• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan ‘Urf Terhadap Tradisi Larangan Perkawinan Songgo Ratan Dalam Adat Jawa di Desa Tanjungrejo Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Tinjauan ‘Urf Terhadap Tradisi Larangan Perkawinan Songgo Ratan Dalam Adat Jawa di Desa Tanjungrejo Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

Ulasan Urf Tentang Tradisi Larangan Pernikahan Songgo Ratan Dalam Adat Jawa di Desa Tanjungrejo Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo. Dari permasalahan tersebut peneliti mengajukan dua rumusan masalah: 1) Bagaimanakah tinjauan Urf terhadap pandangan tokoh masyarakat terhadap tradisi larangan nikah Songgo Ratan di Desa Tanjungrejo Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo?

Rumusan Masalah

Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah penelitian di atas lebih banyak membahas tentang praktik hukum dari praktik adat, sedangkan penelitian ini akan membahas tentang makna simbolis yang terdapat dalam praktik adat pelarangan perkawinan. Dari penjelasan latar belakang permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul 'Ulasan URF Tradisi Larangan Nikah Songgo Ratan Dalam Tradisi Jawa Di Desa Tanjungrejo Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo.

Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan pemahaman masyarakat terhadap tafsir larangan menikah di Desa Tanjungrejo Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai makna simbolis dari tradisi pelarangan perkawinan di Desa Tanjungrejo Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo.

Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian lapangan kualitatif dengan pendekatan penelitian yaitu yuridis dan empiris. Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan kualitatif dengan pendekatan penelitian empiris sosial.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi sasaran lokasi penelitian adalah Desa Tanjungrego, Kecamatan Badegan, Provinsi Ponorogo. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil pencarian data yang peneliti peroleh dari sumber sekunder setelah data primer. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah informasi yang diperoleh dari buku, jurnal, artikel, disertasi dan internet.

Metode ini memungkinkan penulis menyaring data-data yang terkumpul untuk mendorong analisis lebih lanjut guna mendapatkan jawaban nyata atas pertanyaan yang diajukan.17 Dalam penelitian ini penulis berangkat dari permasalahan yang dialami masyarakat, yakni terkait tradisi pelarangan perkawinan Songgo Ratan. Dalam penelitian kualitatif ini, sebaiknya peneliti memperpanjang waktu penelitian agar dapat mempercayai keabsahan data yang diperoleh.

Sistematika Pembahasan

Pengertian Perkawinan

Dalam konteks syariat, nikah adalah suatu akad, yaitu perjanjian untuk mengikat seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam perkawinan.20 Dalam arti kata ini, nikah berarti menyatukan sebuah rumah, hubungan seksual wat'i dan juga berarti akad, ada dua kemungkinan arti karena kata nikah terdapat dalam Al-Qur'an 'anu dan mengandung dua arti tersebut. Mengenai pengertian nikah dengan pengertian akad atau perjanjian yang kuat lihat pada ayat An-Nisa 22.21.

ناَك

Dasar Hukum Perkawinan

Pernikahan merupakan sesuatu yang dianjurkan oleh Islam yang mempunyai nilai keagamaan seperti beribadah kepada Allah dan mengikuti Sunnah Nabi. Karena pernikahan dapat menghindarkan seseorang dari perbuatan zina.Dan kata pernikahan disebutkan dalam Al-Qur'an.

ءاَجِو

Larangan Dalam Perkawinan

Menurut syara’, hambatan dalam perkawinan ada dua, yaitu hambatan abadi (haram ta’bid) dan hambatan sementara (haram ghairu ta’bid). Larangan abadi perkawinan adalah karena warisan (senasab), hubungan kekerabatan (radha'ah), dan karena hubungan seksual (macharah). 32 Sayuti Talib, Hukum Keluarga Indonesia: Hak Bagi Umat Islam, (Jakarta: Universitas Indonesia Pers Asmin, Status Perkawinan Beda Agama : Dilihat dari UU Perkawinan No. 1) Ibu, ibu dari ibu, ibu dari bapak dan sebagainya dalam satu garis lurus ke atas.

Hambatan untuk bersatu, yaitu dua saudara perempuan dilarang menikah dengan laki-laki pada waktu yang bersamaan. Namun jika laki-laki mengawini seorang perempuan dan perempuan tersebut meninggal atau bercerai, maka laki-laki tersebut boleh mengawini adik perempuan atau kakak perempuan perempuan yang meninggal tersebut.

Pengertian ‘Urf

Secara istilah urf merupakan sesuatu yang sudah menjadi tradisi di masyarakat dan mereka melakukannya dengan perbuatan dan perkataan yang mereka kenal. Sebagian ulama ushul fiqh sering menyamakan Urf dengan adat, sebagaimana pendapat Abdul Wahab Khallaf yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara Urf dan adat. Beliau berkata: “Al-'Urf adalah sesuatu yang diketahui oleh banyak orang dan dilakukan oleh mereka, baik berupa perkataan, perbuatan atau sesuatu yang ditinggalkan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Karim Zaidan, ulama Ahlus Sunnah asal Irak, istilah ‘Urf merupakan hal yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat karena sudah menjadi kebiasaan dan menyatu dalam kehidupan mereka, baik dalam bentuk tindakan maupun perkataan. 41. Pada prinsipnya sebenarnya tidak ada perbedaan antara kata 'Urf dan adat, karena jika dilihat kedua kata tersebut mempunyai arti yang sama, suatu perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan diketahui dan diakui oleh masyarakat luas.

Macam-macam ‘Urf

Dilihat dari sudut pandang objeknya. Dilihat dari obyeknya, 'Urf terbagi menjadi dua jenis, yaitu; Menurut Ibnu Abidin, ‘Urf Qauly merupakan istilah yang maknanya sudah dikenal masyarakat. Al-'Urf al-'Am merupakan adat atau amalan umum yang banyak diterapkan di berbagai negara.

Misalnya, kebiasaan yang berlaku di beberapa negara adalah menyewakan kamar mandi umum dengan harga sewa tertentu tanpa menyebutkan secara pasti berapa lama waktu mandinya dan berapa banyak air yang akan digunakan. Al-'Urf al-Khas adalah adat atau kebiasaan tertentu yang diketahui sebagian orang dan berlaku pada masyarakat atau lingkungan tertentu.47 Seperti kebiasaan orang Irak yang hanya menggunakan kata al-dabbah untuk kuda. 48.

Syarat-syarat ‘Urf

Karena jika 'Urf bertentangan dengan nash atau bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah yang jelas dan pasti', maka itu dianggap 'Urf fasis' dan tidak dapat diterima sebagai dalil pembentukan hukum. Urf berlaku umum, artinya 'Urf berlaku pada sebagian besar kasus yang terjadi di masyarakat dan penerapannya diterima oleh mayoritas masyarakat.

Kehujjahan ‘Urf

Selain dalil-dalil pada teks di atas, sesungguhnya Allah SWT sebagai pencipta syariat dan hukum Islam menganggap keberadaan Urf sebagai landasan hukum yang ditetapkannya. Dengan demikian sebenarnya Urf (tradisi) sepanjang sejarah terbentuknya hukum Islam banyak mendapat perhatian para ahli hukum Islam. Sepanjang 'Urf tidak bertentangan dengan ketentuan nash, maka tidak ada alasan untuk mengabaikannya.

Hubungan ‘Urf dengan Budaya

Pentingnya ‘Urf dapat kita lihat dari asal muasal kaidah ushul: “al-’adah muhakkamah”53 Dalam hal ini hubungan ‘Urf dengan budaya sangat erat kaitannya karena kedua hal tersebut saling melengkapi, dimana budaya merupakan suatu perbuatan yang harus ditinjau dengan 'Urf sebagai bentuk penetapan hukum budaya itu sendiri. Oleh karena itu, jika kedua hal tersebut tidak dihubungkan, rasanya tidak lengkap dan tidak berhubungan jika hanya ada satu dari dua hal tersebut.

Gambaran Umum Desa Tanjungrejo Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo

  • Sejarah Desa Tanjungrejo
  • Keadaan Geografis Desa Tanjungrejo a. Luas dan Batas Wilayah
  • Keadaan Penduduk Desa Tanjungrejo a. Jumlah Penduduk

Namun di Desa Tanjungrejo sebagian besar masih banyak masyarakat yang belum tamat SD, dan banyak juga yang hanya tamat SD dan SMP. Terdapat juga beberapa lembaga pendidikan di desa Tanjungrejo sendiri, antara lain 2 lembaga pendidikan dasar dan 3 taman kanak-kanak. Menurut data yang peneliti peroleh, sebagian besar penduduk desa Tanjungrejo bermatapencaharian sebagai buruh tani.

Jumlah pengangguran di Desa Tanjungrejo sendiri juga tergolong tinggi, yaitu terdapat 1.455 pengangguran pada rentang usia (18-56 tahun). Dalam kepercayaan masyarakat desa Tanjungrejo, ada ritual yang wajib dilakukan dan ada juga hal yang harus dihindari saat melakukan proses adat.

Tabel 3.1  Batas-batas wilayah Desa Tanjungrejo
Tabel 3.1 Batas-batas wilayah Desa Tanjungrejo

Makna Simbolik Larangan Perkawinan Songgo Ratan

Tradisi larangan nikah Songgo Ratan sendiri mempunyai makna dan makna tersendiri bagi masyarakat Jawa. Menurut mitos yang berkembang di masyarakat Desa Tanjungrejo, dampak dari pelanggaran larangan menikah Songgo Ratan antara lain tidak langgengnya perkawinan, salah satu pasangan tidak kuat, ada saudara atau orang tua yang sakit atau mengalami kecelakaan, bahkan ada yang meninggal. dunia salah satu keluarga pelaku. Hal inilah yang akhirnya masyarakat simpulkan bahwa musibah itu terjadi karena melanggar larangan pernikahan yang ada, yakni pernikahan Songgo Ratan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Mbah Gunawan, beliau mengatakan bahwa makna dari pelarangan perkawinan Songgo Ratan ini karena adanya kepercayaan di masyarakat akan adanya makna songor ratan (mengangkat jalan). Dapat disimpulkan bahwa kejadian yang dialami oleh pelaku larangan nikah Songgo Ratan berbeda-beda, adanya musibah dan tidak adanya permasalahan yang timbul merupakan kekuasaan Allah SWT.

Pandangan Tokoh Masyarakat Terhadap Tradisi Larangan Perkawinan Songgo Ratan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Mbah Kaseni, selaku tokoh agama mengatakan larangan perkawinan antar Songgo Ratan merupakan kearifan lokal yang masih diyakini masyarakat karena merupakan warisan nenek moyang di desa Tanjungrejo. Analisis Urf Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat Mengenai Tradisi Larangan Pernikahan Songgo Ratan Dalam Adat Jawa Di Desa Tanjungrejo Kecamatan Badegan Kabupaten Ponoroogo. Oleh karena itu, tradisi larang nikah Songgo Ratan diketahui banyak orang dan diturunkan dari nenek moyang dan masih berlaku hingga saat ini.

Dilihat dari berbagai jenisnya, tradisi pelarangan perkawinan Songgo Ratan dapat digolongkan dalam 'Urf Amali, yaitu adat/adat istiadat yang berbentuk perbuatan. Jadi dapat dikatakan bahwa tradisi pelarangan perkawinan Songgo Ratan termasuk dalam 'Urf al fasid.

Dari penjelasannya, jika kita merujuk pada istilah ‘Urf, tradisi ini tidak termasuk ketentuan hukum karena tradisi larangan tersebut bertentangan dengan syarat-syarat penetapan ‘Urf, sehingga dapat disimpulkan bahwa tradisi larangan pernikahan Songgo Ratan adalah termasuk dalam 'Urf al fasid. Ia tetap setuju dengan pelarangan perkawinan Songgo Ratan karena untuk menjaga silaturahmi dengan masyarakat sekitar dan melindungi dari bahaya yang mungkin timbul.70 Dari penjelasannya jika mengacu pada kondisi. Berdasarkan jenis, ruang lingkup tradisi, kemudian bentuk manfaat dan kerugiannya, ditambah dengan syarat-syarat 'Urf yang ada, maka larangan perkawinan Songgo Ratan hanya berlaku pada wilayah masyarakat tertentu dan tidak memenuhi syarat sebagai 'Urf yang sah.

Dapat disimpulkan bahwa larangan nikah Songgo Ratan hanya memenuhi beberapa syarat 'Urf, namun larangan tersebut bertentangan dengan usulan syariat. Larangan menikah ini termasuk dalam 'Urf al fasid. Larangan nikah Songgo Ratan tidak bisa dijadikan dalil dalam hukum Islam, dan menurut 'Urf, larangan nikah Songgo Ratan hanya mempersulit mereka yang ingin mencari calon jodoh.

ةَّدِعْلا

Analisis Urf Tentang Makna Simbolik Larangan Pernikahan Songgo Ratan Dalam Adat Jawa Di Desa Tanjungrejo Kecamatan Badegan Kabupaten Ponorogo. Tradisi pelarangan perkawinan dalam adat istiadat jawa sangat erat kaitannya dengan hal-hal spiritual yang ada pada kepercayaan masyarakat, kepercayaan yang ada dalam masyarakat membuat masyarakat khawatir akan timbul masalah jika melanggar larangan tersebut atau tradisi yang sudah ada sejak dahulu kala, yang menjadikan iman masyarakat goyah.Sendiri. Berbagai alasan dan makna yang terkandung dalam setiap larangan perkawinan tentunya mempunyai maksud dan tujuan tertentu agar masyarakat tetap teguh pada tradisi yang ada.

Oleh karena itu, untuk menjelaskan makna makna simbolis yang terkandung dalam larangan perkawinan Songgo Ratan yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, maka perlu adanya suatu analisis terkait makna tersebut agar kita dapat mengetahui kekuatan hukum adat jika dilihat dari sudut pandangnya. perspektif. dari 'Urf itu sendiri. Diketahui istilah larangan nikah Songgo Ratan mempunyai arti larangan karena “mengangkat jalan”.

اللّٰ َو

Saran

Ulama, Sunan Autad dan Imam Kamaluddin Suratman, “Konsep ‘Urf dalam Penetapan Hukum Islam”, Jurnal Tsaqofah, Volume 13, Nomor 2, November 2017. Perkawinan “Separuik” yang Dilarang di Komunitas Muslim Adat Rantau Perspektif Hukum Islam Singingi (Studi Kasus di Desa Petai Kecamatan Singingi Hilir Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau), Disertasi. Analisis Sosiologis Hukum Larangan Nikah Mbarep Telu di Desa Mojopurno Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun, Disertasi.

'Analisis Urf Larangan Pernikahan Marpadan Marpadan Dalam Adat Batak Toba Di Kabupaten Humbang Hasundutan, Skripsi.Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Praktik Perkawinan Turus Blandar Dalam Perspektif “Urf” (Studi Kasus di Desa Bandungrejo Kecamatan Karanganyar Kabupaten Demak), Skripsi. Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo.

Referensi

Dokumen terkait