49 J u r n a l M a n t h i q
Jurnal Manthiq: Vol VIII Edisi I 2023
TRADISI PAWANG PADA MASYARAKAT DESA REMBAN MURATARA SUMATERA SELATAN
Wira Hadikusuma, Rozian Karnedi, Japarudin
Prodi Akidah dan Filsafat Islam Pascasarjana UINFAS Bengkulu Email: wirakusumahhadi60@gmaill.com
Abstract: This research is motivated by the phenomenon of the rain handler tradition in Remban Village, Rawas Ulu, North Musi Rawas. This traditional ritual has a strong mystical smell even though it is in a modern and sophisticated era, and there is still a lack of people who understand the meaning of this tradition. This study aims to analyze the chramer tradition philosophically. As for the formulation of the problem; 1) Why do the people of Remban Village still carry out the chramer tradition. 2) What is the philosophical meaning of the chramer tradition. This research is a type of field research that uses descriptive qualitative research methods with a philosophical approach. The results are as follows;
First, the Remban Village Community continues to carry out the Charmer tradition, the reasons are; The tradition has been passed down from generation to generation, the need for the smooth running of the event, the requirements are easy, the costs for traditional events are very small, the majority did not rain when the rain conditions were installed. Second, the philosophical meaning of the objects used in the chramer tradition; Red agarwood as a medium of communication with the supernatural. Seven kinds of flowers signify fragrance, fertility, pleasure. Green coconut means concern for others for those in need. The four Janurs represent the symbols of the four companions of the Prophet Muhammad. Roses mean the smooth running of the event. Kantil flowers indicate that the event is as expected. The ylang flower asks to be subject to what we put as a condition, so that it doesn't rain. Water means fertility.
Keywords: Charmer Tradition, Remban Village, Philosophical
Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena tradisi pawang hujan di Desa Remban Kecamatan Rawas Ulu Kabupaten Musi Rawas Utara. Ritual tradisi tersebut sangat kental berbau mistis walaupun berada di era modern dan canggih, serta masih kurangnya masyarakat yang memahami makna dari tradisi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tradisi Pawang secara filosofis. Adapun rumusan masalahnya; 1) Mengapa masyarakat Desa Remban masih menjalankan tradisi Pawang. 2) Apa makna filosofis dari tradisi Pawang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan yang menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan filosofis. Adapun hasilnya sebagai berikut; Pertama, Masyarakat Desa Remban tetap melakukan tradisi Pawang alasannya adalah; Tradisi turun temurun, kebutuhan dalam kelancaran acara, syarat yang mudah, biaya acara tradisi yang sangat sedikit, mayoritas tidak terjadi hujan ketika dipasang syarat hujan.
Kedua, Makna simbol dari perbendaan yang digunakan dalam tradisi Pawang; Gaharu merah sebagai media komunikasi dengan alam ghaib. Bunga tujuh rupa menandakan keharuman, kesuburan, kesenangan. Kelapa hijau bermakna kepedulian dengan sesama bagi yang membutuhkan. Janur empat buah mewakili simbol dari empat sahabat Rosulullah. Bunga mawar bermaksud kelancara acara. Bunga kantil mengisyaratkan semoga acara sesuai dengan yang diharapkan. Bunga kenanga meminta supaya kena apa yang kita pasang sebagai syarat, supaya tidak terjadi hujan. Air bermakna kesuburan.
Kata Kunci: Tradisi Pawang, Desa Remban, Filosofis.
50 J u r n a l M a n t h i q
PENDAHULUAN
Sumatera Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di bagian Selatan pulau Sumatera.1 Provinsi Sumatera Selatan pada saat ini memiliki 17 wilayah administratif, terdiri dari 13 Kabupaten dan empat Kota Madya, diantaranya adalah Kabupaten Musi Rawas Utara.
Kabupaten Musi Rawas Utara adalah sebuah Daerah Otonomi Baru (DOB) di Sumatera Selatan yang merupakan pemekaran dari kabupaten induknya yakni Kabupaten Musi Rawas. Ibu kota kabupaten ini berada di Rupit dan berpenduduk ±195.000 jiwa. Kabupaten Musi Rawas Utara memiliki tujuh kecamatan, tujuh kelurahan dan 82 desa (dari total 236 kecamatan, 386 kelurahan dan 2.853 desa di seluruh Sumatra Selatan). Sedangkan Desa Remban berada di kecamatan Rawas Ulu, yang berbatasan langsung dengan Desa Karang Anyar dan Desa Lubuk Kemang.2
1Dari abad ke-7 hingga akhir abad ke-14, provinsi ini merupakan pusat Kerajaan Buddha Sriwijaya, yang mempengaruhi sebagian besar kawasan Asia Tenggara.
Sriwijaya adalah pusat penting bagi perluasan agama Buddha di Kepulauan Nusantara pada abad ke-8 hingga abad ke-12. Sriwijaya juga kerajaan bersatu pertama yang mendominasi sebagian besar Nusantara yang kini disebut Indonesia.Karena posisi geografisnya, ibu kota Sriwijaya, Palembang, menjadi pelabuhan berkembang yang sering dikunjungi oleh para pedagang dari Timur Tengah, India, dan Tiongkok. Dimulai pada abad ke-16, Islam mulai menyebar di wilayah tersebut, secara efektif menggantikan agama Hindu dan Buddha sebagai agama dominan di wilayah tersebut. Namun, berdasarkan peraturan daerah Provinsi Sumatra Selatan tentang hari jadi provinsi Sumatra Selatan maka pemerintah Sumatra Selatan menetapkan bahwa 15 Mei 1946 merupakan hari jadi provinsi Sumatra Selatan (Sumsel).
2Lihat,
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Musi _Rawas_Utara, diakses 26 Oktober 2021, jam 08:33 WIB
Semuanya sudah maklum bahwa hujan merupakan anugerah Sang Pencipta, terutama disaat dan tempat yang tepat –dalam harapan manusia-.
Meskipun semua manusia meyakini bahwa hujan itu dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup. Pada dasarnya sebelum hujan turun biasanya diawali dengan tanda-tanda, seperti awan mendung, suara gemuruh, cahaya kilat dan lain sebagainya. Namun bilamana hujan itu turun di waktu dan tempat yang tidak diharapkan oleh manusia, maka akan ada banyak kegiatan manusia yang sangat terbatas bahkan sampai pada tahap pembatalan. Sungguh sangat disayangkan bilamana acara yang diharap-harapkan menjadi batal. Seperti halnya acara pesta pernikahan, terutama di daerah perdesaan yang kondisi wilayahnya masih rentan becek ketika hujan bahkan atap bangunan yang bocor dan lain sebagainya.
Begitupun dengan acara-acara penting lainnya.
Sebagaimana yang terdapat pada kehidupan masyarakat pada umumnya, mereka memiliki berbagai macam budaya dalam rangka mencerminkan ciri khas dari kehidupan masyarakat tersebut. Satu diantara tradisi yang sangat penting dalam rangka mensukseskan acara pesta pernikahan atau acara penting lainnya adalah pemilik hajat meminta untuk dilakukan ritual tolak hujan / memindahkan awan, tradisi tersebut di Desa Remban Muratara dikenal dengan tradisi Pawang.
Pada zaman modern seperti yang dirasakan saat ini dengan ditunjang peralatan-peralatan canggih juga termasuk dalam hal mengendalikan hujan. Namun dikarenakan tradisi Pawang ini telah berlangusng lama dan dilestarikan secara turun-temurun serta dalam tradisi ini memberikan kesan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat maka tradisi ini sampai
51 J u r n a l M a n t h i q
sekarang masih rutin digunakan terutama bila acara yang diselenggarakan itu pada malam hari.
Meskipun masyarakat Desa Remban telah lama menjalani tradisi Pawang ini, namun belum banyak yang mengetahui makna-makna dari tradisi tersebut baik dari rentetan ritualnya maupun sampai pada tahap makna dari simbol-simbol yang digunakan. Perihal ini penulis ketahui dari observasi awal yang dilakukan, banyak masyarakat yang ditanyakan kebanyakan dari mereka tidak tahu/paham apa makna dari perbendaan yang digunakan dalam prosesi tradisi Pawang tersebut, masyarakat hanya sebatas membutuhkan untuk dilakukan dan memberikan ucapan terimakasih kepada pawangnya.
Tradisi pawang yang ada pada masyarakat Desa Remban Musi Rawas Utara (Muratara), sama seperti halnya yang sering dikenal dengan Pawang Hujan. Namun pembedanya adalah pada penyebutannya saja. Di Bali, masyarakat menggunakan jasa pawang hujan yang disebut Nerang Hujan. Sementara, di Riau pawang hujan dikenal dengan istilah Bomoh. Pada masyarakat Betawi ada julukan khusus bagi pawang hujan untuk kebutuhan tertentu, yaitu Dukun Pangkeng (mereka adalah perempuan paruh baya yang diminta menyukseskan sebuah resepsi pernikahan). Dukun pangkeng biasanya menjalankan ritual dengan duduk di atas gerabah dalam satu kamar khusus. Ia tidak akan keluar sebelum resepsi pernikahan selesai.3 Sedangkan di Depok mereka memanggil pawang hujan dengan sebutan Babeh.4
3Lihat,
https://kumparan.com/kumparannews/melaca k-akar-tradisi-pawang-hujan-nusantara- 1qoxbv6i04P/full, diunggah 4 April 2019, 12:
30 WIB, diakses 11 November 2021, jam 16:24 WIB.
4Lihat,
https://kumparan.com/kumparannews/laris- manis-bisnis-pawang-hujan-
Dalam melakukan tradisi ada perihal-perihal yang berbau mistis, atau hubungan dengan alam lain. Namun ketika kita tanyakan dengan pelaku/tokoh tradisi tersebut mereka mengatakan bahwa ini merupakan salah satu cara/metode berharap kepada Tuhan agar tidak terjadinya turun hujan di daerah yang dimaksud. Meskipun tradisi ini terkadang banyak anggapan negatif baik dari segi keimanan, maupun keilmuwan, namun tidak bisa kita pungkiri dari kacamata filsafat pandangan itu akan memiliki penguatnya sendiri, karena tidak akan ada penjustifikasi di dalamnya.
Pawang adalah bahasa yang disebut dari keseharian komunikasi masyarakat Desa Remban dalam menyebut sebuah tradisi yang dilakukan guna untuk meminta agar tidak terjadinya hujan yang berkaitan berjalan dengan lancarnya suatu acara atau hajat dari penyelenggara acara.
Adapun menilik dari Kamus Bahasa Indonesia, Pawang berarti orang yang memiliki keahlian khusus dalam mengendalikan hewan-hewan buas atau yang berkaitan dengan alam ghaib.5 Sebutan pawang yang ada di Desa Remban memiliki dualisme makna atau penggunaan, ialah selain sebagai ritual sekaligus sebutan untuk pelaku ritual dari tradisi tersebut.
Tinjauan yang akan penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dari kacamata filsafat atau secara filosofis bukan dengan materi akidah Islam.
Karena memang hasil dari kedua sudut pandang tersebut akan memberikan kesimpulan yang sangat berbeda. Oleh karena yang ingin digali dari tradisi pawang ini adalah kejujuran di 1554347576242799214/full, diunggah 4 April 2019, 11:19 WIB, diakses 11 November 2021, jam 16:33 WIB.
5Wahya, dkk, Kamus Bahasa Indonesia, (Bandung: Ruang Kata, 2013), hal.
452.
52 J u r n a l M a n t h i q
dalamnya yang mana membuat manusia beragama -yang mereka percaya akan nilai Ke-Tuhan-nan, sekaligus sebagai masyarakat modern -yang segala sendi kehidupan didukung oleh alat-alat canggih dan rasionalitas-, masih melakoni atau melakukan tradisi pawang tersebut.
Sebagai seorang akademisi yang bergulat di wilayah filsafat, maka termasuk bagian dari keharusan penulis untuk membantu msyarakat agar jangan sampai menggunakan hanya satu kacamata dalam melihat ataupun menilai kebudayaan yang ada pada masyarakat, karena salah dalam menfasirkan bisa menjadi bumerang yang akan berakibat fatal untuk kehidupan bersama dalam jalina saling menghormati. Kacamata filsafat mengajak kepada wilayah saling menghargai lebih bijaksana dalam mengucapkan pemaknaan yang mungkin tidak semua orang memahaminya. Oleh sebab itu sumbangsi yang ditawarkan dari penelitian ini diantaranya; lebih menghormati budaya masyarakiat setempat, tidak menggunakan dalil menyalahkan dalam rangka memperbaiki, tidak semua yang dipikir sama seperti apa yang dipikirkan orang lain, kritis dalam memahami tradisi agar tidak menimbulkan konflik, dan mengajak masyarakat untuk memahami makna dari tardisi yang ada lebih dari hanya sekedar mengikuti terhadap tradisi yang dijalankan.
METODE PENELITIAN
Metode ipenelitian iadalah
iseperangkat ipengetahuan itentang
ilangkah-langkah isistematis idan ilogis
itentang ipencarian idata iyang iberkenaan
idengan imasalah itertentu iuntuk idiolah,
idianalisis, idiambil ikesimpulan idan
iselanjutnyya idicarikan icara
ipemecahannya.6 iVersi ilain imerumuskan,
imetode ipenelitian iadalah ialat ibantu iyang
idigunakan idalam ipengumpulan idata iitu.7 Penelitian iini imerupakan ijenis
ipenelitian ilapangan i(field iresearch) iyang
imenggunakan imetode ipenelitian
ideskriptif ikualitatif idengan ipendekatan filosofis8, ihal iini idikarenakan ipenelitian
iini imenekankan ipada iaspek imemahami
imakna isimbol iyang iada idi imasyarakat,
isehingga imetode iyang idigunakan iadalah
imetode ideskriptif ikualitatif, idi imana
idengan imelakukan ipenelitian iyang
imenghasilkan ideskriptif iberupa ikata- kata itertulis iatau ilisan idari iorang-orang
idan iprilaku iyang idiamati.
Pada penelitian ini penulis akan menggunakan teori semiotika9 atau
6
iWardi iBachtiar, iMetodologi
iPenelitian iIlmu iDakwah, i(Jakarta: iLogos
iWacana Ilmu,1997), ih. i1.
7
iSuhaesimi iArikunto, iProsedur
iPenelitian iSuatu iPendekatan iPraktek, i(
iJakarta: iPT iRineka iCipta, i2002), ih. i194.
8
i Ada beberapa manfaat yang bisa didapat ketika seseorang menggunakan pendekatan filosofis antara lain (1) Agar hikmah, hakikat dan inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama; (2) setiap individu dapat memberi makna terhadap segala sesuatu yang dijumpainya dan mengambil hikmah sehingga ketika melakukan ibadah atau apapun, ia tidak mengalami degradasi spiritual yang menimbulkan kebosanan; (3) membentuk pribadi yang selalu berpikir kritis (critical thought); (4) adanya kebebasan intelektual (intellectual freedom); dan (5) membentuk pribadi yang selalu toleran dan bijak dalam menyikapi sebuah problem kehidupan. Lihat, Nurul Ainiy, “Pendekatan Filsafat Dalam Islam: Teori Dan Praktik”, An-Natiq Volume 2, Nomor 1, (2022), h. 74.
9 Semiotika adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk menggali makna yang terdapat dalam sebuah tanda.
Menurut Susanne Langer; “Menilai simbol atau tanda merupakan sesuatu yang penting, kehidupan binatang diperantarai melalui perasaan (feeling), tetapi perasaan manusia diperantarai oleh sejumlah konsep, simbol, dan bahasa”. Lihat, Morissan, Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 135.
53 J u r n a l M a n t h i q
semiologi yang digagas oleh Charles Sanders Peirce. Teori dari Peirce seringkali disebut sebagai ‘grand theory”
dalam semiotika.10 Dalam ipenelitian iini
imenentukan iinforman idengan
imenggunakan iteknik ipurposive isampling,
iyaitu idipilih idengan ipertimbangan idan
itujuan itertentu, iyang ibenar-benar
imenguasai isuatu iobjek iyang ipeneliti
iteliti.11
Analisis idata idalam ipenelitian
ikualitatif isecara iumum idimulai isejak i pengumpulan idata, ireduksi idata,
ipemusatan iperhatian, ipengabstrakkan
idan i
transformasi idata ikasar iyang imuncul idari
icatatan-catatan idi ilapangan. iDisplay i data idilakukan idengan imenggunakan
ibentuk iteks inaratif, ipenarikan i kesimpulan, idan iverifikasi.12
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengertian iFilsafat
Kata ifilsafat imemiliki iarti iyang
isepadan idengan ikata i“falsafa”
dalam ibahasa iArab iatau ikata i”philosophy”
idalam ibahasa iInggris, iatau ikata
”philoshopie” idalam ibahasa iPerancis idan
iBelanda, iatau i”philosophier”
dalam ibahasa iJerman. iSemua ikata iitu
iberasal idari ikata iLatin i“philosophia",
isebuah ikata ibenda iyang imerupakan ihasil
idari ikegiatan i"philoshopien” isebagai ikata
ikerjanya. iKata i“philosophia” iberasal idari
ibahasa iYunani, iyakni i”philein"
i(mencintai) iatau i"philia" i(persahabatan,
iatau itertarik ikepada. idan i“sophos”
i(kebijaksanaan, iketerampilan,
ipengalaman ipraktis, iintelegensi). iKata
iyang ihampir isama idengan i”philien" iatau
i”philia” idan”sophos” itersebut ijuga
idijumpai idalam ibahasa iLatin, iyaitu:
10 Seto Wahyu Wibowo dan Indiwan, Semiotika Semiotika Komunikasi, (Jakarta:
Penerbit Mitra Wacana Media, 2013), h. 17.
11
iBurhan ibungin, iPenelitian
iKualitatif, i( iJakarta i: iKencana iPrenada iMedia
iGroup, i2007 i), ih. i76.
12Imam iSuprayogo idan iTobroni,
iMetode... ih. i194.
i“phiIos” i(teman iatau isahabat) idan
i”sophia" i(kebijaksanaan).13
Dengan idemikian, isecara
ietimologis ikata ifilsafat idapat idiartikan
isebagai i“cinta iatau ikecenderungan iakan
ikebijaksanaan”, iatau i“cinta ipada
ipengetahuan iyang ibijaksana”, iatau idapat
idiartikan ipula isebagai icinta isecara
imendalam iakan ikebijaksanaan iatau icinta
isedalam-dalamnya iakan ikearifaniatau
icinta isecara isungguh-sungguh iterhadap
ipandangan, ikebenaran i(love iof iwisdom ior
ilove iof ithe ivision iof itruth). iDalam ibukunya
iyang iberjudul iThe iRepublic i(terjemahan
ibahasa ilnggris) iPlato, isaat
imempersoalkan isiapa isejatinya iseorang
ifilsuf idia imenjawab ibahwa ifilsuf iadalah
ilover iof ithe ivision iof itruth i(pencinta idari
ipandangan iterhadap ikebenaran).14 Sejalan idengan ihal itersebut idi
iatas, iGuru iBesar iFilsafat iBahasa ipada
iFakultas iFilsafat iUniversitas iGadjah
iMada, iProf. iDr. iH. iKaelan, iM.S.
imenjelaskan ibahwa iistilah i”filsafat"
iberasal idari ibahasa iYunani, isebab ibangsa
iYunani iadalah ibangsa iyang imula-mula
iberfilsafat. iKata itersebut bersifat
imajemuk, iberasal idari ikata i”philos" iyang
iberarti i”sahabat” idan ikata i”sophia" iyang
iberarti i"pengetahuan iyang ibijaksana",
iwished idalam ibahasa iBelanda iatau
iwisdom idalam ibahasa iInggris, iatau ikata
i”hikmat” dalam ibahasa iArab. iDengan
idemikian iphilosophia imenurut ikata
iartinya adalah i”cinta ikepada
ipengetahuan iyang ibijaksana", idan
idengan ikata ilain
terdapat isedikit iperbedaan iarti, idi isatu
isisi imenyatakan ibahwa ifilsafat merupakan ibentuk imajemuk idari
i"philein” idan i”sophos" idan idi isisi iyang lain ifilsafat idinyatakan idalam ibentuk
13Kaelan, iFilsafat iPancasila i:
iPandangan iHidup iBangsa iIndonesia,
i(Yogyakarta: iParadigma: i2002), ih. i5.
14The iLiang iGie, iDari iAdministrasi
ikeFilsafat: iSuatu iKumpulan iKarangan iLagi,
iCet. iKe-2, i(Yogyakkarta: iKarya iKencana,
i1979), ih.15.
54 J u r n a l M a n t h i q
imajemuk idari i”philos" idan i"sophia", namun idemikian isecara isemantik
imengandung imakna iyang isama.
Jelasnya, iistilah i"filsafat” iyang idimaksud
isebagai ikata imajemuk idari i”philein" idan
i"sophos" imengandung iarti i”mencintai
ihal-hal iyang ibersifat bijaksana”,
isedangkan i"filsafat" iyang imerupakan
ibentuk imajemuk idari "philos" idan
i“sophia” iberkonotasi i”teman idari
ikebijaksanaan”, iLebih iluas lagi ikata
i"sophia" ijuga iberarti ikerajinan
i(craftsmanship) ibahkan ilebih idari itu
i”sophia” ijuga iberarti ipengetahuan iyang
iluas i(wide iknowlegde), pertimbangan
iyang isehat i(sound ijudgement)
ikebijaksanaan (intelectualvirtues),
ikecerdikan idalam imemutuskan iberbagai
ihal iyang praktis i(shewdness iin
ipracticaldecision). iTegasnya, ipada imula- mulanya
istilah i”filsafat” imerupakan isuatu iistilah
iyang isecara iumum idigunakan untuk
imenyebut iusaha ike iarah ikeutamaan
imental i(the ipersuit iof imental exellence).15 Deskripsi Wilayah Penelitian
Secara igeografis, iletak iKabupaten
iMusi iRawas iUtara iyang imerupakan isalah
isatu ikabupaten ipaling iBarat idi iprovinsi
iSumatera iSelatan iberbatasan idengan
iProvinsi iBengkulu idi ibagian ibarat, iProvinsi
iJambi idiibagian iutara, iKabupaten iMusi
iRawas idi ibagian iselatan idan iKabupaten iMusi
iBanyuasin idi ibagian iTimur. Kabupaten iMusi
iRawas iUtara isecara ikeseluruhan imemiliki
iluas iwilayah i600.865,51 iHa. iWilayah iterluas
idimiliki ioleh iKecamatan iUlu iRawas idengan
iluas imencapai i24,18 ipersen idari itotal iluas
iwilayah ikabupaten iini. Wilayah iKabupaten
iMusi iRawas iUtara idialiri ioleh idua isungai
iutama iyang iumumnya idapat idilayari, iyakni
iSungai iRupit idan iSungai iRawas.iSelain iitu,
imasih iterdapat isungai-sungai ilainnya iyang
imerupakan ianak isungai-sungai iutama
itersebut. Selain imemiliki isungai-sungai
ibesar, idi iKabupaten iini ijuga iterdapat
ibeberapa idanau, idianataranya iDanau iRaya
15Ali iMudhofir, iGaris iBesar iFilsafat,
i(Yogyakarta: iArta, i1985), ih. i6.
idi iKecamatan iRupit. iSelain isebagai
ipenampung iair, idanau ijuga imerupakan
ipotensi iwisata ibagi ikabupaten iMusi iRawas
iUtara.16
Desa iRemban isalah isatu idari i16
idesa iyang iada idi iKecamatan iRawas iUlu
iyang iterletak ikurang ilebih i9 ikm idari
iKecamatan iRawas iUlu, iDesa iRemban
imempunyai iwilayah iseluas i: i5.11,12Ha
idengan ijumlah ipenduduk i: i± i3167
idengan ijumlah iKepala iKeluarga i: i± i907
idengan iBatas i– ibatas iwilayah isbb i: Sebelah iUtara; Berbatasan iDengan
iKecamatan iNibung. SebelahiSelatan;
Berbatasan iDengan iKecamatan iRupit.
Sebelah iBarat; Berbatasan iDesa iLubuk
iKemang, iSungai iKijang, iSungai iLanang,
iLesung iBatu iDan iDesa iSungai iBaung.
Sebelah iTimur; Berbatasan iDesa iKarang
iAnyar idan iKecamatan iKarang iDapo.
Penyajian Data
1. Memahami Tradisi Pawang Perspektif Masyarakat Pemilik Tradisi.
a. Tradisi Pawang
Dari berbagai
pemahaman yang di sampaikan oleh informan, penulis memahami bahwa maksud dari tradisi pawang yang dipahami oleh masyarakat Desa Remban secara umum adalah sebuah prosesi yang dilakukan dalam rangka meminta agar tidak terjadi hujan dengan cara menggeser awan hujan melalui syarat-syarat tertentu atau dikenal dengan peku.17
b. Syarat-syarat Seseorang Dikatakan Pawang
Di dalam kamus bahasa Indonesia kontemporer, syarat itu adalah sebagai tuntutan atau
16 https://muratarakab.go.id/, diakses 5 Juni 2023 jam 10:22 WIB.
17 Diolah dari hasil wawancara dengan berbagai informan, tanggal 29 Mei sd 3 Juni 2023.
55 J u r n a l M a n t h i q
permintaan yang harus dipenuhi oleh seseorang.18 Berdasarkan yang disampaikan oleh juru bicara tokoh ada Desa Remban yakni bapak Dedi dapat dimengerti bahwa tidak sembarang orang bisa menjadi tokoh dari tradisi Pawang tersebut, melainkan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk seseorang bisa dikatakan pawang. 19
c. Sejarah Tradisi Pawang Pada Masyarakat Desa Remban
Menelusuri jejak tradisi Pawang yang ada di Desa Remban, melalui pengetahui dari subjek informan dalam penelitian ini, sebagaimana yang mereka sampaikan berikut ini:
Menurut bapak Dedi Irawan:
“Tidak tahu pasti kapan tepatnya tradisi pawang ini ada di Desa Remban, besar kemungkinan sudah ada sejak nenek moyang dahulu, karena tradisi ini diwariskan secara turun temurun dan telah melalui
banyak tokoh-
tokohnya/pawang/dukun
”.20
Meskipun tidak tahu pasti kapan tradisi Pawang ini ada di Desa Remban, namun dugaan sementara penulis; tradisi
18 Peter Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 1991), h.1636.
19 Diolah dari hasil wawancara dengan berbagai informan, tanggal 29 Mei sd 3 Juni 2023.
20 Diolah dari hasil wawancara dengan Bapak Dedi Irawan selaku juru bicara tokoh adat desa Desa Remban yang diketuai oleh Bapak Arahman (Wak Man), tanggal 30 Mei
2023.
Pawang ini telah dilaksanakan oleh masyarakat Desa Remban jauh sebelum belanda memasuki Indonesia sebagaimana banyak tradisi serupa yang terdapat di daerah- daerah lain yang juga mengatakan perihal yang sama.
Desa remban merupakan bagian dari provinsi Sumatera Selatan yang mana dahulu merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya. Sebagai mana diketahui bahwa kerajaan Sriwijaya bagian dari pusat persebaran agama Hindu- Budha.21
d. Tujuan dan Kegunaan Tradisi Pawang
Adapun tujuan dan kegunaan dari tradisi Pawang, sebagaimana yang disampaikan oleh juru bicara tokoh adat desa Remban, bapak Dedi mengatakan;
“Tujuan dari
dilaksanakannya tradisi Pawang oleh masyarakat desa Remban adalah melestarikan budaya yang ditinggalkan oleh nenek moyang, meminta agar tidak terjadinya hujan, merupakan usaha/ikhtiar dengan menggeserkan awan yang mengandung hujan melalui media dan dzikir tertentu. Sedangkan kegunaanya yaitu membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongan agar tidak terjadi hujan untuk keperluan
hajatan/keramaian,
mengingat masyarakat
21 Nana Supratna, Sejarah; Program Bahasa, (Bandung: Grasindo, 2008), h. 56
56 J u r n a l M a n t h i q
untuk selalu meminta dan bersyukur terutama kepada Sang Maha Pencipta.”22
2. Prosesi Pelaksanaan Tradisi Pawang.
Adapun Tokoh-tokoh dari Tradisi Pawang yang ada di Desa Remban pada saat ini:
Tokoh satu: Bapak Mawardi mengatakan;
“Awak ni aslinyo urang Jawa masok ke Remban iko taon 2003, pada 2004 petamo sekali awak diminta tulong untuk buat sarat ujan di acara nikahan urang lembak. Awak dapek ilmu ko jak nenek awak, waktu tu awak masih bujang- bujang dulu, tapi kato nenek awak ilmu ko la pacak diapakai kalu awak la nikah dan kalu belom nikah maka ilmu ko lom pacak digunokan.
Ilmu ko ko dak cuma untuk ngeser awan supayo idak ujan tapi jugo pacak ngebantu kebutuhan masarakat yang laen. Dan ilmu ko pacak diturunkan/diajo dengen urang laen tapi dengen catatan bukan awak yang minat nyi belajo, kalu nyi datang dengen niat yaken nak belajo maka akan awak ajo idak haros jak keturunan awak, hapo bae yang nka belajo buliy asal niat e serius. Idak ado sarat-sarat tertentu untuk nagmik ilmu ko dan idak ado pulo biaya e.”
Artinya: “Saya ini aslinya orang Jawa masuk ke Desa Remban tahun 2003, dan pada 2004 pertama kali saya
22 Diolah dari hasil wawancara
dengan bapak Dedi Irawan, tanggal 30 Mei 2023.
diminta membantu buat syarat agar tidak hujan di acara pernikahan salah seorang masyarakat di kampung lembak. Saya dapat ilmu ini dari nenek, waktu itu saya masih bujang-bujang dulu, namun kata nenek saya ilmu ini bisa diamalkan kalau misalnya saya sudah menikah dan kalau belum menikah maka ilmu ini belum bisa digunakan. Ilmu yang saya dapatkan ini tidak hanya berfungsi untuk membantu menggeser awan agar tidak hujan tetapi juga bisa dapat membantu kebutuhan masyarakat yang lainnya. Dan
ilmu ini bisa
diturunkan/diajarkan kepada orang lain tapi dengan catatan bukan saya yang meminta mereka untuk belajar, jika mereka datang dengan niat yakin ingin belajar maka akan saya ajarkan tidak harus dari anak keturunan saya siapapun boleh asal niatnya serius.
Tidak ada syarat-syarat tertentu untuk mengambil ilmu ini dan tidak ada pula biayanya.”23
Tokoh dua: Bapak Yabani mengatakan;
“Awak ko urang Reman asli kelaheran dusun kolah, asal mula awak dapek ilmu ko awak belajo, jadi awal e untuk keperluan keluargo dewek karno neman minta pasang sarat. Awak belajo ilmu ko, ngamik edi daerah Merasi.
Waktu tu awak dewekan dak katek kawan. Awka jugo lah
23 Diolah dari hasil wawancara dengan Bapak Mawardi selaku pawang, tanggal 31 Mei 2023.
57 J u r n a l M a n t h i q
hudah gemian waktu awak nuntut ilmu ko. Dak katek yang tahu, bini ngen anak dak katek yang tahu. Sarat e waktu haros poso tuju arai (poso mutih), ilmu ko dak pacak daijo dengen urang lain meskipon aank ku dewek. Jadi men misal e mati ku, dem abes pula ilmu ko, kalu misal e ado yang nak nuntot e langsong belajo k edeman awak belajo hetu. Ilmu ko dalam ritual e becakap dengen mahlok alos, misal e gek tu betem,u dengen nenk moyang kito kadang Putri Daro putih, Rajo Empedu, kadang jugo bujang kurap.”
Artinya: “Saya asli orang Remban kelahiran Remban, asal mula ilmu ini saya pelajari adalah ketika mengingat tingkat kebutuhan keluarga untuk buat acara-acara biar tidak hujan. Saya belajar ilmu ini, ngambilnya di daerah Merasi (Musi Rawas), waktu itu saya sediri tidak ada kawan siapapun. Saya sudah menikah waktu saya menuntut ilmu ini, ngak ada orang yang tahu, istri dan anak saya juga tidak tahu.
Syaratnya waktu itu harus puasa tujuh hari (puasa mutih), ilmu ini tidak bisa diajarkan kepada orang lain meskipun anak keturunan.
Jadi misalnya mati saya, maka hilang ilmu ini, kalau misalnya ada yang mau menuntutnya maka belajar langsung sendiri ke tempat saya belajar. Ilmu ini dalam ritualnya berkomunikasi dengan alam lain, misalnya nanti itu bertemu dengan nenek moyang kita ada Putri Dara
Putih, Raja Empedu, Bujang Kurap.”24
Sebagai mana dijelaskan di awal bahwa tokoh yang melakoni tradisi Pawang ini ada dua orang, maka akan penulis deskripsikan satu persatu berkaitan dengan urutan dari prosesi tradisi yang dilakukan oleh masing-masing pelakunya.
Pertama, prosesi tradisi Pawang yang dilakukan oleh tokoh 1 atau bapak Mawardi. Dimulai dari satu hari sebelum acara (pesta malam) berlangsung. Misalnya, acara dilakukan hari sabtu (akad) malam ahad dan siangnya (resepsi), maka pemilik hajatan menemui sang pawang di rumahnya pada pagi jum’at bermaksud meminta tolong untuk dipasangkan syarat tidak hujan biasanya dibarengi dengan membawa kebutuhan pokok diantaranya cabe merah, garam, kopi atau yang lainnya. Semua barang-barang tersebut tidak diharuskan untuk dibawa hanya berdasarkan kemampuan dari peminta syarat saja. Setelah sampai di rumah tokoh tradisi Pawang, dan
menyampaikan maksud
kedatangannya maka bapak Mawardi memenuhi permintaan tersebut. Setelah menyatakan memenuhi untuk memasng syarat tidak hujan, lalu sang pawang menyampaikan syarat-syarat apa saja yang harus dilakukan baik oleh pawang maupun pemilik acara sampai acara selesai.
Pemilik acarapun
menyanggupi syarat-syarat yang disampaikan oleh pawang untuk dilaksanakan. Adapun syarat- syaratnya yaitu; pemilik hajatan
24 Diolah dari hasil wawancara dengan Bapak Yabani selaku pawang, tanggal 2 Juni 2023.
58 J u r n a l M a n t h i q
harus menaruh bunga tiga macam (bunga mawar, bunga kantil, dan bunga kenanga) di dalam gelas beling yang diisi air meletakkan ditempat yang tidak diganggu oleh orang lain, biasanya dibawa kursi, dibawah meja. Kemudian menggantung empat buah janur di masing-masing sudut rumah yang posisinya jangan sampai dapat dijangkau orang seperti anak-anak.
semua perbendaan tersebut disiap langsung oleh pemilik hajatan.
Setelah kedua belah pihak saling memenuhi maksud dari masing-masing, maka peminta pasang syarat berpamitan pulang.
Prosesi dari pemasangan syarat- syarat yang telah ditunjukkan oleh pawang dilakukan semenjak sore hari, biasanya dari setelah ashar atau sebelum masuk waktu maghrib. Di tempat yang berbeda atau di rumah pawang, dari pertengahan malam acara berlangsung sang pawang bangun untuk melakukan ritual ngaji/dzikir, adapun yang dilakukan olehnya adalah sholat malam dua rakaat, lalu membaca al-Qur’an surah al- Waqiah sebanyak satu kali ulang setelah itu diteruskan memebaca lafal Hasbiyallahu wani’mal-wakil ni’mal-mawla wani’mannashir (Cukuplah bagi kami Allah, sebaik- baik pelindung dan sebaik-baik penolong) Laa hawla walaa quwwata illa billahil-‘aliyyil-‘azhim (tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung), dari semenjak tengah malam sampai masuk waktu subuh.
Pada pagi harinya (sabtu atau ahad) di rumah pemilik acara pengantin pria dan wanita dilarang untuk mandi sampai acara akad nikah selesai, setelah selesai prosesi dari akad nikah maka kedua
mempelai diperbolehkan mandi.
Pada pagi hari sebelum akad nikah berlangsung biasanya pemilik hajtan mengantar rantang berisikan makanan dan lauk pauk ke rumah sang pawang, perihal ini bagian dari ucapan terimakasih dari peminta syarat tidak hujan.
Setelah semua rangkaian acara selesai, misalnya jam 1 siang maka pemilik hajatan atau peminta dipasang syarat atau yang mewakilinya, datang kembali ke rumah sang pawang sambil membawa rantang makanan dalam rangka menyampaikan ungkapan terimakasih dan terkadang dibarengi ucapan terimakasih itu dengan memberi uang semampunya kepada pawang dan adapula yang tidak menyertakan memberikan uang sepeserpun.
Kedua, prosesi tradisi pawang dilakukan oleh tokoh 2 yakni bapak Yabani. Pemilik hajatan atau orang yang mewakili datang ke rumah sang pawang menyampaikan maksud meminta tolong untuk di pasang syarat memindahkan awan hujan agar tidak terjadi hujan.
Biasanya yang datang ke rumah bapak Yabani pagi hari atau malam sebelum malam pelaksanaan pesta.
Misalnya, pelaksanaan acara pada malam ahad dan siangnya maka
yang meminta tolong
menyampaikan hajatnya pada malam sabtu atau pagi sabtu.
Setelah mendengar penyampaian maksud dari pemilik acara, maka bapak Yabani meyampaikan bahwa ia akan bertanya dahulu dengan leluhurnya bisa atau tidak. Maka bapak Yabani akan membakar gaharu merah sebagai media komunikasi dengan arwah leluhur, arwah itu terkadang yang datang Putri Daro Putih, terkadang Raja Empedu, atau
59 J u r n a l M a n t h i q
terkadang Penjaga danau raya. Dari komunikasi yang dilakukan oleh pawang dengan arwah leluhur, didapatilah jawaban bisa atau tidak bisa. Biasanya yang membuat arwah leluhur tidak bisa membantu adalah orang yang meminta tolong tersebut tidak serius minta tolong atau coba- coba saja, atau juga orang tersebut menduakan (selian dari minta tolong sama bapak Yabani dia juga minta tolong sama pawang yang lain).
Ketika bapak Yabani bersedia membantu, maka disampaikanlah aturan atau persyaratannya. Mula-mula orang yang minta tolong itu harus membawakan kelapa hijau muda untuk dibacakan terlebih dahulu lalu kelapa tersebut dibawa pulang ke rumah hajatan. Syarat-syarat yang harus dilalukan adalah membakar gaharu merah, menabur bunga tujuh rupa ke sekeliling rumah hajatan. Bunga tujuh rupa yang biasa digunakan itu adalag bunga kenanga, bunga mawar, bunga kertas, bunga asoka, bunga melati, dan bunga kamboja. Namun tidak diharuskan tujuh macam bunga tersebut, bunga apasaja boleh asalakan tujuh macam bunga.
Semua perlengkapan tersebut langsung disipakan oleh tuan acara, bilamana mengalami kesulitan untuk mendapatkannya terutama gaharu merah yang tidak boleh semabarangan gaharu, maka bisa minta tolong sang pawang untuk menyediakannya dengan cara mengganti biayanya saja. Setelah mendengarkan syarat-syarat yang sudah disepekati maka peminta syarat pulang.
Ritual atau pemasangan syarat dilakukan dari jam 1 siang sebelum acara malam sampai selesai acara besok harinya. Pada
jam 1 siang, gaharu merah yang dianjurkan sang pawang dibakar lalu diletakkan di dalam kamar yang harus dipastikan bahwa gaharu tersebut tetap menyala sampai acara malam selesai. Pada saat yang bersaam juga bunga tujuh rupa yang sudah diajurkan oleh sang pawang ditabur di sekeliling rumah hajatan.
Di tempat yang berbeda sang pawang juga memulai ritualnya dari mulai jam satu siang, yakni dengan tidak mandi sampai acara besok harinya selesai. Sebagaimana biasanya pada pagi hari acara pemilik hajatan akan mengantarkan rantang makanan serta lauk pauk ke rumah pawang. Setelah acara selesai biasanya jam 1 siang. Maka sorenya pemilik acara atau orang yang datang pertama dulu boleh juga diwakilkan datang lagi ke rumah pawang dengan mambawa kelapa hijau muda yang dibawa pulang dulu dan uang sebesar 50 ribu rupiah.
Setelah sampai di rumah pawang, maka kelapa hijau tersebut akan dibela dan uang 50 ribu rupiahnya akan diberikan kepada anak yatim. Namun ada juga pemilik acara yang tidak datang kembali ke rumah pawang setelah acara selesai, maka terpaksa pawang kembali mengambil kelapa hijau muda dan dimantrakan lalu dibela, dan uang 50 ribu rupiah yang akan diberikan kepada anak yatim terpaksa pula dari kantong pribadi pawang. Selain dari kelapa hijau muda dan uang sebesar 50 rupiah itu yang dibawa kembali ke rumah pawang, maka biasanya pemilik hajtan juga memberikan uang semampunya kepada pawang sebagai ucapan terimakasih.
3. Faktor-faktor Tradisi Pawang Masih Menjadi Budaya pada masyarakat Desa Remban
60 J u r n a l M a n t h i q
a. Sudah menjadi tradisi turun temurun.
b. Ada rasa kebutuhan untuk melakukan tardisi tersebut berkaitan dengan kelancaran acara.
c. Tidak ada syarat yang merugikan.
d. Mengingat zaman sekarang sangat terbantukan dengan biaya acara tradisi yang sangat sedikit.
e. Persentase tidak terjadinya hujan lebih besar.
4. Identifikasi Simbol
a. Tokoh 1 (Bapak Mawardi) 1) Janur
Janur merupakan daun kelapa yang masih muda, identik warnanya kuning, bentuknya kuncup belum mekar lidinya masih lembut daunnya masih lembut juga.
Janur yang digunakan sebagaimana biasanya daun muda kelapa yang sering digunakan dalam pembuatan ketupat ataupun penjor janur, yang sering didapati dari pohon kelapa yang sudah dewasa.
2) Tiga Macam Kembang - Kembang Mawar;
kembang mawar ini sering pula dinamakan bunga Ros. Kembang mawar yang digunakan sebagaimana kembang
mawar yang
kebanyakan ditanam oleh masyarakat umum, tidak ada ciri khusus, bunga mawar yang digunakan biasanya warna merah, meskipun ada warna yang lain seperti putih, kuning.
- Kembang Kantil; bunga kantil juga dikenal dengan sebutan bunga cempaka. Bunga kantil berwarna putih, ada yang masih kuncup adapula yang sudah mekar, keduanya boleh digunakan baik secara bersamaan atau memillih salah satunya.
- Kembang Kenanga;
bunga kenanga yang digunakan juga seperti biasa yang menjadi
tanaman hias
dikebanyakan
masyarakat umum.
Bunga kenanga ada yang sudah berwarna kuning dan adapula yang masih berwarna hijau. Keduanya boleh digunakan atau memilih salah satunya.
3) Air
Air yang digunakan adalah air yang jernih, boleh yang sudah dimasak ataupun belum. Kemudian air dimasukkan ke dalam gelas.
Biasanya gelas bening dan air dan air yang digunakan adalah air masak.
b. Tokoh 2 (Bapak Yabani) 1) Gaharu Merah
Gaharu yang digunakan adalah gaharu merah, yang sudah bubuk yang dicetak juga bisa berupa masih kayu yang dipotong kecil- kecil yang biasa digunakan dengan cara dibakar. Tidak boleh menggunakan sembarang gaharu, karena
sulitnya untuk
mendapatkan maka biasanya pengadaan gaharu
61 J u r n a l M a n t h i q
merah diambil alih oleh sang pawang.
2) Bunga Tujuh Rupa
Bunga tujuh rupa yang biasa digunakan adalah bunga Asoka, bunga Mawar, bunga Kenanga, bunga Melati, bunga Kamboja, bunga Pecah Piring, dan bunga Kertas. Namun tujuh bunga tersebut tidaklah diharuskan, boleh bunga macam-macam apa saja, yang penting tujuh rupa bunga. Selain dari nama- nama bunga yang berbeda biasanya juga berbeda dalam warnanya.
3) Kelapa Hijau Muda
Kelapa yang digunakan harus kelapa hijau yang masih muda. Tidak ada ketentuan tentang jenisnya apakah kepala merah atau tidak. Juga tidak harus apakah isinya sedang, tipis, tebal dan yang lainnya.
5. Makna-makna Simbol dalam Tradisi Pawang
Masyarakat Desa Remban percaya bahwa melalui tradisi Pawang yang dilakukan tidak akan terjadi hujan pada hari yang diharapkan. Makna yang terkandung dalam tardisi ini adalah agar Allah tidak menurunkan hujan di hari acara keramaian yang dimaksudkan oleh ahli acara.
Makna filosofis yang terkandung dalam tradisi Pawang menurut penulis dengan berdasarkan penelitian ialah sebagai berikut:
a. Melestarikan warisan nenek moyang
b. Salah satu ikhtiar kepada Tuhan Yang Maha Esa
c. Perwujudan sikap hormat
d. Memahami keterikatan antar sesama benda yang ada di alam semesta.
e. Mempercayai adanya alam makhluk ghaib selain dari alam manusia.
f. Berusaha semaksimal mungkin agar keinginan kita tercapai.
g. Menghornati kemampuan alam lain selain dari kammpuan manusia.
h. Memahami bahwa manusia tidak akan mampu tanpa bantuan orang lain.
Selain dari beberapa jenis makna filosofis pada tradisi Pawang sebagian masyarakat Desa Remban juga mempersiapkan bahan-bahan sebagai simbol dalam pelaksanaan tradisi Pawang. Yang mana simbol- simbol tersebut memiliki makna yang disepakati oleh pawang / tokoh tradisi Pawang secara turun temurun, adapun makna-makna tersebut sebagai berikut:
a. Gaharu Merah
Sebagaimana yang disampaikan oleh bapak Yabani selaku pawang yang menggunakan gaharu merah sebagai salah satu syaratnya mengatakan bahwa maknanya adalah:
”Gaharu merah ini akan dibakar dan diletakkan di rumah pemilik hajatan di tempat yang tertutup atau tempat yang tetap membuat gaharu tersebut menyala, dalam waktu semenjak pukul satu siang sampai pagi besok.
Gaharu juga sebagai media komunikasi dengan alam ghaib, karena aromanya yang harum dan sangat disenangi oleh lawan komunikasi.
Keharuman menanda