Analisis Makna Komunikasi Semiotika Model Roland Barthes Pada Logo Dan Nama Kedai Kopi Muara
Yoga M Pamungkas, Gusti Irhamni, Muzahid Akbar Hayat
Pasca Sarjana Ilmu Komunkasi Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin Kalimantan Selatan
ABSTRAK
Kedai kopi kian menjamur akibat maraknya budaya ngopi di Indonesia, tidak terlepas pula terjadi di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Muara menjadi salah satu yang menjalankan usaha kedai kopi di Banjarbaru. Di antara banyaknya kedai kopi, kesadaran akan pentingnya logo dan nama menjadi keharusan sebagai faktor pembeda antara kedai satu dengan kedai yang lain, hal yang pula dilakukan oleh Muara.
Tesis ini mendeskripsikan analisis makna komunikasi semiotika model Roland Barthes pada logo dan nama kedai kopi Muara. Mengetahui bagaimana serta pada tahapan apa (denotasi, konotasi, atau Mitos) kepada para pemangku kepentingan yang terlibat seperti pemilik, desainer logo, barista, dan pengunjung kedai kopi Muara terhadap makna yang terkandung pada logo dan nama Muara.
Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini ialah dokumentasi yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari hasil wawancara terhadap informan atau narasumber pada penelitian ini. Dokumentasi yang dilakukan dalam teknik pengumpulan data akan dibuat dalam bentuk transkrip.
Langkah dalam menganalisis penelitian ini ialah dengan menggunakan semiotika Roland Barthes dengan juga dibantu oleh teori-teori pembuatan logo, unsur pembentuk desain, warna, dan juga tipografi.
Kata Kunci : Kedai Kopi, Semiotika, Logo, Roland Barthes
Analysis of the Meaning of Semiotic Communication of the Roland Barthes Model on the Logo and Name of Muara Coffee Shop
Yoga M Pamungkas, Gusti Irhamni, Muzahid Akbar Hayat
Postgraduate of Communication Studies Kalimantan Islamic University (UNISKA) Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin, South Kalimantan
ABSTRACT
Coffee shops are increasingly mushrooming due to the rise of coffee culture in Indonesia, also in the city of Banjarbaru, South Kalimantan. Muara is one of those who runs a coffee shop business in Banjarbaru. Among the many coffee shops, awareness of the importance of logos and names is a must as a distinguishing factor between one shop and another,
something also done by Muara.
This thesis describes the analysis of the meaning of Roland Barthes's semiotic
communication on the logo and name of the Muara coffee shop. Knowing how and at what stage (denotation, connotation, or myth) to the stakeholders involved such as owners, logo designers, baristas, and visitors to the Muara coffee shop on the meaning contained in the Muara logo and name.
The study was conducted using descriptive qualitative methods. The data collection technique in this study is the documentation carried out by gathering information from interviews with informants or informants in this study. Documentation carried out in data collection techniques will be made in the form of transcripts. The step in analyzing this research is to use Roland Barthes's semiotics and also be assisted by theories of making logos, design elements, colors, and typography.
Keywords: Coffee Shop, Semiotics, Logo, Roland Barthes
PENDAHULUAN
Seperti yang telah kita ketahui bahwasanya identitas seperti pemberian nama pada seseorang sangatlah penting. Contoh kecil dari pemberian nama sebagai identitas ialah untuk membedakan manusia yang satu dengan yang lain. Jika terdapat dua nama bahkan lebih nama yang sama persis tentunya akan membingungkan. Anak kembar saja yang bisa dikatakan identik memiliki nama yang berbeda guna membedakan anak yang satu dengan yang lainnya.
Identitas dari seorang manusia sebagai individu dapat dilihat dari beberapa aspek yang terdapat pada diri atau tubuhnya. Sebut saja keseluruhan bagian wajah seperti mata, hidung, mulut, bibir yang memiliki ciri khas. Kemudian bentuk tubuh entah itu kurus, gemuk, atau langsing. Bagaimana identitas sangat memegang peranan untuk membedakan antara satu dengan yang lainnya.
Sama halnya seperti manusia, sebuah usaha atau perusahaan pun sejatinya wajib memiliki identitasnya masing-masing. Tentu sebagai pembeda dengan bisnis sejenis lainnya agar konsumen tidak kebingungan. Banyak perusahaan kemudian sadar akan pentingnya
menciptakan dan mempertahankan sebuah identitas perusahaan yang kuat dan dapat diingat dengan baik, baik itu perusahaan produksi maupun jasa. Semakin banyaknya jumlah perusahaan yang memproduksi barang maupun menawarkan jasa yang sama dan bersaing dalam pasar yang bertambah luas, identitas perusahaan menjadi ciri khas yang bisa dibilang menonjol dari sebuah perusahaan.
Identitas perusahaan atau corporate identity disebut juga sebagai simbol perusahaan, baik itu berbentuk logo perusahaan atau lambang lainnya. Simbol selain dimaksud agar lebih mudah diingat oleh konsumen juga agar dijiwai oleh segenap karyawannya. Simbol sangat penting bagi perusahaan yang bergerak di sektor jasa yang menjaga pelayanan, kredibilitas, dan keramahan manusia di dalamnya (Kasali, 2003: h. 110-114).
Adapula Paul A. Argenti (2010: 78) yang menuturkan bahwa identitas sebuah perusahaan adalah manifestasi aktual dari realita perusahaan seperti yang disampaikan melalui nama perusahaan, logo, moto, produk, layanan, bangunan, alat-alat tulis, seragam, dan barang- barang bukti nyata yang diciptakan oleh organisasi tersebut dan dikomunikasikan kepada beragam konstituen. Konstituen kemudian membentuk persepsi berdasarkan pesan-pesan yang perusahaan tersebut kirimkan dalam bentuk nyata. Jika citra-citra tersebut dengan akurat mencerminkan realita perusahaan, program identitas tersebut berhasil. Jika persepsi berbeda dari realita, maka strateginya tidak efektif atau pemahaman diri perusahaan tersebut membutuhkan modifikasi.
Melalui dua pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa identitas perusahaan memainkan peran penting dalam keberlangsungan nafas usia perusahaan. Bagaimana perusahaan menularkan semangat dari visi misi perusahaan melalui keseluruhan aspek yang mewakili perusahaan dengan nama perusahaan, logo, moto, layanan, keramahan karyawan, dan segala hal yang mendukung untuk bisa merebut hati konsumennya. Dengan adanya nama dan logo, menjadikan perusahaan untuk mudah diingat ditengah banyaknya usaha sejenis di market yang dituju.
Logo merupakan simbol khusus yang menjadi ikon dari event atau suatu perusahaan sebagai ciri khas. Logo juga disebut dengan tanda nonverbal, yakni berupa tanda yang berupa anggota badan, lalu diikuti dengan lambang, suara, misalnya bersiul atau membunyikan sst… yang bermakna memanggil seseorang, tanda yang diciptakan manusia untuk menghemat waktu, tenaga, dan menjaga kerahasiaan, misalnya rambu-rambu lalu lintas, bendera, tiupan terompet dan benda-benda yang bermakna kultural dan ritual, misanya, gambir menandakan darah, bibit pohon kelapa menandakan bahwa kedua pengantin harus mendatangkan manfaat bagi sesama manusia dan alam sekitar (Alex Sobur, 2013).
Menurut Roland Barthes bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi- asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu (Alex Sobur, 2013).
Semiotika adalah salah satu ilmu yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang. Yang menjadi dasar tentang semiotika adalah konsep tentang tanda, tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda (Alex Sobur, 2013).
Argenti (2010: 79) menyebutkan bahwa disamping nama, logo merupakan elemen kunci dari identitas organisasi, dan perlu diperlakukan sepantasnya. Corporate identity atau identitas perusahaan yang baik tentunya harus sejalan dengan strategi dan rencana dari perusahaan tersebut, selain itu juga mampu menciptakan cerminan dari suatu perusahaan, yaitu bagaimana citra perusahaan di mata publik melalui produk, kegiatan dan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.
Berangkat dari pernyataan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa logo dan nama tidak boleh dianggap enteng apalagi disepelekan. Penting bagi perusahaan untuk menuangkan segala visi, misi, dan semangat perusahaan dalam sebuah bentuk identitas visual, yakni logo.
Dalam komunikasi, logo masuk dalam ranah komunikasi visual. Bagaimana logo diharapkan bisa menyampaikan pesan berupa visi, misi, dan semangat perusahaan kepada konsumen ketika mereka melihatnya.
Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam berbagai media komunikasi visual dengan mengolah elemen desain grafis terdiri dari gambar (ilustrasi), huruf, warna, komposisi, dan layout.
Seperti wajah yang ada pada manusia, logo menjadi hal pertama yang dilihat dari sebuah perusahaan. Tak hanya perusahaan profit saja, bahkan perusahaan non-profit pun menggunakan logo sebagai identitas visual utama mereka (Tinarbuko, 2010: 23)
Dalam menjalankan sebuah usaha atau bisnis, terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi.
Sebut saja letak, bentuk bangunan, produk yang dijual, sumber daya manusia (SDM), desain interior, serta logo dan nama. Logo merupakan wajah atau tanda pengenal yang berguna untuk membedakan usaha yang satu dengan usaha yang lainnya. Logo juga berguna untuk memperkenalkan dan menunjukkan sesuatu. Logo menjadi sebuah pengakuan, kepercayaan, kebanggan, keunggulan yang dihadirkan dalam sebuah bentuk gambar. Bentuk logo biasa dituangkan dalam bentuk visual nama, angka, lambang, simbol, gambar, atau elemen lain guna membedakan dengan kompetitor. Logo menjadi representasi atas apa yang diinginkan owner perusahaan tersebut. Tentang apa yang dijual, ditawarkan, bahkan segmentasi yang dituju.
Beberapa logo yang banyak ada saat ini dan dikenal banyak orang tidaklah muncul begitu saja. Setiap logo memiliki rentang waktu yang berbeda dalam proses penciptaannya. Seperti yang telah disebutkan di atas, logo menjadi representasi sebuah perusahaan dan menjadi gambaran atau wajah atau image dari perusahaan yang akan terus melekat. Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam pembuatan logo diantaranya ialah jenis usaha, segmentasi yang disasar, nilai yang dijunjung perusahaan, serta makna dan pesan yang ingin disampaikan.
Oleh sebabnya, logo bisa jadi berbeda sari satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Logo menjadi pesan komunikasi dari perusahaan kepada calon pembelinya. Selain itu, logo juga menjadi identitas dan citra yang melekat pada perusahaan yang ditampilkan.
Penciptaan logo menjadi penting ditengah banyaknya jenis usaha. Semakin unik logo yang diciptakan, semakin memudahkan orang untuk mengingatnya yang dimana juga akan menguntungkan perusahaan atau produk yang ditawarkan. Logo menjadi penting dan berguna untuk diferensiasi.
Selain logo, sebuah nama tentunya menjadi aspek penting untuk memperkenalkan usaha atau produk kepada calon konsumen serta hal pendukung untuk membedakannya dengan yang lain. Nama merek adalah rancangan unik perusahaan yang membedakan penawarannya dari dari kategori produk pendatang lain. Banyak eksekutif pemasar menganggap penamaan merek sebagai salah satu aspek manajemen pemasaran yang paling penting. Mereka menganggap bahwa memilih suatu nama yang tepat adalah kritikal, terutama karena pilihan tersebut dapat mempengaruhi pengujian awal suatu merek dan mempengaruhi volume penjualan. Nama merek menunjukkan penawaran suatu perusahan, dan membedakannya dari produk lain di pasar. Nama merek yang baik dapat membangkitkan perasaan berupa kepercayaan, keyakinan, keamanan, kekuatan, keawetan, kecepatan, status, dan asosiasi lain yang diinginkan. Nama yang dipilih untuk suatu merek mempengaruhi kecepatan konsumen menyadari suatu merek, mempengaruhi citra merek, sehingga memainkan peran penting dalam pembentukan ekuitas merek. Hal yang berhubungan dengan nama merek adalah elemen desain grafis yang disebut logo merek. Guna mengidentifikasi merek-merek mereka, berbagai perusahaan menggunakan logo-logo tanpa merek. Berbagai desain logo luar biasa beragam, berkisar dari desain-desain yang sangat abstrak hingga desain yang melukiskan pemandangan alam, juga mulai dari gambar yang sangat simple hingga yang paling kompleks. Secara umum bisa dikatakan, logo-logo yang baik adalah yang mudah dikenali, secara esensial membawa arti yang sama bagi seluruh anggota sasaran, dan menimbulkan perasaan yang positif (Shimp, 2003: 298-299).
Kedai kopi menjadi salah satu contoh yang memiliki dan menggunakan nama dan logo untuk menampilkan identitas perusahaan serta memperkenalkan usahanya diantara berbagai kompetitor. Muara menjadi salah satu kedai kopi yang memiliki logo dan nama untuk keperluan diferensiasi dengan kedai kopi lainnya.
Muara menggunakan logo dominan berwarna putih dan abu-abu yang membentuk sebuah bangunan rumah yang pada saat bersamaan nampak seperti berbentuk huruf M. Muara terletak di dalam sebuah komplek Ratu Elok di Kota Banjarbaru. Komplek yang pula dekat sekali dengan kawasan kampus Uniska serta ULM tersebut serta dikelilingi kawasan kos- kosan mahasiswa, oleh sebabnya tak dapat dipungkiri bahwa mahasiswa menjadi konsumen terbesar dari kedai kopi ini.
Muara sebagai salah satu dari sekian puluh kedai kopi yang ada di Kalimantan Selatan, khususnya kota Banjarbaru, menyadari pentingnya logo dan nama sebagai usaha pembeda dari kedai kopi lainnya. Bagaimana dari nama dan logo tersebut pada akhirnya bisa membuat konsumennya dapat dengan segera mengenali dan mengetahui keunikan Muara jika dibandingkan dengan kedai kopi lain yang ada. Penggunaan nama dan logo yang tepat tentunya akan memudahkan Muara dalam proses merintis usahanya agar bisa terus berkembang menjadi kedai kopi besar dan bertahan lama di Kalimantan Selatan.
ALAT DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini ialah dokumentasi. Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari hasil wawancara terhadap informan atau narasumber pada penelitian ini. Data penelitian berupa dokumentasi yang dilakukan dalam teknik pengumpulan data akan dibuat dalam bentuk transkrip. Langkah dalam menganalisis penelitian ini ialah dengan menggunakan semiotika Roland Barthes dengan juga dibantu oleh teori-teori pembuatan logo, unsur pembentuk desain, warna, dan juga tipografi.
Waktu dan Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini, waktu pelaksanaan dilakukan periode November 2019-Januari 2020 secara bertahap di mana akan dilakukan terlebih dahulu observasi mengenai siapa saca konsumen atau pelanggan dari Muara. Kemudian dilanjutkan dengan proses wawancara mendalam terhadap pelanggan tentang tanggapan mereka ketika melihat logo dan nama Muara. Kemudian dilanjutkan dengan penyusunan hasil penelitian.
Prosedur Penelitian
Sampel dalam penelitian kualitatif biasa disebut dengan Informan. Informan adalah orang yang dipercaya menjadi narasumber atau sumber informasi oleh peneliti yang akan memberikan informasi secara akurat untuk melengkapi data penelitian. Informan adalah sebutan bagi sampel dari penelitian kualitatif. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai nara sumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian (Sugiyono, 2010).
Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Perkembangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi yang diteliti. Atau dengan kata lain pengambilan sampel diambil berdasarkan kebutuhan penelitian.
Dalam penentuan sampel atau dalam hal ini ialah informan dalam penelitian kualitatif, peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan.
Menurut Akbar Hayat (2018:79) terdapat dua teknik pemilihan partisipan (sampling strategies) dalam penelitian kualitatif. Pertama adalah random probability sampling, yaitu pengambilan sampel dari populasi secara random dengan memperhatikan jumlah sampel, dengan tujuan agar sampel dapat digenaralisasikan kepada populasi. Kedua adalah purposeful sampling, di mana sampel dipilih tergantung dengan tujuan penelitian tanpa memperhatikan kemampuan generalisasinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jika dilihat secara kasat mata atau nampak indra atau dalam semiotika Roland Barthes dikatakan sebagai tahap denotasi, logo Muara terlihat seperti dua buah atap yang dibawahnya terlihat kotak-kotak yang banyak.
Dalam penelitian ini, dilakukan wawancara kepada beberapa narasumber diantaranya ialah pemilik Muara, desainer logo Muara, barista, dan pengunjung dari kedai kopi Muara untuk mengetahui apa makna dari logo dan nama Muara menurut pribadi mereka masing-masing.
Penelitian ini juga ingin melihat apakah para narasumber tersebut jika dilihat dari semiotika Roland Barthes berada pada tahapan mana, apakah sebatas tahap denotasi, konotasi, atau sudah sampai tahap mitos atau ideologi.
Barthes membagi semiotik menjadi dua aspek, yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi ialah makna sesungguhnya atau dapat dikatakan sebagai sebuah fenomena yang tampak dengan panca indera. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Dapat dikatakan bahwa konotasi ialah makna yang terbentuk berdasarkan konstruksi pemikiran penggunanya yang didasari dari adanya kebudayaan. Ketika kebudayaan mengonstruksi pemikiran seseorang, maka yang terjadi adalah pemikiran yang berlandaskan dari budaya tersebut. Implikasi yang terjadi ialah dalam memandang setiap fenomena selalu bersumber dari nilai-nilai atau norma budaya yang dijadikan pedoman tersebut. Proses semacam itu merupakan suatu hal yang oleh Barthes dianggap sebagai urutan pemahaman mengenai suatu tanda. Mitos diartikan ketika aspek konotasi menjadi pemikiran popular di masyarakat, maka mitos telah terbentuk terhadap tanda tersebut.
Hasil dan Analisis Wawancara dengan Owner Muara
Dalam jawaban yang diutarakan oleh pemilik kedai kopi Muara dapat dilihat bahwa adanya penekanan Muara sebagai tempat berkumpul dan sebuah rumah karena memang tepat berada di sebuah rumah di area perkomplek’an. Adanya suatu bentuk konsistensi dan saling terhubung antara nama, logo, dan lokasi nyata atau fakta di lapangan. Bahkan ketika disangkutpautkan dengan filosofi dibalik nama Muara yang ternyata merujuk kepada sejarah awal mula sebuah kota di Kalimantan Selatan atau dengan kata lain sangat erat dengan kehidupan keseharian masyarakatnya dan profil Kalimantan Selatan sebagai provinsi seribu sungai.
Makna denotasi atau makna yang tampak pada panca indra dapat dilihat dari jawaban tersebut yang dimana ketika dikatakan bahwa logo Muara merupakan hasil bentuk dari garis vertikal dan horizontal membentuk segitiga dan juga terdapat gambar kotak persegi kecil dalam jumlah yang banyak.
Jawaban dalam wawancara tersebut juga masuk pada tahapan makna konotasi atau ketika sudah bercampur dengan opini pribadi atau perasaan serta dipengaruhi nilai-nilai kulturalnya. Jawaban yang mengatakan bahwa garis vertikal dan diagonal tadi menyerupai atap yang dimana identik dengan bangunan rumah. Kotak persegi berukuran kecil dan
banyak yang kemudian diasosiakan dengan tempat berkumpul juga bisa dibilang masuk ke dalam makna konotasi dari pemilik jawaban atau Rio Karno sebagai pemilik kedai kopi.
Dapat dilihat bahwa nilai-nilai kultural mempengaruhi sudut pandang dan jawaban darinya.
Dapat ditelaah lagi bahwasanya terdapat pula jawaban yang mengarah kepada makna mitos atau ideologi yakni ketika Rio Karno menyebutkan bahwa nama Muara mengacu pada sejarah kota Banjarmasin yang dipercayai dulunya sebagai sebuah Muara tempat berkumpulnya beberapa sungai yang adai di Kalimantan Selatan. Dapat dilihat bahwa mitos atau kepercayaan itu sangat melekat pada masyarakat Kalimantan Selatan dan dipercayai sepenuhnya tak terkecuali oleh Rio Karno sebagai pemilik kedai kopi Muara yang pada akhirnya menggunakannya sebagai nama kedai kopi.
Apa yang diungkapkan oleh Rio Karno bahwa adanya gambar yang menyerupai atap rumah, namun di saat yang bersamaan pula membentuk huruf M yang merujuk kepada huruf awal dari nama Muara tersebut sesuai dengan salah satu pengelompokkan logo menurut Wheeler (2003) yakni letterform marks yang diartikan menggunakan sebuah huruf yang direpresentasikan secara unik dengan makna dan karakter yang kuat (contohnya logo huruf M pada merek Motorola). Alasan adanya gambar atap rumah sebanyak 2 buah pada logo Muara secara disengaja pula mengarah pada adanya gambaran huruf M yang mengacu pada huruf awal nama Muara.
Hasil dan Analisis Wawancara dengan Desainer Logo
Dari hasil paparan jawaban desainer dalam membuat logo Muara berdasarkan kondisi sebenarnya. Kondisi yang dimaksud ialah bahwa kenyataan letak dari Muara berada di daerah perkomplek’an. Sehingga hal tersebut mempengaruhi desainer dalam mendesain logonya. Bentuk garis vertikal dan diagonal yang ada pada logo pun dibuat dengan maksud menyerupai sebuah rumah dengan harapan setiap pengunjung seperti sedang merasakan perasaan nyaman seperti berada di rumah. Makna konotasi bisa dikatakan ada pada jawaban bahwa sisipan opini dan perasaan pribadi menurut pandangannya bahwa logo yang ia buat tersebut bukan hanya garis vertikal dan diagonal semata, namun pula membentuk pola gambar rumah untuk menggambarkan kesan nyaman seperti berada di rumah.
Desainer logo kemudian menambahkan bahwa logo Muara sudah sangat mencerminkan keadaan Muara dan juga berbeda dengan desain logo kedai kopi yang lain, atau adanya unsur diferensiasi atau pembeda dari kedai yang lain. Adanya keunikan di situ. Dapat dikatakan bahwa terpenuhi unsur pembentuk logo yang baik yakni Orginal dan distinctive, memiliki nilai kekhasan, keunikan, dan daya pembeda yang jelas. Serta unsur lainnya yakni Easily associated with the company, dimana logo yang baik akan mudah menghubungkan dengan jenis usaha atau citra suatu perusahaan (Kusrianto, 2007: 234).
Jawaban selanjutnya yang menarik ialah perihal font yang digunakan. Font dari tulisan kata Muara pada logo Muara ialah yang dinamakan sebagai Lato. Lato termasuk font yang clean dan juga elegan, sehingga memberikan kesan modern dan profesional. Kesan modern yang disebutkan oleh desainer tentang font yang digunakan sesuai dengan karakteristik font modern yaitu berukuran kecil tanpa sudut lengkung dan huruf yang tegak vertikal (Sihombing, 2015: 158).
Hasil dan Analisis Wawancara dengan Barista
Dari hasil wawancara pula diketahui bahwa Barita bertugas sebagai barista di Muara sudah selama 1 tahun. Barista jika merujuk pada jawaban-jawabannya tersebut sedikit banyaknya memiliki kesamaan pada maksud dari pemilik Muara yaitu ketika ia mengucapkan bahwa logo Muara seperti rumah yang beriringan atau bersebelahan yang juga melambangkan ciri khas komplek. Ada makna konotasi di situ ketika ia memberikan jawaban dengan bumbu opini atau perasaannya pribadi.
Yang menarik dari jawaban-jawaban Barista dalam wawancara tersebut ialah ketika ia mengutarakan bentuk font yang menurutnya sangat pas dan cocok dengan logo Muara.
Nyambung antara bentuk font tulisan Muara dengan logonya karena tulisannya tidak menggunakan jenis font yang menyambung antar huruf namun terpisah dan kuat unsur garis lurus yang di mana sama persis dengan bentuk logo Muara. Barista pun menambahkan bahwa ia menilai hal tersebut elegan ketika dilihat. Sebagaimana sesuai dengan salah satu unsur pembentuk desain (Anggraini S. & Nathalia, 2014, h. 32-40) yakni garis sebagai unsur dasar untuk membangun sebuah bentuk, menghubungkan satu titik poin dengan titik poin yang lain. Bentuk logo dan nama Muara yang salah satunya memiliki bentuk vertical pun cocok dengan teori pembentuk desain tersebut karena garis vertikal memberikan kesan keseimbangan, stabil, serta elegan.
Hasil dan Analisis Wawancra dengan Pengunjung
Jika melihat dari jawaban salah satu pengunjung melalui semiotika Roland Barthes, dapat dibilang bahwa jawabannya terhadap makna logo sudah melalui tahapan denotasi yang tidak hanya menyebut bentuk gambar secara normal tapi sudah ada unsur emosional atau perasaan di situ ketia ia menyebutkan seperti atap rumah dan mengartikan adanya kedai kopi di sebuah rumah.
Ia tak luput pula memberikan pendapat tentang logo Muara yang dinilainya sebagai sebuah logo yang simpel atau dengan kata lain tepat pada sasaran karena menurutnya apabila sebuah logo terlalu ramai maka akan mengaburkan fokus dari orang yang melihatnya. Kemudian pula menambahkan bahwa font untuk penggunaan nama Muara pada logo tersebut merupakan bentuk font yang simpel dan elegan karena enak dipandang dan cocok dengan selera yang ada pada pasar atau segmentasi yang dituju. Apa yang diutarakan perihal font pada logo Muara tersebut sesuai dengan apa yang disebut dengan legability pada sebuah font yakni sebagai kualitas huruf dalam tingkat kemudahannya untuk dikenali atau dibaca (Sihombing, 2015: 164-170).
Ada satu hal yang menarik dari jawaban ketika ditanya mengenai apakah sebuah logo dan nama pada sebuah usaha bisnis atau dalam hal ini Muara sebagai kedai kopi akan mempengaruhinya untuk datang berkunjung. Dalam jawabannya, ia mengutarakan bahwa nama dan logo mempengaruhinya untuk datang berkunjung ke Muara karena munculnya rasa penasaran setelah melihatnya yang dinilainya sebagai sebuah logo yang unik. Kenapa unik karena menurutnya biasanya sebuah kedai kopi untuk penggunaan logonya erat dengan gambar cangkir atau biji kopi karena dua hal itu yang paling sesuai dengan citra kedai kopi.
Jika ditelaah lebih lanjut apa yang diutarakan tersebut masuk pada tataran makna mitos atau ideologi menurut semiotika Roland Barthes, ketika kebanyakan kedai kopi erat kaitannya dengan logo biji kopi atau cangkir dalam menunjukkan identitasnya. Ada sebuah ideologi atau kepercayaan yang terlanjur tercipta pada masyarakat yang kemudian dipercayai bahwa kedai kopi ya identik dengan biji kopi atau cangkir. Sedangkan Muara berbeda karena tidak ada kedua unsur tersebut pada logonya.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Makna bentuk garis vertikal dan diagonal yang terdapat pada logo Muara memiliki arti sebagai bentuk sebuah rumah yakni mengacu kepada lokasi Muara yang tepat berada di sebuah rumah dan berada di area perkomplek’an atau perumahan di kota Banjarbaru.
2. Makna bentuk kotak persegi kecil yang banyak seolah seperti titik-titik pada logo Muara mengartikan hasil representasi dari barkumpulnya manusia- manusia atau dalam hal ini ialah pengunjung dari berbagai macam latar belakang seperti pelajar, mahasiswa, pekerja, atau lainnya pada satu tempat yakni Muara.
3. Makna nama Muara ialah sebagai tempat berkumpul. Yang dimana merujuk pada sejarah salah satu kota di Kalimantan Selatan yang dahulunya ialah sebagai tempat berkumpulnya sungai-sungai yang ada di Kalimantan Selatan yang pada akhirnya membentuk Muara.
4. Menilik dari berbagai macam jawaban narasumber atau informan dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes, dominan memiliki jawaban pada tahapan konotasi yakni telah memberikan opini atau perasaan pribadi ketika melihat logo dan nama Muara. Selain makna denotasi, terdapat pula jawaban-jawaban yang sudah berada pada tahapan mitos atau dengan kata lain jawaban narasumber sedkit banyaknya ialah hasil dari ideologi yang beredar dan telah menjadi pakem di masyarakat.
5. Font yang digunakan oleh Muara pada tulisan nama di logonya ialah yang dinamakan dengan Lato. Font yang diartikan dengan clean dan juga elegan.
Penggunaan font ini bertujuan untuk memberikan kesan modern dan elegan bagi mereka yang melihat. Font Lato ini termasuk pada jenis font modern yaitu berukuran kecil tanpa sudut lengkung dan huruf yang tegak vertikal.
6. Logo yang digunakan Muara sudah sesuai dengan identitas perusahaan atau dalam hal ini identitas usahanya sebagai kedai kopi rumahan. Logo menggambarkan bentuk rumah yang merepresentasikan kondisi nyata Muara yang berada tepat di rumah dan juga di daerah perkomplek’an.
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, Linggar M. 2000. Teori dan Profesi Kehumasan. Jakarta: PT Bumi Aksara Anggraini S., Lia & Nathalia, Kirana. 2004. Desain Komunikasi Visual: Dasar-Dasar
Panduan Untuk Pemula. Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia.
Argenti, Paul A. 2010. Komunikasi Korporat. Jakarta: Salemba Humanika.
Dameria, Anne. 2007. Color Basic. Jakarta: Link & Match Graphic.
Kasali, Rhenald. 2003. Manajemen Public Relations. Jakarta: Grafiti.
Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi Offset Mulyana, Deddy. 2001. Metode Penelitian Kualitiatif. Bandung: Rosda Karya
Prasetya, Arif Budi. 2019. Analisis Semiotika Film dan Komunikasi. Malang: Intrans Publishing
Shimp, Terence A. 2003. Periklanan Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Erlangga
Sihombing, Danton. 2015. Tipografi dalam Desain Grafis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sutojo, Siswanto. 2004. Membangun Citra Perusahaan. Jakarta: Damar Mulia Pustaka.
Rowe, M.J. 1998. How To Design Trademarks and Logos. Ohio: North Light Book Rustan, Surianto. 2013. Mendesain LOGO. Cet. Ke-4. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Tinarbuko, Sumbo. 2015. DEKAVE: Desain Komunikasi Visual - Penanda Zaman Masyarakat Global. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service).
Rujukan Online
, Asl . . The Role of Logo Design in Creating Brand Emotion: A Semiotic Comparison of The Apple and IBM Logos. (Online)
http://library.iyte.edu.tr/tezler/master/endustriurunleritasarimi/T000560.pdf Cowin, Erica. 2011. The Evolution of U.S. Corporate Logos: A Semiotic Analysis.
(Online)
http://stars.library.ucf.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=3024&context=etd Dewi, Putu Chrisma. Susanto, Putu Chris. 2015. Semiotic Analysis of Bali Clean &
Green Campaign. (Online)
https://poseidon01.ssrn.com/delivery.php?ID=3411261051001001271020711020930 12109025080033046026068071064014028101018025113101064018029037062025 09601211902910301909409001701504900900606412710011002010311309602502 80490940720301270191260751230661260090970750680270100910271081000060 15007029016113010&EXT=pdf
Ersyad, Firdaus Azwar. Watie, Errika Dwi. Setyowati, Retno Manuhoro. 2018. The Logo Analysis from Faculty of Information Technology and Communication of Universitas Semarang in order to Redesign the Logo and the Corporate Identity Design using Logotype Method. (Online)
http://journals.usm.ac.id/index.php/the-messenger/article/view/715/518 Hayat, Muzahid Akbar. 2018. Adaptasi Komunikasi Guru Asing Menghadapi
Perbedaan Budaya di Sekolah Internasional. Jurnal Widya Komunika. Hal 76 – 86.
Firmansyah, Agung. 2015. A Semiotic Analysis On The Logos Of Three Cafes In Malang. (Online)
http://jimbastrafib.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jimbastrafib/article/view/947 Nurfatwa, Ilviani. Alivah, Muthia Nur. Fauziah, Ula Nisa El. 2018. Semiotics Analysis
Logo Of STKIP Siliwangi And IKIP Siliwangi. (Online)
https://journal.ikipsiliwangi.ac.id/index.php/project/article/view/1404/pdf Sari, Risti Puspita. 2018. Semiotic Study of Regional Logo. (Online)
https://www.atlantis-press.com/proceedings/icobest-18/25906901 Thalia, Felica. 2016. Psikologi Warna. (Online)
https://www.kompasiana.com/maryanti/56d1933e519773dd22b4e986/psikologi- warna?page=all
Twiyogarendra, Julvia Whimi. 2018. Meaning Of Symbols Of Telkomsel Logo To Employees With Organizational Culture (Analysis Of Roland Barthes Semiotics In Telkomsel Logo). (Online)
https://www.academia.edu/39225911/meaning_of_symbols_of_telkomsel_logo_to_e mployees_with_organizational_culture_analysis_of_roland_barthes_semiotics_in_tel komsel_logo
Uraida, Siti. 2014. Semiotic Analysis of McDonald’s Printed Advertisement. (Online)
http://jimbastrafib.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jimbastrafib/article/view/396 Vijaya, Adioka Pramedyas. 2014. The Semiotic Analysis of The Logos of Eight
Japanese Car Companies in Indonesia. (Online)
http://jimbastrafib.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jimbastrafib/article/view/741 Wheeler, A.2003. Designing Brand Identity: A complete guide to creating, building
and maintaining strong brands. (Online)
https://journal.binus.ac.id/index.php/Humaniora/article/view/2889/2283