LAPORAN HIDROLOGI TERAPAN
PERHITUNGAN CURAH DAN INTENSITAS HUJAN
Disusun oleh:
Agfa Audinata 21010122120047
Aqila Esy Fauziyah 21010122130065
Dosen Pengampu:
Ir. Dwi Kurniani, M.S.
NIP. 195812211987032001
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa petunjuk dan cahaya bagi umat manusia.
Laporan ini Penulis susun sebagai bagian dari tugas akademis dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan mata kuliah Hidrologi Terapan di Teknik Sipil Universitas Diponegoro.
Dalam Laporan ini, Penulis akan membahas perhitungan curah dan intensitas hujan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah yaitu Ibu Ir. Dwi Kurniani, M.S. yang telah memberikan bimbingan dan panduan dalam proses penulisan laporan ini. Terima kasih juga kepada teman-teman sekelas yang telah memberikan dukungan dan diskusi yang membangun.
Penulis menyampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam laporan ini. Penulis juga mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Semarang, 3 Oktober 2023 Penulis
Kelompok 28
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... 2
DAFTAR ISI ... 3
BAB I ... 4
PENDAHULUAN ... 4
1.1. Latar Belakang ... 4
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan ... 5
BAB II ... 6
PEMBAHASAN ... 6
2.1. Perhitungan Uji Konsistensi Data ... 6
2.2. Perhitungan Cutah Hujan DAS... 9
2.2.1. Metode Poligon Thiessen ... 9
2.3. Perhitungan Cutah Hujan Rencana ... 12
2.3.1. Metode Gumbel ... 12
2.3.2. Metode Pearson ... 15
2.3.3. Metode Log Pearson Type III ... 16
2.3.4. Metode Normal ... 18
2.4. Pemilihan Distribusi yang Digunakan ... 20
2.1. Perhitungan Intensitas Curah Hujan ... 21
BAB III ... 24
3.1. Kesimpulan ... 24
3.1. Saran ... 24
DAFTAR PUSTAKA ... 26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Curah hujan adalah salah satu parameter hidrologi yang sangat penting dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya air. Curah hujan yang terjadi di suatu daerah dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk pertanian, ketahanan pangan, mitigasi bencana, dan pasokan air bersih.
Uji konsistensi curah hujan merujuk pada evaluasi sejauh mana data curah hujan yang telah dikumpulkan konsisten dan dapat diandalkan. Pentingnya uji konsistensi ini terletak pada asumsi bahwa data curah hujan yang tidak konsisten dapat menghasilkan perkiraan yang tidak akurat dalam perencanaan sumber daya air. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan metode uji konsistensi yang andal untuk memastikan bahwa data curah hujan yang digunakan dalam analisis hidrologi dapat diandalkan.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit hidrologi yang penting dalam memahami pola aliran air permukaan. Perhitungan curah hujan di DAS melibatkan pengumpulan data curah hujan dari berbagai stasiun pengukuran dalam DAS tersebut.
Dengan memahami distribusi spasial curah hujan di seluruh DAS, para ahli hidrologi dapat mengembangkan model yang akurat untuk memprediksi aliran sungai, mengelola banjir, dan merencanakan pemanfaatan sumber daya air.
Perhitungan curah hujan rencana merujuk pada estimasi curah hujan yang diharapkan terjadi di masa depan dalam suatu wilayah tertentu. Estimasi ini sangat penting dalam perencanaan infrastruktur, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan air. Metode statistik dan model iklim digunakan untuk meramalkan curah hujan masa depan, yang nantinya digunakan dalam perencanaan proyek-proyek konstruksi, irigasi, dan pengelolaan sumber daya alam.
Intensitas curah hujan merujuk pada jumlah curah hujan yang jatuh dalam waktu tertentu, biasanya diukur dalam milimeter per jam. Perhitungan intensitas curah hujan sangat penting dalam merancang sistem drainase perkotaan, pengelolaan banjir, dan infrastruktur lainnya yang memerlukan pengelolaan air yang efisien. Data intensitas curah hujan yang akurat diperlukan untuk merancang sistem-sistem ini dengan
mempertimbangkan besarnya aliran air yang harus ditangani oleh infrastruktur tersebut.
Dengan memahami dan menguasai metode uji konsistensi curah hujan, perhitungan curah hujan DAS, perhitungan curah hujan rencana, dan perhitungan intensitas curah hujan, para ahli hidrologi dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam memitigasi dampak bencana alam, meningkatkan efisiensi pengelolaan sumber daya air, dan merancang infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim dan kondisi hidrologi.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara perhitungan Uji Konsistensi Curah Hujan pada DAS Lausimeme melalui Stasiun Dumpyong, Ancar, Sentral
2. Bagaimana cara perhitungan Curah Hujan DAS Lau Simeme melalui Stasiun Dumpyong, Ancar, Sentral
3. Bagaimana cara perhitungan Curah Hujan Rencana pada DAS Lau Simeme melalui Stasiun Dumpyong, Ancar, Sentral
4. Bagaimana cara perhitungan Intensitas Curah Hujan pada DAS Lau Simeme melalui Stasiun Dumpyong, Ancar, Sentral
1.3. Tujuan
1. Memahami cara menghitung Uji Konsistensi Curah Hujan pada DAS Lau Simeme melalui Stasiun Dumpyong, Ancar, Sentral
2. Memahami cara menghitung Curah Hujan DAS Lau Simeme melalui Stasiun Dumpyong, Ancar, Sentral
3. emahami cara menghitung Curah Hujan Rencana pada DAS Lau Simeme melalui Stasiun Dumpyong, Ancar, Sentral
4. Memahami cara menghitung Intensitas Curah Hujan pada DAS Lau Simeme melalui Stasiun Dumpyong, Ancar, Sentral
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Perhitungan Uji Konsistensi Data
Uji konsistensi adalah suatu uji kebenaran data lapangan yang tidak dipengaruhi oleh kesalahan saat pengukuran dan digambarkan dengan keadaan sebenarnya. Dalam uji konsistensi data hidrologi, umumnya digunakan beberapa metode seperti Metode Kurva Massa Ganda dan Metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) (Harto, 1990).
Metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) dilakukan dengan cara menghitung nilai kumulatif penyimpangannya terhadap nilai rata-rata (mean). Bila Q/ n yang didapat lebih kecil dari nilai kritik untuk tahun dan confidence level yang sesuai, maka data dinyatakan panggah (Soewarno, 1995).Langkah-langkah perhitungan uji validitas data dengan Metode Raps adalah sebagai berikut:
1. Menghitung hujan tahunan;
2. Menghitung rerata hujan tahunan;
X = 𝜮𝑿𝒊 𝒏 dengan:
X : rerata hujan tahunan;
Σxi : total hujan tahunan;
N : jumlah data.
3. Menghitung sk*;
𝑺𝒌∗ = 𝑲𝒐𝒎𝒖𝒍𝒂𝒕𝒊𝒇 ( Xi − 𝑿)
4. Menghitung sk**;
𝑺𝒌∗∗ = 𝑺𝒌∗/𝑺𝒕𝒅𝒆𝒗 𝑺𝒕𝒅𝒆𝒗 = √ 𝜮( Xi − 𝑿)² 𝒏 5. Menghitung q maks dan rmaks;
𝑸 = 𝒎𝒂𝒌𝒔 (𝑺𝒌∗∗ ) 𝑹 = 𝒎𝒂𝒌𝒔(𝑺𝒌∗∗ ) − 𝐦𝐢𝐧(𝑺𝒌∗∗ )
6. Menganalisis menggunakan Tabel berikut, nilai kritik dari q dan r dengan syarat (qmaks<qtabel) dan (r maks<rtabel). Di bawah ini merupakan q tabel dan r tabel.
Dengan menggunakan langkah tersebut, maka dilakukan pengujian konsistensi data dari tiga stasiun yang digunakan, yaitu Dumpyong, Ancar, dan Sentral, dengan hasil sebagai berikut :
Tabel Uji Konsistensi Stasiun Dumpyong
No Tahun Xi S*K (Xi - Yrata-rata) S**K
1 2008 3818 692,2 0,555
2 2009 3914 788,2 0,632
3 2010 5317 2191,2 1,758
4 2011 4396 1270,2 1,019
5 2012 2583 -542,8 -0,435
6 2013 3493 367,2 0,295
7 2014 2421 -704,8 -0,565
8 2015 1653 -1472,8 -1,181
9 2016 1717 -1408,8 -1,130
10 2017 1946 -1179,8 -0,946
Jumlah 31258 Q 1,758
Rata - rata 3125,8 R 2,939
SD 1246,647 Q/√n Tabel (95%) 1,14 Q/√n 0,556 Konsisten (qmaks<qtabel) dan
(rmaks<rtabel)
R/√n 0,929 R/√n Tabel (95%) 1,28
Tabel Uji Konsistensi Stasiun Ancar No Tahun Xi S*K (Xi - Yrata-
rata) S**K
1 2008 2324 -122,5 -0,136
2 2009 1851 -595,5 -0,662
3 2010 4675 2228,5 2,478
4 2011 2589 142,5 0,158
5 2012 1379 -1067,5 -1,187
6 2013 2551 104,5 0,116
7 2014 2160 -286,5 -0,319
8 2015 1841 -605,5 -0,673
9 2016 2938 491,5 0,546
10 2017 2157 -289,5 -0,322
Jumlah 24465 Q 2,478
Rata - rata 2446,5 R 3,665
SD 899,427 Q/√n Tabel (95%) 1,14
Q/√n 0,784 Konsisten (qmaks<qtabel) dan (rmaks<rtabel).
R/√n 1,159 R/√n Tabel (95%) 1,28
Tabel Uji Konsistensi Stasiun Sentral
No Tahun Xi S*K (Xi - Yrata-rata) S**K
1 2008 3723 711,5 0,637
2 2009 3463 451,5 0,404
3 2010 4933 1921,5 1,719
4 2011 4186 1174,5 1,051
5 2012 2650 -361,5 -0,323
6 2013 3481 469,5 0,420
7 2014 2398 -613,5 -0,549
8 2015 1679 -1332,5 -1,192
9 2016 1690 -1321,5 -1,183
10 2017 1912 -1099,5 -0,984
Jumlah 30115 Q 1,719
Rata - rata 3011,5 R 2,912
SD 1117,537 Q/√n Tabel (95%) 1,14
Q/√n 0,544 Konsisten (qmaks<qtabel) dan (rmaks<rtabel).
R/√n 0,921 R/√n Tabel (95%) 1,28
Dari ketiga perhitungan konsistensi data dari masing-masing stasiun tersebut dapat disimpulkan bahwa data ketiga stasiun tersebut konsisten. Sehingga perhitungan dapat dilanjutkan menggunakan data yang ada.
2.2. Perhitungan Cutah Hujan DAS
Curah hujan yang dibutuhkan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah aliran sungai (DAS), bukan hanya curah hujan pada satu titik tertentu saja. Nilai curah hujan rata-rata yang jatuh di suatu kawasan tertentu disebut curah hujan DAS. Untuk
menghitung hujan DAS diperlukan data curah hujan dari stasiun yang ditinjau, data koordinat stasiun hujan atau peta stasiun hujan. Perhitungan curah hujan DAS dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode aljabar; metode isohyet; dan metode polygon thiessen. Disini kami hanya akan melakukan perhitungan curah hujan DAS dengan metode Polygon Thiessen.
2.2.1. Metode Poligon Thiessen
Metode ini memperkirakan luas wilayah yang diwakili oleh masing- masing stasiun, tinggi curah hujan dan jumlah stasiun. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Poligon dibuat dengan cara menghubungkan garis garis berat diagonal terpendek dari stasiun hujan yang digunakan. Hitungan curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Metode ini dapat digunakan jika ada setidaknya 3 stasiun hujan yang ditinjau dan koordinat stasiun hujan diketahui.
Langkah perhitungan metode ini diawali dengan membuat poligon dari masing masing stasiun hujan. Setelah poligon terbentuk, maka dihitung koefisien Thiessen. Untuk lebih lengkapnya, berikut adalah langkah perhitungan hujan wilayah metode Thiessen:
1. Tentukan stasiun hujan yang ditinjau;
2. Carilah hujan harian maksimum dari masing-masing stasiun hujan;
3. Plotting stasiun hujan sesuai koordinat stasiun hujan ke dalam peta;
4. Buatlah Poligon Thiessen;
5. Hitung luas daerah yang mewakili masing-masing stasiun;
Hitung hujan kawasan dengan rumus berikut Curah hujan yang dibutuhkan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah aliran sungai, bukan hanya curah hujan pada satu titik tertentu saja. Nilai curah hujan rata-rata yang jatuh di suatu kawasan tertentu disebut curah hujan wilayah. Untuk menghitung hujan wilayah diperlukan data curah hujan dari stasiun yang ditinjau, data koordinat stasiun hujan atau peta stasiun hujan. Perhitungan curah hujan wilayah dapat dilakukan dengan metode poligon thiessen.
Metode ini memperkirakan luas wilayah yang diwakili oleh masing-masing stasiun, tinggi curah hujan dan jumlah stasiun. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Polygon dibuat dengan cara menghubungkan garis garis berat diagonal terpendek dari stasiun hujan yang digunakan. Hitungan curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Metode ini dapat digunakan jika ada setidaknya 3 stasiun hujan yang ditinjau dan koordinat stasiun hujan diketahui. Metode ini diawali dengan membuat poligon dari masing masing stasiun hujan. Setelah poligon terbentuk, maka dihitung koefisien Thiessen. Untuk lebih lengkapnya, berikut adalah langkah perhitungan hujan wilayah metode Thiessen:
1) Menentukan stasiun hujan yang ditinjau
2) Mencari hujan harian maksimum dari masing-masing stasiun hujan Data Hujan Harian Maksimum
Tahun Sta. Dumpyong Sta. Ancar Sta.Sentral
2008 182 108 128
2009 108 76 89
2010 95 87 64
2011 117 75 73
2012 70 73 108
2013 145 89 125
2014 98 88 72
2015 119 120 105
2016 116 92 82
2017 93 114 75
3) Memplotkan stasiun hujan sesuai koordinat stasiun hujan ke dalam peta 4) Membuat Poligon Thiessen
5) Menghitung luas daerah yang mewakili masing-masing stasiun
6) Menghitung hujan kawasan dengan rumus berikut:
p = 𝑨𝟏 𝒙𝟏 + 𝑨𝟐 𝒙𝟐 + 𝑨𝟑 𝒙𝟑 + ⋯ + 𝑨𝒏 𝒙𝒏 𝑨𝟏 + 𝑨𝟐 + 𝑨𝟑 + ⋯ + 𝑨𝒏 dengan:
p : hujan rerata kawasan;
X1, x2, x3, …, xn : tinggi curah hujan di stasiun 1,2,3, …, n;
A1, a2, …, an : luas daerah yang mewakili stasiun.
maka didapatkan data sebagai berikut :
Tahun Hujan wilayah Tahun Hujan wilayah
2008 148,806 2013 127,147
2009 95,161 2014 87,001
2010 82,648 2015 114,319
2011 93,510 2016 99,493
2012 83,818 2017 90,814
Stasiun Luas Koefisien thiessen Prosentase Luas
Dumpyong 10,162 0,457 45,70%
Ancar 4,321 0,194 19,40%
Sentral 7,707 0,348 34,80%
Jumlah 22,190 1,000 100%
2.3. Perhitungan Cutah Hujan Rencana
Curah hujan rencana adalah suatu data tentang curah hujan terbesar dengan periode ulang tertentu, misalnya 2, 5, 10, atau 20 tahun. Adapun pemilihan metode analisa hujan rencana tersebut tergantung dari kesesuaian parameter statistik data yang bersangkutan atau dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis lain. Untuk menghitung hujan rencana tahunan dapat dicari menggunakan metode :
1) Metode Gumbel 2) Metode Pearson
3) Metode Log Pearson Type III 4) Metode Normal
2.3.1. Metode Gumbel
Metode Gumbel adalah metode statistik yang digunakan untuk memodelkan distribusi ekstrim dan sering digunakan dalam hidrologi untuk analisis curah hujan ekstrem. Curah hujan rencana adalah estimasi curah hujan maksimum yang dapat terjadi dalam suatu periode tertentu di suatu lokasi geografis. Metode Gumbel memungkinkan para ahli hidrologi untuk memprediksi curah hujan ekstrim dengan menggunakan data curah hujan historis. Proses mencari curah hujan rencana dengan metode Gumbel melibatkan langkah-langkah berikut:
1. Pengumpulan Data:
Data curah hujan historis dari stasiun cuaca di lokasi yang bersangkutan dikumpulkan dan direkam.
2. Mengurutkan Data:
Data curah hujan yang telah dikumpulkan diurutkan dari yang terkecil ke yang terbesar.
3. Menghitung Peluang Kejadian Ekstrem:
Metode Gumbel mengasumsikan bahwa distribusi curah hujan ekstrem dapat diaproksimasi dengan distribusi Gumbel. Dengan menggunakan distribusi Gumbel, peluang terjadinya curah hujan ekstrim tertentu dapat dihitung.
4. Menghitung Parameter Distribusi Gumbel:
Parameter distribusi Gumbel, yaitu lokasi (μ) dan skala (σ), diestimasi dari data curah hujan yang telah diurutkan.
5. Menghitung Curah Hujan Rencana:
Setelah parameter distribusi Gumbel diperoleh, curah hujan rencana untuk periode tertentu (misalnya, 10 tahun sekali) dapat dihitung menggunakan rumus distribusi Gumbel.
Rumus untuk distribusi Gumbel adalah sebagai berikut:
Perhitungan hujan periode ulang menggunakan metode distribusi Gumbel dipengaruhi oleh banyak variabel yaitu reduced variable, reduced mean, reduced standar deviasi. Hubungan N dan Yn/Sn disajikan dalam Tabel
Berikut merupakan hasil perhitungan curah hujan menggunakan metode gumbel
2.3.2. Metode Pearson
Metode Pearson dalam konteks curah hujan merujuk pada teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua set data curah hujan dari dua lokasi atau waktu yang berbeda. Metode ini menggunakan koefisien korelasi Pearson, yang mengukur sejauh mana hubungan linier antara dua variabel. Dalam hal curah hujan, metode Pearson membantu dalam menentukan sejauh mana ada korelasi antara curah hujan yang terjadi di dua tempat atau periode waktu
tertentu.Langkah-langkah umum untuk menghitung korelasi menggunakan metode Pearson adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Kumpulkan data curah hujan dari dua sumber yang ingin Anda bandingkan, seperti dua stasiun cuaca atau dua tahun yang berbeda.
2. Menyusun Data:
Susun data dalam bentuk pasangan nilai (x, y), dimana x adalah data curah hujan dari lokasi atau periode pertama, dan y adalah data curah hujan dari lokasi atau periode kedua.
3. Hitung Rata-rata:
Hitung rata-rata dari setiap variabel (x̄ dan ȳ).
4. Hitung Koefisien Korelasi Pearson (r):
Gunakan rumus berikut untuk menghitung koefisien korelasi Pearson:
5. Interpretasi Hasil:
Interpretasikan nilai r untuk menentukan sejauh mana hubungan antara dua set data curah hujan. Semakin mendekati 1 atau -1, semakin kuat korelasinya. Jika mendekati 0, korelasinya lemah atau tidak ada.
Berikut adalah hasil perhitungan curah hujan menggunakan metode Pearson:
2.3.3. Metode Log Pearson Type III
Perhitungan hujan periode ulang Metode Log Pearson III menggunakan nilai logaritma. Perhitungan hujan periode ulang dengan metode distribusi Log Pearson III dipengaruhi oleh nilai k untuk distribusi Log Pearson III
Berikut adalah rumus untuk mencari hujan periode ulang dengan Metode Distribusi Log Pearson III.
Dibawah ini merupakan hasil perhitungan menggunakan metode distribusi log pearson III
2.3.4. Metode Normal
Perhitungan hujan periode ulang dapat dilakukan dengan menggunakan distribusi normal. Perhitungan hujan periode ulang dengan metode distribusi normal dipengaruhi oleh nilai variabel reduksi Gauss, seperti yang disajikan dalam Tabel
Berikut adalah rumus untuk mencari hujan periode ulang dengan metode distribusi normal.
Hasil perhitungan yang didapatkan menggunakan metode distribusi normal
2.4. Pemilihan Distribusi yang Digunakan
Menurut Suripin (2004) pemilihan distribusi yang digunakan didasari oleh parameter statistik yang meliputi:
dimana :
𝑥𝑖= Nilai varian ke i 𝑥̅= Nilai rata-rata varian 𝑛 = Jumlah data
Persyaratan pemilihan jenis distribusi yang digunakan dirangkum dalam Tabel berikut ini:
Berdasarkan persyaratan tersebut, maka analisis yang kami dapatkan adalah sebagai berikut
Dari analisis tersebut, distribusi yang paling memenuhi syarat adalah distribusi log pearson III, sehingga perhitungan intensitas curah hujan akan menggunakan Xt dari perhitungan distribusi tersebut.
2.1. Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu (mm/jam atau mm/menit) Sifat umum hujan yaitu makin singkat hujan berlangsung intensitas cenderung makin tinggi, makin besar periode ulangnya intensitas hujan makin tinggi.
Adapun rumus sederhana dari intensitas hujan adalah sebagai berikut :
Hubungan antara Intensitas Hujan, lama hujan dan frekuensi hujan dinyatakan dalam kurva IDF (Intensity Duration Frequency).
Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas dapat dihitung dengan rumus Mononobe :
Menggunakan rumus mononobe tersebut, maka didapatkan perhitungan curah hujan tersebut sebagai berikut
t (jam)
R24
R2 R5 R10 R20 R50 R100
75,273 90,02 101,043 110,978 128,641 141,82
1 26,096 31,208 35,030 38,474 44,597 49,166
2 16,439 19,660 22,067 24,237 28,095 30,973
3 12,546 15,003 16,841 18,496 21,440 23,637
4 10,356 12,385 13,902 15,268 17,698 19,512
5 8,925 10,673 11,980 13,158 15,252 16,815
6 7,903 9,452 10,609 11,652 13,506 14,890
7 7,131 8,528 9,573 10,514 12,187 13,436
8 6,524 7,802 8,757 9,618 11,149 12,292
9 6,031 7,213 8,096 8,892 10,307 11,363
10 5,622 6,724 7,547 8,289 9,608 10,593
11 5,276 6,310 7,082 7,779 9,017 9,940
12 4,979 5,954 6,683 7,340 8,509 9,380
13 4,720 5,645 6,336 6,959 8,066 8,893
14 4,492 5,373 6,030 6,623 7,678 8,464
15 4,291 5,131 5,759 6,326 7,332 8,084
16 4,110 4,915 5,517 6,059 7,024 7,743
17 3,947 4,720 5,298 5,819 6,745 7,436
18 3,799 4,544 5,100 5,602 6,493 7,158
19 3,665 4,383 4,920 5,403 6,263 6,905
20 3,542 4,236 4,754 5,222 6,053 6,673
21 3,428 4,100 4,602 5,055 5,859 6,459
22 3,324 3,975 4,462 4,900 5,680 6,262
23 3,227 3,859 4,331 4,757 5,514 6,079
24 3,136 3,751 4,210 4,624 5,360 5,909
Selanjutnya dari perhitungan tersebut dapat dibuatkan grafik IDF
Grafik intensitas curah hujan adalah representasi visual dari seberapa banyak hujan yang jatuh dalam suatu daerah selama periode waktu tertentu. Dalam grafik ini, sumbu horizontal menunjukkan waktu, sedangkan sumbu vertikal mengukur intensitas curah hujan dalam satuan tertentu, seperti milimeter per jam. Data dalam grafik ini dapat membantu kita melihat pola perubahan curah hujan sepanjang waktu, seperti periode hujan lebat, musim kering, atau tren jangka panjang dalam curah hujan. Dengan demikian, grafik intensitas curah hujan memungkinkan kita untuk kemudian dapat melanjutkan ke perhitungan analisa debit banjir rancangan.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Siklus hidrologi adalah proses kontinyu dimana air bergerak dari bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi (bambang triatmodjo, 2009). Siklus hidrologi melalui beberapa tahapan yaitu : kondensasi, presipitasi, evaporasi, intersepsi, perkolasi dan infiltrasi. Data yang diperlukan dalam analisis hidrologi adalah data curah hujan, data morfologi sungai, data luas das. Keluaran hasil dari analisis hidrologi adalah hujan periode ulang dan debit banjir periode ulang. Tahapan analisis hidrologi sangatlah panjang, sebagai berikut :
1. Uji validitas data;
2. Mencari hujan wilayah;
3. Melakukan analisis distribusi frekuensi dan hujan periode ulang;
4. Melakukan pemilihan distribusi;
5. Mencari hujan periode ulang efektif;
6. Mencari intensitas hujan;
Seluruh prosedur, mulai dari uji kevalidan data hingga perhitungan intensitas curah hujan, adalah tahapan kunci yang berkesinambungan. Uji validitas data merupakan landasan yang kuat untuk memastikan bahwa data yang digunakan dalam analisis hidrologi adalah akurat dan dapat diandalkan. Selanjutnya, perhitungan intensitas curah hujan memberikan pemahaman yang mendalam tentang pola curah hujan di suatu
wilayah, yang merupakan informasi yang sangat penting dalam manajemen sumber daya air, mitigasi bencana, dan perencanaan infrastruktur. Proses perhitungan analisis
hidrologi adalah langkah kritis dalam pemahaman dan pemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan serta untuk meningkatkan ketahanan terhadap perubahan cuaca ekstrem.
3.1. Saran
Tindakan konkret yang dapat diambil setelah adanya proses analisa hidrologi ini dapat berupa pengelolaan sumber daya air, misalnya perbaikan infrastruktur pengelolaan air, seperti bendungan, saluran air, dan instalasi irigasi, pengembangan rencana
manajemen sumber daya air yang berkelanjutan untuk mengoptimalkan pemanfaatan air.
Serta dalam hal manajemen banjir dapat digunakan untuk meningkatan sistem peringatan dini banjir untuk memitigasi dampak banjir, dan perencanaan tata ruang dan penggunaan lahan yang meminimalkan risiko banjir.
Meskipun begitu, dalam pembuatan laporan ini masih banyak ketidaksempurnaan, salah satunya ketidakpastian data. Data hidrologi yang digunakan dalam analisis dapat
memiliki tingkat ketidakpastian. Misalnya, stasiun pengukuran mungkin memiliki periode ketidakaktifan atau ketidakstabilan dalam pengukuran. Perubahan iklim juga dapat mempengaruhi ketidakpastian tentang bagaimana perubahan iklim akan mempengaruhi pola curah hujan dan aliran air di masa depan. Ini mencakup
ketidakpastian dalam perkiraan tren jangka panjang dan intensitas curah hujan ekstrem.
Serta perubahan dalam lingkungan dan penggunaan lahan di wilayah tertentu dapat
mempengaruhi aliran air dan pola curah hujan. Ketidakpastian dalam perubahan ini dapat mempengaruhi proyeksi masa mendatang.
Kami selaku pembuat laporan mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak pihak yang telah membantu kami dalam membuat laporan ini. Dari laporan ini kami ingin menghimbau kepada para pembaca agar setelah membaca dapat memahami bagaimana lingkungan perlu kita rawat untuk mengurangi persentase kemungkinan adanya musibah alam yang diakibatkan ulah manusia sendiri seperti contohnya banjir.
DAFTAR PUSTAKA
Arbaningrum, R. (2015, Januari). Civil Engineering: OPENCOURSEWARE UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN JAYA. From OPENCOURSEWARE UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA: https://ocw.upj.ac.id/files/Slide-CIV-202-CIV-202-P11-Hujan-Rencana.pdf
PUPR, K. (2018). Artikel: Simantu Kementrian PUPR. From Simantu Kementrian PUPR:
https://simantu.pu.go.id/epel/edok/740a8_6._MODUL- 3_ANALISIS_HIDROLOGI_DAN__SEDIMEN.pdf