• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) dalam Kesehatan Masyarakat

N/A
N/A
Yuni Kartika

Academic year: 2025

Membagikan "Teori Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) dalam Kesehatan Masyarakat"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Teori Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) merupakan kerangka konseptual yang banyak digunakan dalam bidang kesehatan masyarakat untuk memahami dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan individu atau kelompok. Teori ini menjelaskan bahwa perubahan perilaku seseorang umumnya diawali oleh pengetahuan (knowledge), yang kemudian membentuk sikap (attitude), dan akhirnya diwujudkan dalam tindakan nyata (practice). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah hasil dari tahu, yang diperoleh melalui proses penginderaan terhadap suatu objek, baik melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, maupun rasa. Pengetahuan merupakan dasar yang sangat penting untuk membentuk perilaku seseorang, karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan cenderung lebih bertahan lama dan bersifat rasional. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengetahuan antara lain adalah pendidikan, informasi, budaya, dan pengalaman (Notoatmodjo, 2002). Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi umumnya memiliki pengetahuan yang lebih baik karena lebih terbuka terhadap informasi.

Setelah pengetahuan terbentuk, hal ini akan memengaruhi sikap seseorang terhadap suatu objek kesehatan. Sikap (attitude) adalah respons atau reaksi seseorang yang masih bersifat tertutup terhadap stimulus atau objek tertentu, dan dapat berupa perasaan mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable). Menurut Notoatmodjo (2012), sikap terbentuk melalui pengalaman dan proses belajar seseorang, serta dipengaruhi oleh faktor pribadi seperti pengalaman, nilai budaya, tokoh panutan, media massa, lembaga pendidikan, serta faktor emosional. Sikap memiliki tingkatan mulai dari menerima, merespons, menghargai, hingga bertanggung jawab, dan meskipun bersifat abstrak, sikap dapat diamati melalui kecenderungan bertindak seseorang terhadap objek tertentu.

Tahap terakhir dalam teori KAP adalah praktik (practice) atau perilaku nyata.

Praktik adalah bentuk implementasi dari pengetahuan dan sikap dalam tindakan sehari-hari. Dalam konteks kesehatan, praktik dapat berupa tindakan seperti mencuci tangan, melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, atau memberikan penyuluhan. Perilaku terbagi menjadi dua jenis, yaitu perilaku tertutup (covert behavior) seperti persepsi, pengetahuan, dan sikap yang tidak tampak langsung, dan perilaku terbuka (overt behavior) yaitu tindakan nyata yang bisa diamati langsung. Notoatmodjo menyatakan bahwa tindakan seseorang baru terjadi bila didukung oleh pengetahuan, sikap yang positif, serta adanya dorongan atau motivasi dan fasilitas yang memadai.

(2)

Dengan demikian, teori KAP menjelaskan bahwa pengetahuan menjadi dasar bagi pembentukan sikap, dan sikap tersebut akan memengaruhi praktik atau perilaku nyata. Pemahaman terhadap teori ini sangat penting dalam merancang intervensi kesehatan karena intervensi yang baik harus dimulai dari upaya peningkatan pengetahuan, pembentukan sikap yang positif, hingga dorongan untuk melakukan tindakan sehat secara konsisten.

Penelitian ini menggunakan teori Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) sebagai dasar pendekatan untuk menganalisis perilaku tenaga kesehatan dalam pelaksanaan pemeriksaan payudara klinis (SADANIS). Teori ini menjelaskan bahwa perubahan perilaku pada seseorang berlangsung melalui tiga tahapan utama, yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (practice).

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hasil dari proses pengindraan manusia terhadap suatu objek melalui pancaindra, dan sangat menentukan pembentukan sikap dan perilaku. Pengetahuan menjadi landasan utama untuk seseorang dapat berpikir dan bertindak rasional, terutama dalam pengambilan keputusan kesehatan. Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendidikan, informasi, pengalaman, dan budaya yang berkembang di masyarakat (Notoatmodjo, 2002).

Setelah seseorang memiliki pengetahuan, maka akan terbentuk sikap terhadap suatu objek. Sikap didefinisikan sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu stimulus yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Menurut Notoatmodjo (2012), sikap merupakan reaksi tertutup yang belum diwujudkan dalam bentuk tindakan, namun memengaruhi kesiapan seseorang untuk bertindak. Faktor-faktor pembentuk sikap antara lain pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, budaya, media massa, lembaga pendidikan, dan kondisi emosional.

Tahapan akhir adalah praktik atau tindakan nyata yang mencerminkan hasil dari pengetahuan dan sikap seseorang. Praktik atau tindakan (practice) merupakan perilaku terbuka yang dapat diamati, seperti kegiatan melakukan pemeriksaan SADANIS. Notoatmodjo (2012) membagi perilaku menjadi dua, yaitu perilaku tertutup (covert behavior) yang belum tampak secara nyata dan perilaku terbuka (overt behavior) yang merupakan tindakan nyata sebagai hasil akhir proses belajar dan internalisasi.

Dengan menggunakan teori KAP, penelitian ini ingin melihat sejauh mana hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik tenaga kesehatan dalam pelaksanaan SADANIS. Pemahaman terhadap ketiga komponen ini sangat penting sebagai dasar penyusunan program peningkatan kapasitas dan penguatan promosi kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

(3)

Pelaksanaan pemeriksaan payudara klinis (SADANIS) oleh tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik yang dimiliki tenaga kesehatan terhadap kanker payudara dan pentingnya deteksi dini. Salah satu teori yang dapat menjelaskan keterkaitan antara pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang dalam konteks perilaku kesehatan adalah Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) model, yang telah lama digunakan dalam penelitian perilaku kesehatan masyarakat, termasuk oleh WHO dan diadaptasi secara luas oleh para pakar seperti Notoatmodjo (2007).

Model KAP menjelaskan bahwa sebelum seseorang melakukan tindakan kesehatan, ia terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan (knowledge) yang memadai tentang masalah kesehatan tersebut. Pengetahuan didefinisikan sebagai hasil dari proses mengetahui melalui penginderaan terhadap suatu objek, dan menjadi dasar utama pembentukan sikap dan perilaku (Notoatmodjo, 2007). Dalam konteks tenaga kesehatan, pengetahuan mengenai faktor risiko kanker payudara, pentingnya deteksi dini, serta tata cara pemeriksaan SADANIS sangat berperan dalam menentukan apakah mereka akan terlibat aktif dalam pelaksanaan SADANIS atau tidak. Pengetahuan ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, akses terhadap pelatihan, dan informasi yang diperoleh dari sumber resmi maupun tidak resmi.

Tahap selanjutnya adalah sikap (attitude), yang merupakan respon atau evaluasi perasaan terhadap objek atau informasi tertentu, dan dapat berupa perasaan mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable) terhadap suatu perilaku. Sikap tenaga kesehatan terhadap SADANIS akan sangat memengaruhi keterlibatan mereka. Apabila mereka memiliki sikap positif terhadap pentingnya deteksi dini dan manfaat dari SADANIS, maka kemungkinan besar mereka akan terdorong untuk melakukannya. Menurut Notoatmodjo (2012), sikap dibentuk oleh pengalaman pribadi, nilai-nilai yang dianut, serta pengaruh lingkungan sosial seperti kolega dan budaya kerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

(4)

Tahapan terakhir adalah praktik (practice), yaitu tindakan nyata yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan sikap yang dimilikinya. Dalam penelitian ini, praktik yang dimaksud adalah keterlibatan langsung tenaga kesehatan dalam melakukan pemeriksaan SADANIS kepada pasien wanita. Praktik ini merupakan indikator dari keberhasilan proses edukasi dan internalisasi nilai kesehatan pada individu tenaga kesehatan. Notoatmodjo menyatakan bahwa tindakan atau perilaku kesehatan merupakan manifestasi dari pengetahuan dan sikap seseorang, serta dapat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan dukungan lingkungan yang memadai (Notoatmodjo, 2012).

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara pengetahuan dan sikap dengan tindakan kesehatan, termasuk dalam konteks pelaksanaan pemeriksaan kanker. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, digunakan teori KAP sebagai kerangka untuk menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik tenaga kesehatan terhadap pelaksanaan pemeriksaan payudara klinis (SADANIS). Pemahaman terhadap hubungan ketiga komponen ini penting dalam merancang strategi pelatihan dan promosi kesehatan yang lebih efektif, serta meningkatkan kualitas layanan deteksi dini kanker payudara di fasilitas pelayanan kesehatan.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2012). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

WHO. (2008). Advocacy, Communication and Social Mobilization for TB Control: A Guide to Developing KAP Surveys. Geneva: World Health Organization

(5)

Setiap perempuan memiliki potensi untuk menjalani hidup yang sehat, produktif, dan bermakna. Namun, kenyataan tidak selalu seindah harapan. Di balik senyum dan kesibukan sehari-hari, banyak perempuan tidak menyadari bahwa tubuh mereka menyimpan ancaman yang diam-diam berkembang: kanker payudara. Penyakit ini kerap tidak menunjukkan gejala di awal kemunculannya. Tanpa rasa sakit, tanpa luka, namun perlahan menggerogoti kesehatan bahkan kehidupan (Irakudsiah, 2024). Banyak perempuan baru menyadari adanya kelainan setelah benjolan tumbuh membesar, kulit payudara berubah, atau rasa sakit mulai terasa—dan ketika itu terjadi, sering kali penanganan medis sudah terlambat (Sirait, 2022; Rohmi & Sulastri, 2023).

Kanker payudara dikenal sebagai silent killer karena sering tidak menimbulkan gejala pada stadium awal dan baru terdeteksi setelah mencapai stadium lanjut. Banyak perempuan tidak menyadari keberadaan benjolan di payudara, atau merasa takut, malu, dan enggan memeriksakan diri sehingga menyebabkan keterlambatan diagnosis (Nurdiana et al., 2023).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), kanker payudara menyumbang sekitar 25% dari seluruh kasus kanker pada wanita. Menurut Global Cancer Observatory (Globocan, 2020), terdapat 2,3 juta kasus baru kanker payudara di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 685.000 jiwa.

Di Indonesia, kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak, dengan 68.858 kasus baru atau 16,6% dari total kasus kanker (Kementerian Kesehatan RI, 2022). Sedangkan berdasarkan data dari RSUD Raden Mattaher Jambi, pada tahun 2024 tercatat sebanyak 261 kasus kanker payudara. Jumlah ini menunjukkan bahwa kanker payudara masih menjadi salah satu masalah kesehatan serius di tingkat daerah, khususnya di Provinsi Jambi.

Kanker payudara tidak hanya mengancam tubuh, tetapi juga menyentuh aspek emosional dan sosial seorang perempuan. Ketakutan akan kehilangan bagian tubuh, kekhawatiran terhadap masa depan, serta stigma dari lingkungan sekitar menambah beban psikologis penderita (Sari et al., 2023). Namun di tengah tantangan tersebut, harapan tetap ada. Deteksi dini menjadi salah satu kunci penting dalam meningkatkan keberhasilan pengobatan dan menurunkan angka kematian akibat kanker payudara (Irakudsiah, 2024). Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pemeriksaan payudara secara klinis oleh tenaga kesehatan atau yang dikenal dengan SADANIS, yang

(6)

dapat membantu perempuan mengenali risiko sejak dini dan mengambil langkah perlindungan yang tepat (Rohmi & Sulastri, 2023).

Salah satu upaya penting untuk menekan angka kematian akibat kanker ini adalah melalui deteksi dini. Pemerintah Indonesia telah merekomendasikan pemeriksaan payudara klinis atau SADANIS (Peraturan Menteri Kesehatan No. 29 Tahun 2017) sebagai salah satu metode deteksi dini yang efektif. Namun demikian, implementasi SADANIS di fasilitas kesehatan masih belum berjalan optimal (Misura, 2022).

Pemeriksaan payudara secara klinis atau SADANIS merupakan salah satu metode deteksi dini kanker payudara yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih untuk mengenali kelainan pada jaringan payudara. Meskipun sederhana dan tidak memerlukan alat canggih, SADANIS terbukti efektif dalam mendeteksi kanker pada tahap awal, terutama di daerah yang belum memiliki fasilitas mamografi (Irakudsiah, 2024). Deteksi dini penting dilakukan karena kanker payudara yang ditemukan lebih awal memiliki tingkat keberhasilan pengobatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan kasus yang ditemukan dalam stadium lanjut (Rohmi & Sulastri, 2023).

Sayangnya, pelaksanaan SADANIS di masyarakat masih tergolong rendah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan belum secara rutin melakukan pemeriksaan ini, baik karena kurangnya pengetahuan, sikap yang belum mendukung, maupun minimnya dukungan dari lingkungan dan fasilitas pelayanan kesehatan (Sirait, 2022; Sari et al., 2023). Rendahnya partisipasi ini menjadi tantangan serius dalam upaya pencegahan dan pengendalian kanker payudara di Indonesia. Lebih lanjut, SADANIS bukan hanya bertujuan untuk deteksi dini, tetapi juga menjadi titik masuk bagi edukasi kesehatan reproduksi perempuan yang lebih luas. Melalui interaksi langsung dengan tenaga kesehatan, perempuan dapat memperoleh informasi yang benar tentang faktor risiko, gejala awal, dan pentingnya gaya hidup sehat sebagai upaya pencegahan (Rohmi &

Sulastri, 2023). Oleh karena itu, peningkatan cakupan pemeriksaan SADANIS menjadi langkah strategis dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat kanker payudara. bisa lebih ringkaskan enggak untuk urgensi nya banget dari sadanis

Penelitian Nurdiana et al. (2023) mengungkapkan bahwa tingkat pengetahuan dan partisipasi masyarakat terhadap SADANIS masih tergolong rendah, meskipun setelah diberikan penyuluhan terjadi peningkatan signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor pengetahuan menjadi salah satu penentu penting keberhasilan pelaksanaan SADANIS. Di

(7)

sisi lain, perawat sebagai tenaga kesehatan yang berinteraksi langsung dengan pasien memiliki peran strategis dalam pelaksanaan SADANIS, namun tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik mereka belum sepenuhnya maksimal (Nainggolan, 2019).

Hal ini disebabkan bukan hanya oleh keterbatasan fasilitas, tetapi juga oleh kurangnya keterlibatan aktif tenaga kesehatan, khususnya perawat, dalam melakukan edukasi dan pemeriksaan SADANIS secara rutin (Nurdiana et al., 2023; Nainggolan, 2019). Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk mengevaluasi perilaku perawat dalam konteks pelaksanaan SADANIS menggunakan pendekatan teori KAP (Knowledge, Attitude, Practice). Teori KAP banyak digunakan dalam bidang kesehatan masyarakat karena memberikan kerangka logis bahwa pengetahuan seseorang akan memengaruhi sikapnya, dan sikap tersebut pada akhirnya menentukan praktik atau tindakannya (Zaida et al., 2023). Dalam konteks ini, apabila perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang SADANIS, didukung oleh sikap positif, maka besar kemungkinan mereka akan melaksanakan praktik tersebut secara konsisten. Dengan mengevaluasi ketiga komponen ini, penelitian ini dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai kesiapan perawat dalam mendukung deteksi dini kanker payudara.

Untuk menilai perilaku perawat dalam pelaksanaan deteksi dini kanker payudara melalui SADANIS, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori KAP (Knowledge, Attitude, Practice). Teori ini menyatakan bahwa pengetahuan seseorang terhadap suatu isu akan membentuk sikap, dan sikap tersebut selanjutnya memengaruhi tindakan atau praktik yang dilakukan. Dalam konteks keperawatan, penerapan teori ini dapat membantu mengidentifikasi sejauh mana pemahaman, sikap, dan tindakan perawat berkontribusi terhadap keberhasilan pelaksanaan SADANIS. Evaluasi terhadap ketiga aspek ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai kesiapan perawat, sekaligus menjadi dasar untuk menyusun intervensi yang tepat guna meningkatkan peran aktif mereka dalam deteksi dini kanker payudara. Pendekatan KAP telah banyak digunakan dalam penelitian kesehatan karena dinilai sederhana, praktis, dan mampu memberikan gambaran komprehensif terhadap perilaku kesehatan individu maupun kelompok

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Social support, knowledge, and attitude are important modifiable variables that influence breastfeeding practice (Meedya et al , 2010; Kong et al

The objectives of this study was to identify the level of knowledge, attitude and practice of DMT2 patient towards compliance to treatment at a primary care facility.. Methods:

https://doi.org/10.51866/oa0002 Keywords: Knowledge, attitude, and practice; primary care physicians; atrial fibrillation; anticoagulation Authors: Ooi Phaik Choo Corresponding

Figure 4: Descriptive of practice by faculty Table 2 indicate the Pearson correlation between knowledge, attitude, and practice towards mental health among UiTM students.. There were

Scoping Review: Barrier to The Knowledge, Attitude and Practice on Dengue Prevention Abu Bakar Rahman1* , Noorlaile Jasman2 , Normawati Ahmad3 , Kamarul Zaman Salleh4 , Siti Nur

Octo- Continue Table 2: Content validity ratio CVR of all areas and questions of final questionnaire to study knowledge, attitude and practice of women regarding cervical cancer and

Knowledge Attitude and Practice on Dengue among Households in Rural Areas [North Dharmapur, Gaibandha Bangladesh] Md.. Mizanur Rahman, Masuka Mim Farhana, Suman Majumder, Fahmida

The objective of this study is to determine the association between knowledge, attitude, and practice of prophetic food consumption among undergraduates’ students of Universiti Sains