• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fokus tindakan yang dilakukan pada kasus ini yaitu tindakan fisioterapi dada pada dua keluarga dengan salah satu anggota keluarga yang sakit Tuberkulosis Paru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Fokus tindakan yang dilakukan pada kasus ini yaitu tindakan fisioterapi dada pada dua keluarga dengan salah satu anggota keluarga yang sakit Tuberkulosis Paru"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

Riwayat kesehatan keluarga inti menunjukkan bahwa di keluarga Tn. J hanya Tn. J yang menderita TBC paru. Tn. J mengatakan bahwa sebelum berobat, Tn. Sedangkan Tn. J belum pernah mengalami penyakit yang dideritanya saat ini sepanjang riwayat kesehatan keluarga sebelumnya, hal ini baru pertama kali terjadi. J jarang ada di rumah, sehingga Pak J jarang berkumpul dengan tetangga. rumahnya, namun hubungan antar tetangga terjalin baik, saling menjaga rasa hormat dan keharmonisan.

Pola komunikasi keluarga, komunikasi yang terjalin pada keluarga Pak J cukup baik dan terbuka, dimana segala sesuatunya dibicarakan dan diselesaikan bersama melalui musyawarah. Fungsi pelayanan kesehatan, pihak keluarga belum mengetahui secara detail penyakit yang diderita Tn. J. Keluarga sudah dapat mengambil keputusan untuk mendukung kesembuhan Tn. J yang menderita TBC paru, seperti yang ditunjukkan oleh keluarga yang meminum Tn. Tn. Keluarga J belum mampu merawat Tn.

Pak J pun mengakui permasalahan apapun yang dihadapinya dengan kondisinya karena Pak J. J yakin semuanya sudah diatur oleh Allah SWT. Serta mampu mengatasi keluhan yang dirasakan oleh Bapak. Dari hasil analisa data diatas maka data diprioritaskan untuk permasalahan keperawatan keluarga dengan menggunakan proses pengkajian dimana muncul permasalahan yang menjadi prioritas utama yaitu tidak efektifnya bersihan jalan nafas pada keluarga Tn. J terkait dengan kecacatan yang dimiliki keluarga tersebut. menderita penyakit tuberkulosis paru dengan derajat 5. Sedangkan prioritas kedua adalah defisit pengetahuan pada Tn.

Bersihan jalan nafas tidak efektif pada Tn. Keluarga J berkaitan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita TBC paru. e.

Kasus 2

Evaluasi ketiga dilakukan pada tanggal 15 Mei 2022. Klien menyatakan bersedia menjalani fisioterapi dada. Klien mengatakan merasa lebih nyaman dan lega setelah fisioterapi dada. Setelah melakukan tindakan fisioterapi dada, klien dirangsang untuk batuk, dapat batuk, dapat mengeluarkan sputum/dahak, bunyi nafas ekstra rhonchi menurun, frekuensi pernafasan dalam batas normal yaitu 17x/menit, keluarga mampu melakukan perawatan fisioterapi dada secara mandiri untuk dilakukan. Riwayat kesehatan keluarga inti menunjukkan bahwa di keluarga Pak D, hanya Pak D yang menderita TBC paru.

Karena batuknya diyakini tidak kunjung hilang meski sudah berobat dengan obat bebas, keluarga Pak D kemudian meminumnya dan hasilnya positif dan didiagnosis TBC paru. Pola Komunikasi Keluarga : Komunikasi yang terjalin dalam keluarga Pak D cukup baik dan terbuka, dimana segala sesuatunya dibicarakan dan diselesaikan bersama melalui musyawarah. D diceritakan berperan sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah, sedangkan Ibu Y berperan sebagai ibu rumah tangga yang mengurus kebutuhan keluarga dan ketiga anaknya yaitu An. Z, An.A, An.M. Tn. Keluarga D menerapkan nilai dan norma kekeluargaan yang berlaku sesuai ajaran agama Islam dan aturan budaya yang berlaku di masyarakat.

Fungsi keperawatan kesehatan, keluarga belum mengetahui secara detail tentang penyakit yang disebabkan oleh Tn. D. Keluarga dapat mengambil keputusan untuk memulihkan Tn. D yang menderita TBC paru, terbukti dari pihak keluarga bahwa Bpk. Tn. Keluarga D tidak bisa untuk Pak. Y mengamini bahwa ia tidak menginginkan anak lagi karena usianya yang sudah tidak muda lagi dan merasa cukup dengan 3 anak saja, ditambah lagi kini Ny. Fungsi Ekonomi, Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Pak D mengandalkan menjahit dan berjualan online.

Dan juga agar dapat mengatasi keluhan-keluhan yang dirasakan oleh Bapak D, sehingga dapat cepat sembuh dan sehat kembali, serta tidak ada lagi keluhan-keluhan dalam menjalankan aktivitasnya. Berdasarkan hasil analisis data diatas kemudian data tersebut diprioritaskan untuk masalah keperawatan keluarga dengan menggunakan proses scoring dimana muncul masalah prioritas utama yaitu tidak efektifnya bersihan jalan nafas pada Tn. Prioritas lainnya adalah tingginya risiko penyebaran infeksi pada Tn. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas pada keluarga Tn. D berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita tuberkulosis paru. e.

Kriteria Evaluasi : Pengetahuan, Sikap, Standar Pengetahuan Psikomotor : - Keluarga mampu menjelaskan pengertian prosedur fisioterapi dada. Standar Psikomotor: Keluarga dan klien dapat secara mandiri melakukan prosedur terapi fisik dada untuk membersihkan saluran napas dari penumpukan sekret. Sedangkan hasil pemeriksaannya : N : 87x/menit, S : 36,5℃, TD : 120/80 mmHg Terdapat bunyi nafas tambahan yaitu ronki pada bagian atas anterior kiri kanan, setelah dilakukan fisioterapi.

Setelah selesai fisioterapi dada, klien dirangsang untuk batuk, mampu batuk dan mengeluarkan dahak yaitu sputum/lendir berwarna putih kental, frekuensi pernafasan klien setelah fisioterapi dada dalam batas normal yaitu 20x/menit. Evaluasi ketiga pada tanggal 20 Mei 2022, klien menyatakan bersedia menjalani fisioterapi dada, klien mengatakan merasa lebih nyaman, lega, tekanan berkurang setelah terapi fisik dada.

Pembahasan

Setelah melakukan tindakan fisioterapi dada, klien dirangsang untuk batuk, klien mampu batuk dan mengeluarkan dahak/lendir, klien tampak lebih lega dan nyaman, laju pernapasan dalam batas normal yaitu 19x/menit, bunyi rhonchi mereda. , keluarga mampu melakukan tindakan fisioterapi dada secara mandiri. Dilihat dari hasil observasi setelah 3 hari perawatan, terdapat persamaan dan perbedaan pada kedua klien. Pada hari pertama dilakukan respon klien 1 terhadap fisioterapi dada yaitu klien dirangsang untuk batuk dan mampu batuk sehingga sputum/lendir dapat dikeluarkan, bunyi ronki masih terdengar, perasaan lebih lega, sesak napas. nafas menurun, frekuensi pernafasan 22x/menit, pola pernafasan membaik.

Sedangkan 2 hari pertama pasca tindakan, klien dirangsang untuk batuk namun tidak bisa batuk sehingga sputum/lendir tidak keluar, bunyi ronki masih terdengar, frekuensi pernafasan 23x/menit. Pada hari kedua respon klien 1 yaitu klien dirangsang untuk batuk, klien sudah bisa batuk, dan mengeluarkan lendir/dahak, bunyi ronki masih terdengar, sesak nafas berkurang, rasa lebih lega, frekuensi pernafasan 19x/ menit, pola pernapasan membaik. Dan respon pada klien 2 yaitu klien dirangsang untuk batuk, mampu batuknya, dapat mengeluarkan lendir/dahak, ronki masih terdengar, sesak nafas berkurang, merasa lebih lega, frekuensi nafas 20x/menit, pola nafas memperbaiki.

Pada hari ketiga respon pertama klien adalah klien dirangsang untuk batuk, sudah bisa batuk, sudah bisa mengeluarkan sekret, bunyi ronki berkurang, sesak nafas berkurang, merasa lebih lega, frekuensi nafas 17x/menit, pernafasan. model yang ditingkatkan. Dan pada klien 2 responnya klien terangsang untuk batuk, mampu batuk dan mengeluarkan sekret/dahak, mengeluarkan bunyi ronki. Penyebab terjadinya perbedaan pada kedua klien pada hari ke 1 dimana klien 1 sudah mampu mengeluarkan dahak/dahak sedangkan klien 2 tidak dapat mengeluarkan dahak/dahak karena klien 1 mengikuti setiap instruksi yang diberikan oleh penulis yaitu klien. patuh dan percaya pada penulis, klien lebih antusias sedangkan klien 2 masih ragu-ragu, kurang yakin ketika diberikan instruksi pada saat intervensi sehingga mengakibatkan hasil yang kurang maksimal, klien kedua menahan diri saat ingin batuk yang air liurnya keluar. tidak bisa. Untuk keluar, ia merasakan sakit di dadanya karena ingin batuk, namun mereka menahannya dan tidak mengeluarkannya.

Solusinya dengan melakukan evaluasi pada klien yang membuat klien tidak bisa batuk, apakah posisinya kurang tepat, atau sekretnya terlalu kental, penulis menyarankan klien untuk memperbanyak minum air putih, penulis juga melakukan edukasi ulang pada klien kedua sehubungan dengan hal tersebut. ke tindakan yang dilakukan, manfaatnya, dan memotivasi kembali agar lebih semangat dalam melakukan intervensi, tidak ragu-ragu dan menaati petunjuk yang diberikan penulis, tidak menahan diri ketika hendak batuk sehingga dahak/lendir tidak dapat dikeluarkan. Dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan fisioterapi dada selama 3 hari, pengobatannya sehari sekali, pembersihan saluran nafas kedua klien efektif, dibuktikan dengan respon kedua klien yang menunjukkan klien dirangsang untuk batuk, sehingga klien dapat mengeluarkan sputum/lendir, klien merasa lebih lega, sesak napas, berkurang. Keberhasilan ini didukung oleh sikap klien yang kooperatif, percaya dan patuh dalam mengikuti instruksi yang diberikan.

Hal ini sejalan dengan teori Hidayati (2014) yang menyatakan bahwa fisioterapi dada dilakukan untuk mempertahankan ventilasi yang adekuat dan mencegah infeksi, mengeluarkan dan mengeluarkan sekret pada bronkus dan bronkiolus, mencegah kolaps paru akibat terhambatnya sekret yang keluar. , membantu mengatasi kesulitan pernafasan. , serta meningkatkan rasa nyaman. Studi kasus ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya misalnya oleh Febriani, Melina (2021) yang menyatakan bahwa fisioterapi dada efektif membersihkan saluran pernafasan yang dilakukan pada dua orang responden selama 3 hari pengobatan, menunjukkan bahwa terdapat adanya perubahan patensi jalan nafas kedua responden dibuktikan dengan nilai frekuensi pernafasan dalam batas normal yaitu 16-20x/menit untuk dewasa, ritme pernafasan teratur, tidak ada bunyi nafas tambahan seperti ronki, dan klien mampu mengeluarkan sputum/sekret.

Keterbatasan Karya Tulis Ilmiah

Implikasi untuk Keperawatan .1 Implikasi untuk Klien

Implikasi untuk Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Referensi

Dokumen terkait