• Tidak ada hasil yang ditemukan

tarian tradisional caci pada masyarakat flores di desa bangka

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "tarian tradisional caci pada masyarakat flores di desa bangka"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TARIAN TRADISIONAL CACI PADA MASYARAKAT FLORES DI DESA BANGKA KULENG KECAMATAN POCORANAKA KABUPATEN MANGGARAI TIMUR

PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

1AGUSTINUS FRANS P N

2Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Makassar Email: agustinus.f17@gmail.com

Abstrak

Agustinus Frans, 2019. Tarian Tradisional “Caci” Pada Masyarakat Flores Di Desa Bangka Kuleng Kecamatan Pocoranaka Kabupaten Manggarai Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur. Skripsi fakultas ilmu sosial program studi ilmu sosial universitas negeri makassar. Dibimbing Bapak Dr.

Ibrahim, S.Ag. M.Pd. dan bapak Dr. Herman, S.Pd. M.Si. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) urgensi tarian tradisional caci terhadap masyarakat flores di desa bangka kuleng kecamatan pocoranaka kabupaten manggarai timur propinsi nusa tenggara timur (2) upaya melestarikan kebudayaan tarian tradisional caci pada masyarakat flores kecamatan pocoranaka kabupaten manggarai timur propinsi nusa tenggara timur. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif untuk pengumpulan data penelitian menggunakan teknik observasi, teknik wawancara, dan dokumentasi kemudian dilakukan teknik data yakni kualitatif melalui tahapan reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data yang digunakan adalah teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) urgensi tarian tradisional caci terhadap masyarakat flores di desa bangka kuleng kecamatan pocoranaka kabupaten manggarai timur propinsi nusa tenggara timur memiliki nilai-nilai budaya yang sangat menjunjung tinggi etika moral kemanusian, tarian caci bagi sosial sangat besar perannya bagi masyrakat karena adanya tarian caci ini dapat mempertemukan kedua desa dan memperkuat rasa kekeluargaan, tarian caci bagi perekonomian juga sangat membantu karna dapat menarik para wisatawan dating untuk menyaksikan tarian caci. (2) upaya melestarikan kebudayaan tarian tradisional caci pada masyarakat flores kecamatan pocoranaka kabupaten manggarai timur propinsi nusa tenggara timur mengajak masyarakat flores untuk lebih berpartisipasi dalam event tarian caci ini dan juga mengajarkan pada usia dini tentang tarian caci.

1 Penulis

2 Fakultas dan universitas penulis

(2)

1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki Bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan, dan karya seni.

Menurut UUD 1945 pasal 32 yaitu:

“negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.”3

Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia. Perbedaan kebudayaan ini membuat Indonesia dikagumi oleh negara luar. Salah satu dari kebudayaan Indonesia adalah seni tari tradisional di berbagai macam daerah. Seni tari tradisional dapat dikatakan sebagai lambang dari peradaban dari masing-masing daerah. Seni tari sangat diperlukan pada saat penyambutan calon- calon pemimpin di berbagai daerah.

Tari tradisional juga dilakukan pada saat pesta rakyat di berbagai daerah. Namun kesenian tari tradisional lambat laun semakin memudar atau kurang diketahui oleh masyarakat dikarenakan semakin majunya perkembangan teknologi di Indonesia. Salah satu seni tari yang kurang diketahui dan dipandang yaitu seni tari caci yang berasal dari Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Seni tari ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat Maggarai sendiri khususnya kalangan remaja kurang mengetahui dan memahami akan tarian ini. Hal ini sebenarnya terjadi karena tarian ini sangat jarang dilakukan karena kemajuan teknologi yang telah menyebar pada jaman sekarang dan biaya untuk tarian

3 UUD 1945 Pasal 32

ini sangat mahal serta tidak sembarang orang boleh ikut menjadi peserta tarian ini (memiliki bakat tertentu). Sekarang saat mereka mengadakan pesta kawin, tahun baru, dan peresmian rumah pembuatan rumah adat jarang sekali di temukan menggunakan upacara adat seperti tari caci ini, mereka lebih suka membuat pesta dengan di iringi lagu dari teknologi masa kini.

Tari Caci adalah tari perang sekaligus permainan rakyat antara sepasang penari laki- laki yang bertarung dengan cambukdan perisai di Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Penari yang bersenjatakan cambuk (pecut) bertindak sebagai penyerang dan seorang lainnya bertahan dengan menggunakan perisai (tameng). Tari ini dimainkan saat syukuran musim panen (hang woja) dan ritual tahun baru (penti), upacara pembukaan lahan atau upacara adat besar lainnya, serta dipentaskan untuk menyambut tamu penting. Tari caci ini biasanya dimainkan oleh masyarakat manggarai dengan kisaran umur 25-50 tahun.

Caci selalu dimainkan oleh kelompok tuan rumah (ata one) dan kelompok pendatang dari desa lain (ata pe’ang atau disebut meka landang yang berarti tamu penantang). Tarian Danding atau tandak Manggarai ditarikan sebagai pembuka pertunjukan caci. Penari caci tidak hanya menari namun juga melecutkan cambuk ke lawan sembari berpantun dan bernyanyi.

Karena tari caci ini sangat jarang dilakukan, masyarakat Manggarai khususnya para remaja mempunyai pengetahuan yang sangat minim akan tari caci ini dan juga dikarenkan teknologi (handphone, radio, televisi, digital player, dan lain-lain) sudah mulai banyak beredar di desa itu. Dengan perancangan buku ini di harapkan hal di atas dapat terealisasikan dan adanya upaya pelestarian budaya tradisional lokal. Dengan perancangan berupa buku ilustrasi ini lebih mendorong masyarakat Manggarai untuk melihat dan memahaminya, karena orang Manggarai sendiri sangat senang bila budaya mereka diperhatikan oleh masyarakat luar pulau.

(3)

Seiring perkembangan zaman banyak sekali tari-tari modern yang berkembang dan diminati oleh kaum remaja saat ini. Famour tari tradisi seakan redup dengan adanya tari- tari modern yang semakin berkembang. Salah satu factor penyebab lunturnya minat tari tradisional dikalangan remaja yaitu “gengsi”.

Mereka menganggap bahwa tradisi itu kuno, tradisi itu kolot dan tidak modern. Pola fikir remaja zaman sekarang memang berbeda, karena sudah terpengaruh oleh Globalisasi.

Nasib bangsa Indonesia dan nilai-nilai kebudayaannya sangat tergantung kepada budaya tradisional kita yang lambat laun terus luntur bahkan hilang dan mengalami degradasi.

Modernisasi yang dianggap sebagai westernisasi (pembaratan) telah menggerus budaya tradisional terutama tarian “caci”

yang ada di Flores Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kemelut yang terjadi di Indonesia dikarenakan hilangnya kebudayaan asli bangsa Indonesia yang telah terkontaminasi oleh budaya barat. Sehingga bangsa ini seperti kehilangan jati diri budayanya terutama kalangan remaja. Mereka tidak sadar bahwa mereka tengah berada pada krisis kebudayaan.

Lebih ironis lagi ketika para remaja zaman sekarang tidak mengetahui tarian tradisional asli bangsa sendiri. Ketika mereka belajar untuk menarikan tarian tradisional gairah atau semangatnya seperti tidak ada bahkan kosong. Karena mereka beranggapan bahwa tarian tradisional hanya pantas untuk ditarikan oleh para orang tua zaman dulu, para bangsawan zaman dulu dan saudagar zaman dahulu.

Berdasarkan hasil observasi latar belakang di atas, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Tarian Tradisional “Caci” di Flores Kecamatan Pocoranaka Kabupaten Manggarai Propinsi Nusa Tenggara Timur”

2. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Penelitian kualitatif

Topik utama yang dikaji pada penelitian ini adalah Urgensi Tarian Tradisional “Caci”

Pada Masyarakat Flores Kec. Pocoranaka Kab. Manggarai Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur

Mendeskripsikan hal-hal terkait dengan topik tersebut maka penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif karena dapat dengan mudah memahami interaksi sosial yang berkembang di lapangan dengan ikut berperan serta wawancara mendalam terhadap interaksi sosial tersebut.

Sebagaimana dipaparkan di muka, penelitian kualitatif sebagai model yang dikembangkan oleh mazhab baden yang bersinergi dengan aliran filsafat fenomenologi menghendaki pelaksanaan penelitian berdasarkan pada situasi wajar (natural setting) sehingga kerap orang juga menyebutnya sebagai metode naturalistic. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah meneliti informan – sebagai subjek penelitian – dalam lingkungan hidup kesehariannya.4 Metode penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis refleksi terhadap berbagai dokumen yang di temukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail.

2. Lokasi Penelitian

Di Flores Desa Bangka Kuleng Kecamatan Pocoranaka Kabupaten Manggarai Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya Rumah Adat Mbaru Gendang yang merupakan pusat perkampungan tradisional di Kabupaten Manggarai. Rumah adat ini menjadi tempat

4 Dr. Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Erlangga. Hal. 23

(4)

tujuan wisatawan asing dan nusantara untuk melihat kunikan adat orang manggarai.

3. Tahap-tahap Penelitian

Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Tahap pra penelitian

Pada tahap pra penelitian ini peneliti melakukan observasi awal di Rumah Adat Desa, yang selanjutnyan menemukan masalah yang peneliti merasa perlu untuk di teliti, kemudian mengambil surat pra penelitian guna meminta izin kepada lembaga yang terkait untuk mengambil data yang di perlukan dalam penyusunan proposal penelitian.

b. Tahap pelaksanaan penelitian

Pada tahap pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan pengumpulan data dengan melakukan observasi, wawancara langsung kepada masyarakat baik sebagai pengunjung atau penjual, tokoh masyarakat dan pemerintah.

c. Mengidentifikasi data

Dalam mengidentifkasi data yang merupakan tahap akhir setelah melakukan penelitian, pada tahap ini peneliti melakukan identifikasi data-data yang diperoleh, baik itu dari data primer maupun data sekunder untuk di analisis kemudian ditarik suatu kesimpulan sebagai hasil dari penelitian yang telah dilakukan di Rumah Adat Mbaru Gendang.

4. Sumber data

Sumber data yang maksud yaitu darimana data atau sumber tersebut didapatkan. Dalam hal ini sangat dibutuhkan sumber-sumber yang dapat memberikan keterangan yang jelas mengenai data yang dibutuhkan penelitian.

Data primer dan data sekunder sangat dibutuhkan oleh peneliti dalam pengumpulan data yang dibutuhkan, adapun data primer yang akan menjadi objek dalam penelitian ini yaitu masyarakat baik sebagai pengunjung atau penjual, tokoh masyarakat, tokoh adat/budaya, dan pemerintah sedangkan dari data sekunder yakni Arsip atau dokumen- dokumen yang terkait.

5. Instrumen Penelitian

Adapun instrument penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Metode Observasi

Teknik observasi ini dilakukan untuk melihat serta mengamati secara langsung fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar Objek Rumah Adat Desa Bangka Kuleng yang bertujuan untuk memperoleh pengamatan apa saja yang dilakukan oleh masyarakat.

Adapun jenis observasi yang digunakan yakni:

Observasi Berperan Serta (Participant Observation) yaitu:

Dalam observasi ini, peneliti memainkan dua peran, yaitu pertama berperan sebagai anggota peserta dalam kehidupan masyarakat, dan kedua sebagai peneliti yang mengumpulkan data tentang perilaku masyarakat dan perilaku individunya.5

b. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu bagian terpenting dari setiap penelitian.

Tanpa wawancara, penelitian tidak akan memperoleh informasi yang sesuai dengan diinginkan karena hanya dengan wawancara akan diperoleh data yang dibutuhkan yaitu dengan jalan bertanya langsung kepada informan. Dalam penelitian ini penulis memilih informan dalam proses wawancara, alasan pemilihan karena dari para informan inilah penulis memperoleh informasi yang banyak dan ketika diuji kepastiannya dengan menanyakan kepada informan yang lain informasi merekalah yang paling mudah dipahami penulis. Didukung juga para informan tersebut adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata, misalnya para pedagang yang ada di sana atau pengelola Rumah Adat Mbaru Gendang, para tokoh adat/budaya setempat.

Jenis wawancara yang digunakan yakni:

Wawancara Terbuka yaitu:

5 Prof. Dr. Ezmir, M.Pd. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Cetakan ke-2. Jakarta:

PT Rajagrafindo Persada. Hal. 39

(5)

Wawancara terbuka dilakukan peneliti dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dibatasi jawabannya, artinya pertanyaan yang mengundang jawaban terbuka.6

6. Prosedur Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan cara mendatangi atau berbincang langsung di lokasi khususnya mereka masyarakat sekitar serta objek penelitian untuk mendapatkan data yang lebih akurat, dalam hal ini penulis akan mendatangi lokasi secara langsung.

Adapun tahap pengumpulan data yang ditempuh adalah:

1) Observasi

Observasi adalah pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti atau terhadap lokasi penelitian. Melalui metode ini realitas dan konteks penelitian dapat dipahami secara mendalam. Menurut Nasution observasi “observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam kenyataan”7

2) Wawancara

Menurut juliansyah noor “wawancara merupakan salah satu Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain”.8

Dalam pelaksanaan ini metode wawancara, maka penulis mengadakan Tanya jawab dengan informan yakni, informan dapat golongkan menjadi 3 bagian yakni:

a) Informan biasa, yaitu pengelola rumah adat mbaru gendang

6 Ibid. hal 51

7 Nasution. 2006. METODE RESEARCH (PENELITIAN ILMIAH). Jakarta: Bumi Aksara.

Hal 106

8 Juliansyah noor. 2016. METODOLOGI PENELITIAN: SKRIPSI, TESIS, DISERTASI, DAN KARYA ILMIAH. Jakarta: Kencana. Hal 138

b) Informan kunci, yaitu masyarakat sekitar c) Informan ahli yaitu Tokoh Masyarakat

dan Pemerintah seperti Dinas Kebudayaan.

3) Dokumentasi

Menurut kartini kartono dalam Burhan bungin “metode dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian social. Pada intinya metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis”.9

7. Pengecekan Keabsahan Data a. Perpanjangan pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.

b. Ketekunan

Dengan ketekunan sebagai peneliti diharapkan dapat mempermudah proses penyelesaian penelitian ini, karena dengan adanya ketekunan segala hambatan akan dapat dilalui.

c. Menggunakan bahan Referensi

Adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti.

Seperti halnya data wawancara yang didukung oleh rekaman wawancara sehingga data yang didapat menjadi kredibel atau lebih dapat dipercaya.

d. Triangulasi 1) Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama. Adapun triangulasi teknik ditempuh melalui, peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara, serta dokumentasi untuk sumber data yang sama.

9 Burhan Bungin. 2015. PENELITIAN KUALITATIF: KOMUNIKASI, EKONOMI, KEBIJAKAN PUBLIK, DAN ILMU SOSIAL LAINNYA. Jakarta: Kencana. Hal 124

(6)

2) Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda- beda dengan teknik yang sama. Dengan menggunakan teknik triangulasi dalam pengumpulan data, maka data yang di peroleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti. Selain itu, dengan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data.

3) Triangulasi Waktu

Keabsahan data juga sering dipengaruhi oleh waktu. Oleh karena itu dalam rangka pengujian keabsahan data yang dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi dan tehnik lain dalam waktu dan situasi yang berbeda di Rumah Adat Desa Bangka Kuleng.

8. Analisis Data

Analisis data merupakan upaya penataan secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang analisis data. Ada beberapa bagian analisis data yaitu “Data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion drawing/verifikasi”. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.

b. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sebagainya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

Conclusion Drawing/Verifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian berada dilapangan.

Hasil dari data-data yang telah didapatkan dari laporan penelitian selanjutnya digabungkan dan disimpulkan.

Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari satu kegiatan konvigurasi yang utuh, sehingga kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.

Verifikasi data yaitu pemeriksaan tentang besar dan tidaknya hasil laporan penelitian

3. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari kata sansekerta

“buddhayah”, yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan dapat diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Culture, merupakan istilah Bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata latin

“colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural- Determinism. Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur- struktur social, religious, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual

(7)

dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Manusia dan kebudayaan merupakan suatu ikatan yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan ini. Manusia sebagai mahluk tuhan yang paling sempurna mencipkatan kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun- temurun10

Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan- kemampuan lain yang didapat seseoran sebagai anggota masyarakat.11

“Menurut R. Linton dalam buku “the cultural background of personality”

bahwa kebudayaan adalah kunfigurasi dari tingkah laku yang dielajari dan hasil tingkah laku, yang unsur-unsur pembetukannya didukung dan diteruskan oleh anggota dari masyrakat tertentu.” 12 Sole soemardjan (1923 - 2003), dan soelamen soemardi mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. 13

Dari beberapa kesimpulan tersebut kebudayaan merupakan suatu perilaku yang dilakukan oleh masyarakat atau dipelajari dari olah pikir mereka sehingga menjadikaan suatu perilaku dan dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat dan melestarikannya.

10 Sri rahayu ani. 2016. ISBD perspektif baru membangun kesadaran global melalui revolusi mental. Jakarta: PT bumi aksara. Hal. 22

11 Albani Nasution Muhammad Syukri. 2015.

Ilmu Social Budaya Dasar. Cetakan ke-1. Jakarta:

PT Rajagrafindo Persada. Hal. 14

12 Drs. Djoko widagdho, dkk. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Cetakan ke-6. Jakarta: PT BUMI AKSARA. Hal 19

13 Elly M. Setiadi, dkk. 2006. Ilmu Sosial &

Budaya Dasar. Cetakan ke-3. Jakarta:

KENCANA. Hal 28

2. Wujud Kebudayaan

Wujud kebudayaan bersifat abstrak tak dapat diraba dan difoto. Letaknya dalam alam pikiran manusia. Kebudayaan hasil pola pikir manusia dan diterapkan di masyarakat sebagai perilaku yang baru. “Menurut prof.

dr. koentjoroningrat dalam bukunya joko tri prasetya menguraikan wujud kebudayaan menjadi 3 macam. Yaitu 1) wujud kebudayaan sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. 2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.”14

Wujud pertama merupakan wujud yang ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Tempatnya terdapat di dalam kepala atau dalam pikiran warga masyarakat tempat kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.

Wujud kedua dari kebudayaan disebut sistem sosial, yakni mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, dan bergaul satu sama lain disetiap waktu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan, sebagai rangkaian aktivitas manusia dalam masyarakat.

Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Berupa seluruh hasil fisik dan aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat. Sifatnya yang paling konkrit dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.

Wujud kebudayaan yang telah diuraikan, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tidak terpisah antara satu dengan yang lainnya. Kebudayaan dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada manusia.

Baik melalui pikiran, ide-ide. Maupun

14 Albani Nasution Muhammad Syukri. 2015.

Ilmu Social Budaya Dasar. Cetakan ke-1. Jakarta:

PT Rajagrafindo Persada. Hal. 17

(8)

tindakan dan karya manusia yang menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Begitupun sebaliknya kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pula pola-pola pembuatannya bahkan juga cara berfikirnya.15

3. Unsur-unsur Kebudayaan

Setiap kebudayaan mempunyai tujuh unsur dasar, yaitu: kepercayaan, nilai, norma dan sanksi, symbol, teknologi, Bahasa, dan kesenian.

a. Kepercayaan

Kepercayaan berkaitan dengan pandangan tentang bagaimana dunia ini beroperasi. Kepercayaan itu bias berupa pandangan-pandangan atau interprestasi- interprestasi tentang masa lampau, bias berupa penjelasan-penjelasan tentang, masa sekarang, bias berupa prediksi-prediksi tentang masa depan, dan bias juga berdasarkan common sense, akal sehat, kebijaksanaan yang dimiliki suatu bangsa, agama, ilmu pengetahuan, atau suatu kombinasi antara semua hal tersebut.

b. Nilai

Nilai mengacu pada apa atau sesuatu yang oleh manusiadan masyarakat dipandang sebagai yang paling berharga. Dengan perkataan lain, nilai itu berasal dari pandangan hidup suatu masyarakat.

Pandangan hidup itu berasal dari sikap manusia terhadap Tuhan, terhadap alam semesta, dan terhadap sesamanya. Sikap ini dibentuk melalui pelbagai pengalaman yang menandai sejarah kehidupan masyarakat yang bersangkutan.

c. Norma dan Sanksi

Norma adalah suatu aturan khusus atau seperangkat peraturan tentang apa yang harus dan apa yang tidak harus dilakukan oleh

15 Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu

Antropologi. Jakarta: PT RINEKA CIPTA. Hal.

151

manusia. Norma mengungkapkan bagaimana manusia seharusnya berperilaku berperilaku atau bertindak. Jika norma adalah garis pedoman, sanksi merupakan kekuatan pergeraknya. Sanksi adalah ganjaran ataupun hukuman yang memungkinakan orang mematuhi norma. Sanksi-sanksi itu bias bersifat formal bias juga bersifat informal.

Pelanggaran terhadap norma mendatangkan sanksi-sanksi tertentu. Tanpa sanksi, norma- norma kehilangan kekuatan.

d. Teknologi

Pengetahuan dan Teknik-teknik suatu bangsa dipakai untuk membangun kebudayaan materialnya. Dengan pengetahuan dan teknik-teknik yang dimilikinya, suatu bangsa membangun lingkungan fisik, social, dan psikologis yang khas. Sebagai hasil penerapan ilmu, teknologi manusia secara intensif berhubungan dengan alam dan membangun kebudayaan dunia sekunder yang berbeda dengan dunia preimer (alam).

e. Symbol

Symbol adalah sesuatu yang dapat mengekspresikan atau memberikan makna sebuah salib atau sebuah patung Budha, suatu konstitusi, suatu bendera. Banyak symbol berupa objek-objek fisik yang telah memperoleh makna kultural dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih bersifat simbolik ketimbang tujuan-tujuan instrumental.

Symbol-simbol seperti benderan atau salib menampakkan kepercayaan, nilai-nilai, dan norma-norma kultural, dan mengandung banyak arti (Victor Turner, 1967).

f. Bahasa

Bahasa adalah “Gudang kebudayaan”

(Harrof, 1962). Pelbagai arti yang diberikan manusia terhadap objek-objek, peristiwa- peristiwa, dan perilaku merupakan jantung kebudayaan. Dan Bahasa merupakan sarana

utama untuk menangkap,

mengkomunikasikan, mendiskusikan,

(9)

mengubah, dan mewariskan arti-arti ini kepada generasi baru.

g. Kesenian

Setiap kebudayaan memiliki ekspresi- ekspresi artistic. Itu tidak berarti bahwa semua bentuk seni dikembangkan dalam setiap kebudayaan. Bagaimanapun kebutuhan akan ekspresi estetis berkaitan dengan karakteristik-karakteristik dasar masing- masing masyarakat. Tidak ada masyarakat- bangsa yang memiliki karakteristik- karakteristik dasar yang sama. Karena itu, setiap bangsa memiliki ekpresi-ekspresi estetis yang khas.16

Dari beberapa unsur-unsur kebudayaan di atas penulis menyimpulkan bahwa kebudayaan merupakan suatu bentuk keyakinan yang mempertahankan nilai-nilai yang trkandung didalamnya sebagai symbol dan norma untuk diwariskan kepada setiap generasi sebagai alat pemersatu bangsa 4. Tarian Tradisional

Indonesia merupakan negara besar yang terdiri dari berbagai suku, adat dan budaya dan salah satu dari kebudayaan itu adalah tari-tarian tradisional. Hampir setiap daerah dan suku bangsa di indonesia ini memiliki Tarian Tradisionalnya masing-masing.

Seperti tarian tradisional “Caci” dari Nusa tenggara timur.

Tari adalah gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan waktu tertentu untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud, dan pikiran. Walaupun orang sudah berhati-hati dengan definisi yang sedemikian sempit karena disingkirkannya kelompok fenomena yang mungkin sahih di atas untuk dipertimbangkan, kita mestinya mampu memberikan batasan dengan fenomena yang khas sehingga dapat memisahkan dari kategorinya yang terlalu

16 Rafael Raga Maran. 2000. MANUSIA DAN KEBUDAYAAN DALAM PERSPEKTIF ILMU BUDAYA DASAR. JAKARTA: PT Rineka Cipta.

Hal. 38-46

umum. “Menurut Soedarsono, tari adalah ekspresi jiwa manusia dalsm gerak-gerak yang indah dan ritmis.”17

Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa tarian tradisinal merupak gerak ritmis yang didalamnya mencakup bentuk gerak yang indah, lahir dari tubuh yang bergerak berirama dan berjiwa (ekspresi) yang sesuai dengan tujua dari tari.

5. Bentuk-bentuk Tarian Tradisional a. Tari tunggal.

b. Tari Kelompok c. Tari Berpasangan

Sama hal nya dengan tari tunggal, tarian ini juga kerap terlihat dipentaskan secara bekelompok, akan tetapi kelompok penari tersebut tetap menari saling berpasangan.18 6. Tarian Tradisional Caci

Tarian caci merupakan ekspresi budaya tradisional Manggarai. Ekspresi budaya tradisional tersebut mengusung tema “ca nai latang Manggarai” (satu hati untuk Manggarai).

7. Aspek-aspek dalam sinopsis tari a. Nama tempat (keadaan lingkungan

tarian tersebut berasal)

Caci atau tari Caci atau adalah tari perang sekaligus permainan rakyat antara sepasang penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk dan perisai di Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Caci merupakan tarian atraksi dari bumi Congkasae- Manggarai. Hampir semua daerah di wilayah ini mengenal tarian ini. Kebanggaan

17 Yuksinau.id “Pengertian Tari Tradisional dan Contoh Tari Tradisional” 20 Juni 2018.

http://www.yuksinau.id/pengertian-tari- tradisional-dan-contoh/

18 Fadli Nasrudin Alko Muhammad. “Unsur tari,

bentuk tari dan macam macam tari”. 17 september 2018.

https://muhammadfadli31.wordpress.com/2017/1 0/10/unsur-tari-bentuk-tari-dan-macam-macam- tari/

(10)

masyarakat Manggarai ini sering dibawakan pada acara-acara khusus. Tarian Caci Caci berasal dari kata ca dan ci. Ca berarti satu dan ci berarti uji. Jadi, caci bermakna ujian satu lawan satu untuk membuktikan siapa yang benar dan salah dan merupakan ritual Penti Manggarai.

b. Klasifikasi Tari Caci

Tari Caci adalah ritual Penti Manggarai.

Upacara adat merayakan syukuran atas hasil panen yang satu ini dirayakan bersama-sama oleh seluruh warga desa. Bahkan ajang prosesi serupa juga dijadikan momentum reuni keluarga yang berasal dari suku Manggarai. Tari ini dimainkan saat syukuran musim panen (hang woja) dan ritual tahun baru (penti), upacara pembukaan lahan atau upacara adat besar lainnya, serta dipentaskan untuk menyambut tamu penting.

c. Tema (cerita tari)

Tarian caci merupakan ekspresi budaya tradisional Manggarai. Ekspresi budaya tradisional tersebut mengusung tema “ca nai latang Manggarai” atau Satu hati untuk bumi Manggarai. Makna cerita ini mempertegas bahwa caci bukanlah tarian atraksi saling unjuk kekuatan atau kecekatan, melainkan tarian yang menggambarkan keakraban dan persaudaraan. Tarian ini menggambar suka cita masyarakat Manggarai.

d. Para penari atau pemusiknya

Para penari caci semuanya adalah laki- laki tetapi tidak semua lelaki dapat unjuk kebolehan dan keterampilan di arena caci.

Terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya adalah tubuh atletis adalah salah satu syarat yang harus dimiliki seorang penari caci. Syarat lainnya, penari harus pandai pula menyerang lawan dan atau bertahan dari serangan lawan, luwes dalam melakukan gerak tari, serta dapat menyanyikan lagu daerah. Hal-hal tersebut yang akan mereka lakukan selama pertunjukkan yang diringi musik gendang, gong, dan nyanyian. Tarian ini dibawakan laki-laki dan perempuan yang memang khusus dipertunjukkan sebagai atraksi untuk meramaikan tari caci. Selain melakukan gerak tari, para penari danding juga akan melantunkan lagu dengan lirik untuk

membangkitkan semangat para petarung Caci.

Para penari Caci sebelum memasuki arena yang biasanya di lapangan berumput, akan terlebih dahulu melakukan gerakan pemanasan dengan menggerakkan badannya serupa gerakan kuda. Saat menantang lawan, biasanya dilakukan sambil menyanyikan lagu-lagu adat.

Mereka yang membawakan atraksi caci ini merupakan gambaran pria Manggarai yang memiliki nyali untuk bertarung. Mereka saling serang dan bertahan, bahkan saling melukai. Namun tidak ada dendam di antara mereka. Yang ada hanya suka cita. Caci merupakan tarian atraksi dari bumi Congkasae- Manggarai. Hampir semua daerah di wilayah ini mengenal tarian ini.

Kebanggaan masyarakat Manggarai ini sering dibawakan pada acara-acara khusus.

e. Gambaran interaksi dan komunikasi antar pendukung tari, pemusik, penonton, atau masyarakat secara luas.

Saat diadakan pertunjukkan caci, biasanya pesta besar pun dilangsungkan dengan memotong beberapa ekor kerbau kemudian disajikan sebagai makanan bagi para peserta dan penonton. Biasanya, dua kelompok tari caci merupakan kelompok laki-laki dari dua desa atau kampung. Sorak penonton menggema, memahami makna tetesan darah sebagai persembahan untuk kesuburan dan lambang kejantanan.

f. Bentuk gerak

Seorang laki-laki yang berperan sebagai pemukul (disebut paki) berusaha memecut lawan dengan pecut yang dibuat dari kulit kerbau/sapi yang dikeringkan. Pegangan pecut juga dibuat dari lilitan kulit kerbau. Di ujung pecut dipasang kulit kerbau tipis dan sudah kering dan keras yang disebut lempa atau lidi enau yang masih hijau (disebut pori). Laki-laki yang berperan sebagai penangkis (disebut ta’ang), menangkis lecutan pecut lawan dengan perisai yang disebut nggiling dan busur dari bambu berjalin rotan yang disebut agang atau tereng.

Perisai berbentuk bundar, berlapis kulit kerbau yang sudah dikeringkan. Perisai

(11)

dipegang dengan sebelah tangan, sementara sebelah tangan lainnya memegang busur penangkis.

g. Bentuk iringan

Para penari danding juga akan melantunkan lagu dengan lirik untuk membangkitkan semangat para petarung Caci. Para penari Caci sebelum memasuki arena yang biasanya di lapangan berumput, akan terlebih dahulu melakukan gerakan pemanasan dengan menggerakkan badannya serupa gerakan kuda. Saat menantang lawan, biasanya dilakukan sambil menyanyikan lagu-lagu adat. Iring-iringan musik dari tetabuhan gendang, gong mengeras, tembong, nggong, dan nyayian yang mempengaruhi gerak fisik.

h. Tata rias dan busana

Pakaian penarinya yang khas sudah menjadi daya tarik sendiri. Penari perang tersebut mengenakan celana panjang berwarna putih dipadu dengan kain songke (sejenis songket khas Manggarai) yang dikenakan di sebatas pinggang hingga lutut.

Tubuh bagian atas dibiarkan telanjang sebab tubuh tersebut adalah sasaran bagi serangan lawan. Pada bagian kepala, para penari mengenakan topeng (panggal) berbentuk seperti tanduk kerbau dan terbuat dari kulit kerbau yang keras serta dihiasi kain warna- warni. Panggal akan menutupi sebagian muka yang sebelumnya sudah dibalut dengan handuk atau destar sebagai pelindung.

i. Properti yang digunakan

Pemain dilengkapi dengan pecut (larik), perisai (nggiling), penangkis (koret), dan panggal (penutup kepala), pelindung dada, pelindung kaki dan lutut (bik). Pemain bertelanjang dada, namun mengenakan pakaian perang pelindung paha dan betis berupa celana panjang warna putih dan sarung songke (songket khas Manggarai).

Kain songket berwarna hitam dililitkan di pinggang hingga selutut untuk menutupi sebagian dari celana panjang. Di pinggang belakang dipasang untaian giring-giring yang berbunyi mengikuti gerakan pemain.

Topeng atau hiasan kepala (panggal) dibuat dari kulit kerbau yang keras berlapis kain berwarna-warni. Hiasan kepala yang

berbentuk seperti tanduk kerbau ini dipakai untuk melindungi wajah dari pecutan. Wajah ditutupi kain destar sehingga mata masih bisa melihat arah gerakan dan pukulan lawan.

Bagian kepala dan wajah pemain hampir seluruhnya tertutup hiasan kepala dan kain sarung (kain destar) yang dililit ketat di sekeliling wajah dengan maksud melindungi wajah dan mata dari cambukan. Seluruh kulit tubuh pemain adalah sah sebagai sasaran cambukan, kecuali bagian tubuh dari pinggang ke bawah yang ditandai sehelai kain yang menjuntai dari sabuk pinggang.

Kulit bagian dada, punggung, dan lengan yang terbuka adalah sasaran cambuk. Caci juga sekaligus merupakan medium pembuktian kekuatan seorang laki-laki Manggarai. Luka-luka akibat cambukan dikagumi sebagai lambang maskulinitas.

j. Peraturan

Caci dimainkan dua orang laki-laki, satu lawan satu, namun memukul dilakukan secara bergantian. Para pemain dibagi menjadi dua kelompok yang secara bergantian bertukar posisi sebagai kelompok penyerang dan kelompok bertahan..

Pertarungan berlangsung dengan diiringi bunyi pukulan gendang dan gong, serta nyanyian (nenggo atau dere) para pendukung.

Ketika wakil kelompok bertanding, anggota kelompok lainnya memberi dukungan sambil menari-nari. Tempurung kelapa dipakai sebagai tempat minum tuak yang dipercaya dapat menggandakan kekuatan para pemain dan penonton. Seperti layaknya pertandingan bela diri, sebagian penonton ada mendukung penyerang, sementara sebagian lagi mendukung pemain bertahan. Anggota kelompok atau penonton bersorak-sorak memberi dukungan agar cambuk dilecutkan lebih kuat lagi.19

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam peneliatian ini adalah mengenai urgensi tarian tradisional

19 Annalog, “Tarian Caci Sebagai Ekspresi Budaya Tradisional Manggarai Flores Nusa Tenggara timur”. 17 september 2018. http://baimsalves.blogspot.com/

(12)

“caci” pada masyarakat flores kec.

pocoranaka kab. manggarai timur propinsi nusa tenggara timur.

Tari Caci adalah tari perang sekaligus permainan rakyat antara sepasang penari laki- laki yang bertarung dengan cambukdan perisai di Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Penari yang bersenjatakan cambuk (pecut) bertindak sebagai penyerang dan seorang lainnya bertahan dengan menggunakan perisai (tameng). Tari ini dimainkan saat syukuran musim panen (hang woja) dan ritual tahun baru (penti), upacara pembukaan lahan atau upacara adat besar lainnya, serta dipentaskan untuk menyambut tamu penting. Tari caci ini biasanya dimainkan oleh masyarakat manggarai dengan kisaran umur 25-50 tahun.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Kondisi Geografis

Kabupaten Manggarai Timur adalah kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Manggarai Timur merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Manggarai, tepatnya pada tanggal 17 Juli 2007. Luas Wilayahnya 2.643,41 km⊃2; memiliki 9Kecamatan, 17 Kelurahan dan 159 Desa. Jumlah penduduk Kabupaten Manggarai Timur adalah 289.148 jiwa (2013). Pusat pemerintahannya berada di Kecamatan Borong. Bangka Kuleng sebuah desa yang berada di Kecamatan Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Secara Geografis Kabupaten Manggarai Timur terletak antara 08°.14’ LS - 09°.00 LS dan 120°.20’ BT - 120°.55’° BT. Pola topografi ini sedikit banyak mempengaruhi bentuk tata guna lahan yang ada. Daerah Timur Sepanjang jalan Lintas Flores yang relatif kemiringan lahannya agak rendah dipergunakan sebagai kawasan pemukiman.

selain itu dilokasi ini juga dimanfaatkan warga untuk daerah persawahan dan

peternakan. Lahan dengan tingkat lekukan tinggi rendah yang berada di Utara dan sebagian selatan merupakan daerah hutan lindung dan perkebunan milik rakyat yang ditanami kopi, kemiri, kakao/coklat, dan vanili

b. Keadaan sosial budaya

Kondisi sosial kemasyarakatan Desa Bangka Kuleng perspektif kebudayaan, sebagian besar dari masyarakat Manggarai Timur merupakan kelompok orang atau masyarakat yang dibesarkan dalam lingkungan sosial budaya Manggarai Timur yang menghayati dan menggunakan norma- norma adat. Desa yang bermayoritas Kristen Katolik ini selalu mengedepankan kebersamaan antar masyarakat.

HASIL PENELITIAN

1. Urgensi Tarian Tradisional Caci pada Masyarakat Flores di Desa Bangka Kuleng Kecamatan Pocoranaka Kabupaten Manggarai Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur.

a. Nilai-nilai Dalam Tarian Caci

Sebagaimana fungsinya, Tari Caci merupakan media bagi para laki-laki Manggarai untuk membuktikan kejantanan mereka, baik itu dalam segi keberanian maupun ketangkasan. Walaupun tarian ini terkandung unsur kekerasan didalamnya, kesenian ini memiliki pesan yang damai didalamnya seperti semangat sportivitas, saling menghormati, dan juga diselesaikan tanpa dendam diantara mereka. Hal tersebut menunjukan bahwa mereka memiliki semangat dan juga jiwa kepahlawanan didalam diri mereka.

Permainan caci juga merupakan sebuah identitas budaya orang manggarai. Meskipun, ini adalah sebuah pertarungan, tetapi etika moral tetap menjadi hal yang terutama yang harus diperhatikan. Etika moral kemanusian adalah yang terutama dalam tarian ini. Dalam hal ini, pertarungan dan perkelahian tentunya akan berlawanan dengan etika moral, tetapi dalam permainan caci, etika moral tetap menjadi yang utma lewat sikap tanggung

(13)

jawab dan saling menghormati dalam sebuah pertarungan.

b. Tarian Caci bagi Sosial

Tarian caci merupakan tarian rakyat di daerah manggarai. Tarian caci sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial masyarakat manggarai.

Berdasarkan data wawancara dan observasi bahwa Tarian Caci sangat besar perannya bagi masyarakat manggarai karena melalui event tarian caci kedua desa berkumpul untuk memeriahkannya. Tarian caci juga mempunyai peranan atau andil yang penting untuk mempertemukan pemuda yang ingin mecari teman baru, karena waktu tarian caci berlangsung biasanya banyak para muda- mudi yang datang untuk mengikuti tontonan tarian caci, dan biasanya setelah tarian caci selesai, mereka saling berkenalan antara satu sama lain. Tidak hanya itu tarian caci juga dapat memperkuat rasa kekeluargaan, rasa persaudaraan dan mempererat kesatuan desa.

c. Tarian Caci bagi Perekonomian Di bidang seni budaya, daerah manggarai mempunyai berbagai potensi yang bisa memberikan kontribusi bagi kehidupan ekonomi masyarakatnya. Salah satu bidang seni budaya yang dapat menopang ekonomi masyarakat manggarai adalah seni budaya caci.

Dalam hal ini, peran pemerintah daerah sangat penting dalam menjual asset budaya khususnya tarian caci ke masyarakat luas, agar masyarakat luas mengetahui keunikan dan kelebihan dari tarian caci yang selama ini belum terkuak. Dengan diperkenalkannya tarian ini, secara tidak langsung akan memancing para wisatawan dating berkunjung ke daerah manggarai. Jika itu terjadi mereka akan menggunakan fasilitas yang disediakan, antara lain tempat penginapan, merasakan nikmatnya masakan khas asli buatan masyarakat manggarai sehingga dapat menambah pendapatan bagi masyarakat setempat.

2. Upaya Pelestarian Tarian Tradisional Caci pada Masyarakat Flores di Desa Bangka Kuleng Kecamatan

Pocoranaka Kabupaten Manggarai Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur.

a. Mengajak Masyarakat Flores Untuk Berpartisipasi

Partisipasi masyarakat Flores merupakan salah satu aspek penting dalam keberhasilan sebuah perayaan terutama pertunjukan Tarian Caci. Kabupaten Manggarai merupakan kabupaten yang memiliki daya Tarik dan berpotensi sebagai objek pariwisata yang dilihat dari aspek potensi alam maupun budaya masyarakatnya yang bertujuan untuk pengembangan suatu desa dan meningkatkan taraf sosial dan ekonomi.

b. Memperkenalkan Tarian Caci Pada Usia Dini

Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, serta adat istiadat.

Perlu diketahui bahwa Pendidikan anak tidak bisa lepas dari kebudayaan, karena melalui budayalah karakter anak dapat terbentuk.

Kebudayaan juga memiliki kontribusi sangat besar dalam dunia Pendidikan terutama anak usia dini, dan sangat tidak salah jika dahulu Menteri kebudayaan menjadi satu dengan Pendidikan. Akan tetapi untuk saat ini, banyak kebudayaan-kebudayaan daerah yang sekarat dan hanya berkutat kepada pertanyaan siapa yang melestarikan kebudayaan di generasi selanjutnya.

Pengenalan Pendidikan kebudayaan pada usia dini yang dilakukan secara formal dan non-formal ini, diharapkan kelak dapat menjadi benteng generasi yang akan dating dalam menghadapi kebudayaan luar yang sangat cepat mempengaruhi dan menutupi kebuduyaan leluhur kita.

B. PEMBAHASAN

1. Urgensi Tarian Tradisional Caci pada Masyarakat Flores di Desa Bangka Kuleng Kecamatan Pocoranaka Kabupaten Manggarai Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur.

a. Nilai-nilai dalam Tarian Caci

Sebagaimana fungsinya, Tari Caci merupakan media bagi para laki-laki Manggarai untuk membuktikan kejantanan

(14)

mereka, baik itu dalam segi keberanian maupun ketangkasan. Walaupun tarian ini terkandung unsur kekerasan didalamnya, kesenian ini memiliki pesan yang damai didalamnya seperti semangat sportivitas, saling menghormati, dan juga diselesaikan tanpa dendam diantara mereka.

Dari hasil penilitian yang diperoleh tarian caci ini Tarian caci mengandung makna dan nilai-nilai yang sangat dalam seperti nilai ketuhanan bagi masyarakat manggarai tarian caci merupakan salah satu bentuk ungkapan terima kasih kepada tuhan.

Mereka yakin dengan tarian caci mereka dapat mengekspresikan rasa kebahagian dan rasa syukur kepada Tuhan dan juga kepada leluhur masyarakat Mangarai, nilai kejantanan dan keberanian dimana mereka saling bertarung menyerang dan bertahan secara bergantian, nilai kedamaian yang dimana setelah tarian caci selesai mereka saling berjabat tangan dan saling berpelukan layaknya tidak ada dendam diantara mereka, nilai keramaian dan kemegahan karena caci menjadi ukuran kemeriahan atau kemegahan suatu acara dan terakhir nilai sportivitas karena tanpa adanya sportivitas tarian caci kemungkinan tidak akan berjalan baik dan lancar.

Jadi tarian caci mempunyai makna dan nilai sangatlah dalam seperti rasa ketuhanan, kedamaian, kekeluargaan, kemegahan, keramaian, kejantanan, keberanian dan itu semua adalah sifat para pahlawan dan leluhur kita dulu untuk berjuang demi kemerdekaan.

b. Tarian Caci bagi Sosial

Tarian caci merupakan tarian rakyat di daerah manggarai. Tarian caci sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial masyarakat manggarai.

Berdasarkan hasil penelitian Tarian caci sangat besar perannya bagi masyarakat manggarai karena melalui event tarian caci kedua desa berkumpul untuk memeriahkannya. Tarian caci juga mempunyai peranan atau andil yang penting untuk mempertemukan pemuda yang ingin

mecari teman baru, karena waktu tarian caci berlangsung biasanya banyak para muda- mudi yang datang untuk mengikuti tontonan tarian caci, dan biasanya setelah tarian caci selesai, mereka saling berkenalan antara satu sama lain.

Tarian caci ini juga dapat memperkuat rasa kekeluargaan, rasa persaudaraan dan mempererat kesatuan desa sehingga menjadikan kedua desa bisa hidup saling berdampingan dan saling bekerjasama dalam suatu acara yang melibatkan kedua desa tersebut.

c. Tarian Caci bagi Perekonomian Seni budaya local daerah manggarai mempunyai berbagai potensi yang bisa memberikan kontribusi bagi kehidupan ekonomi masyarakatnya. Salah satu bidang seni budaya lokal yang dapat menopang ekonomi masyarakat manggarai adalah seni budaya tarian Caci.

Berdasarkan hasil penelitian keberadaan Tarian Caci dalam kebudayaan manggarai memiliki banyak fungsi bagi kelangsungan hidup masyarakat manggarai seperti dapat dimanfaatkan sebagai komoditas yang dapat dipertontonkan kepada wisatawan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah.

Dalam hal ini, peran pemerintah daerah sangat penting dalam menjual asset budaya khususnya tarian caci ke masyarakat luas, agar masyarakat luas mengetahui keunikan dan kelebihan dari tarian caci yang selama ini belum terkuak. Dengan diperkenalkannya tarian ini, secara tidak lansung akan memancing para wisatawan dating berkunjung ke daerah manggarai. Jika itu terjadi mereka akan menggunakan fasilitas yang disediakan, antara lain tempat penginapan, merasakan nikmatnya masakan khas asli buatan masyarakat manggarai sehingga dapat menambah pendapatan bagi masyarakat setempat.

Ketika para wisatawan menonton atraksi tarian caci yang sedang berlangsung, masyarakat stempat dapat memanfaatkan kesempatan tersebut dengan menjual

(15)

makanan ringan khas manggarai di dekat tempat tarian caci berlangsung, dapat menawarkan tempat penginapan seperti hotel atau wisma yang layak untuk beberapa hari karena tarian caci biasayanya berlangsung selama tiga sampai tujuh hari. Jika fasilitas- fasilitas tersebut digunakan wisatawan, tentu akan membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat. Sangat dibutuhkan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah daerah setempat untuk mengatasi berbagai persoalan seperti ketidaksiapan sarana dan prasarana transportasi demi kelancaran objek wisata, selain itu pemerintah juga harus intensif melakukan interaksi dan komunikasi keluar.

Dengan menjadikan caci sebagai objek pariwisata, akan meningkatkan perekonomian seperti kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat setempat yang mengadakan tarian caci. Tarian caci juga dapat mempererat kehidupan social masyarakat manggarai, sehingga rasa persaudaraan dan persatuannya semakin tinggi.

2. Upaya Pelestarian Tarian Tradisional Caci pada Masyarakat Flores di Desa Bangka Kuleng Kecamatan Pocoranaka Kabupaten Manggarai Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur.

a. Mengajak Masyarakat Flores Untuk Berpartisipasi

Partisipasi masyarakat flores merupakan salah satu aspek penting dalam keberhasilan sebuah perayaan terutama pertunjukan tarian caci. Sebab tanpa adanya keikutsertaan masyarakat flores dalam pertunjukan caci pasti tidak akan berhasil.

Berdasarkan hasil penelitian masih banyak pemuda yang tidak ikut serta dalam kebudayaan lokasl khususnya tarian caci yang ada di flores ini. Remaja masa kini khususnya di desa Bangka Kuleng Flores Kecamatan Pocoranaka Kabupaten Manggarai Propinsi Nusa Tenggara Timur seolah tidak mengenal tari-tari daerahnya sendiri. Padahal itu merupakan identitas kita sebagai bangsa Indonesia bahkan dapat dikatakan sebagai asset yang harus

dikembangkan dan dipertahankan. Sebagai generasi penerus, hendaknya kita menjaga bahkan melestar ikan tari tradisional yang ada di negara Indonesia ini khususnya di daerah masing-masing.

Sebaiknya pemerintah dan tokoh adat bisa lebih memaksimalkan upaya dalam memperkenalkan kebudayaan local pada masyarakat flores khususnya di desa Bangka Kuleng Kecamatan Pocoranaka Kabupaten Manggarai propinsi Nusa Tenggara Timur agar masyarakat maupun pemuda tidak melupakan apa yang leluhur kita wariskan.

b. Memperkenalkan Tarian Caci Pada Usia Dini

Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, serta adat istiadat.

Perlu diketahui bahwa Pendidikan anak tidak bisa lepas dari kebudayaan, karena melalui budayalah karakter anak dapat terbentuk.

Kebudayaan juga memiliki kontribusi sangat besar dalam dunia Pendidikan terutama anak usia dini, dan sangat tidak salah jika dahulu Menteri kebudayaan menjadi satu dengan Pendidikan.

Berdasarkan hasil penelitian Melalui pengenalan pertunjukan tarian caci dan mengajaknya ke tempat-tempat bersejarah, dari situ anak akan terpancing untuk mengetahui lebih detail tentang objek yang sedang mereka amati, dan disitulah peran orang tua untuk menjelaskan dan menerangkan siapa, apa darimana, mengapa, kenapa dan semua hal tentang yang mereka lihat. Pendidikan berbasis budaya seharusnya bisa dilakukan melalui dunia Pendidikan sekolah, dan hal ini semestinya bisa dikemas dalam pelajaran Bahasa daerah ataupun berbagai kesenial lokal.

Sebenarnya jika ini dapat dilakukan dan diberlakukan di sekolah, kemasan seperti ini bukan hanya semata persoalan penguasaaan keterampilan akan tetapi juga anak akan memahami filosofi yang mendasari hal tersebut.

(16)

Begitu juga dengan tarian caci bukan hanya jadi hiburan semata saja, akan tetapi anak harus memahami dan mengetahui serta lebih menggali yang akan digunakan sebagai bekal penting bagi hidup seorang anak dimasa yang akan datang.

Diperlukan juga keikutsertaan para guru dan orang tua, bahkan seniman budayawan dalam menuyusn sebuah konsep Pendidikan yang berbasis kebudayaan dengan muatan nilai-nilai kehidupan yang digali melalui budaya tempat anak-anak tersebut hidup, yang tujuannya diharapkan akan terbentuk karakter yang luhur seiring bertambahnya pengetahuan dan keterampilan anak-anak.

Pengenalan Pendidikan kebudayaan pada usia dini yang dilakukan secara formal dan non-formal ini, diharapkan kelak dapat menjadi benteng generasi yang akan dating dalam menghadapi kebudayaan luar yang sangat cepat mempengaruhi dan menutupi kebuduyaan leluhur kita.

Penulis juga beranggapan jika kita menelisik dari media televisi misalnya, sangat jarang menyajikan tontonan segar yang dapat membangkitkan semangat kecintaan anak terhadap kebudayaan negeri ini. Tarian dari luar dibandingkan tarian tradisional, tidak sedikit dari anak-anak yang tidak tahu apa itu tarian caci dan juga nilai- nilai apa saja yang terkandung dalam tarian tersebut sertah masih banyak hak lainnya yang kemudian kebudayaan leluhur kita perlahan akan tergerus oleh kebudayaan serta norma-norma yang teradopsi dari luar.

Jadi sangatlah penting bagi orang tua dan pihak pihak lainnya untuk mulai mengontrol dan memfasilitasi anak-anak usia dini dengan pengenalan kebudayaan kebudayaan leluhur kita khususnya tarian caci, dengan harapan akar-akar kebudayaan tersebut dapat menjadi penguat kelestarian kebudayaan kita.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang dipaparkan, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Tarian caci merupakan tarian yang berasal dari manggarai yang dimainkan dua orang laki-laki, satu lawan satu, mengandung makna dan nilai-nilai seperti ketuhanan, kejantanan, keberanian, kedamaian, keramaian, kemegahan dan sportivitas.

Tarian caci sangat besar perannya bagi masyarakat manggarai karena melalui event tarian caci kedua desa berkumpul untuk memeriahkannya. Dan Tarian Caci dalam kebudayaan manggarai memiliki banyak fungsi bagi kelangsungan hidup masyarakat manggarai seperti dapat dimanfaatkan sebagai komoditas yang dapat dipertontonkan kepada wisatawan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah.

2. Keberadaan tarian caci dalam kebudayaan manggarai memiliki banyak fungsi bagi kelangsungan hidup masyarakat manggarai seperti perekonomian, kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat setempat yang mengadakan tarian caci. Tarian caci juga dapat mempererat kehidupan social masyarakat manggarai, sehingga rasa persaudaraan dan persatuannya semakin tinggi.

Tarian caci kebudayaan asli manggarai ini mesti kita jaga dan lestarikan oleh sebab itu partisipasi pemerintah dan dukungan dari masyarakat untuk bisa lebih lagi dalam upaya memperkenalkan warisan leluhur kita ini.

Begitu juga dengan tarian caci bukan hanya jadi hiburan semata saja, akan tetapi anak- anak usia dini juga harus memahami dan mengetahui serta lebih menggali yang akan digunakan sebagai bekal penting bagi hidup dimasa yang akan dating nanti.

B. IMPLIKASI

Tarian Caci merupakan Tarian adat yang berasal dari Flores Manggarai timur Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tarian ini diadakan sebagai beentuk kesyukuran atas hasil panen yang didapatkan, selain itu bisa juga sebagai upacara pembukaan pesta rakyat. Implikasi dari hasil penelitian ini adalah sebagai tambahan refrensi dalam memperluas wawasan mengenai Tarian Caci yang memiliki nilai-nilai kehidupan.

(17)

C. SARAN

1. Masyarakat setempat bisa lebih sadar lagi akan adanya potensi keutungan pertunjukan tarian caci

2. Orang tua, guru, maupun pihak laiinya harus lebih mengawasi dan mengajarkan kepada anak-anak usia dini pentingnya memahami kebudayaan dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

5. REFERENSI

Albani Nasution Muhammad Syukri. 2015.

Ilmu Social Budaya Dasar.

Jakarta:PT Rajagrafindo Persada.

Annalog, “Tarian Caci Sebagai Ekspresi Budaya Tradisional Manggarai Flores Nusa Tenggara timur”. 17

september 2018.

http://baimsalves.blogspot.com/

Bungin Burhan. 2015. PENELITIAN KUALITATIF: KOMUNIKASI, EKONOMI, KEBIJAKAN PUBLIK, DAN ILMU SOSIAL LAINNYA.

Jakarta: Kencana.

Elly M. Setiadi, dkk. 2006. Ilmu Sosial &

Budaya Dasar. Cetakan ke-3.

Jakarta: KENCANA.

Ezmir. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Cetakan ke-2. Jakarta:

PT Rajagrafindo Persada.

Fadli Nasrudin Alko Muhammad. “Unsur tari, bentuk tari dan macam macam tari”.

17september2018.https://muhammad fadli31.wordpress.com/2017/10/10/u nsur-tari-bentuk-tari-dan-macam- macam-tari/

Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Erlangga

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nasution. 2006. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.

Noor Juliansyah. 2016. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, Dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana Rafael Raga Maran. 2000. Manusia Dan

Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sri rahayu ani. 2016. ISBD Perspektif Baru Membangun Kesadaran Global Melalui Revolusi mental. Jakarta: PT bumi aksara.

Undang-undang Republik Indonesia 1945 Pasal 32 tentang Kebudayaan

Widagdho Djoko, dkk. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Cetakan ke-6. Jakarta: PT BUMI

AKSARA.

Yuksinau.id “Pengertian Tari Tradisional dan Contoh Tari Tradisional” 20 Juni

2018.

http://www.yuksinau.id/pengertian- tari-tradisional-dan-contoh/

Referensi

Dokumen terkait

Second, soy contains anti-nutritional compounds including phytic acids that could inhibit the absorption of minerals such as phosphorus, calcium and iron.36 Phytic acid levels in soy