• Tidak ada hasil yang ditemukan

Topik penelitian ini tentang pola asuh orang tua dalam pengasuhan anak berkebutuhan khusu, sehingga dari topik tersebut dapat digunakana sebagai pembanding

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Topik penelitian ini tentang pola asuh orang tua dalam pengasuhan anak berkebutuhan khusu, sehingga dari topik tersebut dapat digunakana sebagai pembanding"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang telah dilakukan peneliti tidak akan pernah lepas dari penelitian sebelumnya yang nantinya akan menjadikan sumber informasi dan pembadingan konsep. Topik penelitian ini tentang pola asuh orang tua dalam pengasuhan anak berkebutuhan khusu, sehingga dari topik tersebut dapat digunakana sebagai pembanding.

No Penelitian dan Judul Hasil Kesimpulan 1. Setiarani dan Yudhie (2018)

dengan judul “Pola Asuh Orang Tua terhadap Anak Tunanetra Berprestasi Usia Sekolah Dasar”

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana pola pengasuhan orang tua terhadap anak tunanetra yang berprestasi.

Dimana informan peneliti tersebut mengambil dari sekolahan SLB-A (blind) yang ada dibogor. Sehingga hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa gaya

pengasuhan merupakan

kemampuan untuk membentuk suatu proses dari anak tunanetra, metode pengasuhan ini meliputi

(2)

9

pengasuhan demokratis, laissez- faize, pengasuhan diri sendiri, manupulatif, pengasuhan bermain peran dan pola asuh kondultasn.

2. Raiza Aulia dan Duta Nur Dibyanandaru P (2020) dengan judul “Pola Pengasuhan Orang Tua Tunggal Ibu pada Mahasiswa Tunanetra”

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini membahas mengenai bagaimana pola ibu single parent terhadap mahasiswa tunanetra.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola pengasuhan pada ibu tunggal pada

mahasiswa tunanentra

menggunakan model authoritative yang mana model ini bersikap terbuka, fleksibel dan memberikan kesempatan kepada anaknya untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan peraturan yang rasional.

Maka dari itu peran orang tua dalam hal ini adalah sebagai

(3)

10

monitoring dan limit setting.

3. Ero Haryono, Desy Yuliyanti dan Rina Kartikasari (2020) dengan judul “Pola Asuh Orang Tua pada Anak Berkebutuhan Khusus di SLB Negeri Cinta Asih Soreang Kabupaten Bandung”

Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif (kuesioner) dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan pola asuh dan dari keseluruhan orang tua di SLB Cinta Asih Soreang menggunakan Pola Asuh Demokratis (78%), Pola Asuh Otoriterr (47%), Pola Asuh Permisif (45%). Maka dari itu, pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang paling baik digunakan dalam membesarkan anak berkebutuhan khusus, karena memiliki karakteristik yang paling ideal bagi anak berkebutuhan khusus termasuk orang tua memberikan kebebasan kepada anaknya untuk mengambil keputusan, mengambil tindakan, dan juga mendorong mereka untuk mengungkapkan pendapat sehingga

(4)

11

orang tua bersikap realistis tentang kemampuan anak sendiri.

4. Dinar Widiana (2018) dengan judul “Pola Asuh Orang Tua yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus (Tuna Rungu) di Boyolali”

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik sampling.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa subjek adalah orang tua, yang mana ia mampu menerima kondisi anaknya yang tunarungu dan memberikan bantuan langsung untuk membantu kondisi anaknya agar menjadi lebih baik.

Orang tua juga mengungkapkan harapanya bahwa anak mereka pada akhirnya dapat berbicara dan mendengar. Orang tua berusaha mendisiplinkan anak, orang tua juga berupaya menjalin hubungan atau relasi yang baik dengan anak- anak mereka, memberikan dukungan bagi anak, dan membangun komunikasi dengan anak-anaknya.

(5)

12 5. Pramesti Hardika, Leny

Marlina dan Kurnia Dewi (2020), dengan judul

“Hubungan Pola Asuh

Orangtua Terhadap

Kemandirian Anak Tunagrahita Sedan di YPAC Palembang”

Jenis penelitian ini ialah kuantitatif dengan menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan pola asuh orang tua dengan kemandirian anak yaitu dengan nilai rxy 1,000, Yang mana hal tersebut dapat di artikan bahwa hubungan yang sangat signifikan atau tinggi antara pola asuh orang tua dengan mendirian anak tunagrahita sedang. Pola asuh otoritatif 33,3%, pola asuh permisif 16,6% dan pola asuh acuh tak acuh 50%.

Menurut beberapa hasil penelitian sebelumnya, dapat di simpulkan bahwa beberapa orang tua memiliki bentuk pola asuh yang sangat berbeda untuk anak-anak mereka tergantung pada kebutuhan dan proporsi anak berkebutuhan khusus. Maka dari itu perbedaan penelitian terdahulu dengan pembahasan peneliti yaitu membahas bagaimana pola asuh orang tua dalam pengasuhan anak berkebutuhan khusus di kecamatan ujunhpangkah kabupaten gresik. Yang artinya peneliti ini ingin mengetahui bagaimana bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua anak berkebutuhan khusus,

(6)

13

dimana bentuk pola asuh orang tua dapat mengembangkan minat dan bakat anak ABK sehingga anak tersebut dapat menjadi berprestasi atau mungkin sebaliknya.

2.2 Konsep Pola Asuh

2.2.1 Pola Asuh Anak Berkebutuhan Khusus

Bentuk pola asuh anak berkebutuhan khusus dapat menggunakan pendekatan khusus, karena pada dasarnya menerima kondisi anak berkebutuhan khusus sangat sulit. sehingga harus bertahap yang menjadikan landasan pendidikan, seperti kasih sayang yang tidak memanjakan anak, pemberian tugas sesuai kemampuan anak dan dorongan aagar anak lebih mandiri.

Menurut (Gunarsa 2004) menyatahkan bahwa pola asuh adlah metode yang diterapkan untuk mendidik anak – anak dan orang tua sebagai pendidik, perkembangan jiwa anak di pengaruhi pola asuh yang di gunakan oleh orang tua. Sehingga anak-anak ABK diharapkan untuk bisa menumbuhkan kepercayaan diri dan mandiri, yang mana ia mempunyai prestasi atau keterampilan agar mereka diterima sebagai manusi normal.

Menurut (D. 1968) dalam menangani anak berkbutuhan khusus atau pola asuh kepada anak-anak (ABK), yang mana orangg tua diharapkan bisa menjadi sosok penanganan dan pelayanan terbaik untuk anak., yaitu:

(7)

14

a. Sebagai pendamping : untuk membantu mencapai tujuan layanan pendidikan.

b. Sebagai sumber : untuk menjadi sumber informasi lengkap dalam mengintervensi prilaku anak.

c. Sebagai diantosian : untuk menentukan karakteristik dan jenis kebutuhan khusus dalam treatment tertentu di luar jam sekolah

d. Sebagai guru : untuk menjadi pendidik bagi anak dalam kehidupan sehari-hari atau pendidikan didalam rumah lingkungan keluarga.

e. Sebagai advokat : untuk mengetahui dan menjaga hak- hak anak dalam mendpatkan penanganan yang sesuai dengan karakteristik anaknya.

Menurut (Mangunsong 2009) keterlibatan orang tua harus mengambil berbagai bentuk yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut:

a. Orang tua sebagai pengambil keputusan, dimana orang tua memiliki tanggung jawab dalam membantu anak beradaptasi, bersosialisasi, dan memberikan fasilitas untuk hubungan antar saudara kandung yang ada pada keluarga demi masadepan yang baik untuk anak.

b. Proses penyesuaian diri, dimana orang tua harus bisa menerima fakta jika anaknya berbeda agar orang tua

(8)

15

sadar terkait gangguan yang dimiliki oleh anak sehingga orang tua bisa mengontrol emosi dalam menghadapi kondisi yang tidak diinginkan.

c. Edukasi anak, yang mana focus orang tua dimulai dari bagaimana masyarakat memperlakukan anak-anak berkebutuhan khusus karena munculnya rasa keterasingan atau bullying serta kurangnya komunikasi.

Sehingga sosialisasi pertama dilakukan di lingkungan keluarga.

d. Memperhatikan hubungan dengan kakak atau adik yang mempunyai anak berkebutuhan khusus, pada keadaan ini, saudara kandung perlu memahami saudaranya yang memiliki perbedaan. Maka dari itu orang tuaa dapat memahami kondisi anak dan memahami kondisi masing-masing dalam kaitannya dengan saudara kandung yang berkebutuhan khusus.

Maka dari itu bentuk pola asuh orang tua dalam pengasuhan anak-anak berkebutuhan khusus membutuhkan banyak waktu dan tenaga untuk dapat tumbuh kembang secara mandiri dan mempersiapkan masa depan yang ia impikan.

(9)

16

2.2.2 Tipe – tipe Pola Asuh Orang Tua

(Noor 2012) mengatakan bahwa bentuk pola asuh orang tua dalam mendidik, dan memperlakukan. anak dibagi menjad beberapamodel, antara lain sebagai berikut:

a. Pola Asuh Otoriter

Dalam pola asuh otoriter, orang tua cenderung membatasi dalam perilaku kasih sayang dan kelekatan emosi orang tua dengan anak, sehingga antara orang tua dan anak mempunyai pembatas yang memisahkan.

Maka dari itu bentuk pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anak, memiliki beberapa ciri. Antara lain sebagai berikut :

1. Kekuatan orang tua lebih menonjol

2. Anak-anak tidak diperlakukan seperti biasanya anak

3. Tingkah laku anak dikontrol dengan ketat dan keras

4. Anak yang melakukan kesalahan atau tidak menaati peraturan dari orang tua, maka orang tua lebih cenderung menghukum anaknya.

(10)

17 b. Pola asuh permisif

Dalam pola asuh permisif, orang tua biasanya memberikan kebebebasan terhadap anak-anak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan mereka tanpa ada arahan ari orang tua. Sehingga dengan bentuk polah, asuh ini di anggap tiak kondusif dalam pembentukan perkembangan karakter. Dikarenakan pola asuh ini, berperan penting untuk membantuk kepribadian anak-anak. Ciri pola asuh permisif antara lain sebagai berikut :

1. Domisi pada anak

2. Sikap longgar atau keterbatasan dari orang tua

3. Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua

4. Control dan perhatian orang tua sangat kurang

c. Pola asuh demokratis

Dalam pola asuh demokratis, orang tua biasanya mendorong anak untuk terbuka namun harus bisa bertanggung jawab, dan mandiri dalammmengambil suatu keputusan. Sehingga dengan pola asuh ini anak diberikan kebebasan dalam menyuarakan pendapatnya

(11)

18

dalam berbuat maupun bertindak, akan tetapi orang tua tetap memberikan arahan, pengawasan, dan bimbingan terhadap tindakannya. Adapun ciri dari bentuk pola asuh demokratis, antara lain sebagai berikut :

1. Orang tua dan anak bekerja sama 2. Anak diiterima sebagai pribadi,

3. Orang tua memberikan bimbingan, arahan dan pengawasan kepada anaknya.

4. Adanya control dari orang tua yang santai, tidak menekan dan tidak kaku.

Maka dari itu dari beberapa pendapat diatas dapat menarik kesimpulan bahwa pola asuh orang tua dapat diterapkan kepada anak-anak tergantung, dari bagaimana orangtua menggunakannya, karena anak dan orangtua memiliki kepribadian atau karakter yang berbeda-beda. Namun faktor yang paling penting adalah bagaimanaa orang tua dapat mengembangkan diri dan pola asuhnya dengan baik dan benar

2.3 Konsep Keluarga 2.3.1 Konsep Keluarga

Keluarga adalah lembaga social masyarakat, ada beberapa pemikiran social yang disebut keluarga sebagai kelompok primer.

Dalam konsep keluarga sebagai unit yang terkecil dari masyarakat dalam sebuah kehidupannya.

(12)

19

Konsep keluarga bisa ditinjau dr beberapa aspek, melihat dari mana sudut pandang tersebut (Djamarah 2014):

1. ibuuk, bapak, anak, seisi rumah

2. semua orang rumah yg menjadi tanggungan.

3. sanak saudara.

4. kekerabatan yg mendasar

berdasarkan hubungan darah, keluarga merupakan kesatuan yg terikat oleh hubungan darah satu, dengan yg lainnya hal tersebut berdasarkan dari hubungang social. keluarga merupakan yang terikat karena adanya hubungan dan interaksi yang memengaruhi satu dengan yg lainnya walaupun tidak sedarah. dalam pendapat lain, keluarga disebut sebagai kelompok antara ibu bapak dan anak-anaknya yg tinggal bersama karena adanya ikatan perkawinan yg sah di negara yg di dalamnya terdapat interaksi

(Djamarah 2014) keluarga ialah lembaga yg terbentuk dan terikat dari pernikahan. Mereka hidup secara sah sebagai suami istri karena perkawinan tersebut.

Menurut (Abu 2020) menyatahkan bahwa keluarga adalah merupakan suatu system kesatuan yang terjadi dari anggota – anggota dan saling mempengaruhi satu sama lain. Adapun Menurut (Hurlock 1997) Bahwa keluarga merupakan “training Cemtre” yang mana dapat menanamkan nilai – nilai (agama).

(13)

20

Maka dari itu keluarga bisa dikatakan sebagai sebuah intitusi yg ter bentuk karena ikatan pernikahan secara sahh. Pada dasarnya keluarga sebagai sebuah komunitas dalam “satu atap”, kesadaran untuk hidup bersama dalam satu atap sebagai suami – istri yang saling berinteraksi dan berpotensi mempunyai anak akhirnya membentuk sebuah komunitas varu yang bisa disebut keluarga.

2.3.2 Fungsi Keluarga

Setiap keluarga, bercita-cita untuk memiliki generasai baru dalam berumah tangga yng di peroleh oleh nilai-nilai dan norma- norma yang sesuai dengan, harapann dari masyarakatsekita. Maka dari iu hal yang penting dalam fungsi keluarga adalah sebagai pengantar pada masyarakat besar dan penghubung pribadi pribadi dengan struktur social yang besar.

(Khaeruddin 2002) lembaga sosial dalam bahasa yang sedikit berbeda bahwa keluarga memiliki tugas dan fungsi, sosial yang paling utama. Fungsi utama keluarga sulit untuk diubah dan diganti dengan oranglain atau lembaga lainya. Fungsi-fungsi tersebut sebgai berikut :

1. Biologi, fungsi ini sebagian dasar dari hidup manusia yakni keluarga merupakan tempat kelahiran anak

2. Afeksi, yaitu didalam keluarga terdapat suasanaa kasih sayang yang menjadi landasan pernikahan.

(14)

21

3. Sosialisasi, fungsi ini merujuk pada peran keluarga terhadap kepribadian anak. Anak-anak dapat mengambil pola perilaku masyarakat, sikap, kepercayaan, cita – cita, dan nilai – nilai yang berhubungan dengan permkembangan kepribadian melalaui interaksi social dalam keluarga

Menurut (Rakhmat 1986) fungsi keluarga dibagi menjadi tujuh, yakni antara lain sebagai berikut :

a. Fungsi ekonomi : keluarga merupakan satuan social yang mandiri, didalam anggota keluarga dapat mengkonsumsi barang – barang yang di produksi.

Dalam fungsi ini berkaitan dengan usaha untuk pemenuhan kebutuhan dasar keluarga yang diperoleh melalui unit – unit produksi keluarga.

b. Fungsi social : yang maa keluarga memberi status dan prrestice kepada angota – anggotannya.

c. Fungsi edukasi : keluarga harus memberika edukasi atau pendidikan kepada anak, dalam hal ini berfungsi untuk mendidik anak mulai dari awal pertumbuhan hingga terbentuknya kepribadian. Maka dalam keluarga anak dapat memperoleh segi utama dari pembentukan kepribadian, tingkah laku, sikap dan reaksi emosionalnya.

(15)

22

d. Fungsi proyektiff : keluarga, dapat memberikan pelindungan anggota keluarganya dari ancama fisik, ekonomis maupun psikososial. Sehingga dengan hal itu dapat bertujuan untuk melindungi anggota keluarnganya dari ancaman bahaya.

e. Fungsi religious atau keagamaan : yang mana keluarga memberikan pengalaman tentang keagamaan kepada anggota keluarganya dan mendorong perkembangan keluarga menjadi insan – insan yang agamis penuh dengan iman dan taqwaa kepada allah.

f. Fungsi afeksi, : Keluarga berfungsi untuk mensuplai kebutuhan, kasih sayang, dan cinta kasih bagi anggota keluarga yang mana semua itu sangat menentukan keberadaannya. Keluarga juga memberikan keturunan, maka dari itu jika seseorang tidak pernah mengalami cinta dalam hidupnya, dia bisa menjadi keras dan kejam. Oleh karena itu, cinta dan kasih sayang adalah kebutuhan dasar manusia.

g. Fungsi rekreatif : keluarga merupakan pusat rekreatif pada anggota keluarga, yyang mana hal ini dilakukan agar keluarga tidak kaku dan agar memberi ketenangan, kenyamanan jiwa maupun suasana.

(16)

23 2.4 Konsep Lingkungan

Lingkungan meliputi kondisi alam yang ada di dunia dgan cara- cara tertentu untuk memperoleh perilaku, pertumbuhan,, perkembnangan anak. Begitu pula dalam proses pembelajaran mandiri dan lain sebgainya sehingga lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah merupakan sumber belajar, mandiri maupun perkembangan anak.

2.4.1 Lingkungan keluarga

Sebelum anak mengenal lingkungan sekolah dan masyarakat maka keluarga yang pertama ditemui. Lingkungan keluarga merupakan pendidikan pertama yang diperoleh oleh anak dan menentukan masa depan anak. Pendidikan dalam keluarga adalah wadah untuk tumbuh kembang anak – anak.

Sehingga keluarga memiliki peranan sangat besar dalam pembentukan kepribadian anak (Framanta 2020).

Lingkungan keluarga merupakan pendidikan paling awal dan tertua yang bersifat informal. Dalam hal ini8i, orangtua bertanggung jawab dalam merawat, memelihara, melindungi, serta mendidik anak. Dalam lingkunag keluarga, terbentunya hubungan timbal balik antar manusia sehingga lingkungan keluarga menjadi penting bagi anak dalam pembentukan karakter (Wahid et al. 2020).

Sehingga lingkungan keluarga, merupakan faktor yang penting dalam menentukann anak dapat berhasil atau tidaknya

(17)

24

yang mana didalam lingkungan keluarga anak mendapatkan perhatian, kasih sayang, dorongan dan bimbingan.

2.4.2 Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah adalah lingkungan pendidikan keduaa setelah lingkungan keluarga, Jadi lingkungan sekolah adalah lingkup ruang pada lembaga pendidikan formal yang bisa memberikan pengaruh dalam membentuk sifat dan potensi anak. Sehingga lingkungan sekolah harus bisa menciptakan suasana yang baik dan suportif agar memberikan kemudahn pada anak dalam mengekspresikan potensinya (Wahid et al.

2020).

Bahwa lingkungan sekolah merupakan pendidikan formal yang bisa memberikan pengaruh dalam membentuk sikap anak dan potensinya (Siahaan and Meilani 2019). Maka bisa disimpulkan, lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan sekolah yang bisa memberikan dampak positif kepada siswa juga membantu siswa dalam membentuk karakter yang baik.

Maka dari ini lingkungan sekolah adalah sebuah lingkungan kedua setelah lingkujgan keluarga karena apa yang di tanamkan dalan keluarga akan di lanjutkan didalam lingkungan sekolahan atau kelas, contohnya termasuk kelanjutan dari apa yang telah ditanamkan oleh kluarga melalui

(18)

25

lingkungann sekilah dalam hal pengentahuan, nilai dan keterampilan

2.5 Anak Berkebutuhan Khusus

2.5.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak republic Indonesia (2013) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus iadlah anakyang mengalami keterbatsan atau keluar biasaan, baik secara fisik, mental – intelektual, social maupun emosial. Sehingga dapat berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak lainnya seusia dengannya.

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan yang menyebabkan dibutuhkannya penanganan khusus (Mardi Fitri 2021), sehingga mereka perlu pelayanan yang spesifik dan agak berbeda dalam pendidikan.

Dikutip oleh (Daroni, Abdul, and Sunardi 2018) bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang menyandang keccatan tertentu (disable children) baik secara fisik, mental dan emosional maupun yeng mengalami kebutuhan khusus dalam pendididkannya (children with special education needs).

Disini dapat disimpulkan Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang memiliki pebedaa dengan anak seusianya atau anak-anak pada umumnya. Maka perbdaan ini terjadi dalam

(19)

26

beberapa hal, seperti dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang mengalami kelainan, kecacatan atau menyimpang baik secara fisik, mental intelektual, social maupun emosional. Dalam hal ini anak berkebutuhan khusus (ABK) tidak selalu menunjukkan ketidak mampuan secara mental, emosional maupun fisik nammun mereka memiliki karekteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umunya.

2.5.2 Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus

(Ramadhan 2013) menyatahkan bahwa jenis–jenis anak berkebutuhan khusu di bagi menjadi beberapa jenis, antaranya sebagai berikut :

a. Tunarunggu

Seseorang yang mengalami gangguan penendengaran secara permanen atau sementara. Dalam hal ini, hal itu di sebabkan oleh kerusakan organ pendengaran, yang mungkin menyebabkan merekan memiliki ciri-ciri atau karakter yang unik. Maka dari itu hambatan dalam pendengaran mereka bisa menjalur menjadi kesulitan berbicara. Sehingga jika anak tunarunggu biasanya cara berkomunikasi dengan bahasa isyarat dan membaca bibir.

b. Tunagrahita

Anak-anak dengan masalah mental intelektual memiliki tingkat IQ yang seringkali di bawah rata–rata dan mengalami

(20)

27

kesulitan perilaku adaptif saat berkembangan. Bergantung pada tahap peerkembangan individu, Perilaku adaptif dapat didefinisikan sebagai kepasitas untuk bertindak secara tanggung jawab dalam lingkungan sosal atau lainnya.

Anak tunagrahita dibagi menjadi 3 bagian menurut America Associantion on Mental Retardion, antara lain sebagai berikut : 1. Educable : dalam hal ini anak tunagrahuta mempunyai kemampuan dalam akademik yang serata dnega anak regular pada kelas 5 sekolah dasar (SD)

2. Trainable : dalam hal ini anak mempunyai kemampuan dalam hal mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian social. Sangat terbats dalam kemampuan untuk pendidikan secara akademik.

3. Custodial : dalam hal ini anak diberikan pelatihan khsus secara terus menerus, menekankan kemampuan mereka untuk berkomunikasi dan membantu diri sendiri. Oleh karena itu, pengawsan dan bantu terus-menerus sangat diperlukan.

c. Tunadaksa

Anakk yang mengalami dengan masalah anggota tubuh, seperti mereka yang memiliki kelainan fisik atau cacat pada anggota tubuhnya Selain itu, anak cacat mengalami kesulitan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuromuskuler dan tulang

(21)

28

bawaan, penyakit, kecelakaan, kelainan pada otak dan sistem saraf pusat, kelumpuhan, dan polio.

Anak tunadaksa dibagi menjadi tiga bagian atau tiga tingkatan, antra lain sebagai berikut :

1. Tunadaksa riingan : yang mana anak tersebut memiliki keterbatsan dalam hal melakukan aktivitas fisik tetapi masih dapat di tingkatkan melalui terapi.

2. Tunadaksa sedang : yang mana anak tersebut memiliki keterbatsan dalam hal motoric dan mengalami gangguan koordinasi sensorik.

3. Tunaksa berat : yang mana anak tersebut memiliki keterbatsan total dalam hal gerakan fisik dan ketidak mampuan mengontrol gerakan fisiknya.

Karakter anak penyanddang tunadaksa dapat ditemui dari individu mereka, antara lain sebgai berikut :

1. Gangguan dalam tingkat kecerdasam

2. Kemampuan dalam hal berbicara ( kurang jelas dan sulit di mengerti)

3. Perkembangan emosi dan sosial anak sebanding dengan anak-anak normal pada umumnya

4. Gangguan sensorik.

5. Gangguann motoric

(22)

29 d. Tunawicara

Ketidak mampuan anak dalam berbicara hal ini dapat di sebabkan karena ia memiliki kelainan yang memengaruhi cara berbicara, seperti dalam organ tubuh antara lain cara kerja pita suara, paru-paru, mulut, lidah, langit-langit dan tenggorokan mereka. Maka dari itu ketidak fungsinya organ pendengaran, terlambatnya perkembangan bahasa, kerusakan pada system syaraf dan otot, sehingga ketidak mampuan dalam mengontrol gerakan itu semua akan mendapatkan hamabtan berbicara.

Karakter anak tunawicara, antara lain : berbicara dengan tidak jelas dan keras, senang melihat gerakan bibir orang lain atau lawan bicara nya, , memakai alat bantu dengar, mengalami kotoran ditelinga dan mengeluarkan cairan, memiliki bibir sumbing, senang melakukan gerakan dengan tubuh, dan memiliki cadel. Sehingga Anak tunawicara cenderung diam.

e. Autis

Anak atau sangat beragam, yang mana hal tesebut di lihat dari kemampuan yang dimiliki anak, prilakunya tingkat intelegensi. Maka dari itu karakter ini dapat ditemui anak autis, antara lain sebgai berikut :

1. Hambatan dalam berkomunikasi

2. Kesulitan berhubungan dengan orang lain atau objek yang berhubungan dengan peristiwa terjadi

(23)

30

3. Bermain dengan mainan atau benda buatan yang tidak wajar.

4. Sulit menerima perubahan pada lingkyngan dan rutinitas yang biasa.

5. Gerakan tubuh berulang atau pola perilaku tertentu f. Disleksia

Dileksia adalah kelainan neurobilogis, yang mana ank ini mengalami kesulitan atau kesusahan dalam tata bahasa, ejaan, penulisan dan aspek lainnya dari membaca dan menulis. Maka dari itu akan dinilai dari segi kecerdasannya, mulai dari tiingkat yang rata-rata atau bahkan diatas normal

g. Disgrafia

Anak-anak yang menghadapi tantangan fisik, seperti yang menghalangi mereka untuk menulis, menulis dengan baik, atau memegang pensil dengan benar. sehingga anak ini, merasa kesulitan untuk menulis huruf dan alfabet dengan mengintegrasikan memori dengan penguasaan gerakan otot secara otomatis.

h. Attention Deficit Disordrs (ADD)

Anak yang mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas – tugas yang di berikan kepada mereka secara baikk. Maka tidak hanya

(24)

31

itu, mereka juga menglami kesulitan untuk bermain dengan teman - temanya karena kurangnya perhatian yang baik..

i. Down Syndrome

Menurut (Rahmatunnisa et al. 2020) anak yang sering disebut dengan trisomy 21, yang mana anak tersbut memiliki penampilan wajah yang khas, cacat intelektual, keterlambatan perkembangan dan keterbelakangan mental yang terjadi sejak lahir.

j. ADHD (Attention Deficit Hyperaktive Disorder)

Gangguan mental atau hiperaktif dapat menyarang kepda anak-anak. Adapun karakter ADHD, berikut ini meliputi gelisah, tidak bisa duduk diam, sulit untuk diam, berbicara berlebihan, menjawaba pertanyaan sebelum waktunya, tidak sasabar menunggu giliran berbicarasering, menyela, sering memaksa dan serinh mengganggu teman atau yang lainnya.

2.6 Konsep Prestasi

Untuk mencapai prestasi yang baik tidaklah mudah melainkan harus melewati berbagai tantangan dan berbagai hambatan didalamnya.

Maka dari itu dengan usaha dan optimis diri dapat membantu seseorang dalam mencapai prestasinya. Sehingga prestasi merupakan suatu keberhasilan diperoleh seseorang dalam menggapai apa yang diinginkannya. Biasanya prestasi ini diapresiasikan dengan pemberian piala, piagam ataupun sertifikat.

(25)

32 2.6.1 Prestasi Akademik

Menurut (Suryabrata 2010) bahwa prestasi akademik adalah hasil belajar terakhir yang dicapai oleh siswa dalam jangka waktu tertentu, yang mana di sekolah prestasi akademik siswa biasanya dinyatakan dalam bentuk angka atau simbol tertentu.

Kemudian dengan angka atau simbol tersebut, orang lain atau siswa sendiri akan dapat mengetahui sejauh mana prestasi akademik yang telah dicapai. Sehingga, prestasi akademik di sekolah merupakan bentuk lain dari besarnya penguasaan bahan pelajaran yang telah dicapai siswa, dan rapor bisa dijadikan hasil belajar terakhir dari penguasaan pelajaran tersebut.

2.6.2 Prestasi Non Akdemik

Dalam kegiatan sekolah, terdapat kegiatan yang namanya non akademik atau biasa disebut kegiatan ekstrakurikuler. Sehingga prestasi non akdemik bisa disebut prestasi ekstrakurikuler.

Kegiatan ini, merupakan kegiatan di luar jam belajar siswa sesuai dengan standar kurikulum. Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan untuk pengembangan dalam kepribadia, bakat, juga kemampuan siswa di berbagai macam bidang selain bidang akademik. Dengan adanya kegiatan non akademik seperti ini, siswa juga bisa mengembangkan potensinya dalam berbagai macam kegiatan dan mengembangkan prestasinya melalui jalur non akademik (Amin, Larasati, and Fathurrochman 2019)

(26)

33

Dari paparan yang sudah disampaikan di atas, baik prestasi akademik dan non akademik, keduanya sama – sama bagus untuk perkembangan anak. Bukan berarti anak dengan nilai akademik rendah adalah anak yang kemampuannya rendah. Bisa saja kemampuannya lebih condong ke non akademik sehingga prestasi non akademik tidak boleh diragukan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka diperoleh gambaran bahwa pola asuh demokratis pola asuh yang digunakan oleh keluarga MI adalah pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis merupakan salah satu bentuk perlakuan yang dapat diterapkan orang tua dalam rangka membentuk kepribadian anak dengan cara memprioritaskan