• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA ATAS PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA ATAS PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ISLAM"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus Putusan Nomor 91/Pid.B/2021/PN Pkl) Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu Hukum Program Kekhususan Hukum Pidana

Diajukan Oleh:

M. ZAHRON FALAH NIM: 30301900249

PROGRAM STUDI ( S1 ILMU HUKUM ) FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA) SEMARANG

2023

(2)

ii

YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ISLAM”

( Studi Kasus Putusan Nomor 91/Pid.B/2021/PN Pkl )

Diajukan Oleh:

M. ZAHRON FALAH NIM: 30301900249

Telah Disetujui:

Pada Tanggal, 26 Juli 2023 Dosen Pembimbing :

Dr. Hj. Sri Kusriyah, SH.M.Hum NIDN. 0615076202

(3)

iii

DAN HUKUM PIDANA ISLAM”

Dipersiapkan dan disusun oleh:

M. Zahron Falah NIM: 30301900249

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal 15 Agustus 2023

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat dan lulus Tim Penguji

Ketua,

Prof. Dr. Hj. Sri Endah Wahyuningsih, S.H, M.Hum

NIDN: 0628046401

Anggota I Anggota II

Dr. Nanang Sri Darmadi, S.H. M.H Dr. Hj. Sri Kusriyah, S.H, M. Hum NIDN: 0615087903 NIDN: 0615076202

Mengetahui

Dekan Fakultas Hukum UNISSULA Dr. Bambang Tri Bawono, S.H., M.H

NIDN: 06-0707-7601

(4)

iv

 Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.

(QS. Al-Baqarah: 45)

 Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.

(QS. Al-Insyirah: 5-6)

 Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

(QS. Al-Baqarah: 286)

PERSEMBAHAN Skripsi ini Penulis Persembahkan kepada:

1. Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.

2. Nabi Muhammad SAW sebagai panutan kita semua umat muslim.

3. Ayah dan Ibu tercinta yang tidak berhenti memberikan doa, dan dukungan moril maupun materiil, memberikan segalanya dan selalu menjadi semangat, inspirasi serta motivasi bagi penulis.

4. Kakak ku tercinta yang sudah tenang disurga.

5. Teman-teman kos dan teman-teman Fakultas Hukum angkatan 2019.

6. Almameterku tercinta

(5)

v

Nama : M. Zahron Falah

NIM 30301900249

Program Studi : S-1 Ilmu Hukum

Fakultas : Hukum

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul ““TINJAUAN

YURIDIS TINDAK PIDANA ATAS PENGANIAYAAN YANG

MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ISLAM” ( Studi Kasus Putusan Nomor 91/Pid.B/2021/PN Pkl ) benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bebas dari peniruan hasil karya orang lain, kutipan pendapat, dan tulisan orang lain ditunjuk sesuai dengan cara-cara penulisan karya ilmiah yang berlaku.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan dalam skripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Semarang, ... ....2023 Yang Menyatakan

M. Zahron Falah NIM: 30301900249

(6)

vi Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : M. Zahron Falah

NIM 30301900249

Program Studi : S-1 Ilmu Hukum

Fakultas : Hukum

Dengan ini menyerahkan karya ilmiah berupa Skripsi dengan judul:

“TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA ATAS PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ISLAM” (Studi Kasus Putusan Nomor 91/Pid.B/2021/PN Pkl)

Dan menyetujuinya menjadi hak milik Universitas Islam Sultan Agung Semarang serta memberikan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif untuk disimpan, dialihmediakan, dikelola dalam pangkalan data, dan dipublikasinya diinternet atau media lain untuk kepentingan akademis selama tetap mencantumkan nama penulis sebagai pemilik Hak Cipta.

Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh. Apabila dikemudian hari terbukti ada pelanggaran Hak Cipta atau Plagiarisme dalam karya ilmiah ini, maka segala bentuk tuntutan hukum yang timbul akan saya tanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Semarang, ... 2023 Yang Menyatakan

M. Zahron Falah NIM. 30301900249

(7)

vii

Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA ATAS PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ISLAM” (Studi kasus Putusan Nomor 91/Pid.B/2021/PN Pkl)

Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi pada Program Sarjana (S1) Ilmu Hukum di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Gunarto, SH, SE Akt, M. Hum selaku rektor Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

2. Bapak Dr. Bambang Tri Bawono, SH, M.H Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

3. Ibu Dr. Hj. Widayanti S.H., M. Hum, selaku wakil Dekan I. Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang

4. Bapak Dr. Arpangi S.H., M.H., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Islamm Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

5. Bapak Dr. Achmad Arifullah, SH, MH. Selaku Ketua Prodi Sarjana (S1) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

6. Ibu Ida Musofiyana, S.H., M.H., selaku sekretaris Program Studi S-1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

(8)

viii menyelesaikan Skripsi dengan baik.

8. Bapak Dr. Rakhmat Bowo Suharto, SH., MH selaku Dosen Wali yang telah memberikan pengarahan kepada penulis selama kuliah.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang yang telah membekali ilmu kepada penulis.

10. Staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang yang telah membantu penulis selama kuliah.

11. Teman-teman mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2019

12. Ayah dan Ibu Penulis yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan, nasihat, dan semuanya.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi.

Penyusun menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih banyak kekurangannya, untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membantu untuk karya kedepan yang lebih baik. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi para pembacanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, 6 Juli 2023 Penulis

M. Zahron Falah

(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... 1

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... v

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xi

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Terminologi ... 8

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II ... 16

TINJAUAN PUSTAKA... 16

A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana ... 16

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Penganiayaan ... 24

(10)

x

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian ... 52

B. Sanksi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Kematian dalam perspektif Hukum Pidana Positif ... 93

C. Sanksi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Kematian dalam perspektif Hukum Pidana Islam ... 98

BAB IV ... 109

PENUTUP ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 114

(11)

xi

Manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku Tindak Pidana Penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam perkara putusan Nomor 91/Pid.B/2021/PN Pkl.

Dan untuk mengetahui bagaimana sanksi terhadap Tindak Pidana Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian dalam perspektif Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Metode yuridis normatif adalah pendekatan dalam arti menelaah kaidah- kaidah atau norma-norma dan aturan-aturan yang berhubungan dengan tindak pidana penganiayaan dengan cara studi kepustakaan library research, yaitu dengan cara mempelajari buku-buku, dokumen, makalah, artikel dan peraturan perundang- undangan yang berkaitan erat dengan obyek penelitian. Sehingga data yang diperoleh dapat disusun secara sistematis dan dapat dipahami secara utuh.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 1) Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian sudah sesuai dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang Penganiayaan yang menyebabkan kematian berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam persidangan. 2) Sanksi terhadap tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP yakni diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 3) Sedangkan Sanksi terhadap tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam Hukum Pidana Islam yaitu hukuman qisas atau diyat.

Kata Kunci: Penganiayaan, Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam.

(12)

xii

The crime of persecution is an act that violates human rights. The purpose of this research is to find out how the judge considers in imposing a sentence on the perpetrator of the Crime of Persecution which causes death in the decision case Number 91/Pid.B/2021/PN Pkl. And to find out how the sanctions against the Crime of Persecution Causing Death in the perspective of Criminal Law and Islamic Criminal Law.

The approach method used in this research is normative juridical method. The normative juridical method is an approach in the sense of examining the rules or norms and rules related to the crime of persecution by means of library research literature studies, namely by studying books, documents, papers, articles and laws and regulations closely related to the object of research. So that the data obtained can be arranged systematically and can be understood as a whole.

The results of this study indicate that 1) The application of criminal law by judges against the perpetrators of the criminal act of persecution that caused death is in accordance with Article 351 paragraph (3) of the Criminal Code concerning Abuse that causes death based on the facts in the trial. 2) The sanction for the crime of persecution that causes death in Article 351 paragraph (3) of the Criminal Code is punishable by imprisonment for a maximum of seven years. 3) Meanwhile, the sanction for the crime of persecution that causes death in Islamic Criminal Law is the Qisas or Diyat punishment.

Keywords: Persecution, Criminal Law and Islamic Criminal Law.

(13)

1 A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum. Hal ini dijelaskan pada penjelasan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (1945) bahwa “Indonesia adalah negara hukum” (Rechstat), bukan atas kekuasaan belaka (Machstat).1 Didalam negara hukum, hukum yaitu tumpuan gerak komponen kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, salah satu kualitas utama dari hukum dan ketertiban adalah kecenderungan untuk memberikan penilaian fungsi masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan. Artinya, negara hukum selalu mengatur tindakan dan perilaku setiap warganya, berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku yang bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan memelihara ketenteraman hidup, sesuai dengan kewajiban hukum. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), yaitu bahwa setiap warga negara berhak atas rasa aman dan bebas dari segala bentuk kejahatan.

Hukum dapat memenuhi tujuannya dengan sebaik-baiknya untuk mengatur segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara apabila sistem hukum dan seluruh lapisan masyarakat tunduk dan patuh pada norma-norma hukum. Namun, tidak semua anggota masyarakat siap mengikuti aturan yang

1 Indonesia Legal Center Publishing, 2014 UUD 1945 & konstitusi Indonesia, Cetakan Ketiga, Jakarta Selatan, CV Karya Gemilang, hlm. 52

(14)

3 Ibid Hal 21

sudah ada. Akibatnya, berbagai tindakan ilegal seperti penjambretan, penahanan, penyerangan, pemerkosaan, tawuran, dan pembunuhan terjadi.

Karena rendahnya tingkat pendidikan dan pengaruh lingkungan sosial yang kurang baik, maka maraknya perilaku-perilaku tersebut yang kita amati dari berbagai sumber tidak dapat dibedakan dengan perilaku mereka yang tidak terkontrol dengan baik.

Hak Asasi Manusia secara teori adalah hak dasar dan kodrati yang dimiliki manusia sebagai anugerah Tuhan yang harus dihormati, dilindungi, dan dijaga. Upaya untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan privat dan publik untuk menjaga eksistensi manusia secara keseluruhan merupakan hak asasi manusia yang hakiki. Demikian pula, upaya penghormatan, pengamanan, dan penegakan hak asasi manusia merupakan kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, negara, dan pemerintah (baik pejabat sipil maupun militer). 2 Ada kewajiban yang melekat pada setiap hak.

Dengan demikian, selain memiliki kebebasan dasar, ada juga komitmen yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan atau pemeliharaan kebebasan bersama.

Ketika kita menggunakan hak asasi manusia, kita wajib memperhatikan, menghormati, dan menyadari hak asasi manusia, harga diri, harkat, dan martabat manusia yang telah bersama kita sejak kita lahir dan merupakan hak kodrat yang merupakan bagian dari siapa kita.3

2 A.Bazar Harapan, Nawangsih Sutardi, 2006, Hak Asasi Manusia dan Hukumnya, CV. Yani’s, Jakarta. Hlm 33-34

(15)

5 R. Soesilo, op. Cit, hlm. 146.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 89 dijelaskan bahwa, melakukan kekerasan merupakan suatu bentuk perbuatan dengan menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah yang membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya.4 Kekerasan yang dilakukan oleh seseorang baik bersama-sama maupun seorang diri terhadap orang ataupun barang semakin meningkat dan meresahkan masyarakat serta aparat penegak hukum. Dalam Buku II Bab V mengatur tentang kejahatan terhadap ketertiban umum yang terdapat dalam Pasal 153-181 KUHP. Dalam Pasal 170 KUHP dijelaskan bahwa yang dapat menyebabkan rusaknya suatu barang, luka berat, ataupun menyebabkan hilangnya nyawa orang lain,5 jelas harus dipandang sebagai suatu perbuatan yang sangat merugikan korbannya selaku Subjek Hukum yang patut mendapatkan keadilan.

Penganiayaan merupakan salah satu fenomena yang sulit diberantas dalam kehidupan masyarakat. Penganiayaan adalah tindak pidana yang berupa melukai, merusak, atau merampas fungsi tubuh korban. Penganiayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memuat arti sebagai berikut “Perilaku yang sewenang-wenang”. Definisi ini merupakan pengertian secara luas, termasuk yang berkaitan dengan "perasaan" atau "batiniah". Menurut Yurisprudensi, "penganiayaan" berarti dengan sengaja menimbulkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit atau luka. Jenis penganiayaan yang umum terjadi, seperti pemukulan dan kekerasan fisik, seringkali

4 R. Soesilo, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Politeia , Cetakan Ulang, Bogor, hlm. 98.

(16)

mengakibatkan luka pada tubuh atau anggota tubuh korban, dan tidak jarang korban menjadi cacat seumur hidup atau bahkan meninggal dunia. Selain itu, penganiayaan seringkali juga menimbulkan dampak psikologis pada korban, seperti trauma, ketakutan, ancaman, bahkan terkadang ada korban penganiayaan yang mengalami gangguan jiwa dan kesehatan mental.

Fenomena tindak penganiayaan bukanlah hal yang baru jika menyangkut kekerasan fisik dan psikis, dan dapat ditemukan di mana saja, misalnya di lingkungan rumah atau keluarga, di tempat umum, atau tempat lain, dan dapat menimpa siapa saja ketika menghadapi masalah dengan orang lain. Melihat fenomena tindak penganiayaan, nampaknya hal tersebut tidak terjadi begitu saja, namun diduga terkait dengan berbagai faktor seperti pengaruh pergaulan dan kriminalitas, perampokan, kecemburuan sosial, tekanan dan ketimpangan ekonomi, ketidakharmonisan. Hubungan rumah tangga atau dengan orang lain, persaingan, konflik kepentingan dan lain-lain 6

Salah satu contoh kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian itu terjadi di daerah Kota Pekalongan tepatnya di area stadion Hoegeng Kel.

Pasirkraton keramat, Kec. Pekalongan Barat, Kota Pekalongan. Adapun kronologi kejadiannya seperti yang terjadi di area stadion Hoegeng pada hari sabtu tanggal 07 November 2020 jam 18:00 WIB yang menyebabkan kematian korban bernama Bambang Siswanto. Kasus ini bermula saat Terdakwa bernama Sabar Iman Bin Kardani dihubungi saksi Bambang

6 Fikri,2013 “Analisis Yuridis Terhadap Delik Penganiayaan Berencana”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Vo.l I, No. 2), hal. 1

(17)

Siswanto melalui pesan WA mengatakan bila terdakwa telah melakukan hubungan suami istri dengan perempuan dari daerah Batang, Karena terdakwa tidak merasa maka terdakwa hendak mengklarifikasinya mana yang benar dan mana yang salah, Kemudian saksi Bambang Siswanto melalui pesan WA mengatakan “Apa lo, sini kalo berani, kalo kamu lelaki temui saya di stadion Kota Pekalongan” sehingga terdakwa langsung berangkat menemui saksi BAMBANG SISWANTO, dengan menggunakan sepeda motor berboncengan dengan saksi SUSILA MIRZA Bin SUTOMO menuju ke stadion Huegeng Kota Pekalongan, setelah sampai, terdakwa melihat saksi BAMBANG SISWANTO Bersama saksi ARDIAN FERIANSYAH SUGIARTO bin KENTOS RUMPIA SUGIARTO, selanjutnya terdakwa menghampiri saksi BAMBANG SISWANTO untuk mengkarifikasi masalah tersebut, sedangkan saksi SUSILA MIRZA dan saksi ARDIAN FERIANSYAH SUGIARTO duduk menjauh dari terdakwa dan saksi BAMBANG SISWANTO, seanjutnya terdakwa meminta maaf pada saksi BAMBANG SISWANTO, namun saksi BAMBANG SISWANTO tidak menerima dan duduk di atas sepeda motor dengan marah mengenakan helm cakil, namun tidak lama saksi BAMBANG SISWANTO turun dari sepeda motor dan memukul terdakwa dengan menggunakan helm cakil tersebut kearah badan terdakwa berkali-kali, dan terdakwa menangkis dengan menggunakan kedua tangannya sehingga terdakwa emosi dan membalas dengan cara memukul dengan menggunakan tangan kanan mengepal sebanyak satu kali mengenai bagian atas hidung, sehingga saksi BAMBANG

(18)

SISWANTO sempoyongan, namun terdakwa masih emosi dan melihat saksi BAMBANG SISWANTO sempoyongan terdakwa menendang dengan kaki kanan sebanyak satu kali dan mengenai bagian rahang sebelah kiri, sehingga saksi BAMBANG SISWANTO jatuh ke belakang dengan posisi terentang menghadap keatas, dan terdakwa menginjak perut saksi BAMBANG SISWANTO lalu terdakwa pergi naik sepeda motor dan meninggalkan saksi BAMBANG SISWANTO yang tergeletak.7

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis akan membahas permasalahan sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian?

2. Bagaimana Sanksi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Kematian dalam perspektif hukum pidana positif ? 3. Bagaimana Sanksi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang

Menyebabkan Kematian dalam perspektif hukum pidana islam ? C. Tujuan Penelitian

Bahwasannya setiap karya ilmiah memiliki tujuan yang dapat diperoleh berasalkan dan berdasarkan oleh suatu permasalahan yang ada. Adapun tujuan yang akan dicapai dari penulisan skripsi ini adalah sebagai beikut:

7 Putusan hakim No. 91/Pid.B/2021/PN Pkl

(19)

1. Untuk mengetahui Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Kematian ( Studi Kasus Putusan Nomor 91/Pid.B/2021/PN Pkl ) 2. Untuk mengetahui Sanksi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan

Yang Menyebabkan Kematian dalam perspektif hukum pidana positif 3. Untuk mengetahui Sanksi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan yang

menyebabkan kematian dalam perspektif Hukum Pidana Islam D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini maka dapat menambah pemahaman dan juga memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan dalam bentuk pemahaman dan pemikiran khususnya dalam perkara Penganiayaan yang menyebabkan kematian. Penulis berharap supaya kedepannya penelitian ini akan memberikan gagasan atau inspirasi bagi peneliti berikutnya terutama bagi mahasiswa yang mempunyai minat untuk meneliti tentang masalah Penganiayaan yang dapat bertujuan untuk pengembangan sebuah ilmu pengetahuan supaya kedepannya lebih memberikan kontribusi dalam hal pemikiran dalam pembuatan karya karya ilmiah selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penegak hukum

Diharapkan dapat bermanfaat bagi praktisi hukum dan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum pidana khususnya

(20)

dalam pemberian hukuman terhadap terpidana kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian.

b. Bagi Masyarakat

Diharapkan dengan adanya penelitian ini maka masyarakat agar tidak melakukan tindakan penganiayaan yang menyebabkan kematian yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

c. Bagi Pemerintah

Menjadi pertimbangan sesuai dengan dinamika kehidupan bermasyarakat agar terciptanya kehidupan bermasyarakat yang aman dan tentram.

E. Terminologi

1. Tinjauan Yuridis

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengertian tinjauan adalah mempelajari dengan cermat, ; memeriksa (untuk memahami), pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dan sebagainya). Menurut Kamus Hukum, kata yuridis berasal dari kata Yuridisch yang berarti menurut hukum atau dari segi hukum. Dapat disimpulkan tinjauan yuridis berarti mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), suatu pandangan atau pendapat dari segi hukum.8

8 https://suduthukum.com/2017/04/pengertian-tinjauan-yuridis.html diakses pada tanggal 8 Desember 2022

(21)

11 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/menyebabkan diakses pada tanggal 27 Februari 2023

2. Tindak Pidana

Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah “Perbuatan jahat” atau “Kejahatan” (Crime atau Verbrechen atau Misdaad) yang biasa diartikan secara yuridis (hukum) atau secara kriminologis. 9

3. Penganiayaan

Secara bahasa, penganiayaan berasal dari kata 'aniaya' yang berarti perbuatan bengis seperti penyiksaan dan penindasan. Sedangkan secara istilah, penganiayaan adalah perlakuan sewenang-wenang yang dilakukan seseorang kepada orang lain dalam bentuk penyiksaan, penindasan, dan sebagainya.10

4. Menyebabkan

mendatangkan (menimbulkan, menerbitkan) adanya suatu hal;

menjadikan sebab: kelengahannya ~ terjadinya kecelakaan itu11 5. Kematian

Kematian merupakan fakta biologis, akan tetapi kematian juga memiliki dimensi sosial dan psikologis. Secara biologis kematian merupakan berhentinya proses aktivitas dalam tubuh biologis seorang individu yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak, berhentinya detak jantung, berhentinya tekanan aliran darah dan berhentinya proses pernafasan.

9 Adami Chazawi, 2007, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT. Raja Grafindo, Jakarta, , Hlm. 69

10 https://kumparan.com/berita-hari-ini/definisi-dan-bentuk-penganiayaan-menurut-pasal-351- kuhp-1wegIVf6pmR/2 diakses pada tanggal 8 Desember 2022

(22)

14 Dr. Mardani, 2019, Hukum Pidana Islam, Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 1

6. Perspektif

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah sudut pandang dalam memilih opini dan kepercayaan mengenai suatu hal.12

7. Hukum Pidana

Peraturan pidana adalah peraturan yang mengatur kegiatan yang dilarang oleh peraturan dan dalam hal seseorang mengabaikan atau melakukan perbuatan dan memenuhi komponen perbuatan yang telah diarahkan dalam Undang-Undang akan dikenai sanksi. Menurut Prof.

Moeljatno, Hukum Pidana merupakan bagian dari kumpulan hukum yang masih berjalan disuatu negara.13

8. Hukum Pidana Islam

Dalam bahasa Arab Hukum Pidana Islam disebut juga dengan Jinayah atau Jarimah. Secara etimologis jarimah berasal dari kata jarama-yajrimu-jarimatan, yang berarti “berbuat” dan “memotong”.

Kemudian, secara khusus digunakan terbatas pada “perbuatan dosa”

atau “perbuatan yang dibenci”. Kata jarimah juga berasal dari kata ajrama-yajrimu yang berarti “melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran, keadilan, dan menyimpang dari jalan yang lurus.” 14

12 Https://Kbbi.Kemdikbud.Go.Id/Entri/Perspektif Diakses Tanggal 22 Februari 2023 Pukul 21:44

13 Moeljatno, 1984, Azas-Azas Hukum Pidana, PT. Bina Aksara, Jakarta, hlm.1

(23)

F. Metode Penelitian

Untuk bisa mendapatkan hasil yang dapat dipertanggung jawabkan, peneliti menggunakan metode – metode yang lazim digunakan dalam sebuah kegiatan penelitian hukum. Adapun metode – metode yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan penelitian hukum ini adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan Yuridis Normatif yaitu penelitian hukum mengenai asas-asas, kaidah-kaidah, doktrin, dan atau dokumen hukum lainya yang terait dengan isu hukum untuk mencari jawaban dari permasalahan hukum. Penelitian Yuridis Normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder belaka.15

2. Jenis Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Penelitian deskriptis analisis yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksaan hukum positif yang menyangkut permasalahan.16 Penelitian ini deskriptis karena menggunakan data dari pustaka atau data sekunder yang diperoleh untuk melakukan penelitian ini tentang bagaimana tinjauan yuridis

15 Soerdjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hlm. 25

16 Ronny Haniatjo Soemitro, 1990, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, PT Ghalia

Indonesia, Jakarta. Hlm. 30

(24)

terhadap tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian menurut hukum pidana positif dan hukum pidana islam dimana data tersebut akan ditinjau.

3. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Bahan utama dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa:

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yakni dari penelitian ini adalah:

1) Al-Qur’an

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

3) KUHP Pasal 351 ayat (3) , Pasal 353 ayat (2), 354, Pasal 355 ayat (2), Pasal 90

4) Putusan hakim No. 91/Pid.B/2021/PN Pkl b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum atau doktrin atau teori yang diperoleh dari literatur hukum, hasil penelitian, artikel ilmiah, maupun website yang berkaitan dengan ”Tinjauan yuridis tindak pidana atas penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam perspektif Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam” Bahan hukum sekunder meliputi buku-buku referensi, artikel jurnal, laporan

(25)

penelitian, makalah, arsip dan dokumen yang berkaitan dengan materi penelitian. Tujuan dari bahan hukum sekunder adalah untuk memberikan penjelasan dan informasi terhadap bahan hukum primer, sehingga penulis terbantu untuk memahami atau menganalisis bahan hukum primer.

c. Bahan Hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang berupa ensiklopedia, kampus, dll.

4. Metode Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Pada teknik pengumpulan data ini, penulis mencari berita- informasi guna menjawab permasalahan yang sudah dirumuskan menggunakan bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji baik dari bahan hukum utama ataupun bahan hukum sekunder.

5. Analisis Data Penelitian

Data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian ini yakni data sekunder akan dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menguraikan dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian ini.

(26)

G. Sistematika Penulisan

Hasil penulisan ini akan diuraikan menjadi sebuah skripsi yang membahas dan menguraikan masalah dan terdiri dari empat bab, dimana antara bab saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, secara ringkas disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, terminologi, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan mengenai teori yang akan menjadi kerangka berfikir, yaitu pengertian umum mengenai pengertian tindak pidana, pengertian umum tentang tindak pidana penganiayaan, Pengertian, Sumber, Unsur, dan Ciri-ciri Hukum Pidana Islam, pengertian tentang tindak pidana penganiayaan dalam hukum islam

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi tentang pokok permasalahan yang akan dibahas berdasarkan rumusan masalah, Meliputi Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian ( Studi Kasus Putusan Nomor 91/Pid.B/2021/PN Pkl ) dan Sanksi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Kematian dalam perspektif hukum pidana positif dan hukum pidana islam

(27)

BAB IV PENUTUP

Dalam bab ini merupakan akhir dari seluruh uraian dan pembahasan, yang berisi saran dan kesimpulan. Saran berisi tentang sumbangan pemikiran atas permasalahan yang dibahas, Sedangkan Kesimpulan berisi tentang jawaban yang diuraikan penulis atas permasalahan yang dibahas.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-unsur Tindak Pidana

Dalam kepustakaan disebut-sebut istilah lain, tetapi mempunyai arti yang sama untuk istilah tindak pidana yaitu kejahatan atau delict/delik. Pengertian Delik menurut Bahasa Indonesia berarti peristiwa (perbuatan) yang dapat dihukum karena melanggar undang- undang.

Sedangkan menurut istilah, delik adalah peristiwa pidana, perbuatan yang dapat dihukum atau dalam bahasa asingnya ialah Strafbaar feit. Soedarto memberikan penjelasan bahwa Tindak Pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah “perbuatan jahat” atau “kejahatan” (crime atau verbrechen atau misdaad) yang bisa diartikan secara yuridis (hukum) atau secara kriminologis.17

Pembedaan tersebut adalah:

a. Perbuatan jahat sebagai gejala masyarakat dipandang secara concreet sebagaimana terwujud dalam masyarakat (social verschijnsel, erecheinung, phenomena), ialah perbuatan manusia yang memerkosa/menyalahi norma-norma dasar dari masyarakat dalam konkreto. Hal ini adalah pengertian

17 Ira Alia Maerani, 2018, Hukum Pidana dan Pidana Mati, Unissula Press, Semarang, hlm. 72

16

(29)

b. “perbuatan jahat” dalam arti kriminologis (criminologiscj misdaadsbegrip).

c. Perbuatan jahat dalam arti hukum pidana (strafrechtelijk misdaadsbegrip) ialah sebagaimana terwujud in abstracto dalam peraturan-peraturan pidana.

Dibawah ini akan diberikan berturut-turut pendapat para sarjana mengenai tindak pidana (strafbaar feit) dan disebutkan mengenai unsur- unsurnya. Ada dua aliran (golongan) yaitu:

a. Aliran Monistic

Berikut akan disebutkan beberapa tokoh penganut aliran moonistic beserta unsur-unsur tindak pidana:

1) D. Simons

Strafbaar feit adalah “een strafbaar gestelde, onrechmatige, metschuld verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar persoon”. Jadi unsur- unsur strafbaar feit adalah:

a) Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan)

b) Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld) c) Melawan hukum (onrechmatige)

d) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)

(30)

e) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar person)18

Simons menyebutkan adanya unsur obyektif dan subyektif dari strafbaar feit. Yang disebut sebagai unsur unsur obyektif (unsur yang dapat dilihat dengan panca undera) ialah:

a) Perbuatan orang.

b) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu. Ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat

“openbaar” atau ”dimuka umum”, yang berbunyi:

Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak lima ratus rupiah:

Ke-1 Barangsiapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan.

Ke-2 barangsiapa dengan sengaja di muka orang lain yang ada disitu bertentangan kehendaknya melanggar kesusilaan.

18 Ibid, hlm. 74

(31)

Segi subyektif dan strafbaar feit (ada pada sikap batin; dihubungkan antara sikap batin seseorang dengan perbuatan yang dilakukan)

a) Orang yang mampu bertanggung jawab

b) Adanya kesalahan (Dolus atau culpa. Perbuatan hukum dilakukan dengan kesalahan. Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan-keadaan mana perbuatan itu dilakukan.

2) Van Hamel, definisinya:

Strafbaar feit adalah een wettelik omschreven menschelijke gedraging, onrechtmatig, strafwaardig en aan schuld te wijten”.

Jadi unsur-unsur tindak pidana:

a) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam Undang-Undang

b) Melawan Hukum

c) Dilakukan dengan kesalahan, d) Patut dipidana.

3) E. Mezger

Die Straftaat ist der Inbegriff der Voraussetzungen der Strafe (Tindak Pidana adalah keseluruhan syarat

(32)

untuk adanya pidana). Selanjutnya dikatakan Die Straftat ist demnach tatbes-tandlich-rechtwidridge, pers onlichzurechenbare strafbedrohte Handlung.

Dengan demikian unsur-unsur tindak pidana adalah:

a) Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau membiarkan)

b) Sifat melawan hukum (baik bersifat obyektif maupun yang subyektif)

c) Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang

d) Diancam dengan pidana.

4) J. Bauman

Verbrechen im weiteren, allgemeinen Sinne adalah “Die tat bestandmiszige rechtwridge and schuldhafte Handlung” (Perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan).19

5) Karni

Delik itu mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya

19 Ibid, hlm. 76

(33)

dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggungkan.

6) Wirjono Prodjodikoro

Beliau ini mengemukakan definisi pendek, yakni:

Tindak Pidana berarti sesuatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.

Jelas sekali dari definisi-definisi tersebut diatas tidak adanya pemisahan antara criminal act dan criminal responbility.

b. Aliran Dualistic

Berikut akan beberapa tokoh aliran dualistic beserta unsur-unsur tindak pidana:

1) H.B. Vos

Een stratfbaar feit is een menselijke gedraging waarop door de wet (genomen in de, ruime zin van

“wettelijke bepaling”) straf is gesteld, een gedraging des, die in het algemeen (tenzij er een uitsluitingsgrond bestaat) op straffe verboden is. Jadi menurut Vos, strafbaar feit hanya berunsurkan:

a) Kelakuan manusia dan

b) Diancam pidana dalam Undang-undang.

2) W.P.J Pompe

(34)

Pompe berpendapat bahwa “menurut hukum positif strafbaar feit adalah tidak lain daripada feit, yang diancam dengan pidana dalam ketentuan Undang-undang.” (Volgens ons positieve recht is het straf bare feit niets anders dat een feit, dat in oen wettelijke strafbepaling als strafbaar in omschreven).

Memang beliau mengatakan, bahwa menurut teori, strafbaar feit itu adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam dengan pidana. Dalam hukum positif, demikian Pompe, sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid) dan kesalahan (schuld) bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak pidana (strafbaar feit). Untuk penjatuhan pidana tidak cukup dengan adanya tindak pidana, akan tetapi disamping itu harus ada orang yang dapat dipidana. Orang ini tidak ada, jika tidak ada sifat melawan hukum atau kesalahan.

Pompe memisahkan antara tindak pidana dari orangnya yang dapat dipidana. Pompe berpegang pada pendirian yang positief rechtelijk.20

20 Ibid, hlm. 78

(35)

3) Moeljanto

Dalam Dies Natalis Universitas Gajah Mada (UGM) tahun 1955 dalam pidatonya yang berjudul

“Perbuatan Pidana dan Pertanggungan jawab dalam Hukum Pidana”, beliau memberi arti kepada

“perbuatan pidana” sebagai “perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut”. Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur:

a) Perbuatan Pidana.

b) Yang memenuhi rumusan dalam Undang- Undang (ini merupakan syarat formil).

c) Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).

Syarat formil harus ada, karena adanya asas legalitas yang tersimpul dalam Pasal 1 KUHP. Syarat Materiil harus ada pula, karena perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat. Sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan; oleh karena bertentangan dengan atau menghambat akan tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu.

(36)

Moeljanto berpendapat bahwa kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab dari si pembuat tidak masuk sebagai unsir perbuatan pidana, karena hal-hal tersebut melekat pada orang yang berbuat. Jadi untuk memungkinkan adanya pemidanaan secara wajar, apabila diikuti pendirian Moeljatno maka tidak cukup apabila seseorang itu telah melakukan perbuatan pidana belaka; disamping itu pada orang tersebut harus ada kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab.21

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Penganiayaan 1. Pengertian Penganiayaan

a. Menurut Hukum Pidana Islam

Berbicara mengenai penganiayaan sebagai suatu kejahatan atau tindak pidana, secara otomatis dapat dipahami sebagai suatu kerangka persoalan yang sangat kompleks. Menurut Madjloes, yang dimaksud dengan penganiayaan dalam hukum Islam adalah:

dengan sengaja melakukan perbuatan sehingga menimbulkan cidera atau cacat pada seseorang yang terkena perbuatan itu.22 Penganiayaan sebagai bentuk kejahatan (jarimah) oleh fuqaha di bawa dalam satu bab (kitab) khusus yang dimasukan dalam kitab

21 Ibid, hlm. 79

22 Madjloes, 1980, Pengantar Hukum Pidana islam, CV.Amelia, Jakarta, hlm.35

(37)

jinayat, termasuk dalam pembahasan mengenai masalah pembunuhan, pencurian, prostitusi, penganiayaan, perampokan dan bentuk kriminal lainnya.

Penganiayaan diindetikan dengan melukai, yang dalam bahasa arab disebut dengan istilah jirahah yang artinya pelukaan Istilah jirab ini dipergunakan dalam lapangan ilmu fiqih pada perbuatan yang melukai badan, menghilangkan nyawa, baik disertai dengan Iuka atau tidak, seperti membunuh dengan racun, serta tindakan-tindakan lain yang menghilangkan manfaat alat tubuh manusia, seperti menjadi buta, tuli dan lain-lain.

Kejahatan atas fisik tetapi tidak dimenimbulkan kematian, dalam litertur fiqih jinayah disebut dengan سفنالن هودا ية نا baik حال dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja.23

Ada dua klasifikasi dalam menentukan pembagian tindak pidana penganiayaan, yaitu:

1) Ditinjau dari segi niatnya

Ditinjau dari segi niat pelaku, tindak pidana Penganiayaan dibagi kepada dua bagian:

a) Penganiayaan sengaja

Perbuatan sengaja adalah setiap perbuatan dimana pelaku sengaja melakukan perbuatan dengan maksud

23 Prof. Dr. Amir Syarifuddin, 2003, Garis-garis besar fiqih, Kencana, Bogor, hlm. 269

(38)

melawan hukum. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tindak pidana penganiayaan dengan sengaja, pelaku sengaja melakukan perbuatan yang dilarang dengan maksud supaya perbuatannya itu mengenai dan menyakiti orang lain.

b) Penganiayaan tidak sengaja

Penganiayaan sengaja dan tidak sengaja dalam tindak pidana penganiayaan, masih diperselisihkan oleh para fuqaha. Seperti halnya dalam tindak pidana ini, syafi 'iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa tindak pidana penganiayaan ini juga ada pembagian yang ketiga, yaitu syibhul amd atau menyerupai sengaja

2) Ditinjau dari segi objek (sasarannya)

Ditinjau dari segi objek atau sasarannya, tindak pidana penganiayaan, baik sengaja maupun tidak sengaja dapat dibagi kepada lima bagian:

a) Penganiayaan atas anggota badan dan semacamnya Adapun yang dimaksud dengan jenis yang pertama ini adalah tindakan perusakan terhadap anggota badan dan anggota lainnya yang disetarakan dengan anggota badan baik berupa pemotongan maupun

(39)

pelukaan. Dalam kelompok ini termasuk pemotongan tangan, kaki, jari, kuku, hidung, zakar, biji pelir,telinga, bibir, pencongkelan mata, merontokkan gigi, pemotongan rambut, alis bulu mata, jenggot, kumis, bibir kemaluan perempuan, dan lidah.

b) Menghilangkan manfaat anggota badan sedangkan jenisnya masih tetap utuh.

Maksud dari jenis yang kedua ini adalah tindakan yang merusak manfaat dari anggota badan, sedangkan jenis anggota badannya masih utuh.

c) Asy-syajaj

Yang dimaksud asy-syajaj adalah pelukaan khusus pada bagian muka dan kepala. Sedangkan pelukaan atas badan selain muka dan kepala termasuk kelompok keempat, yaitu jirah. Imam abu Hanifah berpendapat bahwa syajaj adalah pelukaan pada bagian muka dan kepala, tetapi khusus dibagian tulang, seperti dahi. Sedangkan pipi yang banyak dagingnya tidak termasuk syajaj, tetapi ulama lain berpendapat bahwa syajaj adalah pelukaan pada bagian muka dan kepala secara mutlak.

(40)

d) Al- Jirah

Al- jirah adalah pelukaan pada anggota badan selain wajah, kepala, dan athraf. Anggota badan yang pelukaannya termasuk jirah meliputi leher, dada, perut, sampai batas pinggul.

e) Tindakan selain yang telah disebutkan diatas Adapun yang termasuk kedalam kelompok ini adalah setiap Tindakan pelanggaran, atau menyakiti yang tidak sampai merusak athraf atau menghilangkan manfaatnya, dan tidak pula menimbulkan Iuka syajaj atau jirah.

b. Menurut Hukum Pidana Indonesia

Penganiayaan merupakan kejahatan/delik yang diartikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai dengan ancaman hukuman bagi yang melanggar larangan tersebut.24

Menurut prof Lamintang didalam bukunya mengartikan penganiayaan merupakan suatu kesengajaan yang dapat menimbulkan rasa sakit dan menyebabkan luka pada orang lain.25

24 Prof. Hermin Hadiati Koeswadji, 1984, Kejahatan terhadap Nyawa Serta Penyelesaiannya, Sinar Wijaya, Bandung, cet ke-1 hlm. 9

25 Lamintang, 1986, Delik-Delik Khusus, Bina Cipta, Bandung, hlm. 30

(41)

Penganiayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung arti sebagai "perlakuan semena-mena" Definisi penganiayaan itu dimuat ke dalam kamus besar bahasa indonesia memiliki arti dalam arti yang seluas-luasnya : yaitu, mengacu pada

"emosi" atau "pikiran". Penganiayaan yang dimaksud dalam hukum pidana ialah yang berkenan dengan tubuh manusia.

Penganiayaan, menurut Mr. M.H. Tirtamidjaja, yaitu setiap kejahatan atau penyakit yang dilakukan dengan sengaja terhadap orang lain. Namun, tindakan yang mengakibatkan rasa sakit atau kerugian bagi orang lain bukanlah penganiayaan jika memang demikian hal ini dilakukan untuk meningkatkan keamanan tubuh.26

Berbicara tentang pasal 351 KUHP kita harus tahu apa yang dimaksud dengan perbuatan penganiayaan yang menurut istilah KUHP adalah "Mishandeling" tetapi dalam BAB IX buku I KUHP" tidak ada arti penganiayaan. Untuk mengetahui perbuatan penganiayaan harus kita lihat pada:27

1) Pada sumbernya

2) Dalam praktek peradilan, dan 3) Dalam ilmu pengetahuan

26 M. Tirtaamidjaja, 1955, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Fresco, Jakarta, hlm. 74

27 Sudarto, 2002, Hukum Pidana Materiil, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 70

(42)

Menurut yurisprudensi maupun ilmu pengetahuan memberi arti penganiayaan yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menyebabkan rasa sakit atau luka pada seseorang.

Dalam hal ini Hoge Raad dalam menafsirkan perbuatan penganiayaan menekankan kepada perbuatan “sengaja” (opzet).

Dalam pasal 351, yang merupakan inti dari bab xx ini, tidak ada uraian unsur-unsur selain hanya disebut penganiayaan saja, Karenanya jika kita menguraikan unsur-unsurnya maka sebaliknya istilah penganiayaan iti diuraikan sehingga berbunyi “Barang siapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menyakiti atau melukai badan orang lain karena penganiayaan, diancam dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan atau denda tiga ratus rupiah.28

Chaidir Ali, mengemukakan dalam bukunya yang berjudul

"Responsi Hukum Pidana" penyertaan dan gabungan tindak pidana disebutkan bahwa KUHP tidak merumuskan elemen- elemen/unsur-unsur dari penganiayaan, melainkan hanya menyebutkan qualifikasinya saja, yaitu penganiayaan (Mishandeling).29

Oleh karena pasal 351 KUHP tidak menyebutkan tentang penganiayaan dan hanya menyebutkan kualifikasinya saja, maka

28 Andi Hamzah, 2011, KUHP dan KUHAP serta Pelaksanaannya, Balai Aksara, Jakarta, hlm.501

29 Ali Chaidir, 1985, Responsi dan Gabungan Tindak Pidana, Armico, Bandung, hlm. 86

(43)

kita dapat mengetahui apa perbuatan penganiayaan itu maka kita harus mempergunakan penafsiran. dalam KUHP sendiri, didalam buku liltle IX dikenal penafsiran resmi/interprestasi autentik daripada beberapa kata-kata yang dipergunakan dalam KUHP.

Tetapi bila kita cari maka istilah penganiayaan tidak terdapat dalam title IX tersebut hingga belum diketahui apa yang dimaksud dengan mishandeling. Perumusan penganiayaan didalam rencana undang-undang pasal 351 yang disusun oleh menteri kehakiman, maka perbuatan penganiayaan itu dirumuskan sebagai:

1) Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan penderitaan kepada orang lain, atau;

2) Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merugikan kesehatan badan orang lain.

Dalam tafsiran doktrin pasal 351 itu ditafsirkan sebagai

"perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau Iuka kepada orang lain. Sedangkan menurut penafsiran Hoge Raad, penganiayaan yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau Iuka semata-mata menjadi tujuan dari perbuatan itu dan merupakan suatu alat untuk mencapai suatu tujuan yang di inginkan.30

30 Satochid Kartanegara,Op cit, hlm. 40

(44)

Dan yang dimaksud dengan rasa sakit dalam pasal 351 KUHP yaitu, dimana seseorang cukup merasa sakit akibat perbuatan orang lain, dan perubahan badan tidaklah menjadi syarat mutlak.

Misalnya: kalau dipukul itu akan menimbulkan rasa sakit.

Sedangkan yang dimaksud dengan Iuka dalam pasal 351 KUHP diartikan setiap perubahan dari sebagian bentuk baclan manusia yang tidak merupakan bentuknya semula. Dalam hal ini bisa saja misalnya jika seseorang dengan menikam itu akan menimbulkan perubahan pada bentuk badan manusia. Kemudian tentang perbuatan penganiayaan yang dilakukan seseorang karena kealpaan atau culpose mishandeling atau dapat dilihat dalam pasal 360 KUHP.sedangkan perbedaan antara pasal 351 dengan pasal 360 adalah,dalam pasal 351 dilakukan dengan sengaja, sedag pasal 360 dilakukan dengan keaalpaan. Kejahatan penganiayaan yang terdapat dalam pasal 360 KUHP merupakan delik materiel, karena dalam hal ini yang dipentingkan adalah akibatnya, yaitu menimbulkan akibat;

1) Luka parah kepada orang lain, atau

2) Sakit yang disebabkan oleh sesuatu Iuka yang di derita, atau 3) Halangan untuk mengerjakan pekerjaan atau jabatannya

sehari-hari

C. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana Islam 1. Pengertian Hukum Pidana Islam

(45)

31 Zainuddin Ali, 2007, Hukum Pidana Islam: Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 1

Hukum pidana islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah.

Fiqh Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Alquran dan hadis. Tindakan kriminal dimaksud, adalah tindakan-tindakan kejahatan yang menganggu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-quran dan hadis.31

Hukum Pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Syariat Islam dimaksud, secara materiil mengandung kewajiban asasi bagi setiap manusia untuk melaksanakannya. Konsep kewajiban asasi syariat, yaitu menempatkan Allah sebagai pemegang segala hak, baik yang ada pada diri sendiri maupun yang ada pada orang lain. Setiap orang hanya pelaksana yang berkewajiban memenuhi perintah Allah.

Perintah Allah yang dimaksud, harus ditunaikan untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain.

Al-quran merupakan penjelasan Allah tentang syariat, sehingga disebut al-Bayan (penjelasan). Penjelasan dimaksud secara garis besar mempunyai empat cara dan salah satu di antaranya adalah Allah memberikan penjelasan dalam bentuk nash (tekstual) tentang syariat sesuatu, misalnya orang yang membunuh tanpa hak, sanksi hukum bagi

(46)

32 Ibid hlm. 15

pembunuh tersebut adalah harus dibunuh oleh keluarga korban atas adanya putusan dari pengadilan. Orang berzina harus dicambuk 100 kali bagi pelaku yang berstatus pemuda dan pemudi. Namun bagi pelaku yang berstatus janda atau duda dan/atau sudah menikah hukumannya adalah rajam.

2. Sumber Hukum Pidana Islam

Membicarakan sumber hukum pidana Islam bertujuan untuk memahami sumber nilai ajaran agama Islam yang dijadikan petunjuk kehidupan manusia yang harus ditaatinya. Tujuan dimaksud, akan diungkapkan: (1) sistematika dan hubungan sumber-sumber ajaran agama dan kedudukan Alquran sebagai pedoman dan kerangka kegiatan umat islam, (2) mempelajari arti dan fungsi As-Sunnah sebagai penjelasan autentik Alquran dan perannya sebagai petunjuk sebagai kehidupan manusia muslim, dan (3) membahas kedudukan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk melaksanakan ijtihad.

Selain itu, diungkapkan peran ijtihad sebagai sumber pengembangan nilai ajaran Islam dan unsur-unsur Hukum Pidana Islam.

Sistematika sumber ajaran Islam terdiri atas: (a) Alquran, (b) As- Sunnah, dan (c) Ar-Ra’yu. Sistematika dimaksud diuraikan sebagai berikut:32

(47)

a. Alquran

Alquran adalah sumber ajaran agama Islam yang pertama, memuat kumpulan wahyu-wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. Diantara kandungan isinya ialah peraturan-peraturan hidup untuk mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, hubungannya dengan perkembangan dirinya, hubungannya dengan sesama manusia, dan hubungannya dengan alam beserta makhluk lainnya. Alquran memuat ajaran Islam diantaranya: (1) Prinsip-prinsip keimanan kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari akhir, Qadha dan Qadhar dan sebagainya. (2) Prinsip-prinsip syariah mengenai ibadah khas (shalat, puasa, zakat, dann haji) dan ibadah umum (perekonomian, pernikahan, pemerintahan, hukum pidana, hukum perdata, dan sebagainya). (3) Janji kepada orang yang berbuat baik dan ancaman kepada orang yang berbuat jahat (dosa). (4) Sejarah Nabi-Nabi yang terdahulu, masyarakat, dan bangsa terdahulu.

(5) Ilmu pengetahuan mengenai ilmu ketauhidan, agama, hal- hal yang menyangkut manusia, masyarakat, dan yang berhubungan dengan alam.

b. Sunnah

Sunnah Nabi Muhammad Saw. Merupakan sumber ajaran Islam yang kedua. Karena, hal-hal yang diungkapkan oleh

(48)

Alquran yang bersifat umum atau memerlukan penjelasan, maka Nabi Muhammad Saw. Menjelaskan melalui sunnah.

Sunnah adalah perbuatan, perkataan, dan perizinan Nabi Muhammad Saw. (Af’alu, Aqwalu, dan Taqriru). Pengertian sunnah yang demikian mempunyai kesamaan pengertian hadis. Hal ini akan diuraikan pada pengertian sunnah.

c. Ar-Ra’yu

Ar-Ra’yu atau penalaran adalah sumber ajaran islam yang ketiga. Penggunaan akal (penalaran) manusia dalam menginterpretasi ayat-ayat Alquran dan Sunnah yang bersifat umum. Hal itu dilakukan oleh ahli hukum Islam karena memerlukan penalaran manusia. Oleh karena itu, Ar-Ra’yu mengandung beberapa pengertian diantaranya:

1) Ijma’

Ijma’ adalah kebulatan pendapat fuqaha mujtahidin pada suatu masa atas sesuatu hukum sesudah masa Nabi Muhammad Saw.

2) Ijtihad

Ijtihad ialah perincian ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan Al hadis yang bersifat umum. Orang yang melakukan perincian dimaksud disebut mujtahid. Mujtahid adalah orang yang memenuhi persyaratan untuk melakukan

(49)

perincian hukum dari ayat-ayat Alquran dan Al hadis yang bersifat umum.

3) Qiyas

Qiyas adalah mempersamakan hukum suatu perkara yang belum ada ketetapan hukumnya dengan suatu perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya. Persamaan ketentuan hukum dimaksud didasari oleh adanya unsur-unsur kesamaan yang sudah ada ketetapan

4) Istihsan

Istihsan adalah mengecualikan hukum suatu peristiwa dari hukum peristiwa-peristiwa lain yang sejenisnya dan memberikan kepadanya hukum yang lain yang sejenisnya.

Pengecualian dimaksud dilakukan karena ada dasar yang kuat. Sebagai contoh, wanita itu sejak dari kepalanya sampai kakinya aurat. Kemudian diberikan oleh Allah dan Rasul keizinan kepada manusia melihat beberapa bagian badannya bila dianggap perlu.

5) Mashlahat Mursalah

Mashlahat Mursalah ialah penetapan hukum berdasarkan kemaslahatan (kebaikan, kepentingan) yang tidak ada ketentuannya dari syara’ baik ketentuan umum maupun ketentuan khusus. Sebagai contoh mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan golongan.

(50)

6) Sadduz zari’ah

Sadduz zari’ah ialah menghambat/menutup sesuatu yang menjadi jalan kerusakan untuk menolak kerusakan. Sebagai contoh, melarang orang meminum seteguk minuman memabukkan (padahal seteguk itu tidak memabukkan) untuk menutup jalan sampai kepada meminum yang banyak.

7) Urf

Urf adalah kebiasaan yang sudah turun temurun tetapi tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagai contoh jual beli dengan jalan serah terima, tanpa mengucapkan ijab-qabul.

3. Unsur-Unsur Hukum Pidana Islam

Untuk menentukan suatu hukuman terhadap suatu tindak pidana dalam Hukum Islam, diperlukan unsur normatif dan moral sebagai berikut:33

a. Secara yuridis normatif di satu aspek harus didasari oleh suatu dalil yang menentukan larangan terhadap perilaku tertentu dan diancam dengan hukuman. Aspek lainnya secara yuridis normatif mempunyai unsur materiil, yaitu sikap yang dapat

33 Ibid hlm. 22

(51)

dinilai sebagai suatu pelanggaran terhadap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah Swt. (pencipta manusia).

b. Unsur Moral, yaitu kesanggupan seseorang untuk menerima sesuatu yang secara nyata mempunyai nilai yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini disebut mukallaf.

Mukallaf adalah orang islam yang sudah baligh dan berakal sehat.

Selain unsur-unsur Hukum Pidana yang telah disebutkan, perlu diungkapkan bahwa Hukum Pidana Islam dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu sebagai berikut:

a. Dari segi berat atau ringannya hukuman, maka hukum pidana Islam dapat dibedakan menjadi (a) jarimah hudud, (b) jarimah qishash, (c) jarimah ta’zir.

b. Dari segi unsur niat, ada dua jarimah, yaitu (a) yang disengaja, dan (b) tidak disengaja.

c. Dari segi cara mengerjakkan, ada dua jarimah, yaitu (a) yang positif, dan (b) negatif.

d. Dari segi si korban, Jarimah itu ada dua, yaitu (a) perorangan, dan (b) kelompok.

Dari segi tabiat, jarimah terbagi dua, yaitu (a) yang bersifat biasa, dan (b) bersifat politik.

4. Ciri-Ciri Hukum Islam

(52)

Berdasarkan ruang lingkup Hukum Islam yang telah diuraikan, dapat ditentukan ciri-cirinya sebagai berikut:

a. Hukum Islam adalah bagian dan bersumber dari ajaran agama Islam.

b. Hukum Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dengan iman dan kesusilaan atau akhlak islam.

c. Hukum Islam mempunyai istilah kunci, yaitu (a) syariah, dan (b) fikih. Syariah berrsumber dari wahyu Allah Swt. Dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Dan fikih adalah hasil pemahaman manusia bersumber dari nash-nash yang bersifat umum.

d. Hukum Islam terdiri atas dua bidang utama, yaitu (1) hukum ibadah, dan (2) hukum muamalah dalam arti yang luas.

Hukum ibadah bersifat tertutup karena telah sempurna dan hukum muamalah dalam arti luas bersifat terbuka untuk dikembangkan oleh manusia yang memenuhi syarat untuk itu dari masa ke masa.

e. Hukum Islam mempunyai struktur yang berlapis-lapis seperti dalam bentuk bagantangga bertingkat. Dalil Alquran yang menjadi hukum dasar dan mendasari Sunnah Nabi Muhammad Saw. Dan lapisan-lapisan seterusnya ke bawah.

f. Hukum Islam mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala.

(53)

g. Hukum Islam dapat dibagi menjadi: (1) hukum taklifi atau hukum taklif, yaitu Al- Ahkam Al-Khamsah yang terdiri atas lima kaidah jenis hukum, lima penggolongan hukum, yaitu:

jaiz, sunnah, makruh, wajib, dan haram, dan (2) hukum wadh’i yaitu hukum yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya hubungan hukum.34

D. Tinjaun Umum Tentang Hukum Pidana Positif 1. Pengertian hukum pidana Positif

Dalam penulisan peraturan pidana, tidak ada pemahaman yang seragam tentang peraturan pidana. Setiap ahli memahami pentingnya peraturan pidana mengingat pertimbangan yang berdampak ketika para ahli ini membentuk pentingnya peraturan pidana. Itulah sebabnya, sehingga tidak ada pengertian yang disepakati tentang peraturan pidana sebagai pengertian yang ideal dan utuh. Istilah peraturan pidana memiliki kepentingan jamak. Dari segi obyektif, yang juga sering disebut ius poenale adalah:

a. Perintah dalam pembatasan, untuk pelanggaran atau pengabaian yang wewenangnya telah ditetapkan sebelumnya oleh pejabat negara yang cakap, pedoman yang harus dipatuhi dan diperhatikan oleh setiap orang;

b. Pengaturan yang menentukan dengan cara atau sarana apa tanggapan terhadap pelanggaran pedoman dapat dilakukan.

34 Ibid hlm. 23

(54)

Jakarta, hlm. 2

c. Pedoman yang menentukan sejauh mana pemanfaatan pedoman ini pada waktu tertentu dan dalam wilayah negara tertentu.35

Disamping itu hukum pidana dipakai juga dalam arti subyektif yang lazim pula disebut ius puniendi, yaitu peraturan hukum yang menetapkan dan pelaksanaan pidana lanjutan, penuntutan, penjatuhan dan pelaksanaan pidana. 36

Peraturan pidana adalah pedoman hukum berkenaan dengan masalah pidana. " Kata “pidana” berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu sesuatu yang diturunkan kepada seseorang oleh keputusan organisasi sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan untuk dirasakan dan terlebih lagi sesuatu yang tidak ditetapkan secara konsisten. Peraturan pidana dapat dicirikan sebagai seluruh pedoman hukum yang menetapkan kegiatan yang pelakunya harus dihukum dan hukuman yang harus dipaksakan. Definisi ini menggabungkan empat pokok yang erat kaitannya satu sama lain, yaitu pedoman khusus, kegiatan, pelaku dan disiplin.37

Menurut W.L.G. Lemaire hukum pidana itu terdiri dari norma- norma yng berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang

35 Zainal Abidin Farid, 2007, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 1.

36 Wirjono Prodjodikoro, 1989, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Eresco, Bandung, hlm. 1

37 Frans Maramis, 2013, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Rajawali Pers,

(55)

Dasar- dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, hlm. 2.

oleh pembentuk undang-undang telah dikaitkan dengan suautu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus.

Oleh karena itu dapat dikatakan pula bahwa peraturan pidana adalah susunan norma-norma yang menentukan kegiatan yang mana (contoh menindaklanjuti sesuatu atau tidak menyelesaikan sesuatu di mana ada dorongan untuk menindaklanjuti sesuatu) dan dalam kondisi apa hukuman itu dapat diterapkan. dipaksakan dan disiplin apa yang dapat dipaksakan untuk kegiatan tersebut.38

Menurut W.F.C. Van Hattum merumuskan hukum pidana, sebagai suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan- peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman.39

W.P.J. Pompe merumuskan pengertian hukum pidana secara singkat yakni hukum pidana itu sama halnya dengan hukum tata negara.

Hukum perdata dan lain-lain bagian dari hukum, biasanya diartikan sebagai suatu keseluruhan dari peraturan-peraturan yang sedikit banyak

38 W.L.G. Lemaire, Het Recht indonesia, dalam P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, hlm. 1-2.

39 W.F.C van Hattum, Leerboek van het Nederlandse Strafrecht, dalam P.A.F. Lamintang, 1997,

(56)

Bandung, hlm. 3-4.

bersifat umum yang diabstahir dari keadaan-keadaan yang bersifat konkret.40

Simons mengatakan bahwa peraturan pidana dapat dipisahkan menjadi peraturan pidana dari segi objektif atau strafrecht in objectieve zin (regulasi positif atau ius poenale) dan peraturan pidana dari segi subjektif atau strafrecht in subjectieve zin (ius puniendi). Peraturan pidana dari segi objektif menurut Simons adalah seluruh larangan dan prasyarat, yang pelanggaran oleh negara atau oleh satu lagi peraturan masyarakat yang luas telah dikaitkan dengan pengalaman luar biasa sebagai disiplin, dan seluruh standar pedoman. di mana keadaan sehubungan dengan hasil yang sah telah dikendalikan serta setiap pedoman yang mengatur masalah beban dan pelaksanaan disiplin yang sebenarnya. Mengenai pengaturan pidana dalam pengertian abstrak memiliki dua implikasi, khususnya;

a. Hak negara dan instrumen kemampuannya untuk menolak, khususnya kebebasan yang mereka peroleh dari tidak sepenuhnya diatur oleh peraturan pidana dari segi objektif.

b. Hak negara untuk melaksanakan pelanggaran pedomannya dengan hukuman.41

40 W.J.P. Pompe dalam P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, hlm. 3

41 Simons dalam P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru,

(57)

Menurut Van Hemel, peraturan pidana adalah setiap standar dan aturan esensial yang dianut oleh suatu negara dalam melakukan ketertiban umum (rechtsorde), untuk lebih spesifik dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan menegakkan kesusahan bagi orang-orang yang mengabaikannya.42

Van Kant berpendapat bahwa peraturan pidana tidak membuat standar baru dan tidak membuat komitmen yang sebelumnya tidak ada.

Hanya norma-norma yang sudah ada yang digarisbawahi, yaitu dengan melaksanakan ancaman pidana dan pemidanaan.43

Sementara itu, Algra Janssen mengatakan bahwa peraturan pidana adalah suatu alat yang digunakan oleh seorang penguasa (hakim) untuk mempering

Referensi

Dokumen terkait

Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan kesalahan orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu

Hambatan-hambatan yang dihadapi kejaksaan dalam upaya pembuktian melalui keterangan saksi pada tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan luka berat adalah kurangnya

Adami Chazawi, 2010. Pelajaran Hukum Pidana. Raja Grafindo Persada, hlm.. perbuatan untuk menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan luka pada tubuh orang lain ataupun merugikan

Penelitianinibertujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan untuk mengetahui pertimbangan

Untuk dapat disebut sebagai suatu penganiayaan itu tidak perlu kesengajaan dari pelaku secara langsung dengan ditujukan pada perbuatan untuk membuat orang lain tersebut merasa

Hakim dalam pertimbangan hukum sebelum memberikan penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan berat terhadap anak yang menyebabkan luka berat, hakim harus

Kedua, hambatan-hambatan yang dihadapi kejaksaan dalam upaya pembuktian melalui keterangan saksi pada tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan luka berat adalah

“Menteri Kehakiman merumuskan ketentuan bahwa tindak pidana penganiayaan adalah 1 Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan penderitaan badan kepada orang lain,