• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka tentang Unmet Need pada Pasangan Usia Subur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tinjauan Pustaka tentang Unmet Need pada Pasangan Usia Subur"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi didefinisikan sebagai persentase wanita usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi namun tidak ingin lagi mempunyai anak atau ingin menjarangkan kehamilannya. Unmet need KB dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya hak-hak reproduksi perempuan akibat ketidakmampuan menggunakan alat kontrasepsi. Dari berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa Unmet Need adalah pasangan usia subur yang tidak ingin lagi mempunyai anak atau menunda kehamilan, namun tidak menggunakan alat kontrasepsi.

Unmet need kontrasepsi untuk tujuan penjarakan dan unmet need kontrasepsi untuk tujuan pengendalian kelahiran merupakan hal yang umum terjadi pada unmet need kontrasepsi (BKKBN 2008). Total unmet need KB merupakan penjumlahan PUS yang ingin menjarangkan kelahiran (spacing need) dan yang ingin mengakhiri kelahiran (limited need). Sebagian besar unmet need terjadi pada masyarakat yang belum pernah menggunakan KB dan pada masyarakat yang tidak berniat menggunakan KB di kemudian hari.

Selain itu, pembahasan mengenai unmet need juga harus membahas usia anak terakhir dan jumlah anak yang dimiliki. Mudita (2009) menyimpulkan bahwa faktor penyebab unmet need dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Sedangkan faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor diluar pengetahuan, sikap dan perilaku unmet need PUS.

Peningkatan kualitas pelayanan merupakan cara yang efektif untuk mengurangi unmet need KB.

Dampak Unmet Need

Berdasarkan penelitian Handrina (2011), alasan perempuan ingin mengontrol kelahiran namun tidak menggunakan alat kontrasepsi (unmet need) disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama, Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih rendah dengan pola pikir tradisional yang berbasis agama. dan faktor budaya sehingga Kesalahan dalam menentukan pilihan penggunaan alat kontrasepsi dapat menimbulkan efek samping terutama gangguan kesehatan bagi perempuan. Kedua alasan tersebut berkaitan dengan faktor penyebab, yaitu keterjangkauan program KB terkait dengan berkurangnya jumlah penyuluh KB dan rendahnya pengetahuan PUS tentang alat kontrasepsi, serta buruknya implementasi program KB terkait penentuan pilihan mengenai penggunaannya. kontrasepsi. Penelitian yang dilakukan di Nigeria menunjukkan bahwa dari 356 responden, 76% mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, penyebab permasalahan tersebut bukan karena penggunaan alat kontrasepsi dan mengakibatkan tingginya angka kematian akibat aborsi.

Alasan remaja perempuan sengaja melakukan aborsi adalah karena mereka belum siap menjadi ibu atau masih terlalu dini untuk mengurus anak dan rumah tangga. Faktor tidak terpenuhinya kebutuhan KB merupakan faktor independen yang tidak dapat sendirian mempengaruhi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan.

Keluarga Berencana

  • Program Keluarga Berencana
  • Definisi KB
  • Tujuan dan Manfaat Program KB
  • Ruang Lingkup Program KB
  • Sasaran KB
  • Hak-hak Reproduksi
  • Kontrasepsi

Untuk mencapai hal tersebut, berbagai metode atau alternatif telah diciptakan untuk mencegah kehamilan atau menunda kehamilan. Metode kontrasepsi bekerja dengan cara mencegah sperma pria mencapai dan membuahi sel telur wanita (fertilisasi), atau dengan mencegah sel telur yang telah dibuahi untuk ditanamkan (menempel) di dalam rahim dan berkembang. Kontrasepsi reversibel merupakan metode kontrasepsi yang dapat dihentikan sewaktu-waktu tanpa menimbulkan dampak jangka panjang terhadap pemulihan kesuburan atau kemampuan untuk memiliki anak kembali.

Metode kontrasepsi permanen atau biasa kita sebut dengan sterilisasi merupakan metode kontrasepsi yang tidak dapat mengembalikan kesuburan karena dilakukan pembedahan. Keluarga berencana (keluarga berencana/planned parenthood) adalah suatu upaya untuk mengatur jarak atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Menurut WHO (Expert Committee, 1970), tindakan yang membantu individu/pasangan mencapai tujuan tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mencapai kelahiran yang diinginkan, mengatur jarak antar kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Program KB bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan KB dan memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas serta mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas penduduk dan menciptakan keluarga kecil yang berkualitas. Mengurangi angka kematian akibat berbagai permasalahan terkait kehamilan tidak aman, persalinan dan aborsi. Ibu hendaknya dapat mengatur jumlah dan jarak kelahiran, manfaat yang ibu terima adalah pencegahan terjadinya kehamilan berulang dalam jangka waktu yang sangat singkat, guna menjaga kesehatan ibu khususnya kesehatan organ reproduksi. , memperbaiki kondisi mental. dan kesehatan sosial yang dimungkinkan oleh waktu yang cukup, mengasuh anak, dan istirahat yang cukup karena kehadiran anak sangat diinginkan.

Melaksanakan program keluarga berencana dapat meningkatkan kesehatan fisik, mental dan sosial setiap anggota keluarga, serta anak dapat memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan pendidikan dan kasih sayang dari orang tuanya. Secara umum keluarga berencana meliputi keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja, kesehatan dan pemberdayaan keluarga, penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas, keselarasan kebijakan kependudukan, pengelolaan sumber daya manusia perangkat, pelaksanaan kepemimpinan negara dan pemerintahan, penguatan pengawasan dan tanggung jawab terhadap keluarga berencana. aparatur negara. Maka program KB di sini lebih berupaya bersifat promotif dan preventif untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi.

Hak mendasar setiap pasangan dan individu untuk secara bebas dan bertanggung jawab menentukan jumlah dan jarak kelahiran, untuk menerima informasi dan cara untuk melakukannya. Hak untuk secara bebas mengambil keputusan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi tanpa paksaan, diskriminasi atau kekerasan. Di Indonesia, alat kontrasepsi yang dikembangkan dalam program ini adalah pil, suntikan, IUD, implan dan kontak pria (BKKBN, 2003).

IUD (cara kontrasepsi jangka panjang) yang termasuk dalam kategori ini adalah jenis implan, IUD, MOP dan MOW. Kategori ini mencakup kondom, pil, suntikan, dan cara lain yang tidak termasuk dalam MKJP.

Unwanted Pregnancy (Kehamilan Tidak Diinginkan)

  • Pengertian Unwanted Pregnancy
  • Faktor Terjadinya Unwanted Pregnancy
  • Sikap Unwanted Pregnancy
  • Dampak Unwanted Pregnancy
  • Konseling Unwanted Pregnancy
  • Kecemasan pada Unwanted Pregnancy

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian kehamilan tidak diinginkan antara lain wilayah tempat tinggal, usia ibu, paritas, jumlah anak hidup, jarak kelahiran, status penggunaan kontrasepsi, dan status ekonomi. Dengan masih tingginya prevalensi kehamilan tidak diinginkan, maka perlu diketahui faktor-faktor penentu kehamilan tidak diinginkan sebagai langkah mengurangi risiko kehamilan tidak diinginkan di Indonesia. Wanita yang memiliki banyak anak namun hamil dan kehamilannya tidak diinginkan mungkin disebabkan oleh kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi atau dampak dari kegagalan kontrasepsi.

Para ibu yang telah melahirkan banyak anak juga beranggapan bahwa jumlah anak yang dikandungnya sudah mencapai jumlah yang ideal, sehingga dengan hamil lagi kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan juga semakin besar.Dalam penelitian yang dilakukan di Nairobi, Kenya, ditemukan bahwa paritas berhubungan dengan kejadian kehamilan yang tidak diinginkan. Namun hal ini hanya terjadi di wilayah kumuh, namun paritas tidak berhubungan dengan kejadian kehamilan tidak diinginkan di wilayah non kumuh. Dengan adanya program ini diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya anak dalam keluarga guna menurunkan angka kejadian kehamilan yang tidak diinginkan karena program ini juga mencakup promosi pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan.

Penelitian Gibson, dkk menunjukkan bahwa wanita di bawah 20 tahun memiliki peluang (risiko) 2,7 kali lipat untuk mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dan 2,3 kali lebih besar dibandingkan wanita di atas 35 tahun. Sedangkan wanita yang belum menikah mempunyai risiko 2,5 kali lipat mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dibandingkan kehamilan yang diinginkan. Namun yang perlu diingat, kehamilan yang tidak diinginkan selain berdampak pada kecenderungan melakukan aborsi juga dapat berdampak pada proses dan terminasi kehamilan itu sendiri.

Salah satu pengaruh psikologis terhadap perilaku kehamilan yang tidak diinginkan adalah masalah kunjungan kontrol kehamilan. Hasil penelitian Dye, dkk menyebutkan bahwa ibu yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan memiliki kemungkinan 2,12 kali lebih besar untuk tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Sementara itu, penelitian yang dilakukan di 5 negara dengan Demographic Health Surveys (DHS), analisis Marston dan Cleland menemukan tingginya risiko imunisasi tidak lengkap pada tahun pertama kelahiran yang tidak diinginkan.

Anak-anak yang lahir karena kehamilan yang tidak direncanakan memiliki skor perkembangan yang lebih rendah. Permasalahan psikososial pada keluarga yang belum siap menerima kehamilan dan bayi merupakan faktor internal terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Perasaan tidak aman tersebut umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau berhubungan dengan perubahan fisiologis dan psikologis (Rochman, 2010).

Komponen ini ditandai dengan munculnya perasaan tidak menyenangkan seperti gugup, gelisah dan tegang. Terkadang wanita memanfaatkan kehamilan dan aborsi yang tidak direncanakan untuk menguji hubungan mereka, yang dapat menimbulkan masalah dalam hubungan.

Kerangka Konsep

Hipotesis

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Unmet Need terhadap  Sikap unwanted pregnancy pada PUS

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pasangan Usia Subur (PUS) Tidak Memilih Metode Kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD) di Desa Pucangan Kecamatan Kartasura

Demikian pula pada variabel jumlah anak tidak ada pengaruh yang bermakna antara jumlah anak yang dimiliki terhadap kejadian unmet need (p=1,000> ∝). Mayoritas

mengadakan kegiatan penyuluhan, melakukan konseling, memberikan informasi mengenai KB dan alat kontrasepsi, akan tetapi sebagian responden tidak antusias

Hasil penelitian ini didukung olehhasil penelitian Prasetyani (2004) yang berjudul kembalinya kesuburan setelah penghentian pemakaian kontrasepsi pil dan suntik

Dalam penelitian ini kejadian unmet need paling banyak adalah responden yang berusia >35 tahun, setelah dilakukan wawancara berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan

Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian unmet need yaitu usia, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, dukungan suami dan paritas.Usia merupakan faktor yang

Jumlah anak masih hidup sebagian besar responden unmet need KB yang memiliki anak 1-2 anak yaitu sebanyak 110 orang (75,34%), sedangkan paling sedikit yaitu responden yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan pasangan usia subur tentang metode kontrasepsi dengan pemakaian kontrasepsi di desa Pinasungkulan