1 A. Latar Belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2012). Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 tahun 2004, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Kementrian Kesehatan RI, 2017). Dari dua teori di atas dapat disimpulkan bahwa menua adalah suatu proses yang dilakukan seumur hidup dari sejak lahir, seseorang dianggap sudah memasuki lanjut usia apabila sudah menginjak usia 60 tahun.
Berdasarkan data perserikat bangsa-bangsa (PBB) tentang World Population Ageing, diperkirakan pada tahun 2015 terdapat 901 juta jiwa penduduk lanjut usia di dunia. Jumlah tersebut diperoyeksikan terus meningkat mencapai 2 (dua) miliar pada tahun 2050 (United Nation, dalam Lilis, 2019). Badan Pusat Stasistik memproyeksikan bahwa pada tahun 2045, Indonesia akan memiliki sekitar (63,31 juta) penduduk lanjut usia, atau hampir mencapai 20% populasi, bahkan diperkirakan persentase
lansia. Indonesia akan mencapai 25%, pada tahun 2050 atau sekitar (74 juta) lansia (BPS, 2018).
Selama kurun waktu hampir lima dekade 1971-2019 presentase penduduk lansia di Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat. Pada tahun 2019, presentase lansia mencapai 9,60% atau sekitar (25,64 juta), dan provinsi dengan presentase penduduk lansia terbanyak daerah istimewa Yogyakarta 14,50%, Jawa Tengah 13,36%, Jawa Timur 12,96%, Bali 11,30%, Sulawesi Utara 11,15%, dan Jawa Barat 9.25% (BPS, 2019).
Menjadi tua akan ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala baik kemunduran fisik maupun psikologis (Nugroho, 2012). UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 128, bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditunjukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produkftif secara sosial maupun ekonomi sesuai dengan martabat kemanusiaan. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif (Kemenkes RI, 2013). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang memasuki lanjut usia maka akan mengalami kemunduran baik secara fisik maupun psikologis, namun lansia harus tetap menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif untuk mempertahankan kualitas hidupnya.
Kualitas hidup lansia merupakan suatu komponen kompleks, mencakup usia harapan hidup, kepuasan dalam kehidupan, kesehatan
psikologis dan mental, fungsi kognitif, kesehatan dan fungsi fisik, pendapatan, kondisi tempat tinggal, dukungan sosial dan jaringan sosial.
Kualitas hidup dipengaruhi oleh berbagai situasi dan faktor-faktor yang dikaitkan dengan usia yaitu perubahan status kesehatan dengan kemampuan koping terhadap tekanan kehidupan, identifikasi peran baru, kesempatan, dan tersedianya dukungan sosial. Faktor demografi (usia, jenis kelamin, suku), sosial ekonomi (pendidikan, faktor sosial), pengaruh budaya dan nilai, faktor kesehatan (kondisi kesehatan, penyakit, status fungsional, tersedianya layanan kesehatan) dan karakteristik personal (mekanisme koping, efikasi diri) merupakan predicator kualitas hidup lansia (Ekasari, dkk., 2018). Kualitas hidup (Quality of Life) istilah yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan lansia, kesejahteraan menggambarkan seberapa baik perasaan seseorang terhadap lingkungan mereka. (kaakinen et al., 2010 dalam Ningrum, dkk., 2017).
Pada umumnya warga lanjut usia menghadapi kelemahan, keterbatasan dan ketidakmampuan, sehingga kualitas hidup pada lansia menjadi menurun. Pada kesehatan fisik, perubahan fisik yang terjadi pada lansia erat kaitannya dengan perubahan psikososialnya. Pengaruh yang muncul akibat berbagai perubahan pada lansia tersebut jika tidak teratasi dengan baik, cenderung akan mempengaruhi kesehatan lansia secara menyeluruh (Syurandhari, 2015). Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah kondisi psikologis. Erickson mengungkapkan bahwa usia lanjut ditandai dengan adanya integritas ego atau kepuasan. Integritas
digambarkan sebagai suatu keadaan yang dicapai individu setelah berhasil menyesuaikan diri dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Jika lansia tidak mencapai integritas, maka lansia akan berputus asa menghadapi perubahan dalam kehidupannya, merasa bahwa kehidupan ini tidak berarti dan mengalami keputusasaan berkenaan dengan menjelang kematian, yaitu merasa bahwa ajal sudah dekat dan takut akan kematian (Desmita, dalam Sari., 2018).
Lansia juga mengalami perasaan rendah diri apabila dibandingkan dengan individu yang lebih muda, sehingga hal ini membuat lansia cemas, merasa gugup, sering takut, sedih, stres dan cenderung depresi (Rohmah, dalam Sari., 2018). Faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas hidup adalah hubungan sosial. Hubungan sosial meliputi hubungan antara lansia dengan keluarga maupun lingkungan sosialnya. Hurlock menunjukan bahwa kepuasan hubungan antara lansia dengan anaknya mengalami penurunan. Hal ini berkaitan dengan ketidakbahagiaan yang dirasakan lansia karena merasa diabaikan oleh anak-anak atau anggota keluarga lainnya yang tinggal berjauhan, padahal dukungan sosial dari orang-orang terdekat membuat lansia dapat menikmati masa tua dengan bahagia dan meningkatkan kualitas hidupnya (Sari, 2018).
Dukungan keluarga yang berupa pemberian bantuan dari anak kepada orang tua masih berperan sangat besar pada masyarakat Indonesia.
Jika dikaitkan dengan budaya indosesia dimana budaya extended familymasih berkembang, memungkinkan lansia untuk tinggal bersama
keluarga (anak, menantu, cucu atau anggota keluarga lain). Liu (2009) menemukan bahwa lansia dalam masyarakat tradisional di asia masih tinggal bersama keluarga. (Riasmini, 2013)
Menurut Muhlisin 2012, keluarga dipandang sebagai sistem sosial terbuka yang ada dan berinteraksi dengan sistem yang lebih besar (suprasistem) dari masyarakat (misalnya: politik, agama, sekolah dan pemberian pelayanan kesehatan). Karena keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat, maka keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lanjut usia untuk meningkatkan kualitas hidup lanjut usia.
Fungsi keluarga dalam bidang kesehatan dikaitkan dengan kemampuan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengatasi permasalahan kesehatan keluarga secara mandiri. Hal ini dikaitkan dengan lima tugas keluargadalam bidang kesehatan, yang meliputi kemampuan mengenal masalah kesehatan dan mengambil keputusan, kemampuan merawat anggota keluarga yang sakit dan memodifikasi lingkungan untuk mendukung proses penyembuhan, serta kemampuan untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Keluarga juga memiliki peran untuk memberikan dukungan emosional (Friedman, 2010).
Dalam proses perawatannya, lansia perlu untuk mempereloleh dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental, dan dukungan penghargaan sehingga lansia dapat meningkmati masa tuanya dengan bahagia, serta dapat meningkatkan kualitas hidup (Kaakinen et al., 2010 dalam Ningrum, dkk., 2017). Dukungan dari keluarga merupakan
unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah.
Dukungan keluarga akan menambah rasa percaya diri, motivasi untuk menghadapi masalah dan meningkatkan kepuasan hidup. Sampai saat ini keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para lansia (Suprajitno, dalam Ningrum, dkk., 2017). Keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan yaitu dukungan informasional, dukungan instrumental, dukungan emosional, dan dukungan penilaian (Friedman, 2010). Dukungan emosional termasuk ke dalam fungsi afektif keluarga.
Dukungan yang diberikan oleh keluarga bisa dalam bentuk kepercayaan, rasa empati, pengertian, perhatian, rasa aman, cinta dan kasih sayang, serta pemberian semangat (Luthfa, 2018). Jika keluarga merupakantempat tinggal yang disukai oleh lansia dan dapat meningkmati masa tuanya dengan bahagia, serta dapat meningkatkan kualitas hidup, bagaimana jika lansia yang tinggal bersama di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW), karena menurut info dari Jakarta Kompas.com bahwa lebih dari 1.500 lansia di rawat di Panti Sosial Tresna Werdha milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Menanggapi semakin tingginya jumlah lansia di Indonesia yang tidak lepas dari perbedaan status sosial dan ekonomi, serta mengacu pada UU Nomor 6 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia maka pemerintah membentuk Rumah Pelayanan Sosial bagi lanjut usia. Rumah ini merupakan fasilitas pelayanan sosial yang ditujukan bagi lansia terlantar supaya tetap sejahtera (BPS, 2018). Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) merupakan suatu unit pelaksana teknis (UPT)/lembaga kesejahteraan sosial(LKS)/ institusi yang menampung dan merawat lansia, serta berperan sebagai keluarga bagi lansia dalam menjalankan fungsi pendampingan dan pembinaan kesejahteraan sosial. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam PSTW adalah bimbingan mental dan sosial, pelayanan kesehatan, kegiatan keagamaan, bimbingan keterampilan, dan rekreasi.
Pendirian PSTW dapat dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota, yayasan, lembaga sosial masyarakat, maupun oleh anggota masyarakat secara pribadi. Menempatkan lansia di dalam PSTW pada dasarnya merupakan upaya terakhir, apabila upaya-upaya lainnya sudah tidak memungkinkan lagi (BPS, 2015).
Lansia yang tinggal di Rumah Pelayanan Sosial otomatis akan jauh dari keluarga, masalah psikologis sering dialami oleh para lansia. Lansia merasa sudah tidak produktif lagi untuk melakukan banyak hal, selain itu perlakuan keluarga yang menganggap orang tua sebagai beban, setelah memasukkan lansia ke Rumah Pelayanan Sosial keluarga jarang mengunjungi dan memberi perhatian. Sehingga banyak lansia yang merasa dirinya sudah tidak berguna dan merasa keberadaannya tidak diharapkan, oleh karena itu banyak lansia yang tinggal di Rumah Pelayanan Sosial dengan tidak melakukan aktivitas. Kondisi demikian ini tidak sesuai dengan teori aktivitas (activity theory), bahwa semakin banyak kegiatan yang dilakukan oleh lansia maka kualitas hidupnya akan baik (Luthfa, 2018).
Perasaan tidak dibutuhkan dan pasif dalam beraktivitas menyebabkan kualitas hidup lansia menurun, kualitas hidup menurun akan mempengaruhi kesehatan lansia secara menyeluruh bahkan bisa mengakibatkan lansia depresi. Berbeda dengan kondisi lansia yang tinggal bersama dengan keluarga di rumah, dengan adanya dukungan keluarga maka seharusnya kebutuhan lansia dapat dipenuhi dengan baik, sehingga akan lebih sejahtera. Kualitas hidup lansia berkaitan dengan lingkungan tempat tinggal yang membahagiakan, sehingga merasa tetap berguna dan berkualitas (Renwick & brown, dalam Luthfa, 2018).
Hasil studi pendahuluan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Pertiwi petugas panti mengatakan bahwa ada 22 lansia yang berada dipanti tersebut dan lansia yang memiliki keluarga berjumlah 12 lansia, sedangkan yang tidak memiliki keluarga berjumlah 10 lansia. Petugas panti mengatakan bahwa terdapat 2 lansia yang sudah tidak kooperatif atau sudah pikun. Saat dilakukakan wawancara kepada beberapa lansia didapatkan hasil lansia yang mengatakan bahwa mereka senang tinggal berada di panti karena memiliki banyak teman, bisa mengobrol dengan lansia yang lain, bisa saling cerita tentang kehidupannya, makan satu hari tiga kali, lansia pun mengatakan bahwa di panti ada cek kesehatan satu minggu sekali dan ada dokternya khusus. Salah satu dari lansia tersebut mengatakan dia lebih senang dipanti dibandingkan tinggal bersama keluarganya, karena menurut lansia tersebut dia merasa tidak diperhatikan
oleh keluarganya dan tidak akur dengan saudaranya sendiri semenjak ibu kandungnya meninggal.
Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Griya Antapani menunjukan bahwa terdapat 26 posbindu di wilayah kerja Puskesmas Griya Antapani.
Petugas mengatakan terdapat banyak lansia di wilayah kerja tersebut. Saat dilakukan wawancara kepada beberapa lansia didapatkan hasil lansia yang mengatakan bahwa setiap sakit dia selalu diantar oleh temennya, karena masih sungkan kepada anak dan menantu. Lansia lain pun mengatakan bahwa dia kurang puas dengan kehidupannya yang telah ditinggal oleh istri. Ada pula lansia yang mengatakan senang dengan kehidupannya karena diberikan kesehatan, mampu beraktifitas dan diberikan keluarga serta teman yang perhatian dan pengertian.
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan literature review dengan judul “Perbedaan Kualitas Hidup Lansia Yang Tinggal Bersama Keluarga Dengan Lansia Yang Tinggal Di Rumah Pelayanan Panti Sosial”
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang diteliti pada saat literature review adalah “apakah ada perbedaan kualitas hidup lansia yang tinggal bersama keluarga deangan lansia yang tinggal di rumah pelayanan sosial”
C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum
Untuk mengetahui perbedaankualitas hidup lansia yang tinggal bersama keluarga dengan lansia yang tinggal di rumah pelayaan Panti Sosial.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi gambaran kualitas hidup lansia yang tinggal bersama keluarga
b. Mengidentifikasi gambaran kualitas hidup lansia yang tinggal di rumah pelayaan Panti Sosial.
c. Mengidentifikasi gambaran perbedaan kualitas hidup lansia yang tinggal bersama keluarga dengan lansia yang tinggal di rumah pelayanan Panti Sosial.
D. Manfaat peneliti 1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai ilmu keperawatan gerontik, keperawatan keluarga, sehingga menjadi pengalaman berharga mengenai perbedaan kualitas hidup lansia dikeluarga dan di Panti Sosial. Dan penelitian ini dapat menjadi acuan untuk peneliti selanjutnya.
2. Manfaat praktisi
Bagi institusi keperawatan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan bacaan yang bermanfaat untuk mahasiswa-mahasiswi keperawatan, mengenai keperawatan gerontik, keperawatan keluarga, dan menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya.
E. Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup pada kajian literature penelitian ini terfokus pada perbedaan kualitas hidup lansia yang tinggal bersama keluarga dengan lansia yang tinggal di panti sosial. Kajian literatur ini dilakukan pada bulan April-Juli 2020