TEORI ANALISIS RISIKO BENCANA DAN MITIGASI BENCANA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mitigasi Bencana
Disusun Oleh :
Amanda Putri Maharani 213060014
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
2024
A. Konsep Bencana Alam
Menurut peraturan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun 2012, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dam dampak psikologis. Sedangkan menurut UNDP (2012), bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen pemicu (trigger), ancaman (hazard), dan kerentanan (vulnerability) bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya resiko (risk) pada komunitas.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal mdernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian periistiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
B. Risiko Bencana
Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. Risiko merupakan fungsi dari ancaman atau bahaya dengan kerentanan dan juga kapasitas. Risiko bencana dapat berkurang, apabila kapasitas ditingkatkan atau kerentanan dikurangi, sedangkan risiko bencana dapat meningkat apabila kerentanan semakin tinggi dan kapasitas semakin rendah.
Melihat pengertian tersebut, maka kita sebenarnya sedang hidup bersama risiko bencana.
Bencana yang setiap saat bisa mengancam, mungkin tidak bisa dicegah, tapi kita bisa melakukan upaya pengurangan risiko bencana. Oleh sebab itu, kita perlu memperkaya wawasan terkait bagaimana konsep dasar dan pengertian tentang risiko bencana. Mengenali risiko bencana bisa dimulai dari mengenali lingkungan di mana kita hidup. Beberapa contoh:
1. Jika kita hidup di wilayah pegunungan atau perbukitan terjal, maka risiko bencana bisa dikenali yaitu, apapun yang bisa menyebabkan tanah longsor.
2. Jika kita hidup dan menetap di sekitar gunung berapi, maka risiko bencana bisa dikenali seperti efek letusan gunung berapi.
3. Jika kita hidup di bantaran sungai atau daerah aliran sungai, maka risiko bencana bisa dikenali seperti banjir, banjir bandang, tanggul yang jebol.
4. Jika kita hidup di wilayah yang rawan gempa bumi, maka risiko bencana bisa dikenali seperti robohnya bangunan dan rumah, tanah retak-retak hingga longsor.
5. Jika kita hidup di wilayah pemukiman yang padat penduduk, maka resiko bencana bisa dikenali, yaitu apapun yang bisa menyebabkan terjadinya kebakaran.
C. Analisis Risiko Bencana
Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi bencana yang melanda. Potensi dampak negatif yang timbul dihitung berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut.
Potensi dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan. Terdapat banyak konsep perhitungan tingkat risiko bencana sebagaimana ditulis oleh Purnomo N, H (2012) yang terangkum sebagai berikut:
Rumus dasar yang paling akhir yaitu dari UN-ISDR (2004) telah ditindaklanjuti oleh BNPB dengan membuat pedoman perencanaan mitigasi risiko bencana, berupa peraturan kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 sebagai berikut.
R = H x V / C Keterangan :
R = Disaster risk (risiko bencana) H = Hazard (ancaman)
V = Vulnerability (kerentanan) C = Capacity (kapasitas)
Dalam melakukan kajian risiko bencana, pendekatan fungsi dari tiga parameter pembentuk risiko bencana, yaitu ancaman, kerentanan, dan kapasitas terkait bencana. Beberapa prinsip dari prosses pengkajian risiko bencana yang juga menjadi pertimbangan proses analisa adalah:
1. Menggunakan data dan segala bentuk rekaman kejadian yang ada, dengan mengutamakan data resmi dari lembaga yang berwenang;
2. Melakukan integrasi analisis probabilitas kejadian ancaman dari para ahli dengan kearifan lokal masyarakat;
3. Proses analisis yang dilakukan harus mampu menghitung potensi jumlah jiwa, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan yang terpapar;
4. Hasil kajian risiko dapat diterjemahkan menjadi kebijakan umum untuk pengurangan risiko bencana.
Sedangkan beberapa kriteria yang digunakan dalam pemanfaatan data untuk kajian ini yang diperoleh dari berbagai sumber adalah:
1. Memenuhi aturan tingkat kedetailan analisis di tingkat provinsi, yaitu minimal hingga kecamatan dengan skala peta minimal adalah 1:250.000.
2. Data yang ada harus dapat digunakan untuk menghitung jumlah jiwa terpapar bencana (dalam jiwa), menghitung nilai kerugian harta benda (dalam rupiah), dan menghitung luas kerusakan lingkungan (dalam hektar) dengan menggunakan analisa Grid GIS 1 ha dalam pemetaan risiko bencana.
3. Dapat digunakan dalam perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan 3 kelas interval tingkat risiko, yaitu tingkat risiko tinggi, sedang dan rendah.
D. Manajemen Bencana
Manajemen bencana merupakan suatu pengaturan atau pengelolaan dalam mengindari risiko bencana. Manajemen bencana sering disebut juga manajemen risiko atau risk management.
Istilah manajemen risiko merupakan istilah yang tidak asing dalam ilmu ekonomi. Mananjemen risiko ini muncul karena adanya kondisi ketidakpastian. Secara definisi, manajemen risiko adalah semua proses kegiatan yang dilakukan untuk mencegah atau meminimalisir terjadinya risiko pada perusahaan. Dikutip dari Hanafi, 2016 (dalam Adiyoso, 2018) bahwa manajemen risiko dilakukan melalui identifikasi risiko, evaluasi, pengukuran, dan pengelolaan risiko.
Dalam manajemen bencana terdapat siklus meliputi dua kegiatan besar, yaitu sebelum terjadi bencana dan setelah terjadinya bencana. Dikutip dari Adiyoso (2018) kegiatan sebelum terjadi bencana berupa disaster preparedness (kesiapsiagaan menghadapi bencana) dan disaster mitigation (mengurangi dampak bencana). Kegiatan yang dilakukan setelah bencana adalah disaster response (tanggap bencana) dan disaster recovery (pemulihan bencana).
Manajemen penanggulangan bencana merupakan suatu proses yang dinamis, yang dikembangkan dari fungsi manajemen klasik yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas, pengendalian dan pengawasan dalam penanggulangan bencana. Proses tersebut juga melibatkan berbagai macam organisasi yang harus bekerjasama untuk melakukan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan akibat bencana.
Dalam keseluruhan tahapan penanggulangan bencana tersebut, ada 3 (tiga) manajemen yang dipakai yaitu :
1. Manajemen Risiko Bencana adalah pengaturan/manejemen bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang bertujuan mengurangi risiko saat sebelum terjadinya bencana.
Manajemen risiko ini dilakukan dalam bentuk :
Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiapsiagaan ini sebenarnya masuk manajemen darurat, namun letaknya di pra bencana. Dalam fase ini juga terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
2. Manajemen Kedaruratan adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta penanganan pengungsi saat terjadinya bencana dengan fase nya yaitu :
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
3. Manajemen Pemulihan adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenya nya yaitu :
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
E. Mitigasi Bencana
Mitigasi bencana merupakan sekumpulan langkah untuk mengurangi risiko bencana dengan cara menumbuhkan kesadaran dan meningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Kata mitigasi sendiri berasal dari bahasa latin Mitigare. Mitigare sendiri terdiri dari dua kata yaitu mitis (lunak, jinak, atau lembut) dan agare (melakukan, mengerjakan, atau membuat) (Adiyoso, 2018;hal.165). Berdasarkan penjelasan tersebut bisa ditarik definisi bahwa mitigasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menjinakkan sesuatu yang liar agar menjadi lebih lunak.
Sedangkan bencana alam adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan manusia yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor bukan alam serta faktor manusia, sehingga mengakibatkan kematian, kehancuran, dan kehancuran, kerusakan lingkungan, kerusakan harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat berupa kebakaran, tsunami, gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, badai tropis, dan lainnya. Jadi arti kata mitigasi bencana yang dianggap liar adalah bencana itu sendiri. Kegiatan mitigasi bencana di antaranya:
1) Pengenalan dan pemantauan risiko bencana
2) Perencanaan partisipatif pen anggulangan bencana; pengembangan budaya sadar bencana 3) Penerapan upaya fisik, nonfis ik, dan pengaturan penanggul angan bencana
4) Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana 5) Pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam
6) Pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi
7) Pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup 8) Simulasi bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Amri. M. R. 2016. Resiko Bencana Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Kamil. R. 2021. Manajemen Pendidikan Mitigasi Bencana Untuk Menumbuhkan Kesiapsiagaan Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Sebagai Usaha Pengurangan Risiko Bencana Di Kawasan Sesar Lembang. Universitas Islam Nusantara.
Susanti. E. 2020. Analisis Mitigasi Penanggulangan Bencana Di Kabupaten Ogan Komering Ulu Provinsi Sumatera Selatan. Universitas Baturaja.
Ir. K. M. Arsyad, M.Sc. 2017. Modul Manajemen Penanggulangan Bencana Pelatihan Penanggulangan Bencana Banjir. Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Sumber Daya Air Dan Konstruksi.
Undang-Undang Republik Indonesia No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2015. Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana (2015-2030).