• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Pencemaran Nama Baik Yang Melanggar Kode Etik Jurnalistik Dalam Karya Jurnalistik (Studi Putusan No. 46/Pid.Sus/2021/PN.Plp)

N/A
N/A
semb 0998

Academic year: 2024

Membagikan "Tinjauan Yuridis Pencemaran Nama Baik Yang Melanggar Kode Etik Jurnalistik Dalam Karya Jurnalistik (Studi Putusan No. 46/Pid.Sus/2021/PN.Plp)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

NEOCLASSICAL LEGAL REVIEW: JOURNAL OF LAW AND CONTEMPORARY ISSUES

Journal homepage: https://talenta.usu.ac.id/nlr

Tinjauan Yuridis Pencemaran Nama Baik Yang Melanggar Kode Etik Jurnalistik Dalam Karya Jurnalistik (Studi Putusan No.

46/Pid.Sus/2021/PN.Plp)

Adinda Januarizki Simorangkir

*1

, Hana Renita Sembiring

2

1Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 20155, Indonesia

2Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 20155, Indonesia

*Corresponding Author: adindasimorangkir24@gmail.com

ARTICLE INFO ABSTRACT

Article history:

Received Revised Accepted

Available online xxx E-ISSN:

P-ISSN:

Decision Number 46/Pid.Sus/2021/Pn.Plp contains a judge's decision that handed down Article 27 paragraph (3) conjunction Article 45 paragraph (3) of the ITE Law on journalist Muhammad Asrul from PT. Aurora Media Utama for writing 4 stories containing defamation of the victim witness Farid Kasim Judas. The results of this study are that Article 27 paragraph (3) of the ITE Law can be imposed on journalistic works, where prior to the imposition of this article legal remedies in the Press Law had been implemented which included the right of reply and the right of correction. Article 5 of the Press Law if implemented will have legal consequences including, strengthening decisions related to violations of the presumption of innocence, the press and journalists are one unit of legal product in the broadcasting, and PT. Aurora Media Utama was fined Rp. 500,000,000.00 for publishing news containing defamation.

Keyword: Journalist, Pers, Defemmation How to cite:

Huszka, B. (first author) (2020).

Metaphors of Anger in Contemporary Bahasa Indonesia:

A Preliminary Study. LingPoet:

Journal of Linguistics and Literary Research, 1(1), 26-30.

ABSTRAK

Putusan Nomor 46/Pid.Sus/2021/Pn.Plp berisikan putusan hakim yang menjatuhkan pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU ITE pada jurnalis Muhammad Asrul dari PT. Aurora Media Utama karena menulis 4 berita yang bermuatan pencemaran nama baik terhadap saksi korban Farid Kasim Judas Hasil dari penelitian ini adalah Pasal 27 ayat (3) UU ITE dapat dikenakan pada karya jurnalistik, dimana sebelum penjatuhan pasal tersebut upaya hukum dalam UU Pers telah dilaksanakan yang diantaranya hak jawab dan hak koreksi. Pasal 5 UU Pers jika diterapkan akan memiliki akibat hukum diantaranya, pasal 5 ayat (1) UU Pers menguatkan putusan terkait pelanggaran asas praduga tak bersalah, pers dan jurnalis merupakan satu kesatuan produk hukum dalam bidang penyiaran, dan PT.

Aurora Media Utama dikenakan denda Rp.500.000.000,00(lima ratus juta rupiah) karena memuat berita yang bermuatan pencemaran nama baik

Keyword: Jurnalis, Pers, Pencemaran Nama Baik.

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International.

(DOI)

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara hukum yang menganut sistem pemerintahan demokrasi, dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Tentunya untuk menjalankan sistem pemerintahan demokrasi sangat dibutuhkan adanya pers. Peran pers di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat luar biasa terhadap bangsa Indonesia terutama saat kemerdekaan Indonesia dahulu.

Perkembangan pers di Indonesia memiliki periode yang silih berganti dan memiliki sejarah masing-masing pada tiap periodenya. Ada periode penjajahan kolonial Belanda, periode Orde Lama, periode Orde Baru, dan periode Reformasi.

Pers sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah merupakan orang ataupun lembaga yang bergerak dalam mempublikasikan berita. Berdasarkan pasal 1 ayat (1)

(2)

Undang-Undang Nomor Tahun 1999 Tentang PERS, Pers ialah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik seperti, mencari, memperoleh, memiliki, menympan, mengolah, dan menyampaikan informasi seperti informasi dalam bentuk suara, gambar, tulisan, data, ataupun grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak dan media elektronik. Pada intinya, Pers merupakan segala kegiatan jurnalistik, khususnya kegiatan yang berhubungan dengan penghimpunan berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun media cetak.1

Pers sebagai wadah atau media kebebasan untuk menyerukan pemikiran baik dari lisan maupun tulisan telah diatur dalam konstitusi bangsa Indonesia. Merujuk Pasal 28 UUD NKRI 1945 yang menyatakan bahwa kemerdekaan berpendapat, berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pemikiran dengan lisan dan tulisan. Kebebasan berpendapat merupakan satu kesatuan dengan kebebasan berekspresi yang mana jika dikaitkan dengan Kebebasan Pers yang mana juga satu kesatuan dengan kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat. Kebebasan Pers juga merupakan salah satu wujud dari perintah 28F UUD NKRI yang mencerminkan kebebasan penggunaan berbagai media dalam mencari memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi.2

Menurut Ali Moertopo yang merupakah seorang ahli, menyatakan bahwa kebebasan yang diberikan kepada Pers merupakan hasil perwujudan dari HAM sendiri yaitu kebebasan untuk berekspresi yang dilakukan secara tertulis dengan adanya tujuan untuk mewujudkan kehidupan bernegara yang dimaksudkan untuk satu atau sekelompok pihak menyatakan aspirasi, keinginan, dan harapan masyarakat dan juga mengutarakan ketidakpuasan serta wujud pengawasan dalam pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.3 Selain itu, Pers juga sebagai kontrol sosial yang memiliki manfaat untuk mencegah adanya penyalahgunaan wewenang dan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dan berbagai penyimpangan lainnya. Dan dalam menjalanka tugas, fungsi, hak, dan kewajibannnya Pers diwajibkan untuk menghormati Hak Asasi setiap orang karena itu, Pers dituntut untuk bertindak dan bekerja secara profesional, terbuka, dan dikontrol oleh masyarakat.4

Maka itu, Pers merupakan salah satu perwujudan dari hak untuk mengeluarkan pendapat yang didasari oleh fakta yang sebenarnya dan hak untuk memperoleh informasi berdasarkan dari fakta yang sebenarnya. Landasan hukum Kebebasan Pers telah diatur dalam Undang-Undang Pokok Pers Nomor 21 Tahun 1982 yang disempurnakan kembali oleh Undang-Undang Tentang Pers yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Penetapan kebebasan Pers di Indonesia sejalan dengan bentuk pemerintahan yang diterapkan yaitu demokrasi. Kemerdekaan Pers merupakan salah satu wujud untuk memastikan hubungan antara kebebasan berekspresi dan demokrasi berjalan dengan baik dan semestinya. 5

Jika dalam pelaksanaannya ternyata ada kecurangan atau perbuatan yang melanggar etika Pers, seperti Pers yang memberitakan hal yang kurang tepat maka Pers dapat menempuh langkah berupa pelaksanaaan hak jawab dan hak koreksi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pers.

Dalam beberapa tahun terakhir cukup banyak wartawan ataupun jurnalis yang merupakan profesi dalam menjalankan kebebasan Pers terjerat dalam kasus Tindak Pidana pencemaran nama baik.

Pasal pencemaran nama baik merupakan delik aduan yang mana delik tersebut dapat diajukan jika si korban pencemaran nama baik merasa bahwa ia telah dirugikan. Pasal tersebut dapat menjerat siapa saja yang dilaporkan atas aduan tindak pencemaran nama baik, termasuk para wartawan yang juga bertugas dalam menjalankan profesinya. Pasal pencemaran nama baik

1Alfi Yudha. (2023). Apa Itu Pers? Ketahui Ciri-Ciri, Jenis, Peranan, dan Fungsinya.

https://www.bola.com/ragam/read/5202134/apa-itu-pers-ketahui-ciri-ciri-jenis-peranan-dan-fungsinya. Diakses pada 29 November 2023.

2 Ahmad Sufmi Dasco, Politik, Media Massa, dan Kebohongan, (Surakarta: UNS Press, 2018), hal. 27.

3 Azrul Azwar, “Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Akibat Kesalahan Pemberitaan Oleh Pers”, Jurnal Kertha Semaya, Vol.9, No. 2 Tahun 2021, hal.250-260.

4 Abdul Rohman, “Implementasi Perlindungan Hukum Jurnalis Dalam Menjalankan Profesinya Berdasarkan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers”, Jurnal Unisba, Vol. 3, No.1 Tahun 2020, hal. 62

5Dewan Pers, “Jurnal Dewan Pers: Catatan Dari Indonesia Untuk World Press Freedom Day 2017”, Edisi 13 - Desember 2016, hal. 40

(3)

ini juga tidak memberikan batasan ataupun perbedaan antara aktivitas jurnalistik dengan seseorang yang benar-benar melakukan penghinaan terhadap orang lain.

Permasalahan ini cukup menarik perhatian penulis untuk mengkaji permasalahan mengenai perlindungan hukum kepada jurnalis sebagai profesi yang sedang menjalankan tugasnya. Bagaimanakah regulasi yang mengatur mengenai etika profesi dari Pers yang telah diatur dalam Undang-Undang Pers dan bagaimana bentuk kebebasan pers dalam menjalankan profesinya. Kajian ini akan didukung dengan adanya studi kasus Putusan Pengadilan Negri Palopo Nomor 46/Pid.Sus.2021/PN/Plp. Kasus ini merupakan kasus antara Muhammad Azrul selaku wartawan atau jurnalis yang melakukan liputan terkait dengan adanya dugaan Korupsi sebesar Rp11 Miliar mengenai perbaikan mesin Pembangkit Listrik Tenaga Micro Hidro dan Kripik Zaro yang sewaktu itu ditangani kasusnya oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif.

Penelitian yuridis normatif merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip- prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan proposal ini ialah penelitian deskriptif analisis. Dalam penulisan penelitian ini, penulis akan mendeskripsikan dan meganalisis permasalahan yang telah dirumuskan oleh penulis, dengan menuliskan bedasarkan karakteristik ilmu hukum secara rinci.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis yang Diduga Melakukan Pencemaran Nama Baik Menurut UU ITE.

Karya Jurnalistik merupakan karya seorang jurnalis ataupun yang biasa disebut dengan wartawan. Dalam menjalankan profesinya, wartawan memiliki kode etik jurnalistik yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan profesi tersebut. Kode etik jurnalistik dijelaskan dalam Pasal 1 Angkat (14) yang berbunyi, “Kode etik jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan”. Lanjutannnya pada Pasal 7 Ayat (2) UU Pers, “Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik” . Maka dari itu, wartawan patut menaati kode etik jurnalistik. Selain harus menaati kode etik jurnalistik, wartawan juga diwajibkan untuk menaati peraturan perundang-undangan Pers yang lain, seperti Undang-Undang ITE.6

Dewan Pers mengeluarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai peraturan dewan Pers. Hal ini terdapat dalam Pasal 1 Kode Etik yang berbunyi, “wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan beritikad buruk” dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Independen, wartawan dalam hal ini harus memberitakan peristiwa atau sebuah fakta harus dengan keteguhan hatinya sendiri, tanpa ada campur tangan maupun intervensi dari pihak manapun. Namun dalam hal ini, wartawan juga tetap harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

2. Akurat, wartawan dalam hal ini dalam menyampaikan berita harus sesuai dengan fakta di lapangan dan tidak menambahi berita dengan hal yang tidak semestinya.

3. Berimbang, wartawan harus mendapat dan memperoleh berita dari semua pihak dan setiap pihak memiliki kesempatan yang setara. Berita harus diberitakan dari segala sudut pandang, agar tidak ada kepentingan yang berat sebelah.

4. Tidak Beritikad Baik, tidak ada niat secara sengaja oleh wartawan untuk menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Dalam artian, jurnalis saat membuat berita tidak memiliki niat buruk untuk menjatuhkan pihak yang diberitakan.

6A. Anggraini, “Upaya Hukum Penghinaan (body Shaming) Dikalangan Media Sosial Menurut Hukum Pidana Dan UU ITE”, Jurnal Lex Justitia, Vol.1, No.2, Tahun 2020.

(4)

Namun, wartawan bukanlah subjek hukum yang kebal terhadap hukum atau imunitas hukum. Apabila wartawan ataupun jurnalis ingin melakukan peliputan investigasi pada satu pokok permasalahan, maka harus mengungkapkan secara akurat fakta-fakta di lapangan dan memperhitungkan opini pembaca yang akan berkembang. Jika opini tersebut menjurus kepada pencemaran nama baik korban, wartawan atau jurnalis yang menulisnya harus mempersiapkan diri untuk dipidanakan. Hak jawab tidak akan menghilangkan hak korban untuk melakukan upaya hukum lainnya. Hak jawab merupakan seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan yang merugikan nama baiknya7. Dalam Undang- Undang Pers Hak Jawab merupakan salah satu mekanisme dalam penyelesaian delik Pers.

Melihat putusan Nomor 46/Pid.Sus/2021/PN.Plp yang telah terjadi, berita yang ditulis oleh M. Asrul sebagai terdakwa tanpa adanya klarifikasi ataupun konfirmasi kepada korban Farid Kasis Judas dan telah disebarkan bahwa berita tersebut bukanlah fakta. Maka itu, M. Asrul dapat dikatakan tidak dapat membela diri di persidangan.Farid Kasis Judas yang merasa bahwa nama baiknya dicemarkan, maka memiliki hk atau berhak untuk melaporkan tersangka kepada pihak yang berwajib atas apa yang telah menimpanya. Ditambah lagi bahwa korban telah meminta hak jawab dan hak koreksi, namun tidak dilakukan oleh berita.news .

Pertimbangan hakim dalam kasus tersebut menyatakan bahwa berita yang ditulis oleh M. Asrul melanggar kode etik karena memuat berita yang tidak akurat, tidak berimbang, tidak ada konfirmasi, dan berisikan opini yang cenderung memojokkan saksi korban. Hal ini tentunya tidak memenuhi Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik yang mana M.

Asrul mengelolah berita yang tidak akurat dan beritikad buruk. Padahal dalam ketentuan Jurnalistik, seorang wartawan harus disiplin diri untuk memeriksa ulang keterangan dan fakta yang ditemuinya di lapangan. M. Asrul tidak menguji kembali informasi yang diterimanya yang mana informasi tersebut pun ia peroleh dari satu narasumber ke narasumber lainnya. Tentunya, selain melanggar dari Kode Etik Jurnalistik, hal ini juga menunjukkan sebuah tindakan pencemaran nama baik karena telah memberitakan hal yang tidak benar dan mencemarkan nama saksi korban, Farid Kasim Judas.

Sebelumnya, pihak saksi korban telah mencoba melakukan upaya hukum seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pers, yaitu dengan menggunakan hak jawab. Namun, pada nyatanya saksi korban Farid Kasim Judas belum menggunakan hak jawabnya bukan karena tidak ingin menggunakannya, namun karena penggunaan hak jawab tersebut tidak ditanggapi oleh berita.news. Dan begitu juga dengan hak koreksi yang merupakan inisiatif pihak media setelah menemukan kekeliruan yang seharusnya telah diketahui olehnya, namun ternyata juga tidak ada dilakukan. Sehingga dalam hal ini telah beberapa upaya hukum yang dilakukan namun tidak ditanggapi oleh pihakberita.news. maka menurut majelis hakim penegakan hukum pidana terhadap pemberitaan M.Asrul telah melanggar asas praduga tak bersalah yang telah diterapkan, dimana pidana yang dijatuhkan kepada M. Asrul merupakan pidana mengenai pencemaran nama baik dengan penjatuhan pasal 27 ayat (3) UU ITE. Terlebih yang dilindungi padal Pasal 27 ayat (3) merupakan orang perseorangan yang mana dalam hal

7Wadjo Hadiba Z, “Pencemaran Nama Baik Dalam Pemberitaan Pers”, Jurnal Sasi, Vol. 17, No. 2, Bulan April – Juni 2011

(5)

ini ialah Farid Kasim Judas dan telah memenuhi syarat sebagai subjek yang telah dilindungi oleh Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

b. Akibat Hukum Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Menurut Undang-Undang Pers Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Nomor 46/Pid.Sus/2021/Pn.Plp.

Mellihat pada Pasal 5 Ayat (1) UU Pers berisikan, “Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.” Dengan penjelasan menguatkan pertimbangan hakim tersebut dimana pers tidak boleh menghakimi atau membuat kesimpulan atas kesalahan orang, dan menghormati asas praduga tak bersalah. Adanya Pasal 5 UU Pers ini ada kaitannya dengan UU ITE dimana oleh kalangan Pers beberapa pasal dalam UU ITE akan membelenggu kebebasan pers, sehingga pasal ini berisi batasan untuk pers agar tidak melenceng atau melanggar yang telah ditetapkan.

Asas Praduga Tak Bersalah juga diatur pada penjelasan umum KUHAP butir ketiga huruf c, dimana pada penjalasan umum tersebut berbunyi setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.8 Asas praduga tak bersalah ini memiliki tujuan lain yaitu memberikan pengakuan dan perlindungan sejumlah hak-hak tertentu yang wajib diperhatikan aparat penegak hukum sebagaimana yang dimuat dalam KUHAP.9Aturan lain tentang asas praduga tak bersalah terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) UU Pers. Pada pasal ini memberikan batasan pada pers agar tidak menghakimi atau membuat kesimpulan terhadap kesalahan seseorang..

Asas praduga tidak bersalah dalam bidang pers, penerapannya memiliki sedikit perbedaan dengan bidang hukum. Namun pada intinya, penerapan asas praduga tidak bersalah dalam pers, sebagaimana diatur dalam Kode Etik Jurnalistik atau (KEJ), bermakna, pers dalam pemberitaannnya tidak boleh menghakimi. Pers tidaklah memiliki kewenangan untuk menyatakan seseorang bersalah atau tidak bersalah. Begitupula pers tidak memiliki kewenangan untuk memberikan cap, stigma, lebel dan stempel yang belum terbukti secara hukum kepada siapapun dalam berita apapun. Pertimbangan hakim pada putusan nomor 46/Pid.Sus/2021/PN Plp menyatakan bahwa pemberitaan yang ditulis M.Asrul telah melanggar asas praduga tidak bersalah, dimana pemberitaan yang ditulis M.Asrul telah melebeli Farid Kasim Judas melakukan korupsi yang mana dituliskan dalam berita kedua dengan kata “dugaan korupsi proyek revatalisasi” yang menyudutkan. Pihak Farid Kasim Judas. Dimana dalam berita M.Asrul juga menuliskan opini dan bukan fakta atas apa yang terjadi yang mana hal tersebut telah merugikan Farid Kasim Judas.

Pada penjelasan tentang asas praduga tak bersalah dalam Pers diatas perbuatan yang dilakukan oleh M. Asrul dapat disebut sebagai playing judgement yang dimana menuduh orang sebelum ada putusan resmi, dan Jika dihubungkan dengan Pasal 5 ayat (1) UU Pers pertimbangan hakim yang menyatakan pemberitaan yang ditulis M.Asrul melanggar asas praduga tak bersalah dapat memenuhi isi pasal tersebut. dimana ketentuan pidana untuk pasal 5 ayat (1) UU Pers berada pada Pasal 18 ayat (2) UU Pers yang berbunyi “Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).” , dimana dengan kesimpulan bahwa pernyataan hakim jika dikaitkan dengan Pasal 5 ayat (1) UU Pers berakibat hukum pada perusahaan pers tempat M. Asrul bekerja, yaitu PT. Aurora Media Utama atas perbuatan memuat berita yang tidak menghormati asas praduga tak bersalah dan dapat dikenai pidana denda dengan nilai Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.

8Huda, Chairul. 2010. “Makna Asas Praduga Tidak Bersalah dan Pemakaiannya dalam Praktek Pers.” Jurnal Dewan Pers (2):33-44.

9Salman Luthan, “Asas dan Kriteria Kriminalisasi”, Jurnal Hukum, Vol. 16, No. 1, Tahun 2009.

(6)

4. PENUTUP Simpulan

Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang bermuatan pencemaran nama baik juga dikenakan pencemaran nama baik, karena :

1. Pada Putusan Nomor 46/Pid.Sus/2021/PN.Plp M. Asrul terbukti memenuhi Pasal 27 ayat (3) UU ITE terkait pencemaran nama baik pada Farid Kasim Judas, dimana dirinya menulis berita yang tidak sesuai fakta yang ada.

2. Sebuah karya jurnalistik dalam pembuatannya dapat terjadi kesalahan dan karya jurnalistik yang ditulis M Asrul terbukti salah sehingga dapat memenuhi unsur pada pasal 27 ayat (3) UU ITE. Sehinga Karya Jurnalistik yang telah disebar dapat dikenakan pasal pencemaran nama baik jika memang terbukti adanya bentuk pencemaran nama baik di dalamnya.

Akibat hukum Pasal 5 ayat (1) UU Pers terhadap pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 46/Pid.Sus/2021/PN. Plp, antara lain :

1. Hubungan antara Pasal 5 ayat (1) dengan putusan tersebut saling menguatkan terkait pelanggaran asas praduga tak bersalah

2. Perusahaan pers tempat M. Asrul berkerja yaitu PT. Aurora Media Utama akan dikenakan pidana denda sebesar Rp. 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah) karena memuat berita yang tidak menghormati asas praduga tidak bersalah.

Saran

Pemberitaan zaman kini telah berkembang ke ranah media online, maka itu diharapkan bagi para wartawan atau jurnalis untuk tetap memperhatikan UU ITE, UU Pers, dan Kode Etik dalam melakukan penulisan berita agar tidak terjadi kekeliruan dalam penulisan berita. Bagi pembuat Undang-Undang diharapkan untuk dapat merevisi atau menambahkan pasal yang berkaitan dengan pemberitaan secara online pada UU Pers agar masalah-masalah seperti ini dapat terhindari dengan baik.

References

(7)

A, Anggraini. (2020). Upaya Hukum Penghinaan (body Shaming) Dikalangan Media Sosial Menurut Hukum Pidana Dan UU ITE. Jurnal Lex Justitia, Vol.1, No.2

Abdul Rohman. (2020). Implementasi Perlindungan Hukum Jurnalis dalam Menjalankan Profesinya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Aktualita, Vol. 3, No. 1 Abdul Rohman. (2020). Implementasi Perlindungan Hukum Jurnalis Dalam Menjalankan

Profesinya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jurnal Unisba, Vol. 3, No.1 Tahun

Ahmad Sufmi Dasco. (2018). Politik, Media Massa, dan Kebohongan, (Surakarta: UNS Press) Alfi Yudha. (2023) Apa Itu Pers? Ketahui Ciri-Ciri, Jenis, Peranan, dan Fungsinya.

https://www.bola.com/ragam/read/5202134/apa-itu-pers-ketahui-ciri-ciri-jeni s

peranan-dan-fungsinya . Diakses pada 29 November 2023.

Azrul Azwar.(2021) “Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Akibat Kesalahan Pemberitaan Oleh Pers”, Jurnal Kertha Semaya, Vol.9, No. 2.

Dewan Pers. Jurnal Dewan Pers: (2016). Catatan Dari Indonesia Untuk World Press Freedom Day 2017.

Huda, Chairul. (2010). Makna Asas Praduga Tidak Bersalah dan Pemakaiannya dalam Praktek Pers.

Jurnal Dewan Pers Vol. 2

Salman Luthan. (2009). Asas dan Kriteria Kriminalisasi. a, Vol. 16, No. 1, Tahun

Wadjo Hadiba Z. (2011). Pencemaran Nama Baik Dalam Pemberitaan Pers. Jurnal Sasi, Vol. 17, No. 2

Referensi

Dokumen terkait