• Tidak ada hasil yang ditemukan

Template Jurnal IJCCS - fh unpatti

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Template Jurnal IJCCS - fh unpatti"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 96

Lisensi Creative Commons Atribusi-NonCommercial 4.0 Internasional

Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Reklamasi di Teluk Ambon Baguala

Putri Hulandari 1, Adonia Ivone Laturette 2, La Ode Angga 3

1,2,3 Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Ambon, Indonesia.

:[email protected] 1 : xxxxxxxxxxxxxxxx

Dikirim: 18/03/2021 Direvisi: 2/04/2021 Dipublikasi: 30/04/2021

Info Artikel Abstract

Keywords:

Because of law; Impact of Reclamation; Teluk Ambon Baguala.

Introduction: In connection with the reclamation of the coast and sea in Ambon City, to be precise in the Bay of Ambon Baguala, the recalamation process of Ambon Bay has begun to be carried out, indicating changes in the environmental conditions of waters and fisheries in Ambon Bay.

Purposes of the Research: To study and analyze the implementation of reclamation in the Bay of Ambon Baguala.

Methods of the Research: This research is a type of normative legal research, namely legal research whose object of study includes statutory provisions and documentary legal materials..

Results of the Research: The results showed that the implementation of the reclamation was very dangerous for the villages in Baguala District. One of the areas most threatened with "drowning" in the future was Passo Village, Lata Village and Lateri Village. The Head of the Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Ambon's Center for Deep Sea Research, Augy Syahilatua, said that the reclamation for the construction of Siloam Hospital did have an effect on the shifting of sea water masses.

Abstrak Kata Kunci:

Akibat Hukum; Dampak Reklamasi; Teluk Ambon Baguala.

Latar Belakang: Berkaitan dengan reklamasi pesisir pantai dan laut di Kota Ambon tepatnya di teluk Ambon Baguala, proses rekalamasi teluk Ambon telah mulai dilaksanakan, menunjukkan terjadinya perubahan pada kondisi lingkungan perairandan perikanan di Teluk Ambon.

Tujuan Penelitian: Untuk mengkaji dan menganalisis pelaksanaan reklamasi di teluk Ambon Baguala.

Metode Penelitian: Penelitian ini adalah jenis penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang obyek kajiannya meliputi ketentuan- ketentuan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang bersifat dokumenter, dengan pokok kajian masalah Danpak terhadap pelaksanaan reklamasi di teluk Ambon Baguala.

Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan reklamasi tersebut sangat membahayakan desa-desa yang ada di Kecamatan Baguala salah satu wilayah yang paling terancam akan

“tenggelam” dimasa yang akan datang adalah Desa Passo, Desa Lata dan Desa Lateri. Kepala Pusat Penilitian Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon, Augy Syahilatua, mengatakan, reklamasi untuk pembangunan Rumah Sakit Siloam memang memberikan pengaruh atas bergesernya massa air laut.

Volume 1 Nomor 2, April 2021: h. 96 – 109

E-ISSN: 2775-619X

(2)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 97

1. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang memiliki laut dan pulau yang begitu luas dan karena itu tidak salah jika Indonesia dijuluki sebagai Negara Kepulauan. Indonesia sebagai negara kepulauan adalah salah satu negara yang memiliki kepulauan terbesar dan terbanyak di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km² (0,3 juta km² perairan teritorial dan 2,8 km² perairan nusantara) atau 62% dari luas teritorialnya.1

Keberadaan suatu pulau mempunyai arti yang strategis, karena di atasnya ada kepentingan ekonomi orang-perorang, masyarakat setempat dan juga ada kepentingan politik serta keamanan dari negara/ pemerintah. Adanya berbagai kepentingan yang diletakkan di atas suatu pulau tersebut, tentunya diperlukan pengaturan yang memberikan jaminan kepastian hukum terhadap penguasaan dan penggunaan tanahnya sehingga kepentingan para pihak tersebut tidak saling berbenturan dan saling meniadakan sehingga tujuan pemanfaatan pulau baik secara ekonomi, sosial maupun secara politik dapat tercapai.2

Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, (RZWP3K) menyatakan:

1) Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat dan/atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.

2) Pelaksanaan Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjaga dan memperhatikan:

a) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan Masyarakat;

b) keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; serta

c) persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material.

3) Perencanaan dan pelaksanaan Reklamasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.

Selanjutnya Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah yang menentukan bahwa tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah perairan pantai, pasang surut, rawa, danau, dan bekas sungai dikuasai langsung oIeh Negara. Dalam Pasal ini diberikan kepastian hukum terhadap keabsahan tanah hasil reklamasi, walaupun sampai pada ketentuan bahwa tanah itu dikuasai langsung oleh negara. PasaI-pasal di atas menunjukkan bahwa reklamasi pantai merupakan suatu hal yang tidak dapat ditolak pelaksanaannya oIeh masyarakat, kecuali mungkin oleh masyarakat hukum adat dengan mengajukan keberatan terhadap Pasal 34 Undang-udang Nomor 27 Tahun 2007 sebagai bertentangan dengan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut 9UUD NRI 1945).

Sifat hukum yang selalu terbuka dan dinamis mengikuti dinamika perubahan kebutuhan masyarakat diharapkan dapat menjawab kebutuhan kepastian hukum itu sendiri melalui sinkronisasi dan harmonisasi perundang-undangan dan peraturan yang secara eksplisit mengatur tentang penguasaan dan penggunaan tanah pada kawasan konservasi yang dapat menjamin

1 Rokhimin Dahuri et al., Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001), 1.

2 Yona Yonanda Soly and Yuwono Prianto, “Kesadaran Hukum Masyarakat Atas Penetapan Batas Penguasaan Tanah/Ruang Di Wilayah Pesisir Dan Pantai,” Era Hukum 15, no. 1 (2017): 150–63, https://doi.org/10.24912/era%20hukum.v15i1.669, h. 150.

(3)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 98

kepastian hak masyarakat di wilayah pesisir.3 Hak Masyarakat Pesisir adalah masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir, dalam Undan-Undang RZWP3K, pengertian masyarakat pesisir memiliki pengertian yang khusus.Menurut Pasal 1 butir 32 undang-undang ini, masyarakat (pesisir) adalah "masyarakat yang terdiri dari Masyarakat Adat dan Masyarakat LokaI yang bermukim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. "Jadi lingkup perhatian terhadap masyarakat pesisir dalam undang-undang ini hanya mencakup masyarakat adat dan masyarakat lokal saja.

Berkaitan dengan reklamasi pesisir pantai dan laut di Kota Ambon tepatnya di teluk Ambon Baguala. Pelaksanaan reklamasi tersebut sangat membahayakan desa-desa yang ada di Kecamatan Baguala. Salah satu wilayah yang paling terancam “tenggelam” dimasa yang datang adalah Desa Passo, Desa Lata dan Desa Lateri. Kepala Pusat Penilitian Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon, Augy Syahilatua, mengatakan, reklamasi untuk pembangunan Rumah Sakit Siloam memang memberikan pengaruh atas bergesernya massa air laut. Reklamasi itu telah mendorong kolom air. LIPI tidak mempersoalkan desain reklamasi yang dipakai pihak Siloam, tetapi sesuai teori, massa air yang terdorong akibat reklamasi itu akan menyasar daerah-daerah dataran rendah di sekitar Teluk Ambon. Diantaranya Desa Lata, Desa Lateri dan Desa Passo.“Yang dikhawatirkan kwatirkan desa-des akan tergenang permanen, mungkin satu dua waktu hanya tergenang biasa, tapi lama-lama akan tergenang selamanya,”.LIPI juga telah memberikan masukan kepada pemerintah terkait kebijakan reklamasi Teluk Ambon.Akan tetapi tidak banyak yang dipakai pemerintah dalam hal penentuan kebijakan. Apalagi saat ini sejumlah lokasi di pesisir Teluk Ambon telah diubah sebagai spot bisnis baru, yang dikawatirkan aktivitas yang muncul dari kegiatan bisnis dapat mengancam ekosistem yang ada di Teluk Ambon, seperti hutan mangrof, terumbu karang. “Masyarakat jangan hanya memperhatikan masalah sampah, tapi masalah- masalah regulasi yang terlewatkan juga perlu dikawal bersama.Terus terang dilapangan.pemkot tak memiliki personil yang cukup untuk memantau, oleh sebab itu, masyarakat harus membantu mengawasi.4

Mencermati isi Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 di atas, sebenarnya reklamasi pantai atau teluk tidak dilarang asal dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat dan/ atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi. Demikian juga dengan ayat (2) Undang-undang ini yang menyatakan bahwa: Pelaksanaan Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjaga dan memperhatikan:

(a) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan Masyarakat;

(b) keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; serta

(c) persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material.

Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 ayat (1) dan (2) dalam rangka meningkatkan manfaat dan/ atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi, permasalahan yang akan timbul dikemudian hari pada saat melakukan reklamasi pantai di Teluk Ambon Baguala adalah menimbulkan permasalahan baru.

3 Orias Reizal de Rooy, Hendrik Salmon, and Reny Heronia Nendissa, “Hak Atas Tanah Pada Kawasan Konservasi,”

PAMALI: Pattimura Magister Law Review 1, no. 1 (2021): 40–54,

https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/pamali/article/view/483, h. 40.

4 Redaksi Rakyat Maluku, “Reklamasi RS Siloam Bahayakan Desa Passo, Lateri Dan Latta,” RakyatMaluku.com, 2019, https://rakyatmaluku.com/reklamasi-rs-siloam-bahayakan-desa-passo-lateri-dan-latta/.

(4)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 99

2. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang obyek kajiannya meliputi ketentuan-ketentuan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang bersifat dokumenter, dengan pokok kajian masalah dampak terhadap pelaksanaan reklamasi di teluk Ambon Baguala, dalam penelitian ini juga akan menggali, mengumpulkan, memaparkan dan menganalisis fakta hukum yang terdapat dalam Pasal-Pasal UUDNRI 1945, dan UUPPLH dan Undan-Undang RZWP3K serta peraturan perundangan yang ada di bawahnya. Di dalam penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan.Dengan pendekatan yang dimaksud, peneliti dapat memperoleh informasi berbagai aspek mengenai issue yang diteliti untuk mendapat jawabanya, pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach).5

3. Hasil Dan Pembahasan

3.1 Dampak Pelaksaanaan Reklamasi Terhadap Lingkungan dan Perikanan di Teluk Ambon Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon, Daniel, Deonisius Pelasula, mengatakan, LIPI sudah menyampaikan kondisi dampak yang akan terjadi dengan adanya reklamasi yang dilakukan di teluk Ambon tersebut tetapi tidak ditanggapi Pemerintah Kota Ambon.

Pemerintah Kota Ambon tetap memberikan ijin pembangunan di pesisir meski telah merusak ekosistem setempat. Padahal, kawasan itu juga lokasi penelitian bagi calon sarjana, magister, dan dokter yang mendalami ilmu ekosistem pesisir. Peneliti LIPI dan peneliti asing sering melakukan kajian di lokasi tersebut.6

Dengan dilakukanya reklamasi di Teluk Ambon yang terjadi perusakan hutan mangrove dan sedimentasi, telah menyebabkan sejumlah lokasi di kawasan Lateri dan Passo di Kecamatan Baguala sering dilanda banjir rob ketika air laut pasang. Selain hutan mangrove, lahan di Ambon juga semakin kritis. Berdasarkan penelitian bahwa lahan darat seluas 25.448 hektar juga memerlukan penanganan segera. Lahan dengan kondisi agak kritis 14.897 hektar, kritis 3.332 hektar, potensial kritis 7.024 hektar, dan sangat kritis 195 hektar. Lahan tidak kritis 6.735 hektar. Akibatnya, dalam lima tahun terakhir, Ambon sering banjir dan tanah longsor. Tiga daerah aliran sungai besar, yakni Wai Batumerah, Wai Pia Besar, dan Wai Yori, meluap dengan ketinggian lebih dari 10 meter sehingga merendam pemukiman padat penduduk di tengah kota.7 Dari data terakhir yang dihimpun tahun 2008 dengan perbandingan riset tahun 1987 ditemukan rata-rata sedimen mengalami kenaikan sebesar 2,4 cm pertahun atau naik 6 kali lipat dibandingkan tahun 1987. Meski belum ada riset lanjutan untuk memastikan kondisi terakir penumpukan sedimen di kawasan Teluk Ambon, namun diperkirakan terus mengalami kenaikan dan juga penyempitan luasan akibat reklamasi.8

Menurut Pedoman Teknis Kegiatan Pengerukan Dalam Reklamasi (2006),9 dalam pelaksanaan pekerjaan reklamasi, ada beberapa perubahan yang terjadi dan perubahan tersebut menimbulkan dampak, dan dampak-dampak tersebut diantaranya berupa:

5 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2016), https://doi.org/340.072, h. 93.

6 Lipi.go.id, “Kondisi Pesisir Teluk Ambon Kian Parah,” http://lipi.go.id/, 2015, http://lipi.go.id/lipimedia/kondisi-pesisir-teluk-ambon-kian-parah/11332.

7 Lipi.go.id.

8 Rahardi J Soekarno, “Reklamasi Sebabkan Kerusakan Ekosistem Teluk Ambon, LaNyalla Desak Lakukan Rehabilitasi,” beritajatim.com, 2021, https://beritajatim.com/politik-pemerintahan/reklamasi-sebabkan-kerusakan- ekosistem-teluk-ambon-lanyalla-desak-lakukan-rehabilitasi/.

9 Soekarno.

(5)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 100

a) Perubahan kelompok hidrodinamika yang diakibatkan perubahan pola arus dan gelombang pada pelaksanaan reklamasi sehingga mengakibatkan turbiditas perairan.

b) Perubahan kelompok transportasi sedimen yang terjadi karena terganggunya littoral transport, mengakibatkan adanya erosi di salah satu sisi dan sedimentasi di sisi lain.

c) Perubahan kelompok air tanah terjadi saat penimbunan material reklamasi basah dari laut dimana air laut yang terperangkap dapat mencemari akuifer air tanah di pesisir.

d) Perubahan kelompok tata air di kawasan daratan yang diakibatkan adanya reklamasi, maka gangguan yang terjadi berupa bertambah panjangnya lintasan pematusan air atau penurunan gradien hidraulik aliran air yang ada, dapat menurunkan kapasitas draineae sehingga menimbulkan potensi banjir.

Pada kawasan reklamasi dengan medan yang berlumpur perlu diperhatikan agar jangan sampai terjadi:10

a) Gelombang/ luapan lumpur (mud wave/mud explosion) yaitu areal yang mempunyai daya dukung yang rendah karena material dasarnya adalah lumpur.

b) Penurunan lahan yang tidak merata, diakibatkan karena ketebalan lumpur yang tidak sama atau tidak merata.

Terjadinya likuifaksi yaitu tanah pasir yang kehilangan daya dukung akibat sistem pemadatan yang tidak sempurna, sehingga apabila terjadi getaran/goncangan misalnya yang diakibatkan oleh gempa, maka lahan reklamasi dapat terbenam dalam tanah. Likuifaksi adalah proses atau kejadian berkurangnya tekanan efektif tanah secara drastis pada pasir halus seragam tidak padat yang terrendam air, akibat beban sesaat (gempa atau getaran). Beban sesaat tersebut menimbulkan kenaikan tekanan air pori tanah yang cukup besar, tekanan efektif tanah turun (jika mencapai nol, butiran tanah akan melayang), mengakibatkan kapasitas dukung tanah menurun sehingga tidak mampu lagi mendukung beban di atasnya dengan baik. Parameter yang mempengaruhi terjadinya proses likuifaksi adalah jenis tanah dan gradasi butir (pasir halus, sedang, seragam), tingkat kepadatan (tidak padat), kondisi lingkungan (terrendam air), beban sesaat kejut/gempa/getaran).

Hasil pengamatan pada tahun 2016 yaitu saat belum dilaksanakannya reklamasi pantai dan pada tahun 2018 padasaat proses rekalamasi pantai telah mulai dilaksanakan, menunjukkan terjadinya perubahan pada kondisi lingkungan perairandan perikanan di Teluk Ambon. Analisis selanjutnya menjelaskan dampak reklamasi Teluk Ambon terhadap lingkungan hidup dan perikanan.

a) Pelaksanaan reklamasi tersebut sangat membahayakan desa-desa yang ada di Kecamatan Baguala. Salah satu wilayah yang paling terancam akan “tenggelam” dimasa yang akan datang adalah Desa Passo, Desa Lata dan Desa Lateri. Kepala Pusat Penilitian Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon, Augy Syahilatua, mengatakan, reklamasi untuk pembangunan Rumah Sakit Siloam memang memberikan pengaruh atas bergesernya massa air laut, Reklamasi itu telah mendorong kolom air.

b) Reklamasi pantai Teluk Ambon telah menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan perairan Teluk Ambon.

c) Kemungkinan terjadinya dampak lanjutan dari peningkatan kekeruhan adalah terjadi sedimentasi dan pengendapan sedimen kedasar perairan yang dapat merubah dasar perairan dan membahayakan komunitas bentik.

d) Peningkatan kekeruhan dapat menghambat penetrasi cahaya matahari yang masuk kekolom air, sehingga mengganggu produksi dan keragaman jenis fitoplankton yang hidup dikolom air.

10 Soekarno.

(6)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 101

e) Upaya reklamasi teluk Ambon akan menyebabkan hilangnya kompleksitas ekosistem pantai yang semula ada, seperti misalnya hilangnya hutan mangrove dan padang lamun.

3.2 Akibat Hukum Status Tanah Hasil Reklamasi Di Teluk Ambon

Akibat hukum merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi subyek-subyek hukum yang bersangkutan. Misalnya, mengadakan perjanjian jual-beli maka telah lahir suatu akibat hukum dari perjanjian jual beli tersebut yakni ada subyek hukum yang mempunyai hak untuk mendapatkan barang dan mempunyai kewajiban untuk membayar barang tersebut. Dan begitu sebaliknya subyek hukum yang lain mempunyai hak untuk mendapatkan uang tetapi di samping itu dia mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang. Jelaslah bahwa perbuatan yang dilakukan subyek hukum terhadap obyek hukum menimbulkan akibat hukum.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilandasi undang-undang pemerintahan daerah pada hakekatnya adalah untuk pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan serta pelayanan masyarakat yang ada di daerah. Untuk melaksanakan pemerintahan secara efektif dan efisien, maka setiap daerah diberi hak otonomi. Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus daerahnya sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum nasional dan kepentingan umum, yang diarahkan pada bagaimana pemanfaatan kearifan lokal, potensi, inovasi, daya saing dan kreativitas daerah.11

Dalam rangka mengendalikan kegiatan pembangunan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Kota Ambon telah disusun Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Ambon Tahun 2011-Tahun 2031.

Kota Ambon sebagai wilayah perkotaan mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara terus menerus. Hal ini disebabkan Kota Ambon sebagai kawasan aktifitas pemerintahan, sarat dengan aktifitas perekonomian, perdagangan dan jasa, serta berbagai aktifitas manusia dalam bidang sosial, budaya bahkan aktifitas dalam bidang politik. Perkembangan Kota Ambon akhir-akhir ini sangat cepat, ditandai dengan berdirinya hotel-hotel berbintang, kepadatan arus lalu lintas, banyaknya investor yang ingin dan datang berinvestasi di daerah ini.

Situasi di atas tentu saja salah satu kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah adalah melakukan reklamasi teluk Ambon. Reklamasi teluk Ambon disamping dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lahan untuk usaha perdagangan, kesehatan, rumah sakit dan lain-lain juga menjaga estetika dalam rangka menata Teluk Ambon agar lebih indah dan dapat meningkatkan nilai jual kawasan tanpa meninggalkan keindahan atau estetika. Kerjasama yang sinergis antara Pemerintah, DPRD, Perguruan tinggi, LSM dan masyarakat sangat diperlukan agar pelaksanaan reklamasi pantai Teluk Ambon lebih memberi dampak positif daripada dampak negatif.

Reklamasi harus ramah lingkungan sehingga dapat menekan dampak sosial, ekonomi dan resiko bencana. Kajian tersebut dilakukan secara mendalam dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara saintifik maupun moralitas dan etika pembangunan sehingga dapat menghindari risiko bencana sosial dan bencana alam (Manmade disaster and Natural Disaster) dikemudian hari akibat dampak reklamasi wilayah pantai (teluk Ambon).

Perdebatan hangat dari aspek yuridis terkait dasar hukum pelaksanaan reklamasi Teluk Ambon, dimana Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Ambon Tahun 2011 Sampai Dengan Tahun 203, tidak mendeliniasi hal tersebut sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan. Permasalahan lainnya terkait

11 Muliati, “Reklamasi Kawasan Teluk Palu Ditinjau Dari Aspek Hukum Tata Ruang,” Katalogis 3, no. 12 (2015):

172–87, http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Katalogis/article/view/6495, h. 3.

(7)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 102

kepemilikan izin reklamasi oleh perusahaan yang melakukan reklamasi pada Kawasan Teluk Ambon yang dianggap belum memiliki izin, atau memiliki izin tetapi bukan izin lokasi reklamasi dan atau izin pelaksanaan reklamasi tetapi adalah izin Pembangunan Kawasan rumah sakit siloam.

Hal penting yang harus diperhatikan untuk menjawab permasalahan tersebut di atas adalah komitmen penegakan aturan mulai dari perencanaan reklamasi, perizinan reklamasi sampai pada pelaksanaannya. Pelaksanaan reklamasi pantai sesuai ketentuan perundang-undangan Kawasan strategis kota merupakan bagian wilayah kota yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kota di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan/

atau lingkungan. Dalam Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Ambon Tahun 2011 Sampai Dengan Tahun 2031 dijelaskan bahwa indikasi program untuk perwujudan rencana pola ruang Kota Ambon terdiri dari indikasi program untuk perwujudan Kawasan Lindung dan indikasi program untuk perwujudan Kawasan Budidaya. Salah satu program untuk perwujudan kawasan budi daya adalah perwujudan kawasan pariwisata melalui program penyusunan Rencana Induk Pariwisata Daerah (RIPDA), program pengembangan kawasan religi, program penataan dan pengembangan Kawasan Pantai Teluk Ambon dan program peningkatan dan pengembangan daya tarik obyek pariwisata budaya, pariwisata alam dan pariwisata buatan baik yang telah ada maupun rencana yang akan dikembangkan di Kota Ambon. Secara teknis pelaksanaan reklamasi pantai diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Didalam Pepres tersebut diatur bahwa Reklamasi Pantai dilakukan melalui Tahap Perencanaan, Perizinan Reklamasi, dan Pelaksanaan Reklamasi termasuk Jaminan Keberlanjutan Kehidupan dan Penghidupan Masyarakat.

Perencanaan Reklamasi Pasal 3 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengamanatkan bahwa: “Perencanaan reklamasi dilakukan melalui kegiatan penentuan lokasi, penyusunan rencana induk reklamasi, penyusunan studi kelayakan dan penyusunan rancangan detail reklamasi.

Penentuan Lokasi Penentuan lokasi dilaksanakan untuk menentukan lokasi yang akan direklamasi dan sumber pengambilan material reklamasi dengan memperhatikan kesesuaian Rencana Tata ruang wilayah (RTRW) dan atau Rencana zonasi wilayah. Penentuan lokasi harus mempertimbangkan aspek teknis, aspek lingkungan, aspek sosial ekonomi. Pada tahap prakonstruksi, terdapat 2 kegiatan yang menimbulkan dampak pada komponen sosial ekonomi dan budaya yaitu kegiatan sosialisasi dan survey dan penetapan lokasi. Kedua kegiatan ini menimbulkan dampak negatif masyarakat terhadap timbulnya persepsi masyarakat nelayan karena khawatir akan kehilangan mata pencataharian. Persepsi tersebut berdampak lanjut pada keresahan masyarakat, sehingga perlu memeperhatikan keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Pada tahap konsruksi, ada 6 (enam) kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif maupun positif terhadap komponen lingkungan, yaitu:

a) Rekruitmen tenaga kerja, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha dengan dampak lanjut peningkatan pendapatan dan persepsi positif masyarakat. Namun jika kontraktor tidak memprioritaskan rekruitmen penduduk lokal sebagai tenaga kerja maka akan timbul dampak negatif berupa persepsi dan keresahan masyarakat

b) Mobilisasi material urugan dan batuan, akan menimbulkan dampak negatif terhadap penurunan kualitas udara, bising dan getaran, gangguan aksebilitas, kesehatan masyarakat, dan menimbulkan dampak lanjut pada timbulnya persepsi negatif dan keresahan masyarakat.

(8)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 103

c) Pemagaran lokasi, akan menimbulkan dampak negatif penting pada gangguan estetika, dan berdampak lanjut pada persepsi negatif dan keresahan masyarakat.

d) Pembuatan tanggul penahan, akan menimbulkan dampak terhadap komponen hidrooseanografi berupa terjadinya perubahan gelombang dan arus disekitar tapak proyek.

e) Penimbunan, perataan dan pemadatan, akan menimbulkan dampak negatif pada penurunan kualitas udara, peningkatan bising dan getaran, dengan dampak turunan pada gangguan kesehatan masyarakat. Selain itu kegiatan ini juga akan berdampak penting pada penurunan kualitas air dengan dampak turunan pada gangguan kehidupan biota perairan, dan berdampak lanjut pada penurunan pendapatan masyarakat nelayan.

Dampak-dampak tersebut menimbulkan dampak lanjut terhadap persepsi dan keresahan masyarakat. Pada tahap operasional, terdapat 2 kegiatan yang akan menimbulkan dampak negatif maupun positif terhadap komponen lingkungan yaitu:

a) Pegoperasian lahan hasil reklamasi, akan menimbulkan dampak negatif pada penurunan kualitas udara dengan dampak turunan pada gangguan kesehatan masyarakat, dan akan berdampak penting pada penurunan kualitas air dengan dampak turunan pada gangguan kehidupan biota perairan yang berdampak lanjut pada panurunan pendapatan masyarakat nelayan dan petani tambak garam. Selain itu berdampak penting pada perubahan pola arus dan terjadinya abrasi dan akresi yang berdampak lanjut pada terjadinya banjir. Dampak-dampak tersebut menimbulkan dampak lanjut terhadap persepsi dan keresahan masyarakat.

b) Pengoperasian drainase, akan menimbulkan dampak positif. Lancarnya drainase Kota dengan dampak lanjut pada persepsi positif masyarakat yang bermukim di tapak proyek.

Perkiraan dan evaluasi dampak yang akan timbul, di dalam dokumen Amdal Reklamasi Pantai Talise dituangkan beberapa dampak penting yang perlu dikelola dan dipantau antara lain kualitas udara, bising, kualitas air, hidrologi, hidrooseanografi, abrasi dan akresi, aksebilitas, komponen biologi, komponen sosial ekonomi dan budaya Hasil evaluasi dampak yang telah dilakukan pada telaahan terhadap dampak penting menunjukan bahwa kegiatan ini memberikan dampak negatif dan positif terhadap lingkungan. Pada bagian telaahan sebagai dasar pengelolaan dampak-dampak tersebut diarahkan untuk dikelola dengan baik, sehingga dampak negatif dapat diminimalkan dan dampak positif dapat dimaksimalkan.Berdasarkan argumen tersebut maka kegiatan reklamasi pantai Talise Teluk Palu dinilai layak dari sudut lingkungan hidup.

Studi kelayakan reklamasi Teluk Ambon dengan menggunakan methode analisis with and without project yang merupakan metode perbandingan kondisi adanya project (with project) dan tanpa proyek (withouth project) dan atas dasar pendekatan-pendekatan financial analisys diperoleh data bahwa pendekatan dengan proyek (without project) diasumsikan sebagai suatu kondisi dimana diperlukan suatu investasi/ proyek yang besar, yang dilaksanakan untuk memperoleh lahan disertai konsekuansinya. Sedangkan pendekatan tanpa proyek (without project) diasumsikan sebagai suatu kondisi dimana tidak ada investasi. Beberapa aspek penting yang perlu dipertimbangkan terkait rencana reklamasi pantai Talise, sebagai berikut:

a) Rencana kegiatan reklamasi Pantai talise merupakan rencana kegiatan yang berisiko tinggi, karena pekerjaan besar penimbunan laut sehingga perlu pengkajian mendalam.

b) Apabila memungkinkan secara teknis dianjurkan material urugan memakai material yang dekat dengan lokasi, agar dapat menekan dampak pencemaran udara dan dampak lingkungan lain di lokasi pengambilan material

(9)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 104

c) Hasil studi lingkungan hidup ini bukan merupakan langkah terakhir untuk menilai kelayakan rencana kegiatan reklamasi pantai apakah layak atau tidak layak, disebabkan rencana kegiatan reklamasi pantai termasuk jenis usaha/kegiatan wajib amdal.

Rencana Induk reklamasi dilakukan dengan memperhatikan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), kesesuaian dengan Rencana Zonasi, sarana prasarana fisik di lahan reklamasi dan di sekitar lahan yang akan direklamasi, akses publik, fasilitas umum, kondisi ekosistem pesisir, kepemilikan dan/atau penguasaan lahan, pranata sosial, aktivitas ekonomi, kependudukan dan kearifan lokal. Rencana induk yang disusun paling sedikit harus memuat rencana peruntukan lahan reklamasi, kebutuhan fasilitas terkait dengan peruntukan reklamasi, tahapan pembangunan, rencana pengembangan dan jangka waktu pelaksanaan reklamasi.

Rancangan Detail reklamasi Rancangan detail reklamasi disusun berdasarkan rencana induk dan studi kelayakan. Adapun tahapan pembangunan yang direncanakan dengan melalui pesoningan sebagai berikut:

a) Residensial, b) Semi Komersil, c) Komersil,

d) Area pengembangan, e) Area Publik (area terbuka).

Sedangkan rencana pengembangan adalah melakukan reklamasi, pembangunan infrastruktur, kantor Pengelola dan Ruko, Supermarket, Carefour, Hotel kelas menengah, Convention, Waterpark dan Mini Theme Park, Mall, Apatemen, Hotel kelas Eksekutif. Perizinan Reklamasi di Indonesia sebanyak 319 kabupatenkota yang berada di wilayah pesisir yang mempunyai peranan strategis. UndangUndang Nomor 27 Tahun 2007 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada pasal 34 menegaskan bahwa “reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan untuk meningkatkan manfaat dan nilai tambah dari aspek teknis, lingkungan dan sosial ekonomi”.

Untuk menghindari dampak negatif kegiatan reklamasi pantai, maka Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil telah mengatur ketentuanketentuan mulai dari aspek pertimbangan hingga ketentuan reklamasi .

Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17/PERMEN-KP/2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dijelaskan Kewenangan pemberian izin reklamasi berada pada Pemerintah Daerah masing-masing, sementara pemberian izin reklamasi di kawasan strategis nasional, kawasan lintas provinsi, kawasan pelabuhan perikanan dan obyek vital itu dikelola pemerintah. Permen tersebut merupakan tindaklanjut dari Peraturan Presiden Nomor 122 tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Reklamasi adalah kegiatan yang tidak dianjurkan akan tetapi dapat dilakukan, apabila memenuhi kriteria sebagaimana yang ditetapkan dalam perundang-undangan. Legalitas dalam pelaksanaannya wajib mengajukan permohonan per izinan reklamasi Muliati.

Reklamasi Kawasan Teluk Ambon ditinjau dari Aspek Hukum Tata Ruang kepada yang berwenang. Hal ini sejalan dengan Pasal 15 Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menegaskan bahwa Pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang akan melaksanakan reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi. Selanjutanya dalam Pasal 16 ayat (4) diatur bahwa Gubernur dan Bupati/Walikota memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi dalam wilayah sesuai dengan kewenangannya dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah daerah. Dalam kedua pasal tersebut jelas bahwa setiap pelaksanaan reklamasi pantai harus memperoleh izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi yang untuk pelaksananaan pada

(10)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 105

Kab/ Kota pemberian izin menjadi Kewenangan Bupati/ Walikota. Selanjutnya pada Pasal 7 Permen tersebut dijelaskan bahwa Kewenangan Bupati walikota dalam menerbitkan Izin Lokasi Reklamasi dan Izin Pelaksanaan Reklamasi yaitu pada perairan laut 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dan pada kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota.

Sebagai amanat dari Pasal 16 dan Pasal 29 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17/PERMEN-KP/2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil, Walikota Palu telah menerbitkan Peraturan Walikota Nomor 21 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penerbitan Izin Lokasi dan Izin pelaksanaan Reklamasi. Izin Lokasi Reklamasi Permohonan Izin Lokasi Reklamasi diajaukan kepada Walikota dengan dilengkapi persyaratan sebagai berikut:

a) Untuk Pemerintah daerah, berupa surat keterangan penanggung jawab kegiatan, b) untuk orang perorangan berupa:

1) surat keterangan penanggung jawab kegiatan untuk badan usaha;

2) fotokopi KTP perseorangan atau penangggung jawab kegiatan; dan

3) fotokopi NPWP perseorangan atau badan usaha. c. Untuk Badan Hukum berupa:

(a) Surat keterangan penanggung jawab kegiatan;

(b) Fotocopy akte pendirian perusahaan dengan menunjukkan aslinya;

(c) Foto copy surat izin usaha perdagangan;

(d) Foto copy NPWP; dan 5. surat keterangan domisili usaha. Selain persyaratan tersebut di atas, juga dilengkapi dengan:

(1) rekomendasi Menteri Kelautan dan Perikanan untuk luasan reklamasi di atas 25 (Dua Puluh Lima) Hektar;

(2) bukti kesesuaian lokasi reklamasi dengan RZWP-3-K dan/atau RTRW dari instansi yang berwenang;

(3) peta lokasi reklamasi dengan skala 1: 1.000 dengan sistem koordinat lintang (longitute) dan bujur (latitute) pada lembar peta;

(4) peta lokasi sumber material reklamasi dengan skala 1: 10.000 dengan sistem koordinat lintang (longitute) dan bujur (latitute) pada lembar peta;

(5) proposal reklamasi. Berdasarkan permohonan, dilakukan pemeriksaan lapangan oleh SKPD teknis yang diberi kewenangan untuk memverifikasi kebenaran dokumen yang diajukan.Walikota menerbitkan persetujuan atau penolakan Izin Lokasi Reklamasi paling lambat 20 (dua Puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap termasuk diterimanya Rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Penolakan permohonan secara tertulis disertai alasan penolakan. Apabila dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja Walikota tidak menerbitkan izin atau menolak, maka permohonan dianggap disetujui dan wajib mengeluarkan izin. Izin lokasi reklamasi berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun. Lokasi pengambilan sumber material reklamasi dapat dilakukan di darat dan/atau di laut.

Pengambilan sumber material reklamasi tidak boleh merusak kelestarian ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, mengakibatkan terjadinya erosi pantai dan menganggu keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Pemberian izin lokasi sumber material reklamasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Izin Pelaksanaan Reklamasi Selain izin lokasi Pemerintah Daerah dan setiap orang yang akan melakukan reklamasi harus mengajukan permohonan izin pelaksanaan reklamasi kepada Walikota disertai persyaratan:

(11)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 106

a) Pemerintah daerah, berupa surat keterangan penanggung jawab kegiatan.

b) Orang perorangan berupa surat keterangan penanggungjawab kegiatan, foto copy KTP dan foto copy NPWP.

c) Badan hukum berupa surat keterangan penanggung jawab kegiatan, fotocopy akte pendirian perusahaan dengan menunjukkan aslinya, fotocopy SIUP dan fotocopy NPWP.

Akibat hukum hubunganya dengan pelaksanaan reklamasi terhadap lingkungan dan perikanan di Teluk Ambon yaitu:

a) Status Tanah Akibat Reklamasi

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD NRI 194 maupun di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria selanjutnya disebut UUPA menegaskan bahwa tanah itu dikuasai oleh Negara. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Selain itu, hak menguasai oleh Negara ini juga terdapat Pasal 2 UUPA sebagai berikut:

(1) Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk:

(a) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

(b) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

(c) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.

(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah adalah tanah tidak mempunyai dengan sesuatu hak atas tanah. Menurut Maria S.W. Sumardjono dalam buku urip santosa hukum perumahan, ruang lingkup tanah Negara yaitu:12

a) Tanah-tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya;

b) Tanah-tanah yang berakhir jangka waktunya dan tidak diperpanjang lagi;

c) Tanah-tanah yang pemegang haknya meninggal dunia tanpa ahli waris;

d) Tanah-tanah yang diterlantarkan;

e) Tanah-tanah yang diambil untuk kepentingan umum sesuai dengan tata cara pencabutan hak sesuai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

12 Urip Santoso, Hukum Perumahan (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), h. 104.

(12)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 107

Reklamasi merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi di wilayah-wilayah kota besar di Indonesia untuk menjawab kebutuhan tanah. Tanah yang berada di wilayah sepanjang pantai atau kawasan pesisir statusnya dikuasai oleh negara, jadi Tanah hasil reklamasi pantai adalah tanah negara. Pihak yang melakukan reklamasi dapat diberikan prioritas pertama untuk mengajukan permohonan hak atas tanah reklamasi tersebut. Permasalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana status Hak Atas Tanah yang diperoleh dari reklamasi pantai berdasarkan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Apa saja Hak Atas Tanah yang dapat diberikan di atas tanah yang diperoleh dari hasil reklamasi pantai. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk Untuk mengetahui status penguasaan Hak Atas Tanah yang diperoleh dari reklamasi pantai berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Untuk mengetahui Hak Atas Tanah apa saja yang dapat diberikan di atas tanah yang diperoleh dari hasil reklamasi pantai. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status tanah hasil reklamasi pantai berstatus tanah negara yang tidak dapat diperjual belikan, melainkan hanya dapat dimohonkan hak atas tanah. Hak Atas Tanah hasil reklamasi pantai dapat diberikan kepada pihak yang melakukan reklamasi dengan diberikan status Hak Pengelolaan (HPL), Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah negara, dan Hak Pakai atas Tanah.

Lebih lanjut Urip menjelaskan bahwa tanah yang dikategorikan sebagai tanah Negara diperinci, sebagai berikut:13

a) Bekas hak atas tanah yang tunduk pada hokum barat, yaitu egendom opstal, efpacht, van gebruik yang tidak diajukan penegasan konversi hingga 24 September 1980.

b) Hak atas tanah yang dilepas oleh pemilik atau pemegang hak dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau pengadaan tanah untuk kepentingan perusahaan swasta.

c) Hak atas tanah yang dicabut untuk kepentingan umum berdasarkan ketentuan Pasal 18 UUPA jonto Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya.

d) Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas tanah Negara dan hak pakai atas tanah Negara yang diterlantarkan oleh pemegang haknya.

e) Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas tanah Negara dan hak pakai atas tanah Negara yang pemeganh haknya meninggal dunia dan tidak meninggalkan ahliwarisnya.

f) Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas tanah Negara dan hak pakai atas tanah Negara, yang pemegang haknya tidak lagi memenuhi syarat sebagai subjek hak atas tanah.

g) Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas tanah Negara dan hak pakai atas tanah Negara yang telah berakhir jangka waktu yang tidak diajukan permohonan perpanjangan jangka waktunya oleh pemegang hak.

h) Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas tanah Negara dan hak pakai atas tanah Negara yang telah berakhir perpanjangan jangka waktunya dan tidak diajukan permohonan pembaruan hak oleh pemegang haknya.

i) Hak pengelolaan yang dilepaskan oleh pemegang haknya.

j) Kawasan hutan yang dikeluarkan statusnya sebagai kawasan hutan.

k) Tanah yang berasal dari hasil konsolidasi tanah.

l) Tanah absente/ guntai

m) Tanah yang berasal dari hasil reklamasi pantai

13 Santoso, Hukum Perumahan, h. 104-105.

(13)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 108

n) Tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimal tanah pertanian yang dapat dimiliki atau dikuasai.

o) Bekas tanah partikelir.

Hal ini pulah telah diatur oleh menteri Negara Agraria dan Penataan ruang yang telah diterbitkan surat edaran nomor: 410-1293, perihal penerbitan status tanah timbul dan tanah reklamasi berdasarkan surat edaran tersebut tanah-tanah hasil reklamasi dinyatakan sebagai tanah yang dikuasi oleh Negara dan pengaturanya dilaksanakan oleh menteri Negara Agraria dan Penetaan Ruang. Pihak yang melakukan reklamasi dapat diberikan prioritas pertama untuk mengajukan permohonan hak atas tanah reklamasi tersebut.

b) Pemberian izin reklamasi Teluk Ambon

Kegiatan reklamasi di Teluk Ambon menimbulkan polemik dan pembahasan tentang peraturan manakah yang dapat dijadikan landasan hukum dalam pelaksanaan reklamasi dan siapakah yang paling berwenang dalam memberikan izin maupun rekomendasi atas pelaksanaan reklamasi beserta proses pembangunan sarana dan prasarana Rumah Sakit Siloam yang ada diatas tanah hasil reklamasi.

Pemberian izin reklamasi Teluk Ambon, dinilai tidak patut secara hukum. Banyak kaidah hukum maupun syarat-syarat perizinan reklamasi yang dilaksanakan tapi tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perizinan reklamasi Teluk Ambon dinilai tidak layak, karena di dalam Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Ambon Tahun 2011 Sampai Dengan Tahun 2031, tidak diperbolehkan melakukan reklamasi di Kawasan Teluk Ambon.

4. Kesimpulan

Dampak pelaksaanaan reklamasi terhadap lingkungan dan perikanan di Teluk Ambon yaitu:

Hasil pengamatan pada tahun 2016 yaitu saat belum dilaksanakannya reklamasi pantai dan pada tahun 2018 padasaat proses rekalamasi teluk Ambon telah mulai dilaksanakan, menunjukkan terjadinya perubahan pada kondisi lingkungan perairandan perikanan di Teluk Ambon. Analisis selanjutnya menjelaskan dampak reklamasi Teluk Ambon terhadap lingkungan hidup dan perikanan. Pelaksanaan reklamasi tersebut sangat membahayakan desa-desa yang ada di Kecamatan Baguala. Salah satu wilayah yang paling terancam “tenggelam” dimasa yang akan datang adalah Desa Passo, Desa Lata dan Desa Lateri. Kepala Pusat Penilitian Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon, Augy Syahilatua, mengatakan, reklamasi untuk pembangunan Rumah Sakit Siloam memang memberikan pengaruh atas bergesernya massa air laut, Reklamasi itu telah mendorong kolom air. Akibat hukum status tanah hasil reklamasi di Teluk Ambon adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.

Adapun akibat hukum dari reklamasi diteluk Ambon yaitu status tanah akibat reklamasi dimana status tanah tesebut dianggap berstatus tanah negara yang tidak dapat diperjual belikan, melainkan hanya dapat dimohonkan hak atas tanah. Hak Atas Tanah hasil reklamasi pantai dapat diberikan kepada pihak yang melakukan reklamasi dengan diberikan status Hak Pengelolaan (HPL), Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah negara, dan Hak Pakai atas Tanah.

(14)

E-ISSN: 2775-619X TATOHI Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2021): 96-109 109

Referensi

Dahuri, Rokhimin, Jacup Rais, Sapta Putra Ginting, and M J Sitepu. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita, 2001.

Lipi.go.id. “Kondisi Pesisir Teluk Ambon Kian Parah.” http://lipi.go.id/, 2015.

http://lipi.go.id/lipimedia/kondisi-pesisir-teluk-ambon-kian-parah/11332.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum,. Jakarta: Kencana, 2016. https://doi.org/340.072.

Muliati. “Reklamasi Kawasan Teluk Palu Ditinjau Dari Aspek Hukum Tata Ruang.” Katalogis 3, no.

12 (2015): 172–87. http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Katalogis/article/view/6495.

Redaksi Rakyat Maluku. “Reklamasi RS Siloam Bahayakan Desa Passo, Lateri Dan Latta.”

RakyatMaluku.com, 2019. https://rakyatmaluku.com/reklamasi-rs-siloam-bahayakan-desa- passo-lateri-dan-latta/.

Rooy, Orias Reizal de, Hendrik Salmon, and Reny Heronia Nendissa. “Hak Atas Tanah Pada Kawasan Konservasi.” PAMALI: Pattimura Magister Law Review 1, no. 1 (2021): 40–54.

https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/pamali/article/view/483.

Santoso, Urip. Hukum Perumahan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014.

Soekarno, Rahardi J. “Reklamasi Sebabkan Kerusakan Ekosistem Teluk Ambon, LaNyalla Desak Lakukan Rehabilitasi.” beritajatim.com, 2021. https://beritajatim.com/politik- pemerintahan/reklamasi-sebabkan-kerusakan-ekosistem-teluk-ambon-lanyalla-desak- lakukan-rehabilitasi/.

Soly, Yona Yonanda, and Yuwono Prianto. “Kesadaran Hukum Masyarakat Atas Penetapan Batas Penguasaan Tanah/Ruang Di Wilayah Pesisir Dan Pantai.” Era Hukum 15, no. 1 (2017): 150–

63. https://doi.org/10.24912/era%20hukum.v15i1.669.

Referensi

Dokumen terkait

Metode Pengabdian Tahap pelaksanaan kegiatan dalam penyuluhan kepada masyarakat tentang masalah-masalah keperdataan, salah satunya adalah pengelolaan Sampah plastik pada warga