• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori yang digunakan karena sesuai dengan fenomena yang didapatkan peneliti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Teori yang digunakan karena sesuai dengan fenomena yang didapatkan peneliti"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

Sistem perseptual tidak menerima rangsangan secara pasif, tetapi ada upaya mencari persepsi yang paling sesuai dengan data panca indra yang diindera, dan pencarian persepsi yang sesuai dilakukan secara cepat sehingga tidak disadari. Faktor internal Dalam memilih gejala selain persepsi, faktor internal sama pentingnya dengan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kebutuhan psikologis, pengalaman, latar belakang, sikap dan keyakinan umum, kepribadian, penerimaan diri.

Menurut teori ini, remaja cenderung mengartikan informasi atau stimulus yang diterimanya dalam bentuk disiplin yang diterapkan sesuai dengan kesan yang telah dimilikinya. Penafsiran ini dapat dilakukan sewaktu-waktu untuk memastikan apakah penafsiran atau persepsi tersebut konsisten dengan hasil proses selanjutnya. Menurut Santrock, masa remaja merupakan masa peralihan dalam ruang kehidupan manusia, yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa.

Pada masa remaja juga terjadi perubahan tingkah laku, sikap dan nilai yang akan mempengaruhi tugas perkembangannya. Masa remaja seringkali sulit untuk diatasi, karena pada masa kanak-kanak permasalahannya sebagian besar diselesaikan oleh orang tua dan guru, sehingga sebagian besar remaja belum mempunyai pengalaman dalam menghadapi permasalahannya. Untuk memberikan kesan tersebut, remaja mulai mencoba berpakaian, bertindak, dan berperilaku dengan cara yang berhubungan dengan status dewasa.

Kejahatan adalah perilaku yang melanggar aturan yang ditetapkan oleh orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya yang berwenang, sedangkan kenakalan remaja adalah pelanggaran yang dilakukan terhadap undang-undang atau peraturan yang ditetapkan oleh negara.

Faktor-Faktor Penyebab Misdemeanors

Remaja yang mendapat perhatian kurang dari yang seharusnya mereka terima mungkin melanggar aturan demi bangga atas keberanian mereka. Ketika merasa bosan dalam hidup, remaja akan berusaha menghibur diri dengan hal-hal terlarang. Untuk meyakinkan dirinya dan teman-temannya akan kemandiriannya, remaja akan menunjukkan kewibawaannya dan sering menantang teman-temannya untuk mencari identitas diri.

Faktor-faktor di atas muncul pada diri remaja sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya, baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat.

Teknik Penerapan Disiplin

Pengertian Disiplin

Shaffer menyatakan bahwa disiplin adalah “setiap pengajaran, bimbingan, dan dorongan yang dilakukan oleh orang dewasa untuk membantu anak belajar hidup sebagai makhluk sosial dan mencapai tumbuh kembangnya secara optimal.” Hakikat disiplin ini adalah mendidik seseorang atau mengikuti ajaran seorang pemimpin. Tujuan dari disiplin adalah menjadikan anak terlatih dan terkendali, dengan mengajarkan bentuk-bentuk tingkah laku yang baik dan pantas. Tujuan jangka panjang dari disiplin ini adalah pengembangan pengendalian diri dan pengarahan (Jacob S Kounin dan Paul V. Gump, The Ripple Effect in Discipline).

Unsur-Unsur Disiplin

Seharusnya ada hukuman yang mendidik bagi anak yang dengan sengaja melakukan pelanggaran, padahal mereka tahu aturannya. Hukuman harus disesuaikan dengan kejahatannya dan harus mengikuti hukuman sedini mungkin sehingga anak dapat mengasosiasikan situasi tersebut. Jika anak melempar makanan ke lantai karena marah, sebaiknya anak segera membersihkannya.

Hukuman yang diberikan hendaknya konsisten agar anak mengetahui bahwa apabila suatu peraturan dilanggar maka hukuman tidak dapat dihindari. Apapun bentuk hukuman yang diberikan, hukuman tersebut harus bersifat impersonal sehingga anak tidak menafsirkannya sebagai kejahatan dari pihak yang memberikan hukuman. Hukuman harus konstruktif sehingga memberikan motivasi untuk mendapatkan persetujuan sosial di masa depan.

Hukuman tersebut hendaknya disertai dengan penjelasan alasan mengapa hukuman itu dijatuhkan, sehingga anak memandangnya sebagai hukuman yang adil dan benar. Hukuman harus mengarah pada pembentukan hati nurani untuk memastikan pengendalian internal atas perilaku di masa depan. Agar anak-anak dapat melakukan sesuatu yang disetujui secara sosial, mereka memerlukan jaminan bahwa tindakan mereka menguntungkan.

Beberapa jenis imbalan yang dapat diberikan kepada anak bisa bermacam-macam bentuknya, seperti hadiah, perlakuan khusus, dan penerimaan sosial. Anak yang sadar bahwa imbalan selalu mengikuti perilaku yang disetujui dan hukuman selalu mengikuti perilaku terlarang akan memiliki keinginan yang jauh lebih besar untuk menghindari tindakan terlarang dan melakukan tindakan yang disetujui dibandingkan anak yang tidak yakin bagaimana menyikapi tindakan tertentu. Mengetahui bahwa pendidikan yang diperoleh di rumah dan di sekolah diterapkan secara konsisten akan menimbulkan rasa hormat terhadap otoritas pada diri anak.

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi anak untuk memusuhi orang tua dan guru karena merasa dirugikan, berbeda dengan anak yang mendapat disiplin yang tidak konsisten. Anak yang mendapat disiplin secara konsisten mempunyai motivasi yang lebih kuat untuk berperilaku sesuai standar sosial yang diharapkan dibandingkan mereka yang mendapat disiplin. Mereka menganggap berperilaku dengan cara yang disetujui adalah hal yang bermanfaat karena imbalan atas perilaku baik lebih besar daripada kesenangan sementara yang timbul dari perilaku yang salah atau terlarang.

Pola-Pola Disiplin

Dampak yang ditimbulkan dari penerapan disiplin ini adalah komunikasi terhambat karena terhambatnya masukan informasi yang seharusnya diperoleh, artinya tidak dapat membantu individu mengembangkan kesadaran akan kebutuhan orang lain. Terbatasnya informasi dan pengalaman yang diperoleh membuat mereka tidak dapat mengambil keputusan apakah perilakunya sesuai dengan harapan sosial atau tidak. Orang tua memberikan aturan yang tegas kepada remaja, perintah tidak boleh ditolak, tidak ada penjelasan aturan atau hukuman, tidak ada imbalan verbal maupun non verbal.

Atau dapat dikatakan orang tua menggunakan kekuasaan superior untuk mengendalikan perilaku remaja (termasuk pola seperti memberi perintah tegas, hukuman fisik, memukul, dan merampas hak-hak anak). Penerapan disiplin ini menimbulkan perasaan tidak suka dan marah pada diri individu, sehingga individu cenderung menunjukkan rasa permusuhan terhadap orang tua. Hukuman yang dilakukan orang tua akan menimbulkan rasa takut dan cemas sehingga individu akan berusaha menuruti segala perintah yang dilatarbelakangi hanya oleh rasa takut dan cemas terhadap hukuman, bukan didasari oleh perasaan dan kebutuhan terhadap orang lain.

Akibatnya individu tidak terlatih untuk memenuhi kebutuhan dan memahami perasaan orang lain, mereka hanya mementingkan kebutuhannya sendiri. Aturan diberikan secara komunikatif disertai penjelasan mengapa perilaku tertentu itu benar atau salah, hukuman diberikan disertai penjelasan, seperti halnya pemberian hadiah atau imbalan. Penjelasan tentang perilaku yang benar atau salah melibatkan penekanan pada bagaimana perilaku tersebut mempengaruhi orang lain, terkadang menjelaskan perilaku apa yang remaja harus lakukan agar tidak menimbulkan kerugian atau bahaya.

Panti Asuhan

Pengertian Panti Asuhan

Berdasarkan pemahaman tersebut maka panti asuhan memberikan pelayanan pengganti yang dalam hal ini berarti penggantian keluarga. Dalam perannya sebagai sebuah keluarga diharapkan panti asuhan dapat memenuhi kebutuhan anak asuhnya agar mengalami pertumbuhan fisik yang normal, mempunyai kesempatan berkembangnya mental, berpikir matang dan memenuhi peran sosialnya sesuai dengan tuntutan anak-anaknya. . lingkungan (Direktorat Kesejahteraan Anak dan Keluarga; 1989: 6).

Panti Asuhan Jabal 165

Setelah calon anak asuh memenuhi persyaratan di atas, petugas panti asuhan akan melakukan kunjungan rumah untuk mendapatkan gambaran tentang situasi keluarga calon anak asuh dan lingkungannya.

Hubungan Antara Persepsi Teknik Penerapan Disiplin dengan Perilaku Melanggar Aturan (Misdemeanors) pada Remaja

Disiplin mengajarkan anak untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga mendapat pujian, yang kemudian dimaknai oleh anak sebagai tanda kasih sayang. Disiplin membantu anak mengembangkan hati nurani untuk membimbing mereka dalam mengambil keputusan dan mengendalikan perilakunya. Disiplin yang sesuai dengan tahap perkembangannya dapat berfungsi sebagai motivasi penambah ego yang mendorong anak mencapai apa yang diharapkan dari dirinya.

Pada umumnya orang tua menggunakan salah satu teknik penerapan disiplin secara dominan yang bertujuan untuk mengarahkan, mengontrol bahkan mengubah perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari agar dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Penggunaan teknik disiplin yang dimaknai secara negatif juga dapat menyebabkan remaja berperilaku tidak sesuai dengan lingkungan sosialnya.

Kerangka Pikir

Ada dominasi tertentu dalam penggunaan teknik disiplin, namun teknik pendidikan mana yang digunakan dapat dimaknai berbeda oleh anak asuh. Perlakuan yang ditunjukkan kepada anak asuh oleh pengasuh merupakan bentuk dorongan yang akan dihargai, dirasakan, dan dimaknai oleh anak asuh. Proses pengolahan indra yang lebih dalam dan pemaknaannya disebut dengan pembinaan persepsi terhadap perilaku pengasuh.

Persepsi anak asuh sangat ditentukan oleh pengalaman, harapan dan kebutuhannya, kemudian persepsi yang terbentuk dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya. Dalam penelitian ini perlakuan pengasuh dapat dimaknai berbeda-beda pada setiap anak asuh tergantung pada pengalaman, harapan dan kebutuhan anak asuh itu sendiri. Anak asuh yang mengartikan teknik disiplin yang diterapkan pengasuh sebagai teknik disiplin Tarik Cinta mengungkapkan bahwa peraturan yang ada longgar, karena pengasuh tidak selalu tahu apa yang dilakukannya.

Anak asuh merasa tidak diperhatikan dan merasa diabaikan jika melakukan kesalahan, aturan yang ditetapkan tidak digunakan dan dilaksanakan dengan baik. Sehingga anak asuh menjadi acuh ketika melakukan pelanggaran, karena bagi mereka tidak ada instruksi dari pengasuhnya tentang perilaku apa yang boleh dan perilaku apa yang tidak boleh. Apabila anak asuh mengartikan teknik kedisiplinan pengasuhnya mengarah pada penarikan kasih sayang, maka akan terjadi gangguan pada pola komunikasi anak asuh.

Anak asuh belum mengetahui dan memahami perilaku apa yang pantas dan perilaku apa yang tidak sesuai dengan lingkungan di panti asuhan. Anak asuh yang mengartikan bahwa teknik pendisiplinan yang diterapkan oleh pengasuh adalah Power Assertion, artinya peraturan yang ada terlalu berlebihan, mengekang perilakunya, pengasuh berperilaku kasar dan peraturan yang ada membatasinya. Anak asuh yang penafsirannya mengarah pada penegasan kekuasaan akan menunjukkan permusuhan terhadap pengasuhnya, kurang empati, sering merasa cemas, dan hanya memikirkan kebutuhannya sendiri.

Bagi anak asuh, yang dimaksud dengan teknik disiplin yang digunakan oleh pengasuh adalah Induksi, artinya aturan yang ditetapkan bersifat demokratis, melalui penegakan aturan, disertai penjelasan perilaku mana yang boleh dan tidak boleh, serta serta imbalannya. dan hukuman yang diberikan. Hal ini membuat anak asuh dapat memahami mana perilaku yang dapat diterima dan mana yang tidak, serta anak asuh juga mempunyai rasa empati. Dari uraian di atas kita mendapatkan gambaran bahwa teknik disiplin yang digunakan oleh pengasuh mempunyai hubungan yang sangat penting dalam membentuk perilaku anak asuh.

Bagan Skema Kerangka Berpikir

Hipotesis

Gambar

Figur  otoritas  ini  menggunakan  metode  disiplin  untuk  memperoleh  respon  yang  sesuai dengan harapan mereka

Referensi

Dokumen terkait

Figure 1 Numbers of larvae and pupae of tropical grass webworm per square metre of pasture at Motutangi, Aupouri Peninsula, in 2000 and 2001.. Date Figure 1 Numbers of larvae and