CO
NT
Kasus Forensik Pertama: Lingkungan Sekitar
Mantan Pengedar dan Pengguna Narkoba Menjadi Pembasmi Narkoba
Nama Samaran : Dani
Tempat Kejadian : Sulawesi Selatan
Kasus : Narkoba
Tahun 2015 hingga 2018, daerah Sulawesi Selatan menjadi marak dengan narkoba yang ada dikalangan remaja mulai dari SMA hingga orang dewasa, tidak menjadi terkecuali salah satu wilayah yang dianggap lepas dari narkoba ternyata telah masuk dan mulai beredar penggunaan obat terlarang ini. Hal ini dikatahui setalah pemeriksaan urin pada beberapa remajayang telah diawasi beberapa waktu oleh pikah kepolisian.
Hasil pemeriksaan forensik pada urin remaja tersebut menunjukkan bahwa positif (+) narkoba, sehingga besar kecurigaan bahwa pengedar nerkoba telah sampai diwilayah tersebut dan telah bertransaksi dengan beberapa tersangka (pengguna). Sebagian besar remaja yang menggunakan narkoba bukanlah orang lokal (pribumi) melaikan para pendatang (rantauan).
Polisi kemudian mulai mencari hingga kota sekitar, dan berhasil menemukan pengedar sekaligus pengguna dari obat terlarang tersebut. Setalah penyelidikan dan pemeriksaan secara forensik dengan pihak kepolisian, maka tersangka kemudian ditahan dan melalui proses rehabilitasi. Setelah mendapatkan hukuman maka tersangka sadar dan mengakui semua kesalahannya, hal ini dilakukan dengan menjadi bagian dari pembasmi narkoba (BNN).
Selain menjadi bagian dari pembasmi narkoba, ia juga menjadi pengurus kegiatan masjid dan banyak mengikuti kegiatan masyarakat, hingga kabar terkahir bahwa ia telah memiliki keluarga sendiri dengan pekerjaan yang baik daibandingkan dengan sebelumnya.
Note: demi menjaga nama baik wilayah dan pelaku, wilayah dan tempat serta nama asli tidak disebutkan
Kasus Forensik Kedua
Kemanuisaan Yang Meninggal Oleh Tangan Berkuasa
A. Munir
Munir Said Talib adalah seorang aktivis hak asasi manusia terkenal di Indonesia yang meninggal pada tahun 2004 dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam. Kematiannya menjadi kasus kontroversial dan meningkatkan kesadaran akan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.
B. Meninggalnya Munir
Munir meninggal pada tanggal 7 September 2004 saat dalam perjalanan ke Belanda . dengan penerbangan Garuda Indonesia. Setelah perampokan, dia meninggal karena keracunan arsenik. Hal ini diperkuat dengan hasil otopsi.
C. Kontroversi seputar kematiannya
Kematiannya menimbulkan banyak pertanyaan dan kontroversi. Pihak berwenang menyelidiki kasus ini dan hasil penyelidikan menunjukkan bahwa Munir diracuni dengan arsenik, suatu zat yang sangat beracun. Kasus ini menarik perhatian internasional dan menekan pemerintah Indonesia untuk menyelidiki kematian Munir secara menyeluruh.
D. Tersangka dan diadili
Setelah penyelidikan yang panjang, mantan pejabat keamanan sipil Indonesia bernama Muchdi Purwopranjono ditangkap dan diadili sehubungan dengan pembunuhan Munir . Muchdi Purwopranjono dituding sebagai dalang pembunuhan Munir. Meski uji coba berlangsung, hasil akhirnya kontroversial.
E. Dampak Internasional Kasus Munir
Mendapat perhatian internasional dan menimbulkan kekhawatiran terhadap perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Kasus ini juga menginspirasi gerakan hak asasi manusia di Indonesia dan dunia.
Kasus Munir adalah salah satu kasus hak asasi manusia yang paling terkenal dan kontroversial serta kematian yang mencurigakan. Meskipun beberapa perkembangan hukum telah terjadi dalam kasus ini, saya tidak memiliki informasi mengenai perkembangan lebih lanjut setelah September 2021.
Kasus Forensik Ketiga
Minamata
Hal-hal aneh mulai muncul pada pertengahan tahun 1950-an, ketika banyak kucing mengalami kejang dan jatuh ke laut, dan segera setelah itu, penyakit aneh mulai bermunculan di seluruh kota. Banyak orang mengeluh mati rasa di seluruh tubuh, kesulitan mendengar dan melihat, serta tangan dan kaki gemetar. Beberapa orang bahkan tampak tidak sehat, terus-menerus berteriak dan kehilangan kendali atas perilakunya.
Kemudian, pada tanggal 1 Maret 1956, seorang dokter Jepang menerbitkan laporan tentang kasus epidemi yang menyerang sistem saraf pusat. Ini merupakan penemuan resmi pertama yang menunjukkan terjadinya penyakit Minamata akibat keracunan merkuri.
Lebih dari 2.000 orang meninggal dan 17.000 warga harus hidup dengan kelumpuhan, kerusakan saraf, kehilangan penglihatan dan bicara. Merkuri yang berpindah dari ibu ke janin juga menyebabkan banyak keguguran. Anak-anak dilahirkan dengan cacat fisik dan keterbelakangan mental seumur hidupnya.
Semuanya bermula dari buruknya pengelolaan limbah merkuri oleh Chisso Co. Ltd, pabrik yang memproduksi pupuk kimia, asam asetat, vinil klorida dan plasticizer (pelembut plastik). Betapa tidak, sekitar 200 hingga 600 ton limbah merkuri dibuang di Teluk Minamata sejak tahun 1932. Merkuri ini kemudian bereaksi dengan bakteri dari ikan yang terpapar dan berubah menjadi bentuk merkuri yang paling berbahaya, yaitu metilmerkuri atau merkuri organik. Warga Minamata yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan hampir setiap hari mengonsumsi ikan dari Teluk Minamata. Tanpa disadari, ikan yang tadinya sehat berubah menjadi racun yang mematikan.
Warga yang tidak menerima hal tersebut menggugat Perusahaan Chisso. Akibatnya, perusahaan harus mengeluarkan 2 miliar yen setiap tahunnya untuk biaya pengobatan dan pengobatan. Jumlah ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan penderitaan yang harus dialami oleh para korban. Atas permintaan pemerintah, Perusahaan Chisso akhirnya berhenti memproduksi asam asetat pada tahun 1968.