• Tidak ada hasil yang ditemukan

TELAAH NILAI INTI EKONOMI KERAKYATAN

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "TELAAH NILAI INTI EKONOMI KERAKYATAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TELAAH NILAI INTI EKONOMI KERAKYATAN

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh:

Ronny Ersya Novianto Putra 115020407111051

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2015

(2)
(3)

TELAAH NILAI INTI EKONOMI KERAKYATAN Ronny Ersya Novianto Putra, Agus Suman Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

[email protected]

ABSTRACT

This research aim to: a. Assessing patterns of irregularities Pancasila as the philosophy of life in the economically; b. Knowing and reviewing the core value democratic economic Methods used are qualitative, with analysis tools library studies. Research results portray: there has been a pattern of aberration Pancasila in neoliberal wisdom economically practices that only benefit the individual and the core values of the mandate UUD 1945 and Soekarno-Hatta thought philosophical excavated for pulcked core of message. Recommendations from the research needed to build the economy of sector development sustainable basis by establishing financial institutions that brought the implementation of core values democratic economy

Keyword: Core Values Democratic Economy, Pancasila, Basis sector Economy, Financial Institutions

A. PENDAHULUAN

Kesenjangan pendapatan di Indonesia semakin lebar dengan indikator Indeks Gini yang terus mengalami kenaikan dari 0,33 pada tahun 2002, menjadi 0,37 di tahun 2009, pada tahun 2011 menjadi 0,40 serta pada tahun 2013 sebesar 0,41 (BPS, 2015) , perekonomian didominasi oleh segelintir orang bukan dinikmati oleh seluruh rakyat, artinya kebijakan pemerintah belum menyentuh seluruh rakyat sebagai amanat Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila, Soekarno dalam (Latif, 2011:493-494) mengungkapkan bahwa:

“Masyarakat adil dan makmur cita-cita asli dan murni rakyat Indonesia yang telah berjuang dan berkorban berpuluh-puluh tahun. Masyarakat adil dan makmur tujuan akhir revolusi kita…beratus-ratus ribu, mungkin jutaan rakyat kita menderita tak lain tak bukan ialah mengejar cita-cita terselenggaranya masyarakat adil dan makmur yang disitu segenap manusia Indonesia dari sabang sampai merauke mengecap kebahagiaan”

Membangun masyarakat adil dan makmur secara Pancasila sebagai cita– cita perjuangan yang utuh wajib hukumnya untuk dipenuhi negeri ini, Pancasila merupakan orientasi dasar pembangunan masyarakat adil dan makmur seutuhnya, keutuhan diartikan sebagai totalitas penguasa untuk mengambil kebijakan–kebijakan berdasarkan atas dasar nilai–nilai yang terkandung dalam Pancasila. Nilai Pancasila yang filosofis dapat ditarik dengan pemahaman keilmuan filsafat menggunakan pendekatan Aksiologi akan mengerucutkan sila persila menjadi satu kesatuan yang saling menjiwai dan dijiwai antar sila satu dengan yang lain. Membuat Pancasila hadir sebagai pondasi yang total merekatkan hidup dan penghidupan masyarakat yang dinaunginya. Manusia sebagai subyek dalam membangun masyarakat adil dan makmur tentunya menginginkan keberesan penghidupan ekonominya secara penuh untuk membangun kue perekonomian yang digarap “oleh semua” dan “untuk semua”.

B. TINJAUAN PUSTAKA Pancasila: Dipahami, Dihayati, Dipercayai dan Diamalkan

(4)

Latif (2011: 41-42) mengemukakan bahwa Pancasila merupakan jati diri, kepribadian, moralitas dan haluan keselamatan bangsa, merupakan basis moralitas dan haluan kebangsaan dan kenegaraan yang setiap sila memiliki justifikasi histroris,rasional dan aktual yang dipahami, dihayati, dipercayai dan diamalkan secara konsisten sehingga dapat menopang pencapaian- pencapaian agung peradaban bangsa. Dalam konteks ekonomi dipahami bermakna pembangunan nasionalisasi ekonomi luas yakni berdiri di atas kaki sendiri secara ekonomi seperti diungkapkan Soekarno:

“Dalam keadaan ekonomi yang bagaimanapun sulitnya, saya ulangi, bagaimanapun sulitnya, saya minta jangan dilepaskan jiwa self-reliance. Percaya kepada kekuatan sendiri, jiwa self-help atau dinamakan jiwa berdikari.Berdikari tidak berarti mengurangi, melainkan memperluas kerjasama internasional, terutama di antara semua negara yang baru merdeka. Yang ditolak oleh berdikari adalah ketergantungan kepada imperialisme. Berdikari bukan saja tujuan, tetapi tidak kurang dari cara kita mencapai tujuan itu-prinsip untuk melaksanakan pembangunan dengan tidak menghindarkan diri kita pada bantuan negara atau bangsa lain”

(Kasenda, 2010: 135).

Sementara dihayati merupakan totalitas seluruh komponen untuk mengaktualisasikan sila-sila Pancasila dalam berbagai bidang dimaknai secara yuridis ketatanegaraan sebagai visi kebangsaan yang wajib untuk dipertahankan dan diaktualisasikan. Sedangkan dipercayai bermakna ikhtiar kuat seluruh masyarakat dan pemerintah untuk menyelesaikan ketidakbenaran dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan, ketidakberesan akibat imperialisme dapat menjadi jalan seluruh komponen negara untuk menyusun keberesan dalam segala hal dengan meletakkan kedaulatan rakyat. Kemudian yang terakhir diamalkan ialah upaya kuat seluruh komponen negara-bangsa untuk mewujudkan aktualisasi sila Pancasila dalam praktik. Nilai Ketuhanan berjiwa gotong royong yakni Ketuhanan yang berkebudayaan lapang dan toleran bukan Ketuhanan saling menyerang dan mengucilkan umat agama lainnya. Nilai Kemanusiaan harus berjiwa gotong royong yang berkeadilan dan berkeadaban bukan pergaulan kemanusiaan yang terjajah, menindas dan eksploitatif. Nilai Persatuan harus berjiwa gotong royong yang mengupayakan persatuan dengan tetap menghargai perbedaan bukan negara yang meniadakan perbedaan. Nilai Demokrasi yang berjiwa gotong royong mengembangkan musyawarah mufakat bukan demokrasi yang didikte suara elit penguasa dan pemodal.Nilai Keadilan yang berjiwa gotong royong artinya mengembangkan partisipasi dan emansipasi di bidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan bukan visi kesejahteraan yang berbasis individualisme-kapitalisme, bukan pula yang mengekang kebebasan individu dalam sistem etatisme (MPR, 2012: 3).

Pancasila: Dasar Etika Berekonomi

Etika dalam berekonomi dinilai sangat penting untuk menata masyarakat kearah pemenuhan keterbatasan sumber daya ekonomi menuju perdamaian dunia dan kesejahteraan bersama, etika dalam berekonomi masuk dalam etika sosial, artinya manusia dalam memenuhi kebutuhan dengan kelangkaan sumberdaya harus saling berupaya dan berlaku sesuai dengan moral, dalam kodrat manusia, manusia diklasfikasikan menjadi makhluk bebas dan makhluk sosial, makhluk bebas merupakan kodrat manusia yang serakah dan ingin menang sendiri (watak kompetisi), sementara makhluk sosial yakni kodrat manusia yang membutuhkan satu dengan lainnya (watak kerja sama). Menjadi keniscayaan bagi seluruh komponen ekonomi utamanya pengambil kebijakan untuk mengembalikan Pancasila sebagai bagian tak terpisahkan dari Etika dalam berekonomi.

Etika berekonomi dalam Pancasila secara harfiah dimaknai pembangunan sistem moralitas untuk memenuhi kebutuhan manusia serta pijakan kebijakan ekonomi untuk membuat kemerataan ekonomi, meminimalkan kesenjangan ekonomi serta mencetak pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan upaya produktif seluruh rakyat dalam berbagai bidang ekonomi.

C. METODOLOGI

Dalam penelitian ini mengunakan Kualitatif dengan pendekatan documentary analysis.

Documentary analysis merupakan pendekatan dengan menggunakan alat analisis data studi kepustakaan untuk menjawab rumusan masalah/tujuan penelitian. Studi kepustakaan digunakan

(5)

untuk membantu penelitian dengan menjawab tiga alasan utama: 1) Rumusan masalah/tujuan penelitian yang akan dipecahkan membutuhkan kepustakaan untuk menjawab nilai inti Ekonomi Kerakyatan Berdasarkan Pancasila secara eksplisit; 2) Sebagai bagian utama untuk masuk lebih dalam pada ruang pemikiran dwitunggal pendiri republik (Soekarno dan Hatta); 3) Sebagai studi pendahuluan atas penggambaran gejala-gejala/fakta empiris yang relevan dengan rumusan masalah/tujuan penelitian.

D. PENGKABURAN PANCASILA DALAM BEREKONOMI ?

Sebelum masuk lebih dalam mengenai nilai inti ekonomi kerakyatan perlu dibahas lebih dulu mengenai praktik pola-pola pengkaburan Pancasila dalam berekonomi sebagai bagian tak terpisahkan dari pembahasan ini. Pertama, Pola Hulu (payung hukum berekonomi yang menginggalkan semangat etika/moral untuk menwujudkan kesejahteraan sosial menuju semangat materialisme) serta Kedua, Pola Hilir (dominasi penguasaan asing dan angka impor yang tinggi menuju ketergantungan dalam berekonomi).

E. NILAI DALAM PANDANGAN SOSIOLOGI

Dalam ilmu Sosiologi, nilai dipandang sebagai kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda/kehendak untuk memuaskan masyarakat, sementara menurut ilmu filsafat, nilai merupakan sesuatu yang menggambarkan cita-cita, harapan, dambaan, dan keharusan yang bersifat abstrak namun hidup dan melekat di masyarakat sebagai pedoman yang bersifat kognitif dan normatif (Kaelan, 2004: 87).

Merangkum pemaknaan tentang nilai yang bersifat abstrak dapat dipahami sebagai daya, budi, karsa (kehendak), cipta, dan upaya untuk menemukan jawaban dari sesuatu yang dipraktikkan untuk membuat pemecahan-pemecahan terhadap persoalan dalam masyarakat yang dirumuskan sebagai pedoman falsafah hidup manusia sebagai subyek pembentuk nilai. Dari pemaparan di atas nilai berkembang di masyarakat sebagai norma yang mengatur manusia sebagai subyek pembentuk nilai yang kemudian terbentuk menjadi Etika yang dapat diterapkan dalam keprofesian.

Nilai inti ekonomi kerakyatan berdasarkan Pancasila dalam studi ini memandang nilai-nilai dalam Pancasila, nilai amanat UUD 1945 dan nilai pemikiran-pemikiran ekonomi Soekarno-Hatta bersifat filosofis sebagai bahan utama untuk didalami maknanya guna merekonstruksi pembenahan ketidakbenaran dalam realita masyarakat (khususnya ekonomi) serta memberikan solusi-solusi yang bersifat terapan untuk memperbaiki ketidakbenaran tersebut.

Dalam penelitian ini pemaknaan terhadap Pancasila merupakan bagian penting/pijakan fundamental untuk mengungkapkan nilai inti ekonomi kerakyatan berdasarkan Pancasila.

Pancasila sebagai sistem nilai yang saling menjiwai satu dengan yang lain telah merangkum keberagaman nilai yang dipegang teguh masyarakatnya. Tokoh besar pemikir strukturalis Indonesia Soekarno-Hatta dalam pemikiran-pemikiran ekonomi belum banyak dimaknai oleh generasi sesudahnya. Pemikiran dwitunggal yang melampau zaman pembuatnya patutlah menjadi bahan kajian ilmiah untuk mengetahui nilai-nilai yang terdapat didalamnya.

F. ANALOGI “RUMAH” DALAM PEMAKNAAN NILAI INTI EKONOMI KERAKYATAN

Untuk mempermudah pemaknaan Nilai inti ekonomi kerakyatan berdasarkan Pancasila dalam studi ini dianalogikan sebagai perwujudan “rumah”. Rumah yang memiliki konstruksi ideal berupa pondasi, tiang-tiang penyangga dan atap, negara Indonesia merdeka yang mewujudkan nilai-nilai Pancasila (nilai inti ekonomi kerakyatan berdasarkan Pancasila) dianalogikan bangun rumah yang memberi keamanan dan kebahagian lahir-bathin ratusan juta rakyat dalam bangunan tersebut, artinya kebijakan pemerintah Indonesia merdeka sebagai alat yang digunakan untuk memenuhi pembangunan masyarakat adil dan makmur secara Pancasila dalam praktik.

(6)

Gambar 1: Analogi Rumah Nilai Inti Ekonomi Kerakyatan

G. PANDANGAN UUD 1945 TERHADAP NILAI INTI EKONOMI KERAKYATAN UUD 1945 sebagai kesepakatan para pendiri republik, menekankan pembangunan kemerdekaan seutuhnya di Indonesia merdeka, lepas dari segala bentuk imperialisme/kolonialisme/penjajahan yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan artinya dalam masa penjajahan manusia tidak dimanusiakan dalam mengembangkan kehidupan dan penghidupan serta perikeadilan maknanya ialah manusia yang mengusahakan kehidupan dan penghidupannya dicurahkan untuk kepentingan kesejahteraan negara penjajah. Landasan Perekomian disusun dengan melibatkan segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah dan memajukan kesejahteraan umum. Sumber Daya Alam strategis digunakan untuk membangun kesejahteraan umum, artinya regulasi disusun atas dasar kemanfaatan dan keuntungan untuk semua rakyat bukan Kemanfaatan dan keuntungan atas pihak-pihak yang menguntungkan penguasa dan lingkaran penguasa.

Sementara rambu-rambu implementasi kebijakan menurut pandangan amanat UUD 1945 terdapat pada 6 Pasal didalamnya sebagai rambu yang menjabarkan secara utuh tiga pilar tersebut berikut:

1.

Kerakyatan digambarkan dalam pasal Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945, mengisyaratkan dengan tegas perlindungan hak untuk memenuhi penghidupan serta pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan dan Pasal 28 UUD 1945, telah memerintahkan penguasa untuk melindungi hak-hak atas kebutuhan dasar dan pela yanan dasar manusia Indonesia merdeka.

2.

Keadilan digambarkan pada Pasal 31 UUD 1945, telah menyuratkan pada penguasa Indonesia merdeka untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia dalam mendapatkan pendidikan yang berkeadilan bagi semua serta Pasal 34 UUD 1945, memandang dengan tegas pemenuhan kebutuhan fakir miskin dan anak terlantar dalam kebutuhan dasar baik yang berupa sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan.

3.

Kemakmuran dijelaskan tersirat oleh Pasal 23 Ayat 1 UUD 1945, yang mengamantkan pengelolaan dan peruntukan APBN untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan Pasal 33 Ayat 1-3 UUD 1945, merupakan pondasi demokrasi ekonomi Pancasila yang merangkum pengelolaan ekonomi berbasis kebersamaan/gotong royong dengan penguasaan negara atas cabang-cabang produksi penting serta kepemilikan penuh negara atas kekayaan alam yang terkandung dalam “bumi pertiwi” (Saparini, 2013).

Pancasila, Trisila, Ekasila

K E R A K Y A T A N

K E A D I L A N

K E M A K M U R A N Potensi SDM, SDA, Keindahan Alam dan Keberagaman

Suku

Landasan Perekonomian Rambu-Rambu

Implementasi Kebijakan Tujuan Akhir

Cita-Cita Perjuangan

Sumber: Penulis (2015)

(7)

Tujuan Akhir Cita-cita perjuangan secara tersirat dapat dimaknai sebagai penciptaan gotong royong secara ekonomi dengan mengupayakan dan memberi ruang yang sama terhadap perwujudan aspek mempertahankan hidup dan penghidupan serta kehadiran negara dalam upaya keras rakyatnya untuk mengingkatkan kualitas hidup guna mencapai pemaknaan prespektif kemakmuran.

H. PANDANGAN SOEKARNO-HATTA TERHADAP NILAI INTI EKONOMI KERAKYATAN

Soekarno-Hatta memandang konstruksi yang sama bahwa negara ini dibentuk atas dasar kuat dari nilai-nilai luhur Pancasila untuk terlepas dari imperialisme yang menyengsarakan rakyat, Indonesia baru adalah negara-bangsa yang melindungi segenap upaya rakyatnya untuk produktif, negara hadir untuk menjamin keterjangkauan dan ketercukupan atas penghidupan rakyat, namun keduanya memandang berbeda mengenai impelementasi atas nilai kerakyatan, keadilan dan kemakmuran, Soekarno berpendapat bahwa perekonomian harus diciptakan dengan susunan yang bersifat nasional dan demokratis di mana seluruh rakyat terlibat dalam upaya berekonomi (keadilan berkemakmuran) serta negara menjamin penghidupan dan kehidupan rakyatnya baik yang bersifat ketersedian maupun keterjangkauan (kemakmuran berkeadilan), sementara Hatta lebih ingin membangun koperasi sebagai puncak dari pembangunan perekonomian secara fundamental di Indonesia merdeka. Dari perbedaan tersebut bermuara pada satu tujuan yang sama yakni tercapainya peradaban yang membawa gotong royong ekonomi dalam praktik di masyarakat luas bukan sebagian kecil masyarakat.

I. MEMBANGUN SOLUSI-APLIKATIF DARI NILAI INTI EKONOMI KERAKYATAN

Seperti telah disampaikan di atas nilai inti ekonomi kerakyatan yang bersifat filosofis tidak cukup untuk di pandang menurut amanat UUD 1945 dan pemikiran Soekarno-Hatta namun harus dibangun kerangka solusi-aplikatif yang dapat mengurai semangat pengkaburan Pancasila sebagai falsafah hidup dalam berekonomi. Dalam Penelitian ini dipandang penting untuk memberikan solusi-aplikatif dari nilai inti ekonomi kerakyatan dalam meminimalisir liberalisasi pertanian yang terjadi dewasa ini. Pertanian merupakan sektor yang menaungi beberapa sektor dalam rumpun tersebut, sektor yang berada pada satu kesatuan sektor pertanian ialah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan. Sektor pertanian menjadi salah satu sektor basis perekonomian yang diliberalisasikan akibatnya kemiskinan para “produsen” atau petani, peternak dan nelayan.

Petani, peternak dan nelayan sebagai “produsen” di Indonesia memiliki keunggulan berupa etos kerja yang tinggi dan selalu belajar dari pengalaman-pengalaman yang didapatkan saat menjalankan proses produksinya serta berpegang teguh pada semangat “saling bantu-binatu dalam produktivitas/gotong royong”, namun dalam praktik perekonomian “produsen” tersebut belum dilindungi aktivitasnya atau lebih ekstrem terdapat upaya-upaya pelemahan dari produk undang-undang yang di buat “negara” sebagaimana disajikan dalam gambar di atas kesemuanya melindungi dan memberi kesempatan para kapitalis asing/domestik untuk menguasai alat-alat produksi para petani, peternak dan nelayan. Sebagai salah satu sektor basis perekonomian Indonesia berada di sektor pertanian yang membawahi beberapa sektor yakni: sektor pertanian, peternakan kecil & besar, perikanan, kelautan, kehutanan, perkebunan, pengolahan hasil-hasil pertanian, patutlah regulasi pemerintah mengembangkan produktivitas sektor tersebut.

Dalam penelitian ini sektor pertanian dipandang fundamental untuk dikembangkan dan dilindungi, maka dalam penelitian ini akan ditarik Solusi-Aplikatif dari nilai inti ekonomi kerakyatan untuk menguarai masalah-masalah “produsen” tersebut dengan mengembangkan lembaga keuangan kekhususan yang bergerak atas sektor basis pertanian yang menjangkau 17.508 pulau dan mengembangkan semangat kegotong-royongan dalam perekonomian.

Bank Khususan tersebut diorientasikan pada pembangunan kredit barang penunjang peningkatan produktivitas seperti kredit bibit unggulan, kredit traktor, kredit pupuk, kredit kapal tangkap nelayan, kredit budidaya perikanan dan kelautan, ataupun kredit lainnya yang berhubungan dengan peningkatan produktivitas. Kredit barang produktif dinilai sebagai solusi

(8)

untuk mengatasi kemacetan kredit yang akan berimbas pada ketidakmerataan pengembangan prorgam tersebut. Pembangunan Bank Khususan membutuhkan kerjasama antar lembaga untuk menyediakan sarana penunjang peningkatan produktivitas. Universitas–Universitas di Indonesia, BUMN serta Swasta Nasional yang memiliki SDM mumpuni dalam membuat bibit unggul, pupuk, traktor dan kapal tangkap nelayan.

Bank Khususan yang membawa nilai inti ekonomi kerakyatan dalam pembangunan awal, budaya manajemen operasionalnya, skim kredit dan pengembangan kesejahteraan debitur dapat dirasakan kemanfaatnnya, artinya petani, nelayan, dan peternak benar-benar dapat meningkatkan pendapatannya yang akan berimbas domino terhadap penambahan tabungan bagi anak-anak petani, nelayan dan peternak yang mengikuti program tersebut. Uraian di atas memberikan jawaban harfiah mengenai pengembangan sektor basis perekonomian Indonesia yang selama beberapa dekade telah dikuasi oleh semangat liberalisasi.

J. PENUTUP Kesimpulan dalam penelitian ini berikut:

a. Indonesia dewasa ini telah mempraktikkan pola-pola pengkaburan Pancasila dalam berekonomi yang melemahkan peningkatan produktivitas rakyat dan menguatkan asing dalam perekonomian Indonesia hal tersebut telah bertentangan dengan cita-cita perjuangan.

b. Nilai inti ekonomi kerakyatan yang bersifat filosofis patutlah untuk dikaji lebih dalam/telaah untuk mengetahui apa seharusnya yang dilaksankan penguasa dalam mengapai cita-cita perjuangan yang telah diamanatkan para pendiri republik, uraian mengenai nilai inti ekonomi kerakyatan berikut:

1. Pandangan UUD 1945 terhadap nilai inti ekonomi kerakyatan berdasarkan Pancasila, UUD 1945 memandang manusia Indonesia sebagai subyek yang mengelola SDA dan segala potensi yang di Indonesia, negara hadir dalam pemenuhan hidup dan penghidupan dan memastikan setiap kebijakan membangun kemakmuran bagi seluruh rakyat bukan untuk orang-seorang, apabila kebijakan berpihak pada kemakmuran orang-seorang maka negara harus mengkaji ulang kebijakan tersebut.

2. Pandangan Soekarno-Hatta terhadap nilai inti ekonomi kerakyatan berdasarkan Pancasila, diawali dari latar belakang kesengsaraan imperialisme terhadap ekonomi, keduanya memandang perlu membangun manusia dan negara hadir dalam upaya manusia Indonesia untuk mengingkatkan produktivitas rakyat, kerjasama dalam berekonomi dijalankan negara dengan memandang aspek kemanfaatan artinya saling menguntungkan semua pihak yang ikut serta, ketika aspek tersebut dilaksanakan maka gotong royong ekonomi akan terwujud artinya manusia antar manusia, daerah antar daerah, swasta antar swasta maupun hubungan lainnya saling bantu-membantu dalam mencapai kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

3. Membangun solusi-aplikatif dari masalah yang terjadi dalam penelitian ini digunakan dampak potret liberalisasi ekonomi yang memojokkan petani, peternak, dan nelayan dengan menawarkan pembangunan Bank Kekhususan yang berdasarkan nilai inti ekonomi kerakyatan berdasarkan pancasila dengan menawarkan skim kredit barang penunjang produktivitas, peningkatan produktivitas sektor pertanian merupakan keniscayaan untuk mempertahankan kedaulatan dan ketahanan pangan Indonesia.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Said As’ad. 2009. Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa. Jakarta: LP3ES.

Anonim. 2004. UUD 1945 Dengan Penjelasannya seri Amademen. Jakarta: Pustaka Harapan Kita.

Arrsa, Ria Casmi. 2011. Deideologi Pancasila.Malang: UB Press.

Baswir, Revrisond. 2004. Drama Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Baswir,Revrisond. 2006. Mafia Berkeley dan Krisis Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bina Desa. 2011. Ekonomi Politik Pangan Kembali Ke Basis: Dari Ketergantungan Ke Kedaulatan. Yogyakarta: Cinde Books.

BPS. 2013. Sensus Pertanian 2013, tersedia pada

http://st2013.bps.go.id/dev2/index.php/site/index, diakses 30 Januari 2015.

Dequech, David. 2006. The New Institutional Economics and The Theory of Behavior Under Uncertainty.Journal of Economic Behavior & Organization Vol 59: 109-131.

Hanafie,Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian.Yogyakarta: Andi.

Hatta,Muhammad. 2014. Kedaulatan Rakyat, Otonomi & Demokrasi.Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Irianto, Gugus.et.al. 2014. Gugurnya Petani Rakyat: Episode Perang Laba Pertanian Nasional.

Malang: UB Press.

I.Robinson, William. 2007. Beyond The Theory of Imperialism:Global Capitalism and The Transnational State. Societies Without Borders 2 Leiden University 2007: 5-26.

Kasenda, Peter. 2010. Soekarno Muda: Biografi Pemikiran 1926-1933.Depok: Komunitas Bambu.

Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna :Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila .Jakarta: Kompas Gramedia.

MPR. 2012. Empat Pilar: Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI.

Mubyarto. 1994. Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia.Jakarta: LP3ES.

Mubyarto. 2004. Teori Ekonomi dan Kemiskinan. Yogyakarta: Aditya Media & PUSTEP UGM.

Mubyarto. 2004. Pendidikan Ekonomi Kita. Yogyakarta: Aditya Media & PUSTEP UGM.

O’Brien, Patrick. 2000. Mercantilism And Imperialisme In The Rise and Decline of The Dutch and British Economies 1585-1815.De Economist, Oct 2000: 469-501.

Panitia Peringatan 100 Tahun Bung Karno. 2001. Bung Karno dan Ekonomi Berdikari. Jakarta:

Grasindo.

Paharizal. 2014. Trisakti Bung Karno untuk Golden Era Indonesia.Yogyakarta: Media Pressindo.

Rahmat, Muhammad. 2014. Dari Nasionalisasi Menuju Liberalisasi Ekonomi: Peran Pemerintah Dalam Perekonomian Nasional.Malang: Program Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

(10)

Salim. 2014. Kodrat Maritim Nusantara.Yogyakarta: Leutikaprio.

Santosa, Awan. 2013. Perekonomian Indonesia: Masalah, Potensi dan Alternatif Solusi.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Saparini, Hendri. 2013. Ekonomi Konstitusi: Benarkah Kita Ingin Mewujudkannya. Jakarta: Tidak terbit. Disampaikan dalam Seminar Nasional Memperingati Dies Natalis Universitas Brawijaya Ikatan Alumni Universitas Brawijaya, di Gedung Mahkamah Konstitusi pada 23 Febuari 2013.

Soekarno. 1968. Di Bawah Bendera Revolusi,Jilid I,Cetakan Ketiga. Jakarta: DPA.

Soekarno. 2013. Membangun Dunia Baru.Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Suhana,et.al. 2011. Ekonomi Kelautan dan Pesisir.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Went, Robert. 2002. Globalization in the Prespective of Imperialism.Science & Society, Vol 66, No 4 Winter 2002-2003:437-497.

White,Nicholas J. 2012. Surviving Sukarno: British Business in Post-Colonial Indonesia, 1951- 1967.Modern Asian Studie, Cambridge University Press, 46, 5 2012: 1277-131.

Referensi

Dokumen terkait

The classical range of aggregate supply is vertical because of the proposition of the classical theory that prices will adjust so that output is always at full employment5. In

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa rata-rata konsumsi zat gizi dan kadar kolesterol darah antara responden perokok dan responden