• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak Pidana dan Tindak Pidana Narkotika

N/A
N/A
Fajri Husain

Academic year: 2023

Membagikan "Tindak Pidana dan Tindak Pidana Narkotika"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

Penggunaan istilah tindak pidana oleh Sudarto dalam penerjemahan strafbaar feit didasarkan pada pertimbangan sosiologis.59. Menurut Wirjono Prodjodikoro: “tindak pidana berarti suatu perbuatan yang dapat dihukum oleh pelakunya”60, sedangkan menurut Soerjono Soekanto dan Purnadi Purwacakara: “tindak pidana diartikan sebagai suatu perbuatan pidana atau perbuatan manusia yang termasuk dalam ruang lingkup perbuatan pidana”. perilaku dalam merumuskan aturan Kejahatan narkoba dapat diartikan sebagai perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam §§ 111 sd 148 UU No.

Tindak pidana disebut juga delik pidana atau delik, delik tersebut dilakukan oleh orang perseorangan atau badan hukum sebagai subjek hukum dalam hukum pidana”. Sebagaimana dikatakan Wirjono Prodjodikoro, pengertian tindak pidana, “Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dihukum pidana dan pelaku tersebut dapat dikatakan sebagai objek tindak pidana”. Syarat-syarat untuk menjatuhkan pidana terhadap perbuatan seseorang harus memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam rumusan tindak pidana dalam undang-undang.” 67 Berdasarkan uraian tersebut, seseorang menyukai.

Mengenai pengertian tindak pidana narkotika, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak memberikan definisi khusus mengenai apa yang dimaksud dengan tindak pidana narkotika itu sendiri, namun hanya merumuskan perbuatan-perbuatan yang termasuk golongan narkotika. Dengan demikian, secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana narkotika adalah perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Narkotika, dalam hal ini Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 dan ketentuan lain yang terdapat dalam ketentuan tersebut. hukum.

Tinjauan Umum tentang Pemidanaan dan Korban

Secara garis besar, sistem pidana adalah proses memutus suatu tindak pidana di hadapan sidang pengadilan oleh hakim. Sistem pidana mencakup ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum pidana dan diterapkan dalam penjatuhan sanksi terhadap terpidana. Selain itu, dipandang sebagai suatu kesatuan sistem pidana, sistem pidana mencakup seluruh peraturan perundang-undangan yang terdiri atas hukum pidana substantif, hukum pidana formil, dan hukum penegakan pidana.

Misalnya, sistem pidana yang dianut Indonesia dahulu merupakan peninggalan kolonial Belanda berupa hukum pidana, namun seiring berjalannya waktu hukum pidana tersebut mengalami perubahan. Tujuan sistem pidana pada hakikatnya adalah operasionalisasi penegakan hukum yang dilakukan oleh sistem peradilan berdasarkan instrumen hukum yang mengatur kriminalisasi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Sistem pemidanaan di dalam KUHP (KUHP) dan di luar KUHP (KUHP).

Ada dua jenis sistem pemidanaan dalam KUHP, yakni sistem pemidanaan alternatif dan sistem pemidanaan tunggal. Sistem pemidanaan alternatif berarti dalam memutus suatu perkara, hakim dapat memilih putusannya, sedangkan sistem pemidanaan tunggal mengambil putusan sesuai dengan isi pasal. Menurut Van Boven, pengertian korban adalah seseorang yang, secara individu atau kelompok, telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau psikologis, penderitaan emosional, kerugian finansial atau perampasan hak-hak dasar mereka yang sebenarnya, baik karena tindakan (dari tindakan) atau karena kelalaian (karena kelalaian). )77, sedangkan pengertian korban menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan.

76 Mudzakkir, 2008, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Hukum Pidana dan Sistem Pidana (Politik Hukum dan Hukuman), Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, hal.

Pertanggungjawaban Pidana

Korban adalah: “seseorang yang mengalami penderitaan jasmani, rohani, dan/atau kerugian ekonomi akibat suatu tindak pidana”. Dari uraian di atas jelas sekali bahwa suatu kekeliruan merupakan penentu dalam menentukan pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana tersebut. Pasal 338 KUHP memuat ketentuan: “Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang, diancam melakukan tindak pidana pembunuhan.”

Menurut Rudhi Prasetya, “meskipun sistem pertanggungjawaban pidana yang dianut tidak disebutkan dalam undang-undang ini, namun secara umum tetap berlaku ketentuan KUHP. 80 Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, 2015, Pengembangan dan Penerapan Sistem Akuntabilitas Pidana, Rajawali Press, Jakarta, hal. Tahun 1955 tentang Kejahatan Ekonomi, yang pada umumnya memuat ketentuan mengenai sistem pertanggungjawaban pidana bagi badan hukum atau perusahaan (corporate liebility).

Penyimpangan undang-undang ini dari KUHP juga berkaitan dengan tanggung jawab perseroan yang diatur dalam ketentuan Pasal 82 ayat (4), sedangkan pengertian perseroan diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 19 yang di dalamnya menyatakan bahwa korporasi adalah kumpulan orang dan/atau harta kekayaan yang terorganisasi, tanpa memandang apakah ia berbadan hukum atau tidak. Pengakuan perusahaan sebagai pelaku tindak pidana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Psikotropika. Hal ini terlihat dari ketentuan Pasal 1 angka 24 yang menyatakan: “orang adalah orang perseorangan, dan/atau sekelompok orang, dan/atau badan hukum”.

Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp satu juta rupiah). g) Pasal 135, memuat ketentuan: “Tindak pidana bagi penyelenggara industri farmasi yang tidak memenuhi kewajibannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda sebesar paling sedikit Rp empat puluh juta rupiah dan paling banyak Rp empat ratus juta rupiah)". h). Pasal 137 huruf (a), memuat ketentuan: “tindak pidana yang melibatkan hasil tindak pidana narkotika dan/atau prekursor narkotika, diancam dengan pidana.” dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp satu miliar rupiah). Huruf (b), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp lima miliar rupiah). i) Pasal 138, memuat ketentuan: “tindak pidana terhadap orang yang menghalangi atau mempersulit penyidikan, penuntutan, dan penyidikan perkara dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp lima ratus juta rupiah. j) Pasal 139, memuat ketentuan: “tindak pidana bagi nakhoda atau nakhoda yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 27 dan pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 tahun. (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.

ratus juta rupiah) dan paling banyak 1 miliar rupiah)”. k) Pasal 140, memuat ketentuan: “tindak pidana pegawai negeri sipil, penyidik ​​kepolisian, penyidik ​​BNN yang tidak melaksanakan ketentuan pembuktian, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (satu) tahun. sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp satu miliar rupiah).l) Pasal 141, memuat ketentuan: “tindak pidana bagi pimpinan Kejaksaan yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 91 ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit 100 juta rupiah) dan paling banyak 1 miliar rupiah). m) Pasal 142 memuat ketentuan: “tindak pidana bagi pekerja laboratorium yang memalsukan hasil pengujian, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp lima ratus juta rupiah.” n) Pasal 143, memuat ketentuan: “tindak pidana terhadap saksi yang memberikan keterangan palsu diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp 600 juta rupiah. )". o) Pasal 144, memuat ketentuan: “tindak pidana bagi siapa saja yang mengulangi tindak pidana, diancam dengan pidana paling banyak ditambah 1/3 (sepertiga)”. p) Pasal 147, memuat ketentuan: “tindak pidana yang dilakukan oleh pengelola rumah sakit, pengelola lembaga, pengelola ilmiah, pengelola industri farmasi, dan pelaku usaha farmasi diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 10 tahun dan paling banyak denda .

Tindak Pidana Narkotika Menurut Islam 1. Pengertian Narkotika menurut Islam

Khamr bisa berbentuk zat cair dan/atau padat, asalkan membingungkan pikiran siapa pun yang menggunakannya, maka disebut khamr.83 Oleh karena itu, sebagian besar ulama mengharamkan khamr.84. Sebagaimana telah ditetapkan bahwa: “Khamr adalah narkotika, dengan dasar bahwa dampak positifnya sangat kecil, sedangkan dampak negatifnya sangat besar.”88 “Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah SWT, Tuhan yang memberi kehidupan dan menentukan kematian." Hal ini mungkin merujuk pada hadits Aisyah yang berbunyi: “Rasulullah bersabda, Setiap minuman yang memabukkan adalah haram” (HR. Bukhari).

Begitu pula dengan pelaku penyalahgunaan narkoba (pengguna, penjual, pembeli, produsen, pengedar, dan penerima narkoba) adalah haram. 91 Menurut Ahmad Hanafi, “bentuk-bentuk kejahatan yang diharamkan oleh Allah dan orang yang melakukannya, maka Allah akan merasakan akibatnya di akhirat. Hal ini dapat dikaji dalam hukum pidana Islam, dimana Allah menentukan sanksi atau ancamannya. hukuman atas setiap pelanggaran terhadap larangan Allah, yang sanksinya dinyatakan dalam bahasa ukubat.” 92. Sanksi Penyalahgunaan Narkotika Dalam Hukum Pidana Islam Menurut Wardi Ahmad, “Penyalahgunaan Narkotika dalam Hukum Pidana Islam dikenakan sanksi berupa pidana ta’zir yang semakin bertambah seiring dengan besarnya ta’zir.

Dasar pengenaan sanksi tersebut adalah Al-Qur’an, Hadits, atau keputusan penguasa yang berwenang menentukan hukum perkara ta’zir.” 94. Lebih lanjut Rahmat Hakim secara singkat menjelaskan bahwa: “ta’ zir adalah semacam sanksi syariah yang tidak mencakup hudud dan qishash atau diyat. Ta'zir adalah sanksi yang sifatnya memperbaiki perilaku yang salah (tahdzib) dengan memberikan pelajaran dan koreksi (tahdzib).

Segala tindak pidana yang ketentuannya mengandung sanksi, baik dalam al-Qur’an maupun hadits disebut jarimah hudud, qishash atau diyat, sedangkan yang tidak ditentukan oleh al-Qur’an atau hadis disebut jarimah ta’zir. Peminum arak dihukum dengan had, talaknya dikira sah dan najisnya dikira sebagai najis mughalladhoh", manakala Muhamad ali al-Shabuni berpendapat: "sesungguhnya setiap yang memabukkan adalah khamr".97. Menurut pendapat ulama adalah. asas hukum dadah haram," pertama al-Quran surat Al-A'rof ayat 157.

Allah ta’ala yang artinya : Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang keburukan.” 99 Kalimat kedua “Allah ta’ala berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 195 dan surat AnNisa’ ayat 29 yang berbunyi: Dan janganlah kamu menceburkan diri ke dalam kebinasaan” (QS. 99 Departemen Agama Republik Indonesia, 2006, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Syamil Cipta Media, Bandung. Dapat dikatakan bahwa narkoba itu haram. Hukuman ta'zir adalah hukuman yang tidak ditentukan syara', melainkan diserahkan kepada hakim, baik penetapannya maupun pelaksanaannya". 105 Menurut Ahmad Hanafi, "hukuman ta'zir tidak mempunyai batas tertentu" 106 , Lanjutnya, “sedangkan radius ta'zir diserahkan kepada hakim yang menentukannya, dengan syarat harus sesuai dengan kepentingan.

Referensi

Dokumen terkait