• Tidak ada hasil yang ditemukan

`Tragedi Apartheid : Analisis Pelanggaran HAM terhadap Ras Kulit Hitam di Afrika Selatan tahun 1948 - 1990

N/A
N/A
anes angkasa

Academic year: 2024

Membagikan "`Tragedi Apartheid : Analisis Pelanggaran HAM terhadap Ras Kulit Hitam di Afrika Selatan tahun 1948 - 1990 "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

`Tragedi Apartheid : Analisis Pelanggaran HAM terhadap Ras Kulit Hitam di Afrika Selatan tahun 1948 - 1990

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas dalam mata pelajaran Sejarah Peminatan yang diampu oleh Andrianei Arhamah Saskara S. Pd

Disusun Oleh :

Valentino Richard 202110179

XII IPS 2

SMA ANGKASA LANUD SULAIMAN 2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rah mat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul: ”Tragedi Apartheid : Analisis Pelanggaran HAM terhadap Ras Kulit Hitam di Afrika Selatan tahun 1948 - 1990” tepat waktu tanpa kurang suatu apapun. Ucapan terim a kasih juga penyusun sampaikan kepada guru mata pelajaran Sejarah Peminatan yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah dan penyampaian materi.

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dan pembahasan materi dalam mata pelajaran Sejarah Peminatan. Dalam makalah ini penyusun paparkan mengenai definisi politik apartheid, perkembangan politik apartheid serta dampak dan pengaruh dari politik apartheid dalam segara aspek kehidupan masyarakat Afrika Selatan.

Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca.

Penyusun menyadari masih ada banyak kesalahan dalam penulisan makalah.

Besar harapan kami agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan saran supaya penulis dapat membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.

Bandung, 2023

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

(4)

Daftar Tabel Daftar Gambar

(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Republic of South African, atau yang biasa kita dengar dengan nama Afrika Selatan, dan Afrikaner adalah adalah sebuah negara yang terletak di kawasan paling selatan Afrika. Afrika Selatan sendiri dibatasi oleh Garis Pantai yang membentang sepanjang Samudera Hindia dan Atlantik. Pada bagian Utara Afrika Selatan berbatasan dengan wilayah Namibia, Botswana, dan Zimbabwe; di sebelah timur dan timur laut berbatasan dengan Mozambik dan Eswatini, dan juga mengelilingi satu negara, yaitu Enklave Lesotho.

Negara Afrika Selatan dikenal kaya dengan hasil mineralnya, seperti berlian, emas, bijih besi, platina, mangan, kromium, tembaga, uranium, perak, berilium, serta titanium. Emas tetap menjadi hasil tambang utama negara Afrika Selatan.

Namun, dengan kekayaannya yang cukup melimpah, produksi Berlian dan Emas adalah produksi terbaik sekelas Metal. Tidak hanya emas, Afrika Selatan juga menjadi produsen platinum dan kromium terbesar di dunia. Area pertambangannya berpusat di sekitar Rustenburg dan Steelpoort. Afrika Selatan adalah negara paling selatan di daratan utama Dunia Lama dan negara paling padat dengan wilayah yang terletak seluruhnya di selatan khatulistiwa.

Penempatan Eropa yang pertama di Afrika Selatan ialah di Table Bay (kini Cape Town) oleh Serikat Hindia Timur Belanda (VOC) pada tahun 1652.

Pada asalnya ia didirikan sebagai pusat persinggahan untuk kapal-kapal yang melaluinya. Namun, koloni ini kian berkembang ketika petani-petani Belanda membuka ladang-ladang mereka di penempatan ini. Selepas itu, budak-budak diimport dari Afrika Timur, Madagascar dan India Timur, untuk bekerja di ladang mereka.

Pada tahun 1652, dengan tujuan untuk menjajah sumber daya alam pada saat Belanda menjajah Afrika Selatan, Inggris juga memiliki keinginan yang sama untuk menjajah negara tersebut, sehingga terjadilah perang Boer pada tahun 1899- 1902 antara Belanda dan Inggris. Setelah Inggis menguasai Afrika Selatan,

(6)

diskriminasi oleh inggris terhadap suku asli Afrika Selatan pun muncul. Pada tahun 1870, Inggris mulai mengeksploitasi kekayaan di wilayah tersebut.

Imperialisme Inggris baru berakhir pada tahun 1910.

Antara 1910-1948, orang-orang kulit putih di Afrika Selatan memulai kebijakan pemisahan ras dan warna kulit. Masa yang dikenal sebagai segreration era ini merupakan cikal bakal dari politik apartheid. Pada masa ini golongan kulit putih mulai melakukan konsolidasi kontrol atas negara, memperkuat cengkeramannya terhadap populasi kulit hitam, dan menghilangkan campur tangan pemerintah Inggris di Afrika Selatan.

Tercatat dua partai politik kulit putih pernah menjadi penguasa pada masa ini.

Partai pertama adalah Partai Nasional yang berkuasa pada 1924-1939, dan 4 Mei 1948-9 Mei 1994. Partai kedua adalah Partai Kesatuan, berkuasa pada 1934 sampai 1948. Antara tahun 1934-1939, kedua partai berkuasa bersama-bersama lewat sistem partai gabungan. Kebijakan pemisahan berdampak pada kondisi politik, ekonomi, dan sosial masyarakat kulit hitam dan ras campuran.

Diskriminasi yang dilakukan pemerintah menyebabkan kesenjangan dan kecemburuan sosial tidak dapat dihindarkan lagi.

Banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi di Afrika Selatan adalah tugas pokok dunia khususnya PBB yang merujuk pada Declaration of Human Right sesuai dengan pasal 55c Piagam PBB yang isinya akan memajukan penghormatan dan kepatuhan terhadap HAM dan kebebasan-kebebasan dasar bagi semua bangsa tanpa pembedaan suku bangsa, kelamin, bahasa atau agama (Nusantara, 2021, hlm.756). Berdasarkan hal tersebut, Bila kita dicermati substansi konvensi- konvensi internasional HAM tersebut tidak akan rnenemukan suatu definisi tunggal yang menjelaskan secara meraadai pengertian pelanggaran HAM berat.

Pelanggaran HAM berat pada urnumnya dipahami sebagai suatu perbuatan pelanggaran HAM yang menibawa dampak buruk yang luar biasa dahsyat pada jiwa, raga dan peradaban manusia. Salah satu bentuk pelanggaran HAM berat adalah genosida. Menurut Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Genosida Tahun 1949, genosida berarti tindakan dengan kehendak penghancuran sebagian atau keseluruhan kelompok nasional, etnis, ras atau agama. Pada beberapa contoh kasuspun, ada beberapa hal yang bisa dikategorikan dalam tindakan pelanggaran

(7)

HAM. Dalam bentuk kelompok sosial ada contoh untuk Pembunuhan anggota dalam kelompok tersebut. Dalam bentuk kontak fisik antara lain, menyebabkan cacat tubuh atau mental yang serius terhadap anggota kelompok, ataupun individu tersebut. Secara sengaja dan terencana dalam mengkondisikan hidup kelompok kearah kehancuran fisik yang dilakukan secara keseluruhan juga kerap terjadi di lingkungan kelompok tersebut. Ada kala tahap dari langkah-langkah yang ditujukan untuk mencegah kelahiran dalam lingkup tertentu, serta dengan bentuk paksaan memindahkan anak-anak kelompok tersebut ke kelompok lain.

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih mendalam terkait permasalahan yang terjadi dikarenakan bagaiamana kehidupan masyarakat yang berada di Afrika Selatan setelah peresmian partai dari para Afrikaner, yang memenangkan pemilihan ini yaitu Dr. Daniel Francois Malan yang berlangsung pada tahun 1948

Alasan lainnya antara lain adalah menelaah bagaimana seorang tokoh Nelson Mandela, yang kita kenal sebagai tokoh penentang Politik Apartheid yang menginginkan kemerdekaan di negaranya sendiri, Afrika Selatan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kebijakan yang diterapkan ketika Politik Apartheid?

2. Bagaimana Pelanggaran HAM dalam penerapan ketika kebijakan Apartheid?

3. Bagaimana upaya penyelesaian kasus Pelanggaran?

1.3 Tujuan Masalah

1. Mendeskripsikan Pelanggaran HAM secara detail 2. Mendeskripsikan Apartheid di Afrika Selatan

3. Mendeskripsikan Pelanggaran HAM ketika Apartheid berlangsung

(8)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Bagaimana Kebijakan yang diterapkan ketika Politik Apartheid

Afrika selatan dikenal oleh seluruh dunia sebagai sebuah negara yang dikenal akan historinya mempraktekan bentuk diskriminasi antar ras dan warna kulit.

Sistem diskriminasi ini populer dengan sebutan apartheid. Menurut Ian Brownlie yang dimaksud apartheid adalah sebagai berikut:

“...status, hak-hak, kewajiban, kesempatan dan beban penduduk ditentukan dan diberikan dengan sewenang-wenang atas dasar ras, warna kulit dan suku bangsa. Dalam satu pola yang mengabaikan kebutuhan dan kemampuan kelompok atau individu. Adanya menomorduakan kepentingan mayoritas penduduk demi kepentingan minoritas penduduk…” (Brownlie, 1993, hlm.

586).

Sedangkan menurut sejarawan Kirdi Dipoyudo dikatakan:

“... politik pemisahan kelompok penduduk berdasarkan warna kulit. Politik ini berusaha memelihara identitas rasial golongan kulit putih. Dalam prakteknya, politik ini dilaksanakan dengan Undang-Undang yang memisahkan golongan rasial dalam aspek kehidupan sosiak, ekonomi, perumahan, pendidikan, rekreasi, pengangkutan, perkawinan dan sebagainya” (Wagiyah, 1995, hlm.

35).

2.1.1. Apartheid dan Ketimpangan Sosial

Afrika Selatan merupakan salah satu nagara tertua di benua Afrika.

Banyak suku telah menjadi penghuninya termasuk suku Khoi, Bushmen, Xhosa dan Zulu. Penjelajah Belanda yang dikenal sebagai Afrikaner tiba di sana pada 1652. Pada saat itu Inggris juga berminat dengan negara ini, terutama setelah penemuan cadangan berlian yang melimpah. Hal ini menyebabkan Perang BritaniaBelanda dan dua Perang Boer. Pada 1910, empat republik utama digabung di bawah Kesatuan Afrika Selatan. Pada 1931, Afrika Selatan menjadi jajahan Britania sepenuhnya. (Agus Budiman, 2013, hlm 17). Walaupun negara ini berada di bawah jajahan

(9)

Britania, mereka terpaksa berbagi kuasa dengan pihak Afrikaner.

Pembagian kuasa ini telah berlanjut hingga tahun 1940- an, saat partai pro-Afrikaner yaitu Partai Nasional (NP) memperoleh mayoritas di parlemen. Strategi-strategi partai tersebut telah menciptakan dasar Apartheid (yang disahkan pada tahun 1948), suatu cara untuk mengawal sistem ekonomi dan sosial negara dengan dominasi kulit putih dan diskriminasi ras. Namun demikian pemerintahan Britania kerap kali menggagalkan usaha Apartheid yang menyeluruh di Afrika Selatan.

Berdasarkan definisi Naidoo dan Wills dalam Warwick-Booth, ketimpangan sosial merupakan perbedaan-perbedaan dalam pemasukan, sumber daya, kekuasaan, dan status di dalam dan antara masyarakat.

Ketimpangan ini dipertahankan oleh orang-orang yang berkuasa melalui institusi dan proses-proses sosial. Menurut Andrianof Chaniago, ketimpangan sosial adalah buah dari pembangunan pembangunan yang hanya berfokus berfokus pada aspek ekonomi ekonomi dan melupakan melupakan aspek sosial. Ketimpangan sosial muncul karena pengambil kebijakan cenderung menganggap pertumbuhan ekonomi, meningkatnya pendapatan per kapita, dan pembangunan pembangunan infrastruktur infrastruktur adalah tujuan utama pembangunan. pembangunan. Jadi, mereka mengabaikan sikap dan perilaku sosial individu, corak ekonomi tradisional serta keunikan yang terdapat di berbagai tempat. (Adha Altafi, 2017, hlm 3).

2.1.2 Penetapan Kebijakan pada Apartheid

Pemerintah memberlakukan kebijakan ini dimana ketika Afrika Selatan diproklamasikan sebagai negara kulit putih dan kelompok ras lain, selain kulit putih tidak memiliki hak-hak politik penuh. Secara hukum, Semua ras tersebut memiliki ruang terpisah dan fasilitas terpisah, tidak ada percampuran. Pendidikan yang diberikan pun akan disesuaikan dengan peran status orang tersebut di dalam masyarakat. Hendrik F.

Verwoerd, perdana menteri Afrika Selatan yang menjabat dari tahun 1958 sampai terbunuhnya tahun 1966, berpendapat bahwa kesalahan besar

(10)

djika Afrika Selatan hidup dalam kesejajaran dan persamaan hak.

Merujuk pada pendapat bahwa negara Afrika Selatan adalah negara kulit putih.

Pendidikan di Afrika Selatan telah hancur akibat adanya sistem aparteid yang mendiskriminasikan penduduk dari segi pendidikan.

Sewaktu itu, penduduk kulit putih menerima pendidikan yang terbaik tetapi penduduk yang bukan kulit putih menerima pendidikan yang paling minimal. Akta Pendidikan Bantu (No. 47) tahun 1953 telah meluaskan jurang pendidikan antara orang kulit putih dan orang kulit hitam. Dua tokoh pendidikan Dr. W.M. Eiselen dan Dr. Hendrik F. Verwoerd, yang pernah belajar di Jerman telah menggunakan banyak elemen falsafah partai National Socialist (Nazi) yang menekankan konsep ketulenan bangsa atau "racial purity". Konsep ini telah dijadikan rasional untuk membiarkan pendidikan penduduk kulit hitam berada di tahap yang paling rendah. Verwoerd, menteri penduduk pribumi pada waktu itu, berkata "bahwa orang kulit hitam perlu mendapat pendidikan yang setaraf dengan peluang hidup mereka, dan tiada tempat untuk mereka selain menjadi pekerja buruh". Kerajaan juga mengawal ketat sekolah-sekolah mubaligh dan memberhentikan bantuan keuangan kepada sekolah tersebut yang mengakibatkan banyak sekolah-sekolah itu ditutup atau dijual kepada kerajaan.

Christian National Education menyokong program aparteid partai NP terutamnya penggunaan bahasa Afrikaans pada tahun-tahun pertama sekolah rendah dan mendiskriminasikan pendidikan berdasarkan perbedaan etnik. Sekolah-sekolah kaum kulit hitam bertambah pada tahun 1960 tetapi kurikulumnya adalah untuk menyediakan mereka bekerja sebagai buruh kasar atau kuli. Pada tahun1970, per-kapita anggaran belanja kerajaan untuk pendidikan orang yang berkulit hitam adalah satu persepuluh berbanding dengan anggara belanja pendidikan orang yang kulit putih. Sewaktu era aparteid, sekolah-sekolah untuk orang berkulit hitam amat daif dari segi kemudahan karena kurangnya tenaga pengajar dan buku-buku teks untuk belajar. Sepuluh kementerian pendidikan yang

(11)

berbeda telah ditumbuhkan untuk memperluas pendidikan kesemua bantustan di negera ini. Walaupun anggaran belanja kerajaan untuk pendidikan kaum kulit hitam bertambah banyak pada akhir tahun 1980- an. Pada akhir era aparteid tahun 1994 anggaran belanja per kapita untuk pendidikan orang kulit putih masih tinggi yaitu empat kali lipat di bandingkan dengan anggaran belanja untuk kaum kulit hitam.

Tempat tinggal dipisahkan berdasarkan ras yang ada. Ras kulit hitas tinggal di daerah perbatasan timur Afrika Selatan. Bagi orang kulit hitam yang keluar lebih dari 72 jam tanpa izin khusus dari Native Labour Office maka akan dipenjara. Lalu adanya pembagian daerah, daerah ini dibagi berdasarkan etnis yang ada. Daerah tersebut kemudian disebut Homelands atau Bantustans. Karena bersifat otonomi daerah, perkembangan ekonomi di Homelands tidaklah baik. Sumber daya di daerah tersebut juga tidak banyak sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Belum lagi pertam- bahan penduduk yang kian banyak setiap tahunnya, membuat Homelands menjadi padatdan kumuh.

Tak hanya masalah tempat tinggal, masalah pekerjaan, pendidikan dan pernikahan juga terdapat diskriminasi. Ras kulit hitam hanya diperbolehkan menjadi seorang buruh atau pelayan, namun karena tingginya natalitas mengakibatkan membludaknya pengangguran. Dalam hal pendidikan, tidak semua orang kulit hitam mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan, kalaupun mengenyam maka mata pelajaran akan dibedakan. Hal ini didasari oleh Bantu Education Act. Sedangkan ketika melakukan pernikahan, mereka dilarang melakukan pernikahan beda ras.

Dicetuskannya UU Larangan untuk Kawin Campur antar Ras dan bahkan dengan UU Amorallitas pemerintah kulit putih mengatur larangan hubungan sex antar ras. Lalu diperketat dengan diberlakukannya UU Registrasi Penduduk. Isi dari aturan ini mengkontrol perjalanan ras kulit hitam dengan membawa sebuah dokumen yang mencatat izin mereka ketika ke kota. Surat pas jalan ini jika tidak dapat diperlihatkan pada polisi maka akan diberiukan sanksi berupa penjara. Selanjutnya diatur pula peratuiran mengenai pendidikan khusus ras kulit hitam. Pemerintah

(12)

menerapkan pengawasan pendidikan masyarakat kulit hitam dibawah Departemen Urusan Penduduk Asli, pemerintah juga mengambil alih sekolah-sekolah warga kulit hitam yang dulunya dikelola oleh gereja dan misionaris (Samsumar , hlm.13-14)

Dalam konteks olahraga pun diatur, setiap ras memiliki persatuan olahraganya sendiri. Jika terlibat dalam pertandingan olahraga yang mencampur kedua ras akan dihukum. Hanya ras dan penduduk kulit putih saja yang diperbolehkan ikut serta dalam pertandingan internasional.

Perbedaan karakteristik fisik sering diambil untuk membedakan 'yang lain' dari masyarakat umum, seringkali sulit untuk membedakan antara rasisme dan xenofobia sebagai motivasi untuk berperilaku. Pada saat yang sama, ekspresi xenophobia dapat terjadi terhadap orang-orang dengan karakteristik fisik yang sama ketika orang-orang seperti itu tiba, kembali atau bermigrasi ke Negara Bagian atau wilayah di mana penghuni menganggap mereka sebagai orang luar.

Kelompok sosial dalam posisi yang tidak disukai menganggap pendatang sebagai pesaing untuk pekerjaan dan layanan publik. Ini menumbuhkan iklim sosial dan politik yang menghasilkan xenophobia dan rasisme (yaitu reaksi defensif terhadap migran), serta nasionalisme (yaitu menuntut agar negara memberi perlindungan yang lebih baik terhadap orang asing untuk populasinya sendiri). Penelitian telah menunjukkan bahwa setidaksetaraan ekonomi yang parah dan marginalisasi orang-orang dari akses terhadap kondisi ekonomi dan sosial yang mendasar menimbulkan keteganggan dan manifestasi rasisme dan xenophobia.

Mereka yang dianggap orang luar atau orang asing, seringkali para migran, pengungsi, pencari suaka, orang-orang yang kehilangan tempat tinggal, dan orang-orang nonnasional, merupakan target utama.

Xenophobia tidak hanya kebencian kepada seseorang atau komunitas tetapi juga ketakutan atau ketidaksukaan terhadap budaya dan keyakinan orang lain. Xenophobia terjadi terhadap orang-orang yang berbeda

(13)

komunitas atau bangsa lain. Bermigrasi ke negara atau daerah dimana penghuni negara tersebut menganggap meraka orang asing.

2.2 Pelanggaran HAM dalam penerapan ketika kebijakan Apartheid 2.2.1 HAM dan Pelanggaran HAM

Pengertian HAM pertamakalinya dikemukakan oleh John Locke, yang menjelaskan bahwa hak asasi manusia adalah hak- hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati.Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia. HAM adalah hak dasar setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan YangMaha Esa; bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.

Hingga saat ini tidak terdapat pengertian tunggal mengenai konsep pelanggaran HAM sekalipun di kalangan para ahli terdapat semacam kesepakatan umum bahwa pelanggaran HAM dimaknai sebagai”pelanggaran terhadap kewajiban negara yang lahir dari instrument instrumen internasional HAM”. Pelanggaran terhadap kewajiban negara itu dapat dilakukan dengan perbuatannya sendiri (acts of commission) ataupun karena kelalaiannya sendiri (acts of omission).

Dalam rumusan lain, pelanggaran HAM adalah “tindakan atau kelalaian oleh negara terhadap norma yang belum dipidana dalam hukum pidana Internasional tetapi merupakan norma HAM yang diakui secara Internasional” (Rover, 2000, hlm. xx).

Di dalam HAM terdapat empat prinsip dasar HAM yaitu; 1) kebebasan, 2) kemerdekaan, 3) persamaan dan 4) keadilan. Kebebasan merupakan penghormatan yang diciptakan oleh Sang Pencipta kepada martabat manusia selaku ciptaan-Nya dimana manusia diberi kebebasan oleh Tuhan untuk berkuasa. Kemerdekaan memiliki arti bahwa manusia telah diberikan kebebasan oleh Sang Pencipta oleh karena itumanusia harus dibiarkan merdeka dalam arti tidak boleh dijajah, dibelenggu atau dipasung dalam bentuk apapun. Persamaan memiliki arti bahwa setiap

(14)

manusia berasal dari produk yang sama sebagai ciptaan Tuhan makamanusia sebagai sesama ciptaan Tuhan tidak boleh membedakan manusia yang satu dengan lainnya (Aulia,2018).

Istilah Pelanggaran HAM berat (Gross Violation on Human Rights) yang menjadi bagian dari hukum positif Indonesia sejak diundangkannya UU 26 tahun 2000, menyebutkan katagori kejahatan yang merupakan pelanggaran HAM berat, yakni kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan Genosida yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama.

Kaitkan dngn DUHAM

2.2.2 Kasus Pelanggaran HAM di Afrika Selatan 2.3 Upaya Penyelesaian Kasus Pelanggaran

Commision Nacional Reconcilliacion atau Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) adalah sebuah badan yang mirip dengan pengadilan yang dibentuk di Afrika Selatan setelah berakhirnya Apartheid. Setiap orang yang merasa bahwa mereka telah menjadi korban kekerasan dipersilakan menghadap dan didengar oleh Komisi ini. Para pelanggar kekerasan pun dapat memberikan kesaksian dan memohon amnesti dari tuntutan.Pendengaran (hearing) dimuat dalam berita-berita nasional dan internasional dan banyak sesinya disiarkan lewat stasiun televisi nasional.

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi merupakan komisi yang bertugas menemukan dan mengungkapkan kesalahan masa lalu oleh pemerintah (atau, tergantung pada keadaan, aktor non-negara juga), dengan harapan menyelesaikan konflik yang tersisa dari masa lalu. Komisi kebenaran, dengan berbagai nama, kadang- kadang dibentuk oleh negara-negara yang muncul dari periode kerusuhan internal, perang saudara, atau kediktatoran (Diansah, 2021, Hlm.15).

2.3.1 Jalur Yudisial 2.3.2 Jalur Non Yudisial

Referensi

Dokumen terkait