sebagian besar saudara laki-laki dan perempuan mereka tidak memahami pola dan tujuan dakwah Tabligh.
TRANSFORMASI PENDIDIKAN KEAGAMAAN
Para santri yang kami wawancarai di Asrama Islam Al-Fatah Temboro mengatakan, setelah menyelesaikan studi di Asrama Islam, mereka hanya bercita-cita menjadi seorang hafiz, membangun pesantren dan mengembangkan usaha dakwah. Model pendidikan agama di Pondok Pesantren Al-Fatah Temboro yang merupakan salah satu Pondok Pesantren Tabligh Islam terbesar di Asia Tenggara menunjukkan hal yang sedikit berbeda. Tablighi yang terintegrasi dengan sistem pesantren dan praktik ritual NU menjadi warna tersendiri di Pondok Pesantren Tablighi Al-Fatah.
Akademik yang dimaksud di sini adalah pendidikan agama formal yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Al-Fatah, termasuk kajian kitab kuning. Lembaga pendidikan Pondok Pesantren Al-Fatah Temboro mempunyai beberapa jenjang pendidikan mulai dari TK hingga Aliyah. Selain kegiatan akademik dan keagamaan, Pondok Pesantren Al-Fatah juga melaksanakan dakwah sebagai bagian dari Tabligh.
Pondok Pesantren Al-Fatah rutin mengirimkan santrinya keluar desa (khuruj) untuk berdakwah minimal satu hari atau 24 jam. Al-Fatah juga aktif menerima dakwah dari luar daerah dan luar negeri untuk belajar di lingkungan pesantren Al-Fatah. Banyak pesantren yang mempunyai bendera tabligh, namun belum secanggih pesantren Al-Fatah Temboro karena tidak memiliki ketiga aspek tersebut.
Sebagian besar masyarakat yang kami wawancarai mendukung kegiatan dan kegiatan Pondok Pesantren Al-Fatah beserta dakwah Tabligh.
KONFLIK SOSIAL DAN NARASI PERDAMAIAN DALAM DAKWAH
Kampanye Jihad Damai Tabligh dan Fasilitator Resolusi Konflik berperan penting dalam proses Islamisasi di Thailand selatan, khususnya di tiga wilayah, yaitu Naratthiwat, Pattani dan Yala. Islam di Thailand Selatan tidak lepas dari sejarah Kerajaan Islam Melayu Pattani yang dijajah oleh Kerajaan Siam Thailand pada abad ke 18. Komunitas Muslim di Thailand berjumlah sekitar 7 juta jiwa atau 10% dari total penduduk Thailand. secara keseluruhan.
Penguatan dan penyebaran Islam dilakukan melalui pertemuan taklim dan madrasah yang dipimpin oleh seorang 'Babo', sebutan untuk tokoh agama di Thailand Selatan. Setelah pulang kampung dan menyelesaikan studi di sana, mereka biasanya mendirikan madrasah dan tempat tinggal Islam di Thailand selatan. Madrasah-madrasah ini menjadi pusat penyebaran Islam dan seluruh alumninya membangun madrasah baru di Thailand Selatan.
Kehadiran Jamaah Tabligh di Thailand sejak tahun 1980an telah memberikan warna baru untuk memperkuat posisi Islam di Thailand karena dakwahnya yang berkelanjutan. Meski berfokus pada penguatan internal komunitas Muslim, dakwah Tabligh sebenarnya memiliki pengaruh besar terhadap penyebaran Islam di luar komunitas Muslim, seperti di kalangan umat Buddha yang merupakan kelompok mayoritas di Thailand. Kami tidak mengatakan bahwa seluruh jamaah Tabligh di Thailand Selatan tidak memperjuangkan kemerdekaan Pattani, karena dalam beberapa wawancara dengan keluarga jamaah Tabligh, ada yang ikut berjuang dan bertindak melawan pemerintah.
Jamaah Tabligh di Indonesia, termasuk di Lombok, Samarinda, dan Jakarta, hanyalah korban dari opini, image, dan media yang berkembang di masyarakat.
KESIMPULAN
Dakwah merupakan salah satu aktivitas Nabi Muhammad SAW dan para sahabat yang tidak pernah berhenti dan tidak mengenal waktu dan tempat, dimanapun berada, baik di pasar maupun di tempat umum lainnya. Meski hanya menghabiskan 10% waktunya untuk berdakwah (3/bulan, 40/tahun, dan 4/seumur hidup), namun hal ini berdampak besar terhadap perekonomian keluarga, dimana jamaah Tabligh tidak lagi produktif mencari nafkah dan cuti. urusan ekonomi di hadapan Tuhan. Kaum Tabligh tidak begitu peduli dengan perekonomian keluarga karena mereka yakin Allah akan memberi rezeki dan rezeki bagi orang-orang yang berjuang di jalan-Nya.
Jika niat berperang dan berdakwah sudah tuntas, maka uang dan kebutuhan keluarga akan datang langsung dari Allah. Beberapa keluarga Tabligh terancam bubar karena permasalahan ekonomi keluarga dan prinsip hidup yang harus disesuaikan dengan model dakwah Tabligh. Krisis ekonomi keluarga tidak dapat dihindari dalam institusi keluarga tabligh, dimana mereka tidak mempunyai obsesi terhadap penelitian-penelitian yang berlebihan di dunia, sedangkan kebutuhan keluarga dan kebutuhannya dalam berdakwah cukup besar.
Berbeda dengan anggota Tabligh yang lebih kaya dari sebelumnya, sehingga tidak kesulitan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Program nushroh merupakan solusi untuk mengatasi kesulitan ekonomi keluarga ketika mereka tertinggal, dimana anggota lain yang tidak berdakwah akan membantu mereka. Masyarakat merasa tidak nyaman dengan model dakwah Tabligh yang mengetuk pintu mereka karena adanya unsur pemaksaan dan intrusi ke ranah privat.
Aturan waktu dalam berdakwah tidak pernah ada pada masa Nabi, jika ada kesempatan bisa berdakwah dimana saja dan kapan saja.
Daftar Pustaka
Demazhabization of Islam, Divinity Economy and Narrative of Conflict on the Tabligh Followers in Samarinda East Kalimantan', Al Albab Bourneo Journal of Religious Studies, Vol. The Recovery of Non-Violent Identity for an Islamist Pesantren in an Age of Terror, Australian Journal of International Affairs, Published online. Politics and Islamic Revival in Bangladesh: The Role of the State and Non-State/Non-Political Actors.
Religions and Development Research Program Concepts of Development in "Islam": A Review of Contemporary Literature and Practice. Islam on the Move: Tablighi Jamaat in Shout East Asia, Amsterdam: Amsterdam University Press.