ANCAMAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DARI LIMBAH RUMAH SAKIT PASCA OMNIBUS LAW
Diajukan untuk memenuhi Ujian Akhir Semester
Disusun oleh:
Nama : Agustine Hakim Santoso NPM : 218040057
Konsentrasi : Hukum Kesehatan
Dosen Pengampu:
Irma Rachmawati,S.H.,M.H.,P.H
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM KONSENTRASI HUKUM KESEHATAN
FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG 2023
ANCAMAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DARI LIMBAH RUMAH SAKIT PASCA OMNIBUS LAW
Agustine Hakim Santoso
Program Studi Magister Ilmu Hukum, Universitas Pasundan Bandung ABSTRAK
Rumah sakit ternyata tidak hanya memberikan dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga dapat memberikan dampak negatif berupa pencemaran akibat limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang baik. Limbah rumah sakit tergolong dalam limbah B3 (limbah bahan berbahaya dan beracun) sehingga harus ditangani dengan benar sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan. Di indonesia, prosedur pengelolaan limbah B3 dan tanggung jawab rumah sakit dalam mengelola limbah B3 sudah diatur dalam berbagai produk hukum. Akan tetapi, berlakunya UU Cipta Kerja (omnibus law) berdampak pada kebijakan pengelolaan limbah B3 khususnya kebijakan perizinan. Banyaknya kasus rumah sakit yang tidak memiliki izin pengelolaan limbah B3 serta penghapusan perizinan dan sanksi pengelolaan limbah B3 dalam UU Cipta Kerja (omnibus law) semakin mempersulit pemerintah untuk melakukan pengendalian karena ada kewenangan pemerintah yang hilang. Selain itu, persyaratan dan tata cara pembuangan limbah B3 ke media lingkungan hidup (sungai, tanah, laut, dan udara) tidak diatur secara rinci dalam UU Cipta kerja (omnibus law) sehingga hal ini menjadi ancaman serius bagi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.
LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang menjadi cita-cita bangsa indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesehatan harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem
kesehatan nasional.1 Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dengan bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif dan promotif yang memiliki peran penting dalam sistem pelayanan kesehatan.
Rumah sakit sebagai institusi yang bertugas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat ternyata tidak hanya memberikan dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga dapat memberikan dampak negatif berupa pencemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang baik.
Kegiatan dari rumah sakit menghasilkan limbah baik itu limbah padat, limbah cair maupun gas. Limbah rumah sakit berasal dari kegiatan medis maupun nonmedis yang kemungkinan besar mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan radioaktif. Selain itu, rumah sakit juga menjadi sumber segala macam penyakit yang ada di masyarakat, bahkan dapat pula sebagai sumber distribusi penyakit karena selalu dihuni, dipergunakan dan dikunjungi oleh orang- orang yang rentan dan lemah terhadap penyakit. Berdasarkan hal tersebut rumah sakit merupakan salah satu sumber limbah B3 (limbah bahan berbahaya dan beracun).
Dalam hal ini, sudah sangat jelas bahwa limbah rumah sakit harus ditangani dengan benar dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan secara menyeluruh. Apabila tidak ditangani dengan baik, limbah rumah sakit dapat menimbulkan masalah yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan menjadi sumber penularan penyakit (infeksi nosokomial). Oleh karena itu, pengelolaan limbah rumah sakit perlu mendapat perhatian yang serius dan memadai agar dampak negatif yang terjadi dapat dihindari atau dikurangi.
Di indonesia, prosedur pengelolaan limbah B3 dan tanggung jawab rumah sakit dalam mengelola limbah B3 sudah diatur dalam berbagai produk hukum salah satunya pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UURS), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
1 Hanna Niken Sihotang, dkk, Pertanggungjawab Pidana Rumah Sakit Terkait Dengan Tindak Pidana Lingkungan Hidup Yang Dilakukan Pegawai Rumah Sakit, USU Law Journal, 2015.
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), dan Peraturan Pemerintan Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. 2
Omnibus law merupakan konsep penyederhanaan jumlah regulasi yang sifatnya merevisi dan mencabut banyak undang-undang sekaligus. Penerapan Omnibus law di Indonesia berpengaruh terhadap kebijakan dalam pengelolaan limbah B3 khususnya kebijakan perizinan. Penelitian yang dilakukan oleh Nasrullah, dkk (2022) menyebutkan bahwa selama ini pengelolaan limbah B3 belum sepenuhnya terkendali, penerapan konsep omnibus law di Indonesia justru menambah persoalan baru sebagai ancaman kerusakan lingkungan hidup yang dapat menganggu keseimbangan dan kelestarian lingkungan.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dirumuskan permasalahan bagaimana bentuk untuk ancaman kerusakan lingkungan hidup dari limbah rumah sakit pasca omnibus law?
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan metode hukum normatif. Data sekunder yang digunakan diperoleh melalui studi kepustakaan. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer dan hukum sekunder. Bahan hukum primer dan sekunder dianalisis secara normatif kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan bidang kesehatan dengan bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun promotif. Dalam menjalankan fungsinya, rumah sakit menghasilkan limbah yang berpotensi menimbulkan risiko penularan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya serta pencemaran lingkungan hidup sehingga perlu dilakukan pengelolaan limbah medis.
2 Nur Mayang Hayati, Penegakan Hukum Pidana terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup yang berasal dari Limbah B3 Rumah Sakit di Kota Medan, Universitas Pembangunan Panca Budi Medan, 2021
Secara umum limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu limbah medis dan non medis baik padat maupun cair. Limbah medis merupakan limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, limbah medis tergolong dalam limbah B3 yaitu limbah yang bersifat infeksius, radioaktif, korosif dan kemungkinan mudah terbakar.
Pengelolaan limbah rumah sakit merupakan bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit dan upaya penanggulangan penyebaran penyakit. Pengelolaan limbah rumah sakit tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, tiap jenis limbah medis memiliki cara penanganannya sendiri. 3
Limbah medis yang tidak dikelola dengan baik akan mencemari lingkungan hidup dan berdampak pada kesehatan manusia. Pengelolaan limbah medis harus dilakukan sesuai standar. Di hulu, sudah harus disiapkan perangkat aturannya. Kemudian di hilir, proses pengelolaannya harus sesuai regulasi. Mulai dari tahapan pengu-rangan, pemilahan, pewadahan, penyimpangan, pengangkutan, pengolahan, penimbunan, hingga penguburan.4
Di indonesia, prosedur pengelolaan limbah B3 dan tanggung jawab rumah sakit dalam mengelola limbah B3 sudah diatur dalam berbagai produk hukum.
Akan tetapi, Penerapan Omnibus law di Indonesia berpengaruh terhadap kebijakan dalam pengelolaan limbah B3 khususnya masalah perizinan. Omnibus law sendiri merupakan konsep penyederhanaan jumlah regulasi yang sifatnya merevisi dan mencabut banyak undang-undang sekaligus.
Secara teknis, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) telah
3 Muhammad Akib, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2016.
4 Sopian Hadi, ”Krisis Pengelolaan Limbah Medis”, Ombudsman Republik Indonesia, 29 Desember 2021, diakses dari https://ombudsman.go.id/artikel/r/pwkinternal--krisis-pengelolaan-limbah- medis pada tanggal 14 September 2023.
mengatur mengenai masalah pengelolaan limbah khususnya limbah B3. Limbah rumah sakit termasuk bagian dari limbah B3, oleh karena itu dalam pengelolaan limbah rumah sakit harus mengikuti ketentuan dalam pengelolaan limbah B3 berdasarkan Undang-undang tersebut. Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Achmad Gunawan Widjaksono, menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (omnibus law) berdampak terhadap pengaturan pengelolaan limbah B3. Pada tulisan ini hanya akan membahas mengenai perizinan.
Perizinan yang diperlukan dalam pengelolaan limbah B3 berubah dari waktu ke waktu, dan terakhir perubahan mendasar terjadi pasca berlakunya UU Cipta Kerja (omnibus law). Setelah berlakunya UU Cipta Kerja, perizinan kegiatan terkait Lingkungan Hidup tidak hanya berada di bawah Undang-Undang atau Peraturan dalam bidang Lingkungan Hidup, namun juga dilengkapi peraturan mengenai perizinan berusaha.5
Pasal 39 PP Nomor 5 Tahun 2021 menjelaskan bahwa terdapat empat kategori pengelolaan limbah B3 yaitu pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Penghasil limbah B3 wajib hukumnya untuk bertanggung jawab terhadap pengelolaan limbah tersebut. Bagi entitas yang tidak mampu mengelolanya maka dikirim ke pihak ketiga untuk dapat dikelola.
Perizinan dalam pengelolaan limbah B3 memiliki peran penting dalam melindungi dan menjaga kelestarian masyarakat dari kegiatan pengelolaan serta dampaknya terhadap lingkungan. Perubahan perizinan dalam pengelolaan limbah B3 setelah berlakunya UU Cipta Kerja (omnibus law) serta aturan turunannya justru mempermudah perizinan berusaha bagi pihak ketiga dalam penggunaan ataupun pengelolaan limbah B3. Hal tersebut dikarenakan “perizinan usaha pengelolaan limbah” dihapus dan dirubah menjadi “persetujuan teknis pengolahan limbah B3”. Hal tersebut menjadi masalah baru karena seharusnya perizinan berusaha dalam pengelolaan limbah B3 harus lebih difokuskan lagi bukan dilonggarkan mengingat kandungan limbah B3 itu mengandung zat yang sangat
5 Nasrullah, dkk, Efektivitas Pemberlakuan UU Cipta Kerja dalam Pengelolaan Limbah B3, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, 2022.
berbahaya yang tentunya akan mencemari dan merusak lingkungan.6 Kebijakan yang memudahkan segala urusan kegiatan usaha yang mendatangkan investasi seharusnya tidak mengabaikan lingkungan hidup yang harus dijaga baku mutunya.
Menurut Hayati (2021), salah satu kasus pencemaran limbah B3 rumah sakit yang umum terjadi di Indonesia adalah kasus rumah sakit yang tidak memiliki izin untuk pengelolaan limbah B3 sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Banyaknya pihak rumah sakit yang tidak memiliki izin serta penghapusan perizinan pengelolaan limbah B3 dalam UU Cipta Kerja (omnibus law) akan makin mempersulit pemerintah untuk melakukan pengendalian karena ada kewenangan pemerintah yang hilang.7
Penghapusan perizinan tersebut dapat melemahkan fungsi pemerintah dalam melaksanakan jaminan akan perlindungan lingkungan. Dengan melemahnya fungsi pemerintah muncul bahaya yang senantiasa mengancam kelestarian lingkungan mengingat dengan adanya penghapusan izin usaha maka pemerintah tidak memiliki legalitas yang kuat untuk menghentikan usaha tersebut di karenakan tidak adanya izin usaha. 8
Selain itu, Pasal 102 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) yang memberikan sanksi kepada setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin juga dihapus. Dampak dari menghapus sanksi pidana untuk setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin adalah memberikan kemudahan kepada setiap orang untuk melakukan perusakan baku mutu lingkungan hidup. Pengelolaan limbah B3 bisa dilakukan tanpa izin bahkan dibuang ke lingkungan hidup. Hal tersebut sangat jelas menjadi ancaman baru bagi kesehatan lingkungan bahkan masyarakat.
6 Ibid
7 Nur Mayang Hayati, Penegakan Hukum Pidana terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup yang berasal dari Limbah B3 Rumah Sakit di Kota Medan, Universitas Pembangunan Panca Budi Medan, 2021
8 Nasrullah, dkk, Efektivitas Pemberlakuan UU Cipta Kerja dalam Pengelolaan Limbah B3, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, 2022.
Pengelolaan lingkungan yang berkepanjangan dengan metode pelaksanaan yang tidak sesuai sangat berdampak pada ekosistem lingkungan ditambah persyaratan dan tata cara pembuangan limbah B3 ke media lingkungan hidup (sungai, tanah, laut, dan udara) tidak diatur secara rinci dalam UU Cipta kerja (omnibus law) sehingga hal ini menjadi ancaman serius bagi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat. 9 Dalam hal ini, kebijakan pemerintah dalam UU Cipta kerja (omnibus law) lemah dalam memberikan jaminan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit.
REFERENSI
Hanna Niken Sihotang, dkk, Pertanggungjawab Pidana Rumah Sakit Terkait Dengan Tindak Pidana Lingkungan Hidup Yang Dilakukan Pegawai Rumah Sakit, USU Law Journal, 2015.
Muhammad Akib, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2016.
Nasrullah, dkk, Efektivitas Pemberlakuan UU Cipta Kerja dalam Pengelolaan Limbah B3, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, 2022.
Nur Mayang Hayati, Penegakan Hukum Pidana terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup yang berasal dari Limbah B3 Rumah Sakit di Kota Medan, Universitas Pembangunan Panca Budi Medan, 2021
Sopian Hadi, ”Krisis Pengelolaan Limbah Medis”, Ombudsman Republik
Indonesia, 29 Desember 2021, diakses dari
9 Nasrullah, dkk, Efektivitas Pemberlakuan UU Cipta Kerja dalam Pengelolaan Limbah B3, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, 2022.
https://ombudsman.go.id/artikel/r/pwkinternal--krisis-pengelolaan-limbah- medis pada tanggal 14 September 2023