• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUBES STRUKTUR BAJA DENGAN TIPE C MENGGUNAKAN PROFIL BAJA DOUBLE SIKU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2024

N/A
N/A
Will of D22

Academic year: 2024

Membagikan "TUBES STRUKTUR BAJA DENGAN TIPE C MENGGUNAKAN PROFIL BAJA DOUBLE SIKU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2024"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

DISUSUN OLEH:

1. Priyandita Eka Pangestu (202110340311219) 2. Muchammad Umar Zaidan (202110340311221) 3. Fahreza Adam Prastomi (202110340311233)

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2023

(2)

i Disusun oleh:

Priyandita Eka Pangestu (202110340311219) Muchammad Umar Zaidan (202110340311221) Fahreza Adam Prastomi (202110340311233)

Laporan ini telah disusun sebagai salah satu syarat untuk kegiatan Praktek Kerja Nyata (PKN) di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Malang.

Laporan ini telah disetujui pada,

Januari 2024 Dengan Nilai :

…………

Kepala Lab. Teknik Sipil Dosen Pembmbing

Ir. Ernawan Setyono, M.T. Aulia Indira Kumalasari, S.T., M.T.

(3)

ii

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... iv

BAB I ... 1

DASAR TEORI ... 1

1.1 PENGERTIAN BAJA ... 1

1.2 SIFAT SIFAT MEKANIK BAJA ... 3

1.3 PENCANAAN BATANG TARIK ... 6

1.4 PERENCANAAN BATANG TEKAN ... 13

1.5 SAMBUNGAN BAUT ... 19

1.6 SAMBUNGAN LAS ... 24

BAB II ... 28

DIAGRAM ALIR ... 28

BAB III ... 30

PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN ... 30

3.1 MENGHITUNG SISI MIRING DAN TINGGI KUDA-KUDA... 31

3.2 PERHITUNGAN BEBAN PADA ATAP ... 31

3.2.1 Beban Mati ... 32

3.2.2 Beban Hidup ... 34

3.2.3 Beban Angin ... 35

3.2.4 Kombinasi Pembebanan ... 38

3.2.5 Kombinasi Momen ... 40

3.3 PERENCANAAN GORDING ... 42

3.3.1 Perencanaan Gording Atap ... 42

3.3.2 Momen Nominal Penampang C-Channel ... 43

3.3.3 Lendutan Pada Profil C – Channel ... 44

3.3.4 Lendutan Terhadap Sumbu X ... 44

3.3.5 Lendutan Terhadap Sumbu Y ... 44

3.4 PERENCANAAN SAGROD ... 45

3.4.1 Akibat Beban Mati ... 45

3.4.2 Akibat Beban Hidup ... 45

3.4.3 Akibat ultimate Arah Y ... 45

3.4.4 Perhitungan Diameter Baja Pejal Bulat ... 45

3.4.5 Kelangsingan... 47

(4)

iii

3.6 PERHITUNGAN BEBAN PADA KUDA-KUDA ... 51

3.6.1 Beban Kombinasi ... 51

3.6.2 Beban Kuda-Kuda ... 51

3.6.3 Perencanaan Kuda-Kuda ... 55

3.7 PERENCANAAN KOLOM ... 68

3.7.1 Gaya Gaya Total Yang Bekerja ... 68

3.8 PERHITUNGAN BEBAN PADA DINDING ... 74

3.9 PERENCANAAN GORDING ... 76

3.10 PERHITUNGAN IKATAN ANGIN DINDING ... 78

3.11 PERHITUNGAN SAMBUNGAN ... 83

(5)

iv

Gambar 1. 4 Penampang Batang ... 6

Gambar 1. 5 Kondisi Fraktur Dari Luas Penampang Efektif Pada Sambungan ... 7

Gambar 1. 6 Perletakan Lubang Baut ... 8

Gambar 1. 7 Luas Penampang Netto Efektif ... 10

Gambar 1. 8 Penampang Sambungan Las ... 11

Gambar 1. 9 Detail Sambungan Las ... 11

Gambar 1. 10 Profil Siku Dengan Beban Tarik ... 13

Gambar 1. 11 Harga Nilai K Kondisi Tumpuan Ujung ... 15

Gambar 1. 12 Struktur Portal kaku ... 16

Gambar 1. 13 Nomogram Harga Struktur Portal kaku ... 17

Gambar 1. 15 Jarak Antar Baut ... 22

Gambar 1. 16 Analisis Elastic dan Plastic ... 22

Gambar 1. 17 Contoh Sambungan Geser Eksentris ... 23

Gambar 1. 18 Contoh Sambungan Baut ... 23

Gambar 1. 19 Contoh Sambungan ... 24

Gambar 1. 20 Contoh Sambungan Las ... 25

Gambar 1. 21 Batas Panjang Kaki Las Sudut... 26

Gambar 3. 1 Bentang Rencanan Bangunan Gedung ... 30

Gambar 3. 2 Penutup Atap Seng Gelombang ... 31

Gambar 3. 3 Reaksi Beban Mati Atap ... 33

Gambar 3. 4 Reaksi Beban Hidup ... 35

Gambar 3. 5 Reaksi Beban Angin Datang dan Pergi ... 37

Gambar 3. 6 Beban Ultimate Penampang Terbesar Batang Tarik ... 50

Gambar 3. 7 Nodal ... 53

Gambar 3. 8 Beam ... 53

Gambar 3. 9 Beban Mati ... 54

Gambar 3. 10 Beban Hidup ... 54

Gambar 3. 11 Beban Angin ... 54

Gambar 3. 12 Gaya Tekan Batang Tepi Atas ... 55

Gambar 3. 13 Gaya Tarik dan Tekan Batang Tepi Bawah ... 58

Gambar 3. 14 Gaya Tekan dan Tarik Batang Diagonal ... 61

Gambar 3. 15 Gaya Tekan dan Tarik Batang Tegak ... 64

Gambar 3. 16 Gaya Nmax ... 69

Gambar 3. 17 Gaya Mmax ... 69

Gambar 3. 18 Gaya Vmax ... 69

Gambar 3. 19 Momen Pu Ikatan Angin Dinding ... 79

Gambar 3. 20 Gaya Momen Max ... 83

Gambar 3. 21 Gaya Nmax ... 83

Gambar 3. 22 Gaya Vmax ... 84

Gambar 3. 23 Sambungan Baut ... 86

Gambar 3. 24 Gaya Mu Sambungn Tengah Kuda-kuda ... 87

Gambar 3. 25 Gaya Nu Sambungan Tengah Kuda-kuda ... 87

Gambar 3. 26 Gaya Vu Tengah Kuda-kuda ... 87

(6)

iv Tabel 1. 1 Ukuran Minimum Las Sudut ... 26 Tabel 3. 1 Berat Jenis Material Atap ... 31 Tabel 3. 2 Beban Hidup Terdistribusi Merata Minimum, dan beban Hidup Terpusat minimum .... 34 Tabel 3. 3 Jenis Baja ... 42 Tabel 3. 4 Dimensi Baja Pejal Bulat ... 46 Tabel 3. 5 Berat Jenis Penutup Dinding Galvalum ... 74

(7)

1

BAB I DASAR TEORI

1.1 PENGERTIAN BAJA

Pada abad ke-19 muncul material baru yaitu baja yang merupakan logam paduan antara besi dan karbon. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Elemen lain yang terkandung di dalam baja diantaranya adalah mangan, fosfor, sulfur, silicon dan Sebagian kecil oksigen, nitrogen serta alumunium. Selain itu untuk membedakan karakteristik beberapa baja maka ada elemen lain yang ditambahkan yaitu nikel, krom, molybdenum, boron, titanium, vadanium, dan niobium. Pada tahun 1870 baja karbon mulai dapat diproduksi dalam skala besar dan secara perlahan material baja mulai menggantikan besi tuang sebagai elemen konstruksi. Di Amerika Serikat jembatan kereta api pertama yang dibuat dari baja adalah jembatan Eads, yang diselesaikan pada tahun 1874. Struktur portal rangka baja pertama adalah Home Insurance Company Building di Chicago yang dibangun oleh William Le Baron Jenny.

Baja yang akan digunakan dalam struktur dapat diklasifikasikan menjadi : a. Baja Karbon,

baja karbon menunjukkan titik peralihan leleh yang jelas, seperti nampak dalam Gambar 1.1 kurva a. naiknya persentase karbon meningkatkan tegangan leleh namun menurunkan daktilitas, salah satu dampaknya adalah membuat pekerjaan las menjadi lebih sulit. Baja karbon umumnya memiliki tegangan leleh (fu) antara 210-250 Mpa.

Baja karbon terbagi menjadi beberapa bagian lagi berdasarkan kandungannya :

1.) Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel) Merupakan baja dengan kandungan utama besi dan karbon dengan komposisi karbon 0,3%- 0,35%. Aplikasi baja karbon rendah diantaranya sebagai : body mobil, bentuk struktur (profil I, L, C, H) dan pipa saluran

(8)

2 2.) Baja Karbon Medium Memiliki kandungan karbon 0,35% - 0,50%.

Baja karbon medium dapat dinaikkan sifat mekaniknya melalui perlakuan panas austenitizing, quenching, dan tempering. Aplikasi baja karbon medium diantaranya sebagai : poros, roda gigi, dan rel kereta api.

3.) Baja Karbon Tinggi Memiliki kandungan karbon 0,55 % - 1,7%.

Baja karbon medium dapat dinaikkan sifat mekaniknya melalui perlakuan panas austenitizing, quenching, dan tempering. Aplikasi baja karbon tinggi diantaranya sebagai : pegas, pisau cukur, kawat kekuatan tinggi, perkakas potong, dan dies.

b. Baja Paduan Rendah Mutu Tinggi (high-strength low-alloy),

merupakan baja yang mempunyai tegangan leleh berkisar 290 – 550 Mpa dengan tegangan putus (fu) antara 415-700 Mpa. Titik peralihan leleh dari baja ini Nampak dengan jelas (Gambar 1.1 kurva b).

c. Baja Paduan (low alloy)

dapat ditempa dan dipanaskan untuk memperoleh tegangan leleh antara 550 – 760 Mpa. Titik peralihan leleh tidak tampak dengan jelas (Gambar 1.1 kurvs c). tegangan leleh dari baja panduan biasanya ditentukan sebagai tegangan yang terjadi saat timbul regangan permanen sebesar 0,2%, atau dapat ditentukan pula tegangan pada regangan mencapai 0,5%. Baut yang biasa digunakan sebagai alat pengencang mempunyai tegangan putus minimum 415 Mpa -700 Mpa. Baut mutu tinggi mempunyai kandungan karbon maksimum 0,30% dengan tegangan putus berkisar antara 733 Mpa – 838 Mpa.

(9)

3 1.2 SIFAT SIFAT MEKANIK BAJA

Model pengujian yang paling tepat untuk mendapat sifat-sifat mekanik baja adalah dengan melakukan uji tarik terhadap suatu benda uji baja. Gambar 1.2 dan 1.3 menunjukkan suatu hasil uji tarik material baja yang dilakukan pada suhu kamar serta dengan memberikan keju renggangan yang normal.

Gambar 1. 1 Hubungan Regangan dan Tegangan

(10)

4 Gambar 1. 2 Hasil uji tarik material baja pada suhu kamar

Gambar 1. 3 Hasil uji tarik material baja pada suhu kamar ditambah keju regangan

(11)

5 Titik-titik penting dalam kurva tegangan-regangan antara lain adalah :

fp : batas proporsional fe : tegangan tekuk elastis

fyu’ fy : tegangan leleh atas dan bawah fu : Kekuatan tarik minimum terspesifikasi

Ξ΅sb : regangan saat mulai terjadi efek sstrain-hardening (penguatan regangan) Ξ΅u : regangan saat tercapainya tegangan putus

Titik-titik penting ini membagi kurva tegangan-regangan menjadi beberapa daerah sebagai berikut :

a. Daerah linear antara 0 dan fp, dalam daerah ini berlaku Hukum Hooke, kemiringan dari bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai Modulus Elastisitas atau Modulus Young, E (= f / Ξ΅)

b. Daerah elastis antara 0 dan fe, pada daerah ini jika beban dihilangkan maka benda uji akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji tersebut masih bersifat elastis

c. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2-1,5%, pada bagian ini regangan mengalami kenaikan akibat tegangan konstan sebesar fy. Daerah ini dapat menunjukkan pula tingkat daktilitas dari material baja t.rc.- but. Pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun pada daerah ini tegangan masih mengalami kenaikan. Karena itu baja jenis ini tidak mempunyai daerah plastis yang benar-benar datar sehingga tak dapat dipakai dalam analisa plastis

d. Daerah penguatan regangan (strain-hardening) antatz Ξ΅sb dan Ξ΅u. Untuk regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum, regangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih kecil daripada kemiringan daerah elastis. Daerah ini dinamakan daerah penguatan regangan (strain-hardening), yang berlanjut hingga mencapai tegangan purus. Kemiringan daerah ini dinamakan modulus penguaran regangan (Est).

(12)

6 1.3 PENCANAAN BATANG TARIK

a. Pendahuluan

Batang tarik banyak dijumpai dalam banyak struktur baja, seperti struktur- struktur jembatan, rangka atap, menara transmisi, ikatan angin, dan lain sebagainya. Batang ini dapat terdiri dari profil tunggal ataupun profil- profil tersusun. Gambar 1.4 menunjukkan beberapa penampang dari batang tarik yang umum digunakan.

Gambar 1. 4 Penampang Batang

b. Tahanan Nominal

Untuk mementukan tahanan nominal, ada tiga macam yang harus diperiksa yaitu :

- Leleh dari luas penampang kotor, di daerah yang jauh dari sambungan.

- Fraktur dari luas penampang efektif pada daerah sambungan - Geser blok pada sambungan

Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1 dinyatakan bahwa semua

komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor sebesar Tu maka harus memenuhi :

Tu ≀ Ο†.Tn

(13)

7 Kondisi Leleh dari luas penampang kotor

Bila kondisi leleh yang menentukan, maka tahanan nominal , Tn , dari batang tarik memenihi persamaan :

Tn = Ag . fy Dengan ;

Ag = luas penampang kotor, mm2 fy = kuat leleh material, MPa

Kondisi Fraktur Dari Luas Penampang Efektif Pada Sambungan

Teori elastisitas menunjukan bahwa tegangan tarik di sekitar lubang baut tersebut adalah sekitar 3 kali tegangan rerata pada penampang netto. Namun saat serat dalam material mencapai regangan leleh Ξ΅y = fy/Es, tegangan menjadi konstan sebesar fy , dengan deformasi masih berlanjut sehingga semua serat dalam material mencapai Ξ΅y atau lebih.

Gambar 1. 5 Kondisi Fraktur Dari Luas Penampang Efektif Pada Sambungan

Bila kondisi frakture pada sambungan yang menentukan, maka tahanan nominal, Tn , dari batang tersebut memenuhi persamaan :

Tn = Ae . fu Dengan ;

Ae = Jumlah luas efektif penampang berdasarkan lebar efektif tereduksi = U.An An = Luas neto komponen struktur, mm2

(14)

8

U

bs= Koefisien reduksiyang digunakan pada perhitungan kekuatan runtuh geser blok fu = Kekuatan tarik minimum terspesifikasi, MPa

Dengan Ο† adalah factor tahanan, yang besarnya adalah : Ο† = 0,90 untuk kondisi leleh

Ο† = 0,75 untuk kondisi fraktur c. Luas Netto

Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 17.3.5 mengenai peerlubangan untuk baut, dinyatakan bahwa suaru lubang bulat untuk baut harus dipotong dengan mesin pemotong dengan api, atau dibor ukuran penuh, atau dipons 3 mm lebih kecil dan kemudian diperbesar, atau dipons penuh. Selain itu, dinyatakan pula bahwa suatu lubang yang dipons hanya diijinkan pada material dengan tegangan leleh (fy) tidak lebih dari 360 MPa dan ketebalannya tidak melebihi 5600/ fy mm.

Selanjutnya dalam pasal 17.3.6 diatur pula mengenai ukuran lubang suatu baut, dinyatakan bahwa diameter nominal dari suatu lubang yang sudah jadi, harus 2 mrn lebih besar dari diameter nominal baut untuk suatu baut yang diameternya tidak lebih dari 24 mm. Untuk baut yang diameterya lebih dari 24 mm, maka ukuran lubang harus diambil 3 mm lebih besar. Luas nerto penampang batang tarik tidak boleh diambil lebih besar daripada 85% luas brutonya. An ≀ 0,85 Ag.

d. Efek Lubang Berselang-Seling pada Luas Netto

Lubang baut dapat diletakkan berselang-seling seperti gambar 1.6.

Gambar 1. 6 Perletakan Lubang Baut

(15)

9 Dari potongan 1-1 diperoleh : An = Ag – n.d.t

Dari potongan 2-2 diperoleh : An = Ag – n.d.t + βˆ‘ 𝑠

2𝑑 4 𝑒

Dengan ;

Ag = luas penampang kotor An = luas netto penampang, mm2 t = tebal penampang

n = banyak lubang dalam satu potongan

s, u = jarak antar sumbu lubang pada arah sejajar dan tegak lurus sumbu komponen struktur

e. Luas Netto Efektif

Efisiensi suatu sambungan merupakan fungsi dari daktilitas material, jarak antar alat pengencang, konsentrasi tegangan pada lubang baut serta suatu fenomena yang sering disebut dengan istilah shear lag. Shear lag timbul jika suatu komponen struktur tarik hanya disambung sebagiau saja, sebagai conroh adalah sambungan untuk profil siku dalam Gambar 1.7. Profil siku tersebut hanya disambung pada salah satu kakinya saja, sehingga bagian yang disambung akan mengalami beban yang berlebihan sedangkan bagian lainnya tidak menerima tegangan yang sama besarnya. Salah satu cara mengatasi masalah shear lag adalah dengan memperpanjang sambungan.

Luas penampang efektif komponen struktur yang mengalami gaya tarik harus ditentukan sebagai berikut :

Ae = U.An Dengan ;

Ae = luas efektif penampang An = luas netto penampang, mm2

(16)

10 U = koefisien reduksi

xΜ… = eksentrisitas sambungan = 1 - π‘₯Μ… 𝐿 ≀ 0,9 L = panjang sambungan dalam arah gaya Tarik

Gambar 1. 7 Luas Penampang Netto Efektif

Apabila gava tarik disalurkan dengan menggunakan alat sambung las, maka akan ada 3 macam kondisi yang dijumpai, yaitu:

1. Bila gaya tarik disalurkan hanya oleh las memanjang ke elemen bukan pelat, atau oleh kombinasi las memanjang dan melintang, maka:

Ag = Ag.

2. Bila gaya tarik disalurkan oleh las melintang saja:

Ae = luas, penampang yang disambung las (U = 1) 3.

3. Bila gaya tarik disalurkan ke elemen pelat oleh las memanjang sepanjang kedua sisi bagian ujung elemen:

Ae = U.Ag.

Dengan :

U = 1,00 untuk l β‰₯ 2w

U = 0,87 untuk 2w > l β‰₯ 1,5w U = 0,75 untuk 1,5w > l β‰₯ w l = panjang las

(17)

11 w = jarak antar las memanjang

Gambar 1. 8 Penampang Sambungan Las

Gambar 1. 9 Detail Sambungan Las

Selain ketentuan di atas, koefisien reduksi U untuk beberapa penampang menurut manual dari AISC, adalah :

1. Penampang-I dengan b/h > 2/3 atau penampang T yang dipotong dari penampang-I, dan sambungan pada plat sayap dengan jumlah baut lebih atau sama dengan tiga buah per baris (arah gaya). U =0,90

(18)

12 2. Untuk penampang yang lain (termasuk penampang tersusun) dengan jumlah

alat pengencang minimal tiga buah per baris. U =0,85

3. Semua penampang dengan banyak baut = 2 per baris (arah gaya). U =0,75 f. Geser Blok

Sebuah elemen plat tipis menerima beban tarik, dan disambungkan dengan alat pengencang, tahanan dari komponen tarik tersebut kadang ditentukan oleh kondisi batas sobek, atau sering disebut geser blok. Dalam gambar 1.10 profil siku degan beban tarik, yang dihubungkan dengan alat pengencang, dapat mengalami keruntuhan geser blok sepanjang potongan a-b-c. bagian yang terarsir dalam gambar akan terlepas atau sobek.

Keruntuhan geser blok diberikan persamaan :

1. Geser leleh – Tarik fraktur (fu . Ant β‰₯ 0,6 . fu . Anv) Tn = 0,6 . fy . Agv + fu . Ant

2. Geser Fraktur – Tarik Leleh (fu . Ant < 0,6 . fu . Anv) Tn = 0,6 . fu . Anv + fy . Agt

Dengan ;

Agv = luas kotor akibat geser Agt = luas kotor akibat tarik Anv = luas netto akibat geser Ant = luas netto akibat tarik Fu = kuat tarik

Fu = kuat leleh

(19)

13 Gambar 1. 10 Profil Siku Dengan Beban Tarik

g. Kelangsingan Struktur Tarik

Untuk mengurangi problem yang terkait dengan lendutan besar dan vibrasi, maka komponen struktur tarik harus memenuhi syarat kekakuan. Syarat ini berdasarkan pada rasio kelangsingan, Ξ» = L/r, dengan Ξ» adalah angka.

kelangsingan struktur, L adalah paniang komponen sruktur, sedangkan r adalah jari-jari girasi (r = √1/A ). Nilai λ diambil maksimum 240 unruk batang tarik utama, dan 300 untuk batang tari sekunder.

1.4 PERENCANAAN BATANG TEKAN a. Pendahuluan

Batang-batang tekan yang banyak dijumpai yaitu kolom dan batang- batang tekan dalam struktur rangka batang. Komponen struktur tekan dapat terdiri dari profil tunggal atau profil tersusun yang digabung dengan menggunakan pelat kopel.

b. Kekuatan Kolom

Kolom ideal yang memenuhi persamaan euler, harus memenuhi anggapan- anggapan berikut :

1. Kurva hubungan tegangan-regangan tekan yang sama diseluruh penampang

2. Tak ada tegangan sisa

3. Kolom benar-benar lurus dan prismatic

4. Beban bekerja pada titik berat penampang, hingga batang melentur 5. Kondisi tumpuan harus ditentukan secara pasti

(20)

14 6. Berlakunya teori lendutan kecil

7. Tak ada puntir pada penampag, selama terjadi lentur Pcr = πœ‹

2𝐸𝑑 (πΏπ‘Ÿ)2

𝐴𝑔 = π‘“π‘π‘Ÿ . 𝐴𝑔

Dengan :

Et = tangen modulus elastisitas ada tegangan Pcr / Ag Ag = luas kotor penampang batang

L/r = rasio kelangsingan efektif k = factor panjang efektif L = panjang batang r = jari-jari girasi

c. Tahanan Tekan Nominal

Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris, akibat beban terfaktor Nu , menurut SNI 03-1729-2002 harus memenuhi :

Nu ≀ Ο†c . Nn Dengan :

Ο†c = 0,85

Nu = beban terfaktor

Nn = kuat tekan nominal komponen struktur = fcr . Ag Tegangan kritis untuk daerah elastic, dituliskan sebagai :

π‘“π‘π‘Ÿ 𝑓𝑦 = πœ‹

2𝐸 πœ†2𝑓𝑦 = 1

πœ†2𝑐

Sehingga πœ†π‘ = πœ†

πœ‹βˆšπ‘“π‘¦

𝐸

Daya dukung nominal Nn struktur tekan dihitung sebagai berikut :

(21)

15 Nn = Ag . fcr = Ag . 𝑓𝑦

πœ”

Dengan besarnya Ο‰ ditentukan oleh Ξ»c, yaitu : Untuk Ξ» < 0,25 maka Ο‰ = 1

Untuk 0,25 < Ξ»c < 1,2 maka Ο‰ = 1,43

1,6βˆ’0,67 πœ†π‘

Untuk Ξ»c > 1,2 maka Ο‰ = 1,25 Ξ»c d. Panjang Tekuk

Besar beban yang dapat diterima oleh suatu komponen struktur tekan juga tergantung dari panjang efektifnya. Semakin kecil panjang efektif suatu

komponen struktur tekan, maka semakin kecil pula resikonya terhadap masalah tekuk.

Gambar 1. 11 Harga Nilai K Kondisi Tumpuan Ujung

(22)

16 Panjang efektif suatu kolom secara sederhana dapat didefinisikan sebagai jarak di antara dua titik pada kolom tersebut yang mempunyai momen sama dengan nol. Dalam perhitungan kelangsingan komponen struktur tekan (Ξ» = L/r), panjang komponen struktur yang digunakan harus dikalikan suatu faktor panjang tekuk k untuk rnemperoleh panjang efektif dari kolom tersebut. Besarnya faktor panjang efektif sangat tergantung dari kondisi perletakan pada ujung-ujung komponen struktur tersebut. Nilai k untuk komponen struktur tekan dengan dengan kondisi- kondisi tumpuan ujung yang ideal seperti dalam Gambar 1.11 dapat ditentukan secara mudah dengan menggunakan ketentuan-ketentuan di atas, namun untuk suatu komponen struktur tekan yang merupakan bagian dari suatu struktur portal kaku seperti dalam Gambar 1.12, maka nilai k harus dihitung berdasarkan suatu nomogram.

Gambar 1. 12 Struktur Portal kaku

Nilai k untuk masing-masing sistem portal tersebut dapat dicari dari nomogram dalam Gambar 1.13. Terlihat dalam Gambar 1.13 bahwa nilai k merupakan fungsi dari GA dan GB yang merupakan perbandingan antara kekakuan komponen struktur yang dominan terhadap tekan (kolom) dengan kekakuan komponen struktur yang relatif bebas terhadap gaya tekan (balok). Nilai G ditetapkan berdasarkan persamaan :

βˆ‘(𝐿 𝐿)𝑐

βˆ‘(𝐼 𝐿)𝑏

(23)

17 Gambar 1. 13 Nomogram Harga Struktur Portal kaku

e. Masalah Tekuk Lokal

Jika penamang melintang suatu komponen struktur tekan cukup tipis, maka aka nada kemungkinan timbul tekuk local. Jika tekuk lokal terjadi maka komponen struktur tersebut tidak akan lagi mampu memikul beban secara penuh, dan ada kemungkinan pula struktur tersebut akan mengalami keruntuhan.

Rasio antara lebar dengan tebal suatu elemen biasanya dinotasikan dengan simbol Ξ». Untuk pprofil WF maka kelangsingan flens dan web dapat dihitung berdasarkan rasio bf /2tf dan b/tw dengan bf dan tf adallah lebar dan tebal flens sedangkan h dan tw adalah tinggi dan tebal dari web. Jika niali 1 lebih besar dari suatu batas yang ditentukan, Ξ»r, maka penampang dikategorikan sebagai penampang langsing dan sangat potensial mengalami keruntuhan.

f. Komponen Struktur Tekan Tersusun

Komponen struktur tekan dapat tersusun dari dua tau lebih profil, yang disatukan dengan menggunakan pelat kopel. Analisa perhitungannya harus dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan. Kelangsingan pada arah sumbu bahan (sumbu x) dihitung dengan :

Ξ»x = π‘˜.𝐿π‘₯Μ…

π‘Ÿπ‘₯Μ…

(24)

18 Dan pada arah sumbu bebas bahan harus dihitung kelangsingan ideal Ξ»iy :

Ξ»iy = βˆšπœ†2𝑦 +π‘š

2 πœ†21 Dan

Ξ»y = π‘˜.𝐿𝑦

π‘Ÿπ‘¦ dan Ξ»1 = 𝐿1

π‘Ÿπ‘šπ‘–π‘›

Dengan :

Lx, Ly = panjang komponen struktur tekan arah x dan arah y k = factor panjang tekuk

rx, ry, rmin = jari-jari girasi komponen struktur

m = konstanta yang besarnya ditentukan dalam peraturan L1 = jarak antar pelat kopel pada arah komponen struktur tekan

Pelat kopel yang digunakan harus cukup kaku sehingga memenuhi persamaan :

𝑏/2 𝑑𝑓 β‰₯ 10 𝐼

𝑙

Dengan

Ip = momen inersia pelat kopel, untuk pelat kopel di muka dan di belakang yang tebalnya t dengan tinggi h

Ii = momen inersia minimum satu buah profil

a = jarak antar dua pusat titik berat elemen komponen struktur

Untuk menjaga kestabilan elemen-elemen penampang komponen struktur tersusun, maka harga Ξ»x, Ξ»iy, dan Ξ»1 harus memenuhi :

Ξ»x β‰₯ 1,2 Ξ»1 Ξ»x β‰₯ 1,2 Ξ»1 Ξ»x ≀ 50

(25)

19 Pelat kopel harus dihitung dengan menganggap bahwa pada seluruh panjang komponen struktur tersebut bekerja gaya lintang yang besarnya :

Du = 0,02 Nu

1.5 SAMBUNGAN BAUT a. Pendahuluan

Baut mutu tinggi menggeser penggunaan paku keeling sebagai alat pengencang karena beberapa kelebihan yang dimilikinya dibandingkan paku kelin, seperti jumlah tenaga kerja lebih sedikit, kemampuan menerima gaya yang

(26)

20 lebih besar, dan secara keseluruhan dapat menghemat biaya konstruksi. Dua tipe baut mutu tinggi yang distandarkan ASTM adalah tipe A325 dan A490. Baut ini mempunyai kepala berbentuk segi enam. Baut A325 terbuat dari baja karbon yang memiliki kuat leleh 560 MPa – 630 MPa, baut A490 terbuat dari baja alloy dengan kuat leleh 790 – 900 MPa, tergantung pada diameternya. Baut mutu normal dipasang kencang tangan. Baut mutu tinggi mula- mula dipasang kencang tangan, dan kemudian diikuti 1/2 putaran lagi (turn- of-the-nut method).

Dalam Tabel 1.14 ditampilkan tipe-tipe baut dengan diameter, proof load dan kuat tarik minimumnya

Gambar 1. 14 Tipe-tipe Baut

b. Tahanan Nominal Baut

Suatu baut yang memikul beban terfaktor, sesuai persyaratan LRFD harus memenuhi:

R ≀ Ο†.Rn

Dengan Rn, adalah tahanan nominal baut sedangkan Ο† adalah faktor reduksi yang diambil sebesar 0,75. Besarnya Rn berbeda-beda untuk masing-masing tipe sambungan.

- Tahanan Geser Baut

Tahanan nominal satu buah baut yang memikul gaya geser memenuhi persamaan:

Rn = m.r1. 𝑓𝑒𝑏 .Ab Dengan:

r1 = 0,50 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser

(27)

21 r1 = 0,40 untuk baut dengan ulir pada bidang geser

𝑓𝑒𝑏 = kuat tarik baut (MPa)

Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir m = jumlah bidang geser

- Tahanan Tarik Baut

Baut yang memikul gaya tarik tahanan nominalnya dihitung menurut:

Rn = 0,75. . 𝑓𝑒𝑏 .Ab Dengan:

𝑓𝑒𝑏 = kuat tarik baut (MPa)

Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir - Tahanan Tumpu Baut

Tahanan tumpu nominal rergantung kondisi yang terlemah dari baut atau komponen pelat yang disambung. Besarnya ditentukan sebagai berikut:

Rn = 2,4.db.tp.fu Dengan:

db = diameter baut pada daerah tak berulir tp = tebal pelat

fu = kuat tarik putus terendah dari bauta tau pelat

Untuk lubang baut selot panjang tegak lurus arah gaya berlaku : Rn = 2,0.db.tp.fu

Tata letak baut diatur dalam SNI pasal 13.4, jarak antar pusat baut harus di ambil tidak kurang dari 3 kali diameter nominal baut, dan jarak antara baut tepi dengan ujung pelat harus sekurang-kurangnya 1,5 diameter nominal baut.

Dan jarak maksimum antar pusat lubang baut tak boleh melebihi 15tp atau

(28)

22 200 mm, sedangkan jarak tepi maksimum harus tidak melebihi (4tp + 100 mm) atau 200 mm.

Gambar 1. 15 Jarak Antar Baut

c. Geser Eksentris

Dalam mendesain sambungan, dapat dilakukan dua macam pendekatan yaitu:

1. Analisa elastic, yang mengasumsikan taka da gesekan antara pelat yang kaku dan alay pengencang yang elastik.

2. Analisa plastis, yang mengasumsikan bahwa kelompok alat pengencang dengan beban eksentris P berputar terhadap pusat rotasi sesaat dan deformasi di setiap alat penyambung sebanding dengan jaraknya dari pusat rotasi.

Gambar 1. 16 Analisis Elastic dan Plastic

(29)

23 Gambar 1. 17 Contoh Sambungan Geser Eksentris

d. Kombinasi Geser dan Tarik

Pada umumnya sambungan yang ada merupakan kombinasi geser dan tarik.

Gambar 1. 18 Contoh Sambungan Baut

(30)

24 1.6 SAMBUNGAN LAS

a. Pendahuluan

Pengelasan adalah suatu proses penyambungan bahan logam yang menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya hingga suhu yang tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tampa pemakaian bahan pengisi.

b. Jenis-jenis Sambungan

1. Sambungan sebidang (butt joint), umumnya dipakai untuk pelat-pelat datar dengan ketebalan sama atau hamper sama.

2. Sambungan lewatan (lap joint), paling banyak dijumpai karena cocok untuk tebal pelat yang berlainan.

3. Sambungan tegak (tee joint), banyak dipakai untuk membuat penampang tersusun seperti bentuk I, pelat girder, stiffener.

4. Sambungan sudut (corner joint), dipakai untuk penampang tersusun berbentuk kotak.

5. Sambungan sisi (edge joint), sambungan ini bukan jenis structural dan digunakan untuk menjaga agar dua atau lebih pelat tidak bergeser satu dengan lainnya.

Gambar 1. 19 Contoh Sambungan

(31)

25 c. Jeni-jenis Las

1. Las tumpul (groover welds), dipakai untuk menyambung batang-batang sebidang.

2. Las sudut (fillet welds), 80% sambungan las menggunakan tipe las sudut karena tidak memerlukan presisi tinggi dalam pengerjaannya.

3. Las baji dan pasak (slot and plug welds), biasanya digunakan bersama- sama sambungan dengan las sudut. Manfaat utamanya adalah menyalurkan gaya geser pada sambungan lewatan bila ukuran panjang las terbatas oleh panjang yang tersedia untuk las sudut.

Gambar 1. 20 Contoh Sambungan Las

d. Pembatasan Ukuran Las Sudut

Ukuran las sudut minimal ditentukan oleh panjang kaki. Panjang kaki harus ditentukan sebagai panjang a1 dan a2 seperti pada Gambar 1.21.

(32)

26 Gambar 1. 21 Batas Panjang Kaki Las Sudut

Tabel 1. 1 Ukuran Minimum Las Sudut

Pembatasan ukuran maksimum las sudut :

- Untuk komponen dengan tebal < 6,4 mm, diambil setebal komponen - Untuk komponen dengan tebal β‰₯ 6,4 mm, diambil 1,6 mm kurang dari tebal komponen.

Panjang efektif las sudut adalah seluruh panjang las sudut berukuran penuh dan paling tidak harus 4 kali ukuran las, jika kurang maka las untuk perencanaan dianggap sebesar 1⁄4 kali panjang efektif.

e. Luas Efektif Las

Tebal efektif las tergantung dari ukuran dan bentuk dari las tersebut' dan dapat dianggap sebagai lebar minimum bidang keruntuhan.

- Las Tumpul

(33)

27 - Las Sudut

Tebal efektif las sudut adalah jarak nominal terkecil dari kemiringan las dengan titik sudut di depannya.

f. Tahanan Nominal Sambungan Las Ο†.Rnw β‰₯ Ru

Dengan :

Ο† = factor tahanan

Rnw = tahanan nominal per satuan panjang las Ru = beban terfaktor per satuan panjang las

(34)

28 BAB II

DIAGRAM ALIR

(35)

30 BAB III

PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN

Rencanakan Gudang untuk bangunan industri dilengkapi gambar kerja berdasarkan SNI 1729-2015 dengan data-data sebagai berikut :

1. Bentang kuda-kuda Β½ L = 10 m

2. Profil kuda-kuda = Siku Ganda

3. Jumlah kuda-kuda = 8

4. Jarak antar kuda-kuda = 4.5 m

5. Tinggi kolom (h1) = 5.5 m

6. Tinggi rangka batang (h2) = 0.75 m

6. Sudut atap (Ξ±1) = 20Β°

7. Jenis penutup atap = Seng Gelombang

8. Dinding = Tertutup

9. Penutup dinding = Galvalum

10. Beban angin = 45 kg/m2

Gambar 3. 1 Bentang Rencanan Bangunan Gedung

(36)

31 11. Ikatan angin atap = Profil C

12. Ikatan angin kolom = Profil WF

13. Mutu baja = BJ 50

14. Jenis sambungan = Sambungan baut

3.1 MENGHITUNG SISI MIRING DAN TINGGI KUDA-KUDA Tinggi kuda-kuda = tan Ξ± Γ— 1/2L

= tan 20Β° Γ— 10 m

= 3,6397 m Panjang sisi-sisi miring = √1

2𝐿2 + 𝑑2

= √102 + 3,63972

= 10,6418 m Jarak antar gording = 𝑠𝑖𝑠𝑖 π‘šπ‘–π‘Ÿπ‘–π‘›π‘”

π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘”π‘œπ‘Ÿπ‘‘π‘–π‘›π‘”βˆ’1

= 10,6418

10 βˆ’1

= 1,182 m = 1,2 m 3.2 PERHITUNGAN BEBAN PADA ATAP

Jarak antar gording = 1,2 m Berat penutup atap = 10 kg/m2

Tabel 3. 1 Berat Jenis Material Atap

Gambar 3. 2 Penutup Atap Seng Gelombang

(37)

32 Berat gording yang dicoba menggunakan C 125 Γ— 50 Γ— 20 : 4,88 kg/m

3.2.1 Beban Mati

Digunakan penutup atap (seng gelombang)

- Berat penutup atap 1,2 m Γ— 10 kg/m2 = 12 kg/m

- Berat gording = 4,88 kg/m

qD = 16,88 kg/m

(38)

33 Mencari Reaksi

qD = 16,88 kg/m β†’ Rdx = 1

2 Γ— π‘žπ· Γ— 4,5 Γ— sin 20Β°

= 1

2 Γ— 16,88 kg/m Γ— 4,5 Γ— 0,342

= 12,990 kg

Rdy = 1

2 Γ— π‘žπ· Γ— 4,5 Γ— cos 20Β°

= 1

2 Γ— 16,88 kg/m Γ— 4,5 Γ— 0,9396

= 35,690 kg

Mencari Momen

qD = 16,88 kg/m β†’ Mdx = 1

8 Γ— π‘žπ· Γ— 𝐿2Γ— sin 20Β°

= 1

8 Γ— 16,88 kg/m Γ— 4,52Γ— 0,342

= 4,998 kg.m

Mdy = 1

8 Γ— π‘žπ· Γ— 𝐿2Γ— cos 20Β°

= 1

8Γ— 16,88 kg/m Γ— 4,52Γ— 0,9396

= 13,732 kg.m

Gambar 3. 3 Reaksi Beban Mati Atap

(39)

34

3.2.2 Beban Hidup

Beban Pekerja = 1,33 kN = 135,6 Kg (SNI-1727-2020 Tabel 4.3.1)

Tabel 3. 2 Beban Hidup Terdistribusi Merata Minimum, dan beban Hidup Terpusat minimum

(40)

35 Mencari Reaksi

PL = 135,6 kg β†’ RLx = 67,8 kg Γ— sin 20Β°

= 23,189 kg

RLy = 67,8 kg Γ— cos 20Β°

= 63,711 kg Mencari Momen

PL = 135,5 kg β†’ MLx = 1

4 Γ— 135,6 π‘˜π‘” Γ— 4,5 Γ— sin 20Β°

= 52,175 kg MLy = 1

4 Γ— 135,6 π‘˜π‘” Γ— 4,5 Γ— cos 20Β°

= 143,350 kg

3.2.3 Beban Angin

Menentukan Indikator yang Diperlukan o q (beban angin ) = 45 kg/m2

o G/factor tiupan = 0,85 (pasal 26.11.1 SNI-1727- 2020)

o CNW (koefisien tekanan netto) sisi angin datang

Gambar 3. 4 Reaksi Beban Hidup

(41)

36 o CNL (koefisien tekanan netto) sisi angin pergi

Mencari Nilai Cp Atap H = (𝐻1+𝑑

2 ) + 𝑑

= (5,5 + 3,6397

2 ) + 3,6397

= 8,2096

𝐻

𝐿 = 8,2096

20

= 0,4105 β†’ 0,5 SNI 1727-2020 Pasal 27.3.5

Didapat Cp = (-0,4) untuk angin datang, dan (-0,6) untuk angin pergi.

(42)

37 SNI 1727-2020 Pasal 27.3.2

Beban angin datang (p) = q Γ— G Γ— Cp

= 45 kg/m2 Γ— 0,85 Γ— 0,4

= 15,3 kg/m2 Beban angin pergi (p) = q Γ— G Γ— Cp

= 45 kg/m2 Γ— 0,85 Γ— 0,6

= 22,95 kg/m2

Menghitung Reaksi dan Momen Pada Angin Datang dan Angin Pergi

o Beban angin datang p = q = 15,3 kg/m2 Rwx = 1

2 Γ— π‘ž Γ— 𝐿

Gambar 3. 5 Reaksi Beban Angin Datang dan Pergi

(43)

38 = 1

2 Γ— 15,3 Γ— 4,5 π‘š = 34,425 kg/m Rwy = 0

Mwx = 1

8 Γ— π‘ž Γ— 𝐿2 = 1

8 Γ— 15,3 Γ— 4.52 = 38,728 kg/m Mwy = 0

o Beban angin pergi p = q = 22,95 kg/m2 Rwx = 1

2 Γ— π‘ž Γ— 𝐿 = 1

2 Γ— 22,95 Γ— 4,5 π‘š = 51,638 kg/m

Rwy = 0 Mwx = 1

8 Γ— π‘ž Γ— 𝐿2 = 1

8 Γ— 22,95 Γ— 4.52 = 58,092 kg/m Mwy = 0

3.2.4 Kombinasi Pembebanan

Beban air hujan R = 45 kg/m2 – 0,8Ξ±

= 45 kg/m2 – 0,8 Γ— 20Β°

= 29 kg/m2 Rx =45 kg/m2 – 0,8Ξ±

= 45 kg/m2 x 0,8 x sin 20

= 44,726 kg/m2 Ry = 45 kg/m2 – 0,8Ξ±

= 45 kg/m2 x 0,8 x cos 20

= 44,060 kg/m2

(44)

39 Arah tegak lurus bidang atap

Rux1 = (1,4) x (RDX)

= (1,4) x (17,4043)

= 24,366 kg

Rux2 = (1,2) x (RDX) + (1,6) x (RLX) + (0,5) x (Rx)

= (1,2) x (17,4043) + (1,6) x (23,189) + (0,5) x (44,726)

= 80,351 kg

Rux3 = (1,2) x (RDX) + (1,6) x (Rx) + (0,5) x (RWX)

= (1,2) x (17,4043) + (1,6) x (44,726) + (0,5) x (51,638)

= 118,266 kg

Rux4 = (1,2) x (RDX) + (1) x (RWX + RLx)+ (0,5) x (RX)

= (1,2) x (17,4043) + (1 x (51,638 + 23,189) + (0,5) x (44,726)

= 118,075 kg

Rux5 = (0,9 x RDX) + (1 x RWX)

= (0,9 x 17,4043 ) + ( 1 x 51,638)

= 67,301 kg Arah sejajar bidang atap

Ruy1 = (1,4) x (RDy)

= (1,4) x (35,6895)

= 66,945 kg

(45)

40 Ruy2 = (1,2) x (RDY) + (1,6) x (RLY) + (0,5) x (RY)

= (1,2) x (47,8178) + (1,6) x (63,711) + (0,5) x (44,060)

= 181,349 kg

Ruy3 = (1,2) x (RDY) + (1,6) x (RY) + (0,5) x (RWY)

= (1,2) x (47,8178) + (1,6) x (44,060) + (0,5) x (0)

= 127,878 kg

Ruy4 = (1,2) x (RDy) + (1) x (RWy + RLy)+ (0,5) x (RY)

= (1,2) x 47, 8178 ) + ( 0 + 63,711 ) + (0,5) x (44,060)

= 143,123 kg

Ruy5 = (0,9 x RDy) + (1 x RWy)

= (0,9 x 47,8178) + (1 x 0)

= 43,036 kg

3.2.5 Kombinasi Momen

Arah tegak lurus bidang atap Mux1 = 1,4 x MDx

= 1,4 x 19,5798

= 27,412 kg

Mux2 = (1,2) x (MDX) + (1,6) x (MLX) + (0,5) x (RX)

= (1,2) x (19,5798) + (1,6) x (52,1752) + (0,5) x (44,726) = 129, 339 kg

Mux3 = (1,2) x (MDX) + (1,6) x (RLX) + (0,5) x (MWX)

= (1,2) x (19,5798) + (1,6) x (23,189) + (0,5) x (58,092) = 89,644 kg

Mux4 = (1,2) x (MDX) + (1) x (MWX + MLx)+ (0,5) x (RX)

= (1,2 x 19,5798) + (1) x ( 58,092 + 52,1752) + (0,5) x (44,726)

= 156,126 kg

Mux5 = (0,9 x MDx) + (1 x MWx)

= (0,9 x 19,5798) + (1 x 58,092)

= 75,714 kg

(46)

41 Arah sejajar bidang atap

Muy1 = (1,4) x (MDY)

= (1,4) x (53,7951)

= 75,3131 kg

Muy2 = (1,2) x (MDY) + (1,6) x (MLY) + (0,5) x (MWX) = (1,2) x (53,7951) + (1,6) x (143,3501) + (0,5) x (0) = 293,914 kg

Muy3 = (1,2) x (MDY) + (1,6) x (R) + (0,5) x (Rx)

= (1,2) x (53,7951) + (1,6) x (143,3501) + (0,5) x (44,726) = 316,277 kg

Muy4 = (1,2) x (MDX) + (1,6) x (MLY) + (0,5) x (MWY) = (1,2) x (19,5798) + (1,6) x (143,3501) + (0,5) x (0) = 166,846 kg

Muy5 = (0,9 x MDY) + (1 x MWx)

= (0,9 x 53,7951) + (1 x 0)

= 48,4155 kg

(47)

42 3.3 PERENCANAAN GORDING

3.3.1

Perencanaan Gording Atap

Diambil profil C-Channael C125 x 50 x 20 dengan tebal 2,5 mm t = 0,25 cm Zx = 23,5 cm2 Cy = 1,69cm Ix = 147 cm2 Zy = 6,6 cm2 H = 12,5cm Iy = 22 cm2 rx = 4,86cm2 q = 4,88 kg/m

ry = 1,88 B = 5 cm C = 2 cm

Mutu baja (Fx)= B50 = 50 x 1ksi = 50 x 6,894 = 344,7Mpa = 3514,962 kg/cm3

Mutu Baja BJ 50

Tabel 3. 3 Jenis Baja

(48)

43 Fu = 500 MPa = 5098,58 kg/cm2

Fy = 290 MPa = 2957,18 kg/cm2

3.3.2

Momen Nominal Penampang C-Channel

Zx = [(1

4) 𝐻 π‘₯ 𝑑²) + (𝐢 Γ— 𝑑(𝐻 – 𝐢)) + ((𝐻 – 2𝑑)(𝐻 – 𝑑))]

Zx = (1

4) π‘₯ 12,5 π‘π‘š π‘₯ (0,25 π‘π‘š)2) + (2 π‘π‘š π‘₯ 0,25 π‘π‘š (12,5 π‘π‘š βˆ’ 2 π‘π‘š)) + (12,5 π‘π‘š βˆ’ 2 π‘₯ 0,25 π‘π‘š) π‘₯ (12,5 π‘π‘š βˆ’ 0,25 π‘π‘š) = 0,195 cm + 5,25 cm + 147 cm

= 152,445 cm3 Zy = ( h x t (Cy - (1

2) 𝑑)) + (2C x t (B – Cy - (1

2)t)) + t (Cy – t2 ) + (B – Cy – t)2

= (12,5 x 0,25 (1,69 – 0,125)) + (2x2 x 0,25 (5 – 1,69- 0,125 )) + 0,25(1,69 – 0,252 ) + (5 – 1,69 – 0,25)2

= 4,695 cm + 3,185 cm + 0,406 cm + 9,363 cm = 17, 650 cm3

Mnx = Mp=Fy x Zx

= 5098,58 kg/cm2 x 152,445 cm3 = 777254,6 kg.cm= 7772,546 kg.m Mny = Mp=Fy x Zx

= 5098,58 kg/cm2 x 17,650 cm3 = 89992,36 kg.cm = 899,9236 kg.m

Persyaratan Momen Biaxial

Mux

ØMnx+ Muy

ØMny < 1,0

126,6057

0,9 x 7772,546+ 308,4142

0,9 π‘₯Μ… 899,9236 < 1,0 0,3989 < 1,0

(49)

44

3.3.3 Lendutan Pada Profil C – Channel

βˆ†max = 𝐿

240

= 450

240

= 1,875 cm = 18,75 mm

qD = 22,6163 kg/m : qDx = (22,6163 kg/m) x sin 20Β° = 7,735 kg/m

qDy =(22,6163 kg/m) x cos 20Β° = 21,252 kg/m

PL = 135,5 kg : PLx = (135,5 kg) x sin 20Β° = 46,378 kg : PLx = (135,5 kg) x cos 20Β° = 127,422 kg

3.3.4 Lendutan Terhadap Sumbu X

qx = qDx = 7,735 kg/m = 0,07735 kg/cm Px = PLx = 46,378 kg

L = 4,5 m = 450 cm

E = 200.000 Mpa = 2039432,43 kg/cm2 Ix = 147 cm4

Ξ”x = 5

384 Γ— π‘žπ‘₯ Γ— 𝐿4

𝐸 Γ— 𝐼π‘₯ + 1

48 Γ— 𝑃π‘₯ Γ— 𝐿3

𝐸 Γ— 𝐼π‘₯

= 5

384 Γ— 0,07735 kg/cm Γ— (450π‘π‘š)4 2039432,43 kg/cm2 Γ— 147 cm4 + 1

48 Γ—

46,378 kg Γ— (450 cm)3 2039432,43 kg/cm2 Γ— 147 cm4

= 0,4314 cm = 4,314 mm

3.3.5 Lendutan Terhadap Sumbu Y

qx = qDy = 21,252 kg/m = 0,21252 kg/cm Px = PLy = 127,422 kg

L = 2,25 m = 225 cm

E = 200.000 Mpa = 2039432,43 kg/cm2 Iy = 22 cm4

Ξ”x = 5

384 Γ— π‘žπ‘₯ Γ— 𝐿4

𝐸 Γ— 𝐼π‘₯ + 1

48 Γ— 𝑃π‘₯ Γ— 𝐿3

𝐸 Γ— 𝐼π‘₯

(50)

45 = 5

384 Γ— 0,21252 kg/cm Γ— (225 π‘π‘š)4 2039432,43 kg/cm2 Γ— 22 cm4 + 1

48 Γ—

127,422 kg Γ— (225 cm)3 2039432,43 kg/cm2 Γ—22 cm4

= 0,832 cm = 8,320 mm Ξ” = √(Ξ”x)2+ (Ξ”y)2

= √(4,314)2+ (8,320 )2 = 9,372 < 18,75 Ξ”max

Jadi gording dengan profil C125 x 50 x 20 dengan tebal 2,3 mm dapat digunakan karena telah memenuhi persyaratan terhadap pengarus biaksial dan lendutan izin ditentukan.

3.4 PERENCANAAN SAGROD

Karena dipasang sagrod pada Tengah bentang, maka besarnya Ruy untuk perhitungan sagrod harus dihitung ulang

3.4.1 Akibat Beban Mati

RDy = 1

2 π‘₯ π‘žπ· π‘₯ 𝐿 π‘₯ cos 20˚

= 1

2 π‘₯ 16,88 kg/m x 1,2 m x cos 20˚

=9,517 kg

3.4.2 Akibat Beban Hidup

RLy = 1

2 π‘₯ 𝑃𝐿 π‘₯ 𝐿 π‘₯ cos 20˚

= 1

2 π‘₯ 135,6 kg/m x 1,2 x cos 20˚

= 76,453 kg

3.4.3 Akibat ultimate Arah Y

Ruy = (1,2 x Rdy) + (1,6 x Rly)

= (1,2 x 9,517 kg) + (1,6 x 76,453 kg)

= 133,746 kg

3.4.4 Perhitungan Diameter Baja Pejal Bulat

Perhitungan diameter baja pejal bulat untuk sagrod jika dihitung dengan gaya yang ditahan oleh sagrod :

(51)

Tabel 3. 4 Dimensi Baja Pejal Bulat 46 Cek kapasitas penampang

Pu = 2 x RUy

= 2 x 133,746 kg = 267,492 kg

(52)

47 Diasumsikan baja pejal untuk sagrod dengan diameter 19 mm

Ag = 1

4 π‘₯ πœ‹ π‘₯ 𝐷²

= 1

4 π‘₯ πœ‹ π‘₯ 1,9Β²

= 2,834 cm2 I = 1

64 π‘₯ πœ‹ π‘₯ d4

= 1

64 π‘₯ πœ‹ π‘₯1,94

= 0,639 cm4 Imin = βˆšπ΄π‘”πΌ

= √0,639 𝑐𝑛4

2,834 π‘π‘š2

= 0,475 cm2

3.4.5 Kelangsingan

Cek kelangsingan sagrod

βˆ† = π‘™π‘˜

π‘–π‘šπ‘–π‘›<300

= 120 π‘π‘š

0,475 π‘π‘šΒ²< 300

= 252,632 < 300 (AMAN)

ØPn = 0,9 x Ag x Fu > Pu

= 0,9 x 2,834 cm2 x 5098,58 kg/cm2 > Pu

= 13.004 kg > 249,108 kg

(53)

48 3.5 PERENCANAAN IKATAN ANGIN

3.5.1 Luas Bidang Angin A = 15 m2

Tekanan Angin

Tekanan Angin Datang q = 45 kg/m3 (Dari Soal) P = qh Γ— G Γ— Cp

= 45 kg/m3 Γ— 0,85 Γ— 0,4

= 15,3 kg/m2

Tekanan Angin Pergi q = 45 kg/m3 (Dari Soal) P = qh Γ— G Γ— Cp

= 45 kg/m3 Γ— 0,85 Γ— 0,6

= 22,95 kg/m2

Beban Angin Permukaan = Beban Angin Rencana Γ— A

= 15,3 kg/m2 Γ— 15 m2

= 229,5 kg Tiap nodal menerima beban sebesar, P = 1

6Γ— 229,5 π‘˜π‘”

= 38,25 kg 3.5.3 Kelangsingan Bracing

Panjang Brancing : lk = √4,52+ 5,322 = 6,97 m = 696,86 cm Mutu Baja BJ50

Fy = 290 Mpa = 2967,18 kg/cm2 Fu = 500 Mpa = 5098,58 kg/cm2 L profil = 6,97 m = 696,86 cm

1

2𝑃 π‘π‘Ÿπ‘œπ‘“π‘–π‘™ = 348,43 cm

(54)

49 Dicoba Batang Diagonal dengan profil siku 100 x 100 x 10 dengan t = 10 mm

– A = 19 cm2

– T = 10 mm

– Lx = 175 cm4 – Ly = 175 cm 4 – Cx = Cy = 2,82 cm – Ix max = 4,38 cm – Ix min = 1,95 cm – Ix = Iy = 3,04 cm Untuk Profil Ganda :

A gab = 2 Γ— 19 cm2 = 38 cm2 Ix gab = 2 Γ— 175 cm4 = 350 cm4

Iy gab = (2 Γ— Ly) + (A gab Γ— (Cx=Xy + 0,75)2)

= (2 Γ— 175) + (38 Γ— (2,82 + 0,75)2)

= 834,306 cm4 ix gab = √𝐼π‘₯Μ… π‘”π‘Žπ‘

𝐴 π‘”π‘Žπ‘

= √350

38 = 3,035 cm iy gab = βˆšπΌπ‘¦ π‘”π‘Žπ‘π΄ π‘”π‘Žπ‘

= √834,306

38 = 4,686 cm

(55)

50 Cek Penampang Batang Tarik

Diambil Sampel Terbesar

Gambar 3. 6 Beban Ultimate Penampang Terbesar Batang Tarik

Pu = 271,32 kg

L = 6,97 m = 696,86 cm Perhitungan Batang Tarik Cek Kelangsingan

λ = 𝐿

𝑖𝑦 π‘”π‘Žπ‘

= 696,86

4,686

= 148,723 < 300 (OK)

Cek Kapasitas Penampang Pada Kondisi Leleh Pn = 0,9 Γ— Fy Γ— A gab

= 0,9 Γ— 2957,18 kg/cm2 Γ— 38 cm2 = 101136 > 271,32 kg (OK)

(56)

51 Cek Kapasitas Penampang Pada Kondisi Patah

Ae = (85% Γ— A gab) Γ— 0,9 = (85% Γ— 38 cm2) Γ— 0,9 = 29,07 cm2

Pn = 0,75 Γ— Ae Γ— Fu

= 0,75 Γ— 29,07 cm2 Γ— 5098,58 kg/cm2 = 111162 > 271,32 (OK)

Batang Diagonal dengan profil siku 100 x 100 x 10 dengan t = 10 mm (OK)

3.6 PERHITUNGAN BEBAN PADA KUDA-KUDA

3.6.1 Beban Kombinasi

Rx = 37,980 kg Ry = 67,8 kg

R = √(Rx)2+ (Ry)2

= √(37,980)2+ (67,8)2

= 77,713 kg

Bagian Tengah, R = 77,713 kg Bagian Tepi, R = 1

2Γ— 77,713 kg = 38,857

3.6.2 Beban Kuda-Kuda

(57)

52 – Berat batang tegak digunakan profil Double L ukuran 100 x 100 x 10 – Berat batang diagonal digunakan profil Double L ukuran 100 x 100 x 10 – Berat batang tepi digunakan profil Double L ukuran 150 x 150 x 19

No Batang Berat/Panjang Panjang Jumlah Berat Total

kg/m m buah Kg

1 Batang Tepi Atas 54,6 1,18 18 1159,704

2 Batang Tepi Bawah 54,6 1,18 18 1159,704

3 Batang Tegak 29,8 0.75 19 424,650

4 Batang Diagonal 29,8 1,16 18 622,224

Ξ£ 3366,282

– Berat sambungan 5% kuda-kuda = 5% Γ— 3366,282 kg

= 168,314 kg

– Berat Total kuda – kuda = 3366,282 kg + 168,282 kg

= 3534,596 kg

– Jumlah titik buhul = 38

– Beban yang diterima tiap titik buhul : 𝑝 =π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘˜π‘’π‘‘π‘Ž βˆ’ π‘˜π‘’π‘‘π‘Ž

π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘‘π‘–π‘‘π‘–π‘˜ π‘π‘’β„Žπ‘’π‘™ 𝑝 =3534,596 kg

38 𝑝 = 93,018 π‘˜π‘” Beban Hidup

RL = 2 Γ— 67,8 kg = 135,6 kg Beban Mati

RD = 2 Γ— 37,530 = 75,060 kg R = RL + RD

= (135,6 kg + 75,060 kg) = 210,660 kg

Bagian Tengah = 210,660 kg

(58)

53 Bagian Tepi =

2Γ— 210,660 kg = 105,330 π‘˜π‘”

Beban Angin

Angin Datang (Tekan) : Rw = 15,30 kg Angin Pergi (Hisap) :

Rw = 22,950 kg Beban Kombinasi 1 : 1,4D

Beban Kombinasi 2 : 0,9D + 1,0W

Beban Kombinasi 3 : 1,2D + 1,6L + 0,5W

Beban Komninasi 4 : 1,2D + 1,3W + 0,5(La atau H)

Gambar 3. 7 Nodal

Gambar 3. 8 Beam

(59)

54 Gambar 3. 9 Beban Mati

Gambar 3. 10 Beban Hidup

Gambar 3. 11 Beban Angin

(60)

55 Batang Tepi Atas

Gambar 3. 12 Gaya Tekan Batang Tepi Atas

Fy = 290 Mpa = 2957,18 kg/cm2 Fu = 500 Mpa = 5098,58 kg/cm2 p profil = 1,800 m = 118 cm

Β½ p profil = 0,59 cm = 59 cm

Dicoba Batang Diagonal dengan profil siku dobel 150 x 150, t = 12 mm

– A = 53,38 cm2

– T = 12 cm

– Lx = 1730 cm4

– Ly = 451 cm4

– Cx = cy = 4,52 cm – Ix max = 5,69 cm – Ix min = 2,91 cm – Ix = Iy = 4,52 cm

(61)

56 Untuk Profil Ganda :

A gab = 2 Γ— 53,38 cm2 = 106,76 cm2 Ix gab = 2 Γ— 1730 cm4 = 3460 cm4

Iy gab = (2 Γ— Ly) + (A gab Γ— (Cx=Xy + 0,75)2) = (2 Γ— 451) + (106,76 Γ— (4,52 + 0,75)2)

= 12717,172cm4

ix gab =

√

𝐼π‘₯Μ… π‘”π‘Žπ‘π΄ π‘”π‘Žπ‘

=

√

3460

106,76 = 5,693 cm iy gab =

√

𝐼𝑦 π‘”π‘Žπ‘

𝐴 π‘”π‘Žπ‘

=

√

21886,7883

106,76 = 14,318 cm

β€’ Cek Penampang Batang Tekan Diambil Sampel Terbesar

Pu = 18422 kg

L = 1,18 m = 118 cm

β€’ Cek Kelangsingan Ξ» = L

i min < 200

= 118

14,318 < 200

= 8,24 < 200

β€’ Perencanaan Plat Kopel Coba dengan 2 daerah L = 118

2 = 59 cm Ξ» bat tunggal

L

ix min= 59

2,91 = 20,27 < 40 (OK)

Ξ» gab

L

iy gab = 118

14,318 = 8,24 < 200 (OK)

(62)

57 Flens

Ξ»r = 0,56 Γ—βˆš200000

290 = 14,71 b/tf = 150

12

= 12.5 < 14,71 (OK) (Penampang Langsing)

Web

Ξ»r = 1,49 Γ—βˆš200000

290 = 39,13 b/tf = 150βˆ’12

12

= 11.5 < 39,13 (OK)

(Penampang Tak Langsing)

Ξ» < 4,71 Γ— √200000

290

8,24 < 123,691 Fe = πœ‹

2×𝐸 Ξ»π‘”π‘Žπ‘2 = 3,14

2Γ—200000

8,452 = 29033,4569

Fcr = 0,658(Fy/Fe) Γ— Fy = 0,658(290/29033,4569) Γ— 290

= 288,79 MPa β†’ 2944,79 kg/cm2

βˆ…pn = 0,9 Γ— Fcr Γ— A gab

= 0,9 Γ— 2944,79 Γ— 106,76

= 282947,49 > 18422 (OK)

Profil Siku Double 150 x 150 dengan t = 12 OK

(63)

58 Batang Tepi Bawah

Gambar 3. 13 Gaya Tarik dan Tekan Batang Tepi Bawah

Fy = 290 Mpa = 2957,18 kg/cm2 Fu = 500 Mpa = 5098,58 kg/cm2 p profil = 1,18 m = 118 cm

Β½ p profil = 0,59 cm = 59 cm

Dicoba Batang Diagonal dengan profil siku dobel 150 x 150, t = 12 mm

– A = 53,38 cm2

– T = 19 cm

– Lx = 1730 cm4

– Ly = 451 cm4

– Cx = cy = 4,52 cm – Ix max = 5,69 cm – Ix min = 2,91 cm – Ix = Iy = 4,52 cm

(64)

59 Untuk Profil Ganda :

A gab = 2 Γ— 53,38 cm2 = 106,76 cm2 Ix gab = 2 Γ— 1730 cm4 = 3460 cm4

Iy gab = (2 Γ— Ly) + (A gab Γ— (Cx=Xy + 0,75)2) = (2 Γ— 451) + (106,76 Γ— (4,52 + 0,75)2)

= 21886,7883 cm4

ix gab =

√

𝐼π‘₯Μ… π‘”π‘Žπ‘π΄ π‘”π‘Žπ‘

=

√

3460

106,76 = 5,693 cm iy gab =

√

𝐼𝑦 π‘”π‘Žπ‘

𝐴 π‘”π‘Žπ‘

=

√

21886,7883

106,76 = 14,318 cm

β€’ Cek Penampang Batang Tarik Diambil Sampel Terbesar

L = 1,18 m = 118cm Pu = 17585 kg

β€’ Cek Kelangsingan Ξ» = 118

14,318 = 8,241 < 300 (OK)

β€’ Cek Kapasitas Penampang Pada Kondisi Leleh pn = 0,9 Γ— Fy Γ— A gab

= 0,9 Γ— 2957,18 Γ— 106,76

= 284137,683 > 17585 (OK)

β€’ Cek Kapasitas Penampang Pada Kondisi Patah Ae = (85% Γ— Agab) Γ— 0,9

= (85% Γ— 106,76) Γ— 0,9 = 81,6714

Pn = 0,75 Γ— Ae Γ— Fu

= 0,75 Γ— 81,6714 Γ— 5098,58

(65)

60 Pn = 312306,125> 17585 (OK)

Profil Siku Double 150 x 150 dengan t = 19 OK Cek Penampang Batang Tekan

Diambil Sampel Terbesar Pu = 3406,4 kg

L = 1,18 m = 118 cm

β€’ Cek Kelangsingan Ξ» = L

i min < 200

= 118

14,318 < 200

= 8,24 < 200

β€’ Perencanaan Plat Kopel Coba dengan 2 daerah L = 118

2 = 59 cm Ξ» bat tunggal

L

ix min= 59

2,91 = 20,27 < 40 (OK)

Ξ» gab

L

iy gab = 118

14,318 = 8,24 < 200 (OK) Flens

Ξ»r = 0,56 Γ—βˆš200000

290 = 14,71 b/tf = 150

12

= 12.5 < 14,71 (OK) (Penampang Langsing)

Web

Ξ»r = 1,49 Γ—βˆš200000

290 = 39,13 b/tf = 150βˆ’12

12

= 11.5 < 39,13 (OK)

(Penampang Tak Langsing)

Ξ» < 4,71 Γ— √200000

290

(66)

61 Fe = πœ‹

2×𝐸 Ξ»π‘”π‘Žπ‘2 = 3,14

2Γ—200000

8,452 = 29033,4569

Fcr = 0,658(Fy/Fe) Γ— Fy = 0,658(290/29033,4569) Γ— 290

= 288,79 MPa β†’ 2944,79 kg/cm2

βˆ…pn = 0,9 Γ— Fcr Γ— A gab

= 0,9 Γ— 2944,79 Γ— 106,76

= 282947,49 > 3406,4 (OK)

Profil Siku Double 150 x 150 dengan t = 12 OK Batang Diagonal

Gambar 3. 14 Gaya Tekan dan Tarik Batang Diagonal

Fy = 290 Mpa = 2957,18 kg/cm2 Fu = 500 Mpa = 5098,58kg/cm2 p profil = 1,16 m = 116cm

Β½ p profil = 0,58 m = 58 cm

Dicoba Batang Diagonal dengan profil siku dobel 100 x 100 dengan t = 10 mm

– A = 19 cm2

– T = 10 cm

– Lx = 278 cm4

– Ly = 72 cm4

– Cx = cy = 2,82 cm – Ix max = 2,83 cm – Ix min = 1,95 cm – Ix = Iy = 3,04 cm

(67)

62 A gab = 2 Γ— 19 cm2 = 38 cm2

Ix gab = 2 Γ— 278 cm4 = 556 cm4

Iy gab = (2 Γ— Ly) + (A gab Γ— (Cx=Xy + 0,75)2)

= (2 Γ— 72) + (38 Γ— (2,82 +0,75 )2)

= 147,02cm4 ix gab =

√

𝐼π‘₯Μ… π‘”π‘Žπ‘

𝐴 π‘”π‘Žπ‘

=

√

556

38 = 3,8251 cm iy gab =

√

𝐼𝑦 π‘”π‘Žπ‘π΄ π‘”π‘Žπ‘

=

√

147,02

38 = 1,967 cm

β€’ Cek Penampang Batang Tekan Diambil Sampel Terbesar

Pu = 2980,6

L = 1,16 m = 116 cm

β€’ Cek Kelangsingan Ξ» = L

iy gab < 300

= 116

1,967 < 300

= 58,97 < 30

Gambar

Gambar 1. 1 Hubungan Regangan dan Tegangan
Gambar 1. 3 Hasil uji tarik material baja pada suhu kamar ditambah keju regangan
Gambar 1. 4 Penampang Batang
Gambar 1. 5 Kondisi Fraktur Dari Luas Penampang Efektif Pada Sambungan
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait