• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM MENGIKUTI OLAHRAGA BELADIRI DI CLUB TAEWONDO KOTA LANGSA

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "View of TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM MENGIKUTI OLAHRAGA BELADIRI DI CLUB TAEWONDO KOTA LANGSA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

12

TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM MENGIKUTI OLAHRAGA BELADIRI DI CLUB TAEWONDO KOTA LANGSA

Oleh. Iun Rido Simamora1 dan Myrza Akbari2 Iunridosimamora97@gmail.com1, myrza.ab@unsam.ac.id2

ABSTRAK

Olahraga taewondo membutuhkan kecepatan bergerak dan merubah arah dengan cepat dalam menggunakan teknik tangan dan kaki dalam menyerang dan bertahan. Kecemasan adalah keadaan emosi tanpa objek tertentu. Kecemasan dipicu oleh hal yang tidak diketahui dan menyertai semua pengalaman baru, seperti masuk sekolah, memulai pekerjaan baru atau melahirkan anak.

Kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club taewondo kota langsa dalam olahraga bela diri sering kali mengalami cedera pada saat mengikuti latihan ataupun pertandingan, adapun cedera yang dialami pada anak yaitu cedera trauma akut dan syndrom.

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat deskriptif. Kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club taewondo Kota Langsa di dasarkan pada beberapa faktor yaitu perilaku, mental dan afektif dan beberapa indikator yaitu gelisah, ketegangan fisik, reaksi terkejut, pelupa, bingung, sangat waspada, rasa bersalah, tidak sabar dan gugup.

Adanya tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa perlunya ditingkatkan komunikasi dan sosialisasi yang berkelanjutan dari pihak dojang yaitu pelatih dan dengan orang tua anggota club Taewondo. Orangtua juga perlu diberikan bimbingan atau pandangan tentang pelatihan teknik dan taktik taewondo dengan baik dari tujuan dan manfaat mengikuti latihan ini karena berperan dalam proses tumbuh kembang.

Kata Kunci : Tingkat Kecemasan Orang Tua, Taewondo

ABSTRACT

Taewondo sport requires moving speed and changing direction quickly in using hand and foot techniques in attack and defense. Anxiety is an emotional state without a specific object. Anxiety is triggered by the unknown and accompanies all new experiences, such as going to school, starting a new job or giving birth to a child. Parents' anxiety for their children in participating in martial arts at the Taewondo club in the city of Langsa in self-defense sports often experiences injuries during training or competitions, while the injuries experienced by children are acute trauma injuries and syndromes. The research method is the method used by researchers in collecting research data.

This research is a descriptive survey research. Parents' anxiety towards children in participating in martial arts at the Langsa City taewondo club is based on several factors, namely behavior, mental and affective and several indicators, namely anxiety, physical tension, surprised reactions, forgetfulness, confusion, very alert, guilt, impatient and nervous. . There is a level of parental anxiety towards children in participating in martial arts at the Langsa City Taewondo club, it is necessary to improve continuous communication and socialization from the dojang, namely the coach and with the parents of Taewondo club members. Parents also need to be given guidance or views on training in taewondo techniques and tactics well from the goals and benefits of participating in this exercise because it plays a role in the growth process.

Keywords: Parents Anxiety Level, Taewondo

(2)

13 PENDAHULUAN

Taewondo merupakan olahraga beladiri berhadapan satu lawan satu, saling menyerang dan membalas yang berasal dari Negara Korea Selatan. Olahraga taewondo membutuhkan kecepatan bergerak dan merubah arah dengan cepat dalam menggunakan teknik tangan dan kaki dalam menyerang dan bertahan. Dengan demikian olahraga ini tidak terhindar dari sentuhan fisik seperti kaki dan tangan.

Taewondo bermanfaat untuk mengembangkan biomotor bagi seseorang dengan latihan rutin. Aspek yang dikembangkan cabang olahraga taewondo adalah keterampilan, koordinasi, kecepatan, fleksibilitas, kekuatan otot, power, postur, dan daya tahan. Olahraga taewondo cenderung sebagai olahraga fisik, secara fisikologis berperan dalam proses pelatihan. Berkaitan dengan fisikologis ada dua hal yang diberikan yaitu moral dan mental yang merupakan modal yang utama saat seseorang hidup bermasyarakat, dan semua diajarkan dalam taewondo.

Setiap anak yang mengikuti taewondo memiliki karakteristik yang berbeda mengacu kepada umur dan jenis kelamin. Anak pada umumnya memiliki tingkat emosional yang tidak stabil, mencoba membalas stimulus yang diterima dengan berbagai respon. Orang tua sebagai pengawas yang baik tentu akan menaruh rasa kawatir yang berlebihan terhadap apa yang dilakukan anak diluar pengawasannya sehingga menimbulkan kecemasan. Salah satu hal yang membuat orang tua cemas adalah ketika anak mengalami cedera seperti memar dibagian kaki dan tangan, kebutaan, dan patah tulang pada bagian kaki dan tangan pada saat latihan maupun pertandingan taewondo.

Menurut (Dorland, 2010) Kecemasan adalah keadaan emosional yang tidak menyenangkan, berupa respon-respon psikofisiologis yang timbul sebagai antisipasi bahaya yang tidak nyata atau khayalan, tampaknya disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak disadari secara

langsung. Dalam menjalankan peran yang dimiliki orang tua sering kali dihadapkan pada kondisi sulit ketika seorang anak mengalami kontak fisik dengan orang lain yang dapat menyebabkan situasi kecemasan sangat luar biasa seperti gelisah, ketakutan dan kekhawatiran yang berlebihan.

Ada beberapa masalah yang mempengaruhi kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club taewondo kota langsa dalam olahraga bela diri sering kali mengalami cedera pada saat mengikuti latihan ataupun pertandingan, adapun cedera yang dialami pada anak yaitu cedera trauma akut dan syndrom. Trauma akut adalah suatu cedera berat yang terjadi secara mendadak, seperti cedera goresan, robek pada ligamen atau patah tulang.

Sedangkan syndrom bermula dari adanya kekuatan abnormal dalam level yang rendah, namun berlangsung secara berulang dalam waktu tertentu. Sehingga diperlukan suatu pengukuran tingkat kecemasan orang tua yang melibatkan kondisi fisik dan mental.

Kecemasan

Widosari dalam Annisa dan Ifdil, (2016:94) Istilah kecemasandalam Bahasa Inggris yaitu: “anxiety yang berasal dari Bahasa Latin angustus yang memiliki arti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik”.

Selanjutnya Steven Schwartz. S dalam Annisa dan Ifdil, (2016:94) mengemukakan:

“anxiety is a negative emotional state markedby foreboding and somatic breathing,(anxiety comes from the Latin word anxius, which means constriction or strangulation). Anxiety is similar tofear but with a less specific focus. Whereas fear is usually a response to some immediate threat, anxiety ischaracterized by apprehension about unpredictable dangers that lie in the future.”

Artinya kecemasan berasal dari kata Latin anxius, yang berarti penyempitan atau pencekikan. Kecemasan mirip dengan rasa takut tapi dengan fokus kurang spesifik , sedangkan ketakutan biasanya respon

(3)

14 terhadap beberapa ancaman langsung, sedangkan kecemasan ditandai oleh kekhawatiran tentang bahaya tidak terduga yang terletak di masa depan. Kecemasan merupakan keadaan emosional negatif yang ditandai dengan adanya firasat dan somatic ketegangan, seperti hati berdetak kencang, berkeringat, kesulitan bernapas.

Menurut Patimah, dkk dalam Fauziah, dkk (2018:53) cemas merupakanrespon emosional yang tidak menyenangkan terhadapberbagai macam stressor baik yang jelas maupun tidak teridentifikasikan yang ditandai dengan adanya sebuah perasaan takut, khawatir, dan perasaan terancam

Yusuf dalam Annisa dan Ifdil, (2016:94) mengemukakan anxiety (cemas) merupakan:

“ketidak berdayaan neurotik, rasa tidak aman, tidak matang, dan kekurang mampuan dalam menghadapi tuntutan realitas (lingkungan), kesulitan dan tekanan kehidupan sehari-hari”.

Dikuatkan oleh Kartini Kartono dalam Annisa dan Ifdil, (2016:94) bahwa cemas adalah:

“bentuk ketidak beranian ditambah kerisauan terhadap hal-hal yang tidak jelas”. Senada dengan itu, Sarlito Wirawan Sarwono dalam Annisa dan Ifdil, (2016:94) menjelaskan:

“kecemasan merupakan takut yang tidak jelas objeknya dan tidak jelas pula alasannya”.

Definisi yang paling menekankan mengenai kecemasan dipaparkan juga oleh Jeffrey S. Nevid, dkk dalam Annisa dan Ifdil (2016:94) kecemasan adalah: “suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi”. Senada dengan pendapat sebelumnya, Gail W. Stuart dalam Annisa dan Ifdil, (20l6:94) memaparkan kecemasan adalah: “kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya”.

Kumbara, dkk (2018:30) Penderita kecemasan mengalami gejala-gejala seperti:

“berkeringat berlebihan (walaupun udara tidak panas dan bukan setelah berolahraga), jantung berdegup ekstra cepat atau telalu keras, dingin pada tangan atau kaki,

mengalami gangguan pencernaan, merasa mulut kering, tampak pucat, sering buang air kecil melebihi batas kewajaran, dan lain-lain”.

Dari berbagai pengertian kecemasana (anxiety) yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah kondisi emosi dengan timbulnya rasa tidak nyaman pada diri seseorang, dan merupakan pengalaman yang samar-samar disertai dengan perasaan yang tidak berdaya serta tidak menentu yang disebabkan oleh suatu hal yang belum jelas.

Orang Tua

Menurut Patmonodewo dalam Novita, dkk (2016:23) orang tua adalah: “guru pertama bagi anak-anaknya. Apabila anak telah masuk sekolah, orang tua adalah mitra kerja guru bagi anaknya dan orang tua merupakan guru utama yang menggunakan segala kemampuan mereka, guna keuntungan mereka sendiri, anak-anaknya, serta program yang dijalankan anak itu sendiri”. Sedangkan menurut Conny Setiawan dalam Hussein (2016:22) menjelaskan bahwa: “Sebagaimana guru dalam lingkungan sekolah, maka orang tua dalam lingkungan rumah memegang peranan sangat penting dalam usaha-usaha pencapaian prestasi bagi anak berbakat”.

Tanpa orang tua anak tidak bisa mendapatkan pendidik yang layak. Oleh karena itu anak perlu bimbingan dan pengawasan yang teratur, supaya anak tidak kehilangan kemampuan untuk berkembang secara normal, dan orang tua juga harus mampu memahami anaknya dari segala aspek pertumbuhan, baik jasmani, rohani, maupun sosial. Kemudian, orang tua harus mampu memperlakukan dan mendidik anaknya dengan cara yang akan membawa kebahagiaan dan pertumbuhan yang sehat

Menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (2007:5) orang tua adalah: “ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. Orang tua ialah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial”. Sedangkan menurut Nurlaeni dan Juniarti dalam Kurniati (2020:242)

(4)

15 bahwa: “orang tua pada awalnya berperan dalam membimbing sikap serta keterampilan yang mendasar, seperti pendidikan agama untuk patuh terhadap aturan, dan untuk pembiasaan yang baik, namun perannya menjadi meluas yaitu sebagai pendamping pendidikan akademik”.

Dalam menempuh dunia pendidikan khususnya anak-anak, secara psikologis sangat membutuhkan peranan orangtua.

Perhatian orang tua merupakan wujud dari sebuah kasih sayang. Semakin banyak perhatian yang diberikan semakin jelas terlihat bahwa orangtua memiliki kasih sayang yang mendalam

Taewondo

Novianto dan Rahayuni, (2016:41) Taewondo adalah: “olahraga beladiri modern yang berakar pada bela diri tradisional asal Korea”. Menurut Darmawan, (2016:9) nama Taewondo berasal dari bahasa Korea yang secara harfiah dapat diartikan sebagai berikut:

Tae berarti “menendang” atau “menyerang dengan kaki”; Kwon berarti “meninju” atau

“menyerang dengan tangan”; Do berarti

“disiplin” atau “seni”. Jadi, taewondo disebut juga “Sebuah seni pertarungan tanpa senjata”.

WTF dalam Tirtawirya (2005:198) Taewondo adalah suatu ungkapan fisik dari kehendak manusia untuk survival dan suatu aktivitas untuk memenuhi keinginan rohani dari seorang laki-laki. pada dasarnya semua tindakan di (dalam) taewondo dikembangkan dari naluri manusia untuk pertahanan diri diperkuat dengan unsur yang positif, dan pada akhimya menjangkau status yang absolut untuk mengalahkan ego dan tiba pada suatu kesempurnaan, dengan demikian memberi orahraga suatu phytosophical dimensi.

Maka jika diartikan secara sederhana, Taewondo berarti seni atau cara mendisiplinkan diri atau seni bela diri yang menggunakan teknik kaki dan tangan kosong.

Dalam bahasa Korea, tempat latihan atau klub latihan disebut dengan Dojang, sedangkan pelaku taewondo disebut dengan taewondo dan pelatihnya disebut sabeumnim.

Menurut Hussein, (2016:27) Organisasi nasional Indonesia untuk taewondo adalah

“PBTI (Pengurus Besar Taewondo Indonesia).

Sedangkan organisasi dunia yang diakui oleh Komite Olimpiade Internasional adalah WTF (World Taewondo Federation). Tugas dari WTF membuat aturan resmi pertandingan taewondo pada Olimpiade, taewondo Indonesia pun mengacu kepada WTF”.

Puspitaningtias, (2018:15-16) Tiga materi terpenting dalam berlatih Taewondo yaitu Kyouruki (bertarung), Poomsae (gerakan jurus), Kyukpa (teknik pemecahan benda keras). Adapun penjelasan dari materi berlatih taewondo sebagai berikut:

a) Kyoruki atau pertarungan adalah latihan yang mengaplikasikan teknik gerakan dasar atau poomse, dimana dua orang yang bertarung saling mempraktekkan teknik serangan dan teknik pertahanan diri.

b) Poomse atau rangkaian jurus adalah rangkaian teknik gerakan dasar serangan dan pertahanan diri, yang dilakukan melawan lawan yang imajiner, dengan mengikuti diagram tertentu. Setiap diagram rangkaian gerakan poomse didasari oleh filosofi timur yang menggambarkan semangat dan cara pandang bangsa Korea.

c) Kyukpa atau teknik pemecahan benda keras adalah latihan teknik dengan memakai sasaran/ obyek benda mati, untuk mengukur kemampuan dan ketepatan tekniknya. Obyek sasaran yang biasanya dipakai antara lain papan kayu, batu bata, genting, dan lain-lain. Teknik tersebut dilakukan dengan tendangan, pukulan, sabetan, bahkan tusukan jari tangan.

Menurut Hussein (2016:32) bahwa:

“Dasar-dasar Taewondo untuk mempelajari Taewondo dengan baik, setiap Taewondo (sebutan untuk orang yang mempelajari Taewondo) perlu mengetahui dan menguasai dasar teknik bela diri Taewondo, yaitu yang disebut Ki Bon Do Jak (gerakan dasar Taewondo)”. Dasar-dasar Taewondo terbentuk dari kombinasi berbegai teknik gerakkan menyerang dan bertahan yang menggunakan bagian tubuh untuk

(5)

16 menghadapi lawan. Menurut Yoyok Suryadi dalam Hussein (2016:32) menyebutkan empat komponen dasar ilmu bela diri Taewondo adalah sebagai berikut: “a) Bagian tubuh yang menjadi sasaran (Keup So). b) Bagian tubuh yang digunakan untuk menyerang atau bertahan. c) Sikap kuda-kuda (Seogi) d) Teknik bertahan atau menangkis (Makki)”.

Menurut Yoyok Suryadi dalam Hussein (2016:32) bahwa: “Teknik serangan (Kongkyok Kisul) di bagi menjadi empat teknik yang terdiri dari: “a) Pukulan atau Punching (Jireugi) b) Sabetan atau Striking (Chigi) c) Tusukan atau Thrusting (Chireugi) d) Tendangan atau Kicking (Chagi)”.

1) Manfaat Taewondo

Taewondo tidak hanya suatu kegiatan yang hanya mengutamakan fisik saja, tetapi banyak sekali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Menurut Kim dalam Hussein (2016:33) bahwa: “Taewondo membangun sikap kepedulian sosial, kemanusiaan, kekuatan dalam diri, kebersamaan, keorganisasian, rasa percaya diri, kebaikan sesama dan toleransi”. Menurut Tirtawirya, (2005:201) bahwa: “Latihan taewondo banyak sekali aturan yang diterapkan, mulai dari masuk gedung latihan seorang taewondo harus membungkukkan badan sebagai rasa hormat dan rasa memiliki gedung tempat latihan. Penghormatan juga dilakukan saat memulai latihan yaitu menghormat pada bendera negara dan bendera taewondo, lalu dilanjutkan menghormat pada pelatih dan senior”.

Menurut Hussein (2016:34) Manfaat lainya Taewondo bagi anak-anak adalah:

“meningkatkan daya tahan dan perkembangan fisik anak secara sehat. Sebab dalam latihan, biasanya pelatih kerap mengajarkan kepada anak-anak untuk membiasakan diri bergerak secara dinamis. Yakni bermain sambil berlari, menendang, menghafal jurus dan sebagainya sertamenghimbauuntuk makan yang sehat dan bergizi agar memiliki fisik yang kuat”.

2) Taewondo dalam Pertandingan

Menurut Sagitarius, (2009:52) Permitted Area (daerah sasaran) yang diperbolehkan untuk diserang ialah: (a) Badan, yang dapat di serang oleh tangan (berupa pukulan) dan kaki (berupa tendangan); (b) Muka, yang dapat di serang oleh kaki (tendangan).

Bagian tubuh yang boleh untuk menyerang dalam sebuah pertandingan Taewondo ialah: (a) Teknik tangan, berupa pukulan menggunakan kepalan tangan ialah bagian dasar muka jari telunjuk dan jari tengah. (b) Teknik kaki, berupa tendangan menggunakan bagian di bawah tulang mata kaki.

Adapun tendangan yang sering digunakan dalam sebuah pertandingan Taewondo menurut Sagitarius (2009:52) diantaranya: (a) Dolyo chagi (tendangan serong); (b) I dan dolyo chagi (tendangan serong dengan meluncur); (c) Deol o chiki (tendangan mencangkul); (d) An chagi (tendangan mencangkul dari luar ke dalam); (e) Ap hurigi (tendangan mencangkul dengan awalan kaki ditekuk); (f) I dan ap hurigi (tendangan mencangkul kaki depan); (g) Narae chagi (tendangan serong dua kali sekaligus); (h) Dwi chagi(tendangan ke belakang); (i) Twio dwi chagi (tendangan ke belakang dengan melompat); (j) Dwi hurigi (tendangan berputar ke belakang); dan (k) Dolke chagi (tendangan serong dengan putaran tubuh 360°).

Dalam pertandingan Taewondo pemberian poin terbagi dalam beberapa kategori: a) 1 (satu) poin, untuk serangan ke arah badan, b) 2 (dua) poin, untuk serangan ke arah muka, c) 1 (satu) tambahan poin akan diberikan bila lawan knock down and referee menghitung.

Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Club taewondo Kota Langsa. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada 16 Juli 2021.

Menurut Arikunto (2017:203) Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat deskriptif. Dalam

(6)

17 menggunakan metode penelitian pada suatu penelitian harus terpusat dan mengarah pada tujuan penelitian.

Penelitian populasi dilakukan apabila peneliti ingin melihat semua liku-liku yang ada di dalam populasi. Oleh karena subjeknya meliputi semua yang terdapat di dalam populasi, maka juga disebut sensus. Menurut Arikunto (2017:173), bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Sedangkan menurut Sugiyono (2018:80), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh orang tua atlet cabang taewondo di club taewondo Kota Langsa, dengan peserta sebanyak 60 orang.

Menurut Arikunto (2017:174) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Teknik yang digunakan untuk menentukan sampel ialah total samping.

Mengingat populasi dalam penelitian ini sangat terbatas, maka dalam pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik sampling atau pengambilan sampel secara keseluruhan. Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah orang tua anak di club taewondo Kota Langsa dengan jumlah 60 orang

Metode Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2017:266)

“mengumpulkan data memang pekerjaan yang melelahkan dan kadang-kadang sulit”. Jika pengumpulan data melakukan sedikit kesalahan sikap dalam interview misalnya, akan mempengaruhi data yang diberikan oleh responden. Maka mengumpulkan data merupakan pekerjaan yang penting dalam meneliti. Menurut Suryabrata (2011:38) telah disebutkan, “kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambilan data atau pengukurannya. Kalau alat pengambilan

datanya cukup realiabel dan valid, maka datanya juga akan cukup realiabel dan valid”.

Menurut sugiyono (2017:102) instrumen adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah dengan menggunakan angket. Angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diaharapkan dari responden. Angket atau kuesioner berisi pertanyaan untuk memperoleh informasi dari sampel. Agar pertanyaan-pertanyaan dalam instrumen penelitian lebih sistematis dan dapat mengenai sasaran yang dituju maka sebagai langkah awal terlebih dahulu disusun kisi-kisi instrumen penelitian sehingga lebih siap digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data atau instrumen penelitian.

Berdasarkan kisi-kisi instrumen penelitian tersebut dapat dijabarkan kedalam pertanyaan-pertanyaan yang akan disediakan empat alternatif jawaban yaitu: “sangat setuju” “setuju” “tidak setuju” “sangat tidak setuju”. Jika pertanyaan tersebut dijawab

“sangat setuju” maka sekornya ialah 4 dan jika pertanyaan dijawab “sangat tidak setuju maka skornya ialah 1

Tabel 1. Kisi-kisi Uji Coba Angket

Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2018: 102) yang dimaksud dengan instrumen penelitian adalah Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosisal yang diamati. Instrumen penelitian digunakan sebagai alat pengumpulan data, dan instrumen yang lazim digunakan dalam penelitian adalah beberapa daftar pertanyaan serta kuesioner yang disampaikan dan diberikan kepada masingmasing responden yang menjadi sampel dalam penelitian pada saat observasi.

Peneliti menggunakan skala likert sebagai pedoman untuk mengajukan pertanyaan atau pernyataan dengan alternatif jawaban yaitu

“selalu, sering, kadang-kadang, jarang dan

(7)

18 Tidak pernah”. Menurut Sugiyono (2018: 93)

“Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”.

Kuesioner atau angket tersebut menggunakan skala likert dengan bentuk cheklist. Dengan skala likert, maka variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.

Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.

Berdasarkan kisi kisi instrumen penelitian tersebut dapat dijabarkan kedalam pertanyaan-pertanyaan yang akan disediakan empat alternatif jawaban yaitu: “selalu”

“setuju” “sering” “kadang-kadang”. Jika pertanyaan tersebut dijawab “selalu” maka sekornya ialah 5 dan jika pertanyaan dijawab

“tidak pernah maka skornya ialah 1

Adapun kisi-kisi angket pada penenlitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Variabel Faktor Indikator Butiran Soal Jmlh Positif Negatif

Tingkat Kecemasan

Orang Tua Terhadap

Anak Dalam Mengikuti Taewondo

Faktor Perilaku

Gelisah 3,4 1,2 4 Ketegangan

Fisik 7,8 5,6 4 Reaksi

Terkejut 11,12 9,1 4

Faktor Mental

Pelupa 15,16 13,14 4 Bingung 19,20 17,18 4

Sangat

Waspada 23,24 21,22 4

Faktor Afektif

Rasa

Bersalah 27,28 25,26 4 Tidak Sabar 31,32 29,30 4 Gugup 35,36 33,34 4

Analisis Data

Teknik analisis data yang dimaksud adalah untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang dirumuskan sebelumnya.

Berdasarkan jenis penelitiannya, penelitian ini adalah penelitian deskriptif dimana menggunakan metode penelitian angket. Data angket dianalisis menggunakan rumus:

x 100%

Keterangan:

P : Persentase jawaban

F : Frekuensi jawaban responden N : Total frekuensi

(Sumber: Zulmiyetri dkk, 2020)

Untuk menarik kesimpulan dari data presentase yang diperoleh penulis menggunakan logika dan sebagai tolak ukur untuk menafsirkan data yang telah dipresentasikan, penulis menggunakan skala presentase, menurut Sugiyono (2018 : 95) sebagai berikut:

Tabel 2. Norma Persentase Skala Persentase Persentase Kualifikasi 81%-100% Sangat Tinggi

61%-80% Tinggi

41%-60% Sedang

21%-40% Rendah

0%-20% Sangat Rendah

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Hasil penelitian tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club taewondo Kota Langsa di dasarkan pada beberapa faktor yaitu perilaku, mental dan afektif dan beberapa indikator yaitu gelisah, ketegangan fisik, reaksi terkejut, pelupa, bingung, sangat waspada, rasa bersalah, tidak sabar dan gugup.

Untuk lebih jelas tentang tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club taewondo Kota Langsa dari keterangan di atas dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

Tabel 4. Frekuensi dan Rekapitulasi Data Setiap Indikator

No Indikator

Jumlah Butir

Soal Skor

Positif Negatif Mentah Seharusnya 1 Gelisah

447 486 933 1200

2

Ketegangan

Fisik 408 433 841 1200

3

Reaksi

Terkejut 451 441 892 1200

4 Pelupa

416 413 829 1200

5 Bingung

384 401 785 1200

6 Sangat

481 478 959 1200

(8)

19

No Indikator

Jumlah Butir

Soal Skor

Positif Negatif Mentah Seharusnya Waspada

7 Rasa

Bersalah 455 404 859 1200

8 Tidak Sabar

401 433 834 1200

9 Gugup

475 441 916 1200

Jumlah 3918 3930 7848 10800

7848

Dapat disimpulkan bahwa tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa dari keseluruhan indikator termasuk dalam kategori tinggi (72,67%) berada pada rentang skor 61%-80%. Dengan demikian dalam hal ini tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa.

Berdasarkan hasil analisa data tentang tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa. Maka hasil penelitian berdasarkan setiap indikator adalah sebagai berikut :

tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa dengan indikator adalah sebagai berikut :

1. Gelisah menunjukkan tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa berada dalam kategori tinggi.

2. Ketegangan fisik menunjukkan tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa berada dalam kategori tinggi.

3. Reaksi terkejut menunjukkan tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa berada dalam kategori tinggi.

4. Pelupa menunjukkan tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa berada dalam kategori tinggi.

5. Bingung menunjukkan tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa berada dalam kategori tinggi.

6. Sangat waspada menunjukkan tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa berada dalam kategori tinggi.

7. Rasa bersalah menunjukkan tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa berada dalam kategori tinggi.

8. Tidak sabar menunjukkan tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa berada dalam kategori tinggi.

9. Gugup menunjukkan tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa berada dalam kategori tinggi.

Tabel 5. Persentase dan Rekapitulasi Data Setiap Indikator

No Indikator Skor

Kategori Mentah Seharusnya Persentase

1 Gelisah

933 1200 77,75 Tinggi 2

Ketegangan

Fisik 841 1200 70,08 Tinggi

3

Reaksi

Terkejut 892 1200 74,33 Tinggi 4 Pelupa

829 1200 69,08 Tinggi 5 Bingung

785 1200 65,42 Tinggi 6

Sangat

Waspada 959 1200 79,92 Tinggi 7

Rasa

Bersalah 859 1200 71,58 Tinggi 8

Tidak

Sabar 834 1200 69,50 Tinggi

9 Gugup

916 1200 76,33 Tinggi Jumlah 7848 10800 72,67 Tinggi

Pembahasan

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Kecemasan merupakan ekspresi emosi individu terhadap hal/keadaan

(9)

20 yang dianggapnya mengancam diri namun hal tersebut bukanlah hal yang nyata terlihat dan emosi ini diikuti oleh reaksi fisiologis.

Kecemasan terdapat dua komponen yaitu komponen psikologisnya: khawatir, gugup, tegang, cemas, rasa tidak aman, takut, lekas terkejut. Komponen somatiknya: keringat dingin pada telapak tangan, tekanan darah meninggi. Keringat dingin pada telapak tangan dipengaruhi oleh komponen psikologis, jadi keringat dingin yang dialami oleh banyak atlet olahraga dipengaruhi oleh komponen psikologis.

Kecemasan ada tiga macam, yaitu: (1) Kecemasan realitas, yakni kecemasan yang didasarkan pada bahaya nyata datang dari dunia luar; (2) Kecemasan neurotik, yaitu kecemasan muncul dari id kemudian diekspresikan tanpa control; (3) Kecemasan moral, yaitu kecemasan muncul ketika seseorang tidak mengikuti standar-standar kesadaran.

Faktor-faktor gejala dan gangguan kecemasan bertanding adalah sebagai berikut:

(1) Faktor motorik, gejala dan gangguan kecemasan olahraga tampak pada diri atlet melalui keadaan raut muka dan dahi berkerut, gemetar, kaki terasa berat, sering menggaruk- garuk kepala, otot-otot sakit, sering jalan mondar-mandir, badan lesu, tubuh terasa kaku, dan mengalami ketegangan otot;

(2) F aktor afektif, gejala dan gangguan kecemasan olahraga tampak pada diri atlet melalui pengakuan atlet seperti merasa cepat putus asa, sembrono, dan memiliki keraguan terhadap diri sendiri; (3) Faktor somatik, gejala dan gangguan kecemasan olahraga tampak pada diri atlet dalam keadaan jantung berdebar-debar keras, ingin buang air kecil, mengalami ketegangan, pernafasan tidak teratur, sering minum air, keringat dingin, dan susah tidur; (4) Faktor kognitif, gejala dan gangguan kecemasan olahraga tampak pada diri atlet dalam wujud tidak bisa berkonsentrasi, berpikir tentang halhal yang tidak berhubungan, dan pikiran negatif yang mengganggu konsentrasi.

Berdasarkan hasil penelitian di atas tingkat kecemasan orangtua terhadap anak

dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa dari keseluruhan indikator termasuk dalam kategori tinggi (72,67%).

Tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa menjelaskan kecemasan orangtua menjadi kawatir yang berlebihan pada anaknya pada mengikuti olahraga bela diri club Taewondo. Diartikan bahwa kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal.

Gejala kecemasan terdapat dalam bentuk dan kompleksitas, namun biasanya cukup mudah dikenali. Cara mudah mendeteksi orangtua anggota club yang cemas pada mengikuti latihan Taewondo salah satunya orangtua anggota selalu memantau aktivitas anaknya di dojang sampai jam latihan Taewondo berakhir. Seseorang yang mengalami kecemasan cenderung untuk selalu merasa khawatir akan keadaan yang buruk yang akan menimpa dirinya atau diri orang lain yang dikenalnya dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian diartikan tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa memberikan sumbangan pemikiran tidak hanya untuk pelatih tetapi juga orangtua untuk dapat memberikan perlakuan yang tepat kepada anggota club Taewondo sesuai dengan kemampuan, jender dan usia, tetapi juga memberikan pandangan pada orangtua untuk mampu menemukan solusi dalam mengatasi kecemasan yang tidak berdasarkan teori dan fakta dilapangan. Selain itu cara lain yang dapat ditempuh adalah bagaimana peran dojang dan pelatih dapat meyakinkan orangtua anggota club taewondo tentang rasa aman peserta didik dalam mengikuti jam latihan taewondo dengan mensosialisasikan teknik dan program latihan Taewondo pada anak bahwa pada fase ini anak-anak sangatlah penting untuk bergerak untuk meningkatkan motorik, kognitif dan afektif anak sehingga akan menjadi anak yang aktif serta budaya gerak hidup sehat. Apabila kecemasan orangtua berlangsung tanpa kontrol akan

(10)

21 mengakibatkan aktivitas anak dilarang oleh orangtua.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa sebagian besar berada pada kategori tinggi terlihat dari angka persentase katagori yang dicantumkan. Adanya tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa perlunya ditingkatkan komunikasi dan sosialisasi yang berkelanjutan dari pihak dojang yaitu pelatih dan dengan orang tua anggota club Taewondo. Orangtua juga perlu diberikan bimbingan atau pandangan tentang pelatihan teknik dan taktik taewondo dengan baik dari tujuan dan manfaat mengikuti latihan ini karena berperan dalam proses tumbuh kembang, kebenaran gerakan juga meberikan penjelasan bahwa pelatihan Taewondo bukan seperti apa yang orangtua pikirkan yaitu hanya akan membuat anak lelah, cedera, dan stigma negatif lainnya karena pada tingkat dojang adalah bagaimana kita membangun karakter anak untuk memiliki kebiasaan gerak dengan berolahraga dimana salah satunya anak bisa dapatkan adalah pada jam latihan Taewondo o di dojang.

Berdasarkan hal diatas jika dihubungkan dengan indikator-indikator yang mempengaruhi tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa yaitu gelisah, ketegangan fisik, reaksi terkejut, pelupa, bingung, sangat waspada, rasa bersalah, tidak sabar dan gugup. Dapat disimpulkan tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa dari rata-rata setiap indikator memiliki kategori tinggi.

Saran

Ada beberapa saran yang perlu disampaikan sehubungan dengan hasil penelitian ini, antara lain:

1. Agar mengembangkan penelitian lebih dalam lagi tentang tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa.

2. Agar melakukan penelitian tentang minat siswa terhadap tingkat kecemasan orangtua terhadap anak dalam mengikuti olahraga beladiri di club Taewondo Kota Langsa dengan menggunakan metode lain.

3. Lebih melakukan pengawasan pada saat pengambilan data agar data yang dihasilkan lebih objektif.

DAFTAR PUSTAKA

Annisa, Dona Fitri dan Ifdil. 2016. Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia). Konselor. Volume 5, Nomor 2, 11 April 2016

Arikunto, S. 2017. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Faried, Laila dan Fuad Nashori. 2012.

Hubungan Antara Kontrol Diri dan Kecemasan MenghadapiMasa Pembebasan Pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Wirogunan Yogyakarta.

KHAZANAH,Volume 5, Nomor 2, Januari 2012

Fauziah, Namirotu, Imas Rafiyah dan Tetti Solehati. 2018. Parent’s Anxiety Towards Juvenile Deliquency Phenomenon In Bandungindonesia.

NurseLine Journal. Volume 3, Nomor 2, November 2018

Kumbara, Hengki, Yogi Metra dan Zulpikar Ilham. 2018. Analisis Tingkat Kecemasan (Anxiety) Dalam Menghadapi Pertandingan Atlet

(11)

22 Sepak Bola Kabupaten Banyuasin Pada Porprov 2017. Jurnal Ilmu Keolahragaan Volume 17, Nomor 2, Juli–Desember 2018

Kurniati, Euis, Dina Kusumanita Nur Alfaeni dan Fitri Andrian. 2020. Analisis Peran Orang Tua dalam Mendampingi Anak di Masa Pandemi Covid-19. Volume 5, 31 Mei 2020

Nova, Andi. 2020. The Level Of Parents Anxiety On Physical Education Activity At Lintang City Elementry School. Jurnal Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Volume 3, Nomor 2, 11 Mei 2020

Novita, Dina, Amirullah dan Ruslan. 2016.

Peran Orang Tua Dalam Meningkatkan Perkembangan Anak Usia Dini di Desa Air Pinang Kecamatan Simeulue Timur. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan Unsyiah. Volume 1, Nomor 1, Agustus 2016

Sagitarius. 2009. Probabilitas Tendangan Kearah Badan Dan Muka Terhadap Peluang Poin Pada Pertandingan Taewondo Simulasi Pra Kualifikasi Porda XI 2010. Jurnal Kepelatihan Olahraga. Volume 1, Nomor 1, Juni 2009

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.

Bandung.

Tirtawirya, Devi. 2005. Perkembangan Dan Peranan Taewondo Dalam Pembinaan Manusia Indonesia.

Jurnal Olahraga Prestasi. Volume 1, Nomor 2, Juli 2005

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak. Jakarta

Zulmiyetri., Nurhastuti., dan Saffaruddin.

2020. Penulisan Karya Ilmiah. Edisi Pertama. Kencana. Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Kurva Cadsvs t untuk penentuan waktu kontak optimum Berdasarkan kurva Cads terhadap t untuk penentuan waktu kontak optimum, dapat dilihat bahwa lamanya waktu kontak pada proses