• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS PAPER KELOMPOK 3A-3 NIKOTIN

N/A
N/A
Indri Gifani Sitorus

Academic year: 2024

Membagikan "TUGAS PAPER KELOMPOK 3A-3 NIKOTIN"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PAPER TOKSIKOLOGI KIMIA

KASUS TOKSON NIKOTIN : TINJAUAN FASE KERJA TOKSON

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Dr. I Nengah Wirajana, S.Si., M.Si.

Oleh:

Kelompok 3

Karin Angel Dipy (2208511032)

Putu Esya Putri (2208511033)

Ni Putu Rieka Wijalia Waradhana (2208511034)

Indri Gifani Sitorus (2208511035)

Ervina Nur Azizah (2208511037)

Putu Tegar Pratama (2208511038)

Ronna Marito Sianturi (2208511039)

Luh Komang Sevirayani Adina (2208511040) Ni Putu Ambhika Chandradewi (2208511041)

Agnes Talasti Mumung (2208511042)

Haqqika Pasha (2208511043)

Nadya Pamesthi Annisa Ramdhani (2208511044)

Sherena Septy Pakpahan (2208511045)

Brillian Umbu Anagoga (2208511046)

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA

2024

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan paper mata kuliah Toksikologi Kimia dengan tepat waktu.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Dr. I Nengah Wirajana,S.Si., M.Si. sebagai dosen pengampu mata kuliah Toksikologi Kimia yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam menyusun mata kuliah ini.

Penyusunan paper ini masih jauh dari kata sempurna. Kami menyadari bahwa banyak kekurangan dan kelemahan pada penyusunan dan penulisan. Demi kesempurnaan makalah ini, kami sangat berharap adanya perbaikan, kritik dan saran d ari pembaca yang sifatnya membangun. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Jimbaran, 18 September 2024

Kelompok 3

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah... 1

1.3 Tujuan...1

BAB II PEMBAHASAN... 2

2.1 Nikotin pada Rokok dan Asap Tembakau...2

2.2 Fase Kerja Eksposisi Tokson Nikotin...3

2.3 Fase Kerja Toksokinetik Tokson Nikotin...4

2.4 Fase Toksodinamik Tokson Nikotin...9

BAB III PENUTUP...11

3.1 Kesimpulan...11

3.2 Saran...11

DAFTAR PUSTAKA...12

JAWABAN PERTANYAAN...13

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nikotin adalah senyawa alkaloid yang dihasilkan oleh berbagai macam tumbuhan seperti tembakau. Ketika seseorang merokok, menghirup vape (rokok elektrik), atau produk tembakau lainnya, nikotin akan masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru dan diserap dengan cepat oleh aliran darah. Senyawa ini kemudian akan mencapai otak dan memicu pelepasan dopamin, suatu neurotransmitter yang terkait dengan perasaan senang yang menyebabkan nikotin termasuk zat adiktif.

Saat menghisap produk berkandungan nikotin, zat kimia berbahaya ini bersamaan dengan karbon monoksida akan terhirup masuk ke dalam paru-paru. Zat-zat tersebut akan dengan cepat diserap oleh aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh setelah dipompa dari jantung. Di dalam otak, nikotin akan memicu pelepasan dopamin sehingga akan meninggalkan perasaan senang pada orang yang mengonsumsi nikotin.

Seiring waktu terus terpapar nikotin, tubuh akan mengembangkan toleransi terhadap nikotin. Ketika kadar nikotin dalam tubuh menurun, seseorang akan mengalami gejala putus obat seperti mudah marah, gelisah, sulit berkonsentrasi, dan keinginan kuat untuk merokok.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diperoleh beberapa rumusan masalah diantaranya, sebagai berikut:

2. Bagaimana fase eksposisi pada tokson nikotin?

3. Bagaimana fase toksokinetik pada tokson nikotin?

4. Bagaimana fase toksodinamik pada fase tokson nikotin?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang dapat diperoleh dari rumusan masalah tersebut diantaranya, sebagai berikut:

1. Mengetahui fase eksposisi pada tokson nikotin.

2. Mengetahui fase toksokinetik pada tokson nikotin.

(5)

BAB II PEMBAHASAN 1.1 Nikotin pada Rokok dan Asap Tembakau

Rokok adalah bentuk yang paling umum di mana nikotin diserap ke dalam tubuh melalui paru-paru. Ketika tembakau dibakar, nikotin dilepaskan dalam bentuk asap dan dihirup. Selain nikotin, ada banyak zat kimia berbahaya lain dalam asap tembakau yang memperburuk efek toksiknya.

Paparan kronis terhadap nikotin melalui merokok dapat menyebabkan kecanduan parah, serta penyakit jantung, tekanan darah tinggi, kanker paru-paru, dan berbagai penyakit pernapasan. Paparan akut dalam dosis besar (seperti merokok dalam jumlah yang sangat besar dalam waktu singkat) dapat menyebabkan gejala keracunan nikotin akut.

Nikotin dalam bentuk inhalasi biasanya tersedia dalam sediaan yang dapat dihirup, seperti rokok konvensional, rokok elektronik (vape), dan inhaler nikotin. Nikotin merupakan senyawa alkaloid yang sangat adiktif dan dapat dengan cepat diserap ke dalam aliran darah melalui paru-paru ketika dihirup.

1. Rokok Konvensional (Tembakau)

Nikotin ditemukan secara alami dalam daun tembakau. Ketika tembakau dibakar (rokok), nikotin dilepaskan dalam bentuk gas yang kemudian dihirup. Pembakaran ini juga menghasilkan berbagai zat berbahaya lainnya, seperti tar dan karbon monoksida. Nikotin dari asap rokok diserap oleh alveoli paru-paru dan masuk dengan cepat ke dalam aliran darah, menyebabkan efek fisiologis yang dirasakan pengguna dalam hitungan detik.

2. Rokok Elektronik (Vape)

Rokok elektronik atau vape mengandung cairan nikotin yang dipanaskan menggunakan alat elektronik sehingga menghasilkan aerosol (uap) yang dapat dihirup.

Cairan ini biasanya merupakan campuran nikotin, propilen glikol, gliserin, dan perasa.

Karena tidak ada pembakaran, penggunaan vape dianggap menghasilkan zat berbahaya lebih sedikit dibandingkan rokok tradisional, meski tetap berisiko.

3. Inhaler Nikotin

Inhaler nikotin adalah perangkat yang dirancang untuk membantu perokok berhenti merokok dengan memberikan dosis nikotin melalui inhalasi. Inhaler ini mengandung kartrid nikotin yang menghasilkan uap nikotin ketika dihirup melalui mulut. Tidak seperti

(6)

rokok elektronik, uap yang dihasilkan lebih mirip dengan embusan udara, dan nikotin diserap melalui mukosa mulut dan tenggorokan, bukan paru-paru.

Gambar 2.1 Struktur molekul nikotin

Nikotin mempunyai rumus molekul C10H14N2. Nikotin merupakan senyawa golongan alkaloid yang dihasilkan oleh tembakau (Gambar 1). Nikotin sangat larut lipid sehingga mudah diabsorbsi pada mukosa mulut, paru, mukosa pencernaan dan kulit.

Nikotin dapat melewati plasenta dan diekskresikan melalui air susu bagi ibu yang menyusui. Rokok umumnya mengandung 6- 8 mg nikotin. Dosis letal akut nikotin adalah 60 mg. Lebih dari 90 % nikotin nikotin diisap dari asap yang diabsorbsi. Klirens nikotin berasal dari paru dan hepar (Mycek et al., 2001). Dalam hepar, nikotin di oksidasi menjadi metabolit utamanya, yaitu kotinin dengan t 19 jam (Tjay and Rahardja, 2002) 1/2 dan diekskresikan paling banyak melalui urin. Toleransi terhadap efek toksik nikotin terjadi cepat dan sering terjadi setelah penggunaan dimulai (Mycek et al., 2001). Nikotin atau β- pyridil-α-N-methyl pyrrolidine merupakan senyawa organik spesifik yang terkandung dalam daun tembakau. Senyawa ini dapat menimbulakan efek psikologis berupa ketagihan bagi perokok.

Nikotin ini berpengaruh pada beratnya rasa isap dalam rokok. Semakin tinggi kadar nikotin maka semakin berat rasa isapnya ini sedangkan asap rokok yang memiliki kadar nikotin rendah memiliki rasa yang enteng (hambar).13 Pada konsentrasi rendah, nikotin bersifat stimulant yaitu meningkatkan aktivitas, kewaspadaan, dan memori sehingga menyebabkan addiksi sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat berperan sebagai depresan.

Nikotin yang masuk dalam tubuh dapat menimbulkan ketergantungan yang cepat dan hebat dengan menimbulkan gejala iritabel, kejang, gelisah, sulit konsentrasi, sakit kepala dan tidak bisa tidur (Mycek et al., 2001).

1.2 Fase Kerja Eksposisi Tokson Nikotin

Proses masuknya xenobiotika dari udara, seperti gas nikotin dalam rokok, terjadi

(7)

bentuk - gas, uap, tetesan cairan, dan partikel padat dengan berbagai ukuran. Sistem pernapasan memiliki mekanisme alami untuk menyaring partikel berdasarkan ukurannya, sehingga tingkat penyerapan dan efek toksik tidak hanya ditentukan oleh tingkat racunnya tetapi juga karakteristik fisiknya.

Sistem pernapasan terbagi menjadi tiga bagian utama: nasofaring, saluran trakea- bronkus, dan acini paru-paru (yang mencakup bronkiol, saluran alveolar, dan alveoli).

Nasofaring berperan menyaring partikel berukuran besar (>10 µm), mengatur kelembaban, dan suhu udara. Partikel besar yang masuk akan dikeluarkan melalui bersin atau diusap.

Pada bagian trakea dan bronkus, terdapat sel epitel bersilia yang dilapisi lendir tipis.

Kombinasi silia dan lendir ini berfungsi mengangkut partikel ke arah mulut untuk dikeluarkan melalui ludah atau ditelan. Partikel kecil dapat diserap melalui difusi atau fagositosis. Partikel yang difagosit akan masuk ke sistem limfatik, sementara partikel terlarut dapat diserap ke dalam aliran darah melalui epitel.

Alveoli merupakan lokasi utama penyerapan xenobiotika berbentuk gas (seperti karbon monoksida, oksida nitrogen, belerang dioksida) atau uap cairan (seperti benzena dan karbon tetraklorida). Efektivitas penyerapan di alveoli didukung oleh tiga faktor: luas permukaan yang besar, aliran darah yang cepat, dan jarak yang dekat antara darah dengan udara alveoli. Tingkat penyerapan berbanding lurus dengan kelarutan gas dalam darah - semakin tinggi kelarutan, semakin cepat proses penyerapannya.

1.3 Fase Kerja Toksokinetik Tokson Nikotin

Toksokinetik mempelajari proses dari masuknya zat beracun ke dalam tubuh sampai dikeluarkannya kembali. Secara umum toksokinetik menelaah tentang laju absorpsi xenobiotika dari tempat paparan ke sistem peredaran darah, distribusi di dalam tubuh, bagaimana enzim tubuh memetabolismenya, dari mana dan bagaimana tokson atau metabolitnya dieliminasi dari dalam tubuh. Ada empat proses yang terlibat dalam toksokinetik:

A. Absorpsi

Pada fase ini, zat toksik diserap ke dalam tubuh dari tempat masuknya, seperti melalui paru-paru (inhalasi), kulit (dermal), atau saluran pencernaan (oral). Bagaimana zat masuk ke dalam aliran darah dan seberapa cepat proses ini terjadi bergantung pada rute paparan.

(8)

Zat seperti nikotin dalam rokok atau uap produk tembakau elektronik diserap dengan cepat melalui alveolus paru-paru ke dalam sirkulasi darah. Pada inhalasi, nikotin mencapai aliran darah dalam hitungan detik.

Nikotin disuling dari pembakaran tembakau dan dibawa secara proksimal pada tetesan tar (juga disebut partikulat), yang dihirup. Penyerapan nikotin melintasi membran biologis bergantung pada pH. Nikotin adalah basa lemah dengan ap Ka 8,0 . Dalam keadaan terionisasi, seperti dalam lingkungan asam, nikotin tidak cepat melintasi membran. pH asap dari tembakau yang diawetkan dengan cerobong asap, yang ditemukan di sebagian besar rokok, bersifat asam (pH 5,5–6,0). Pada pH ini, nikotin terutama terionisasi. Akibatnya, ada sedikit penyerapan bukal nikotin dari asap tembakau yang diawetkan dengan cerobong asap, bahkan ketika ditahan di mulut (Gori et al. 1986). Asap dari tembakau yang diawetkan dengan udara, tembakau utama yang digunakan dalam pipa, cerutu, dan beberapa rokok Eropa, lebih basa (pH 6,5 atau lebih tinggi) dan, nikotin yang terionisasi cukup besar. Asap dari produk-produk ini diserap dengan baik melalui mulut (Armitage et al. 1978 ). Baru-baru ini telah diusulkan bahwa pH dari partikel asap rokok lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya, dan dengan demikian, porsi nikotin yang lebih besar akan berada dalam bentuk tidak terionisasi, yang memfasilitasi penyerapan paru-paru yang cepat (Pankow 2001).

Ketika asap tembakau mencapai saluran napas kecil dan alveoli paru-paru, nikotin akan diserap dengan cepat. Konsentrasi nikotin dalam darah meningkat dengan cepat selama merokok dan mencapai puncaknya setelah selesai merokok. Penyerapan nikotin yang cepat dari asap rokok melalui paru-paru, mungkin karena luas permukaan alveoli dan saluran napas yang kecil, dan pelarutan nikotin dalam cairan ber-pH 7,4 di paru-paru manusia memfasilitasi pemindahan melalui membran. Setelah dihisap, kadar nikotin yang tinggi mencapai otak dalam 10–20 detik, lebih cepat dibandingkan dengan pemberian intravena, menghasilkan penguatan perilaku yang cepat (Benowitz 1990).

Kecepatan peningkatan kadar nikotin memungkinkan perokok untuk menyesuaikan kadar nikotin dan efek terkait selama merokok, dan menjadikan merokok sebagai bentuk pemberian nikotin yang paling memperkuat dan menghasilkan ketergantungan ( Henningfield dan Keenan 1993).

(9)

Gambar 2.2 Konsentrasi nikotin dalam darah

Konsentrasi nikotin dalam darah selama dan setelah merokok selama 9 menit, menghirup tembakau (2,5 g), mengunyah tembakau (rata-rata 7,9 g), dan permen karet nikotin (dua lembar 2 mg). Nilai rata-rata untuk 10 subjek (±SEM).

B. Distribusi

Setelah penyerapan, nikotin memasuki aliran darah di mana, pada pH 7,4, sekitar 69% terionisasi dan 31% terionisasi. Pengikatan dengan protein plasma kurang dari 5% ( Benowitz et al. 1982a ). Obat ini didistribusikan secara luas ke jaringan tubuh dengan volume distribusi kondisi tetap rata-rata 2,6 L/Kg. Berdasarkan sampel otopsi manusia dari perokok, afinitas tertinggi untuk nikotin ada di hati, ginjal, limpa, dan paru-paru dan terendah di jaringan adiposa. Pada otot rangka, konsentrasi nikotin dan kotinina mendekati konsentrasi darah utuh. Nikotin mengikat jaringan otak dengan afinitas tinggi, dan kapasitas pengikatan reseptor meningkat pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok (Breese et al. 1997 ; Perry et al. 1999).

Peningkatan pengikatan disebabkan oleh jumlah reseptor kolinergik nikotinik yang lebih tinggi di otak perokok. Nikotin terakumulasi secara nyata dalam cairan lambung dan air liur (Lindell et al. 1996 ). Rasio konsentrasi cairan lambung/plasma dan air liur/plasma masing-masing adalah 61 dan 11 dengan pemberian nikotin transdermal, dan 53 dan 87 dengan merokok (Lindell et al. 1996 ). Akumulasi disebabkan oleh penjebakan ion nikotin dalam cairan lambung dan air liur. Nikotin juga terakumulasi dalam ASI (rasio ASI/plasma 2,9) (Dahlstrom et al. 1990 ). Nikotin melewati sawar plasenta dengan mudah, dan ada bukti akumulasi nikotin dalam serum janin dan cairan amnion dalam konsentrasi yang sedikit lebih tinggi daripada dalam serum ibu (Dempsey dan Benowitz 2001).

(10)

Waktu yang dibutuhkan untuk akumulasi nikotin di otak dan organ tubuh lainnya serta efek farmakologis yang dihasilkan sangat bergantung pada rute dan kecepatan pemberian dosis. Merokok akan mengantarkan nikotin dengan cepat ke sirkulasi vena paru, yang kemudian bergerak cepat ke ventrikel kiri jantung dan ke sirkulasi arteri sistemik dan otak. Selain otak, nikotin juga menyebar ke berbagai jaringan lain, termasuk otot, hati, ginjal, dan paru-paru. Kadar nikotin dalam jaringan ini biasanya lebih rendah dibandingkan dengan kadar di otak. Karena afinitas nikotin terhadap reseptor nikotinik di otak, distribusi di otak lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan lain. Sebagian kecil nikotin terikat pada protein plasma darah, tetapi sebagian besar nikotin berada dalam bentuk bebas, yang memungkinkan distribusi cepat ke jaringan.

Nikotin memiliki volume distribusi yang besar (sekitar 2–3 L/kg), yang menunjukkan bahwa nikotin tersebar luas ke berbagai jaringan tubuh. Waktu jeda antara hisapan rokok dan nikotin yang mencapai otak adalah 10–20 detik. Meskipun penghantaran nikotin ke otak berlangsung cepat, namun ada penyerapan paru yang signifikan dan pelepasan nikotin yang tertunda sebagaimana dibuktikan oleh data tomografi emisi positron paru dan penurunan lambat konsentrasi nikotin arteri di antara hisapan. ( Rose et al. 1999 ) Konsentrasi nikotin dalam darah arteri setelah merokok sebatang rokok bisa sangat tinggi, mencapai hingga 100 ng ml −1 , tetapi biasanya berkisar antara 20 dan 60 ng ml −1 (Gourlay dan Benowitz 1997 ; Henningfield dan Keenan 1993 ; Lunell et al. 2000 ; Rose et al. 1999). Konsentrasi nikotin arteri puncak yang biasa setelah isapan pertama lebih rendah, rata-rata 7 ng ml −1. Rasio konsentrasi nikotin arteri/vena setinggi sepuluh kali lipat telah diukur ( Henningfield et al. 1993 ), tetapi rasio rata-rata biasanya sekitar 2,3–2,8 ( Gourlay dan Benowitz 1997 ; Rose et al.

1999 ). Kecepatan pengiriman nikotin yang cepat melalui rokok (atau suntikan intravena, yang menunjukkan kinetika distribusi yang sama) menghasilkan kadar nikotin yang tinggi dalam sistem saraf pusat dengan sedikit waktu untuk mengembangkan toleransi. Hasilnya adalah tindakan farmakologis yang lebih intens.

Interval waktu yang singkat antara mengisap dan nikotin memasuki otak juga memungkinkan perokok untuk menyesuaikan dosis nikotin ke efek farmakologis yang diinginkan, yang selanjutnya memperkuat pemberian obat secara mandiri dan memfasilitasi perkembangan kecanduan.

(11)

C. Metabolisme

Nikotin dimetabolisme secara luas menjadi sejumlah metabolit oleh hati. Enam metabolit utama nikotin telah diidentifikasi. Secara kuantitatif, metabolit nikotin terpenting pada sebagian besar spesies mamalia adalah turunan laktam, kotinin. Pada manusia, sekitar 70–80% nikotin diubah menjadi kotinin. Transformasi ini melibatkan dua langkah. Yang pertama dimediasi terutama oleh CYP2A6 untuk menghasilkan ion nikotin-Δ 1′ (5′) -iminium, yang berada dalam kesetimbangan dengan 5′- hidroksinikotin. Langkah kedua dikatalisis oleh oksidase aldehida sitoplasma. Ion nikotin iminium telah menerima minat yang cukup besar karena merupakan agen alkilasi dan, dengan demikian, dapat berperan dalam farmakologi nikotin (Shigenaga et al. 1988).

Nikotin N′ -oksida adalah metabolit utama nikotin lainnya, meskipun hanya sekitar 4–7% nikotin yang diserap oleh perokok dimetabolisme melalui rute ini ( Benowitz et al. 1994 ). Konversi nikotin menjadi nikotin N′ -oksida melibatkan monooksigenase 3 (FMO3) yang mengandung flavin, yang menghasilkan pembentukan kedua diasteriomer yang mungkin, isomer 1′-( R )-2′-( S )- cis dan 1′-( S )-2′-( S )- trans pada hewan ( Cashman et al. 1992 ; Park et al. 1993 ). Pada manusia, jalur ini sangat selektif untuk isomer trans ( Cashman et al. 1992 ). Hanya isomer trans dari nikotin N′ - oksida yang terdeteksi dalam urin setelah pemberian nikotin melalui infus intravena, patch transdermal atau merokok ( Park et al. 1993 ). Tampaknya nikotin N′ -oksida tidak dimetabolisme lebih lanjut dalam tingkat yang signifikan, kecuali melalui reduksi kembali menjadi nikotin di usus, yang dapat menyebabkan daur ulang nikotin dalam tubuh.

D. Eliminasi

Berdasarkan penelitian dengan infus simultan nikotin berlabel dan kotinina, telah ditentukan bahwa 70–80% nikotin diubah menjadi kotinina (Benowitz dan Jacob 1994). Sekitar 4–7% nikotin diekskresikan sebagai nikotin N′ –oksida dan 3–5%

sebagai nikotin glukuronida (Benowitz et al. 1994 ; Byrd et al. 1992). Kotinina diekskresikan tidak berubah dalam urin hingga tingkat yang kecil (10–15% dari nikotin dan metabolit dalam urin). Sisanya diubah menjadi metabolit, terutama trans –3′–

hydroxycotinine (33–40%), cotinine glucuronide (12–17%), dan trans –3′–

hydroxycotinine glucuronide (7–9%).

(12)

2.4 Fase Toksodinamik Tokson Nikotin

Fase Toksodinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor  (tempat kerja toksik) dan juga proses-proses yang terkait dimana pada akhirnya muncul efek toksik/farmakologik. Interaksi tokson-reseptor umumnya  merupakan interaksi yang bolak- balik (reversibel). Hal ini mengakibatkan perubahan fungsional, yang lazim hilang, bila xenobiotika tereliminasi dari  tempat kerjanya (reseptor). Selain interaksi reversibel, terkadang terjadi pula  interaksi tak bolak-balik (irreversibel) antara xenobiotika dengan subtrat biologik.

Interaksi ini didasari oleh interaksi kimia antara xenobiotika dengan subtrat biologi dimana terjadi ikatan kimia kovalen yang bersbersifat irreversibel atau berdasarkan perubahan kimia dari subtrat biologi akibat dari suatu perubaran kimia dari xenobiotika, seperti pembentukan peroksida. 

Penggolongan interaksi toksikodinamik dari zat aktif biologi dapat  digunakan untuk mengenal dan mengatasi persoalan yang timbul akibat  pemakaian kombinasi beberapa zat.

Pada kombinasi dua zat dapat terjadi  kemungkinan berikut: (1) kombinasi suatu zat aktif A dengan zat B yang tak aktif  akan tetapi dapat mengubah kerja zat A, dan (2) kombinasi dua zat, yang  keduanya aktif.

Antagonisme Persaingan (Kompetitif). Pada jenis antagonisme ini,  agonis dan antagonis bekerja pada pusat aktif yang sama, reseptor yang  sama. Antagonis mendesak agonis dari tempat kerjanya. Jenis antagonisme semacam ini terjadi antara metabolit dan antimetabolit,  vitamin dan antivitamin, histamin dan antihistamin, kolinergika dan  antikolinergika, dll.

Antagonisme kimia terjadi pada fase  toksokinetik. Antagonisme non-kompetitif. Pada antagonisme non kompetitif, antagonis mengganggu timbulnya efek oleh agonis. Tanpa bereaksi  sendiri dengan agonis ataupun reseptor spesifiknya. Hal ini berarti bahwa  suatu antagonis non kompetitif bekerja pada salah satu tingkat reaksi  biokimia atau biofisika, yang ada setelah interaksi agonis-reseptor menuju  efek sesungguhnya. Berikut adalah tahapan utama dalam fase toksodinamik nikotin:

A. Interaksi dengan Reseptor

Nikotin berikatan dengan reseptor nikotinik asetilkolin (nAChR) yang merupakan reseptor jenis ligand-gated ion channel di sistem saraf pusat dan perifer. Pengikatan nikotin dengan reseptor ini memicu pembukaan saluran ion, yang menyebabkan aliran ion positif (seperti Na+ dan Ca2+ ) ke dalam sel, dan meningkatkan aktivitas neuron.

(13)

B. Efek Fisiologis

Aktivasi nAChR oleh nikotin mengubah aktivitas neuron, yang berpotensi mengganggu keseimbangan neurotransmitter di otak. Ini dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh, seperti meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, dan merangsang sistem saraf pusat, serta menyebabkan efek euforia dan kecanduan.

C. Modifikasi Reseptor dan Adaptasi

Dengan paparan nikotin yang terus-menerus, terjadi penyesuaian atau desensitisasi reseptor nikotinik. Ini berarti bahwa reseptor menjadi kurang responsif terhadap nikotin, yang dapat berkontribusi pada perkembangan toleransi dan kecanduan.

D. Reaksi Toksik

Efek toksik nikotin bisa mencakup gangguan pada sistem kardiovaskular dan saraf, serta potensi risiko keracunan akut jika terpapar dalam jumlah besar. Toksisitas nikotin bisa mempengaruhi fungsi jantung, tekanan darah, dan juga memiliki dampak pada sistem pencernaan.

Dalam keseluruhan proses ini, nikotin berfungsi sebagai xenobiotik yang berinteraksi dengan reseptor biologis dan menyebabkan efek yang bisa bersifat adaptif atau toksik tergantung pada dosis dan durasi paparan.

(14)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

1. Pada fase ini, pemejanan xenobiotika yang berada di udara yaitu gas nikotin pada rokok dapat terjadi melalui penghirupan xenobiotika tersebut.

2. pada fase toksokinetik, terjadi proses ADME (Adsorbsi, distribusi, metabolisme,eliminasi)

3. Nikotin berinteraksi dengan reseptor nikotinik asetilkolin (nAChR) di sistem saraf pusat dan perifer, yang memicu aliran ion positif ke dalam sel serta meningkatkan aktivitas neuron. Aktivasi reseptor ini menyebabkan efek fisiologis seperti peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan stimulasi sistem saraf pusat, serta memicu euforia dan kecanduan. Dengan paparan yang terus menerus, reseptor mengalami desensitisasi, mengurangi respons terhadap nikotin dan berkontribusi pada toleransi dan kecanduan. Efek toksik nikotin dapat mengganggu fungsi sistem kardiovaskular, saraf, dan pencernaan, serta berpotensi menyebabkan keracunan akut jika dosisnya berlebihan.

3.2 Saran

Edukasi lebih lanjut dilakukan untuk memperdalam pemahaman mengenai fase kerja toksin nikotin, terutama terkait dengan dampaknya pada berbagai organ tubuh dan sistem metabolisme individu yang berbeda. Pemahaman ini penting untuk pengembangan terapi yang lebih efektif dalam menangani keracunan nikotin, baik akut maupun kronis.

Selain itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya paparan nikotin, termasuk dari sumber-sumber yang dianggap "aman" seperti rokok elektronik.

Langkah preventif melalui edukasi, pengaturan regulasi yang lebih ketat, serta penelitian tentang alternatif yang lebih aman juga perlu diprioritaskan. Dengan demikian, diharapkan risiko toksisitas nikotin dapat diminimalkan dan kesehatan masyarakat secara keseluruhan dapat terjaga.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Armitage A, Dollery C, Houseman T, Kohner E, Lewis PJ, Turner D. Absorption of nicotine from small cigars. Clin Pharmacol Ther. 1978;23(2):143–151.

Benowitz NL. Cotinine as a biomarker of environmental tobacco smoke exposure. Epidemiol Rev. 1996;18(2):188–204.

Changeux, J.P. (2010). Nicotine Addiction and Nicotinic Receptors: Lessons from Genetically Modified Mice. Nature Reviews Neuroscience, 11(6), 389-401.

Dani JA, De Biasi M. 2001. Cellular mechanisms of nicotine addiction. Pharmacol Biochem Behav. Dec;70(4):439-46.

Dempsey DA, Benowitz NL. Risks and benefits of nicotine to aid smoking cessation in pregnancy. Drug Saf. 2001;24(4):277–322.

Denton TT, Zhang X, Cashman JR. Nicotine-related alkaloids and metabolites as inhibitors of human cytochrome P-450 2A6. Biochem Pharmacol. 2004;67(4):751–756.

Gori GB, Benowitz NL, Lynch CJ. Mouth versus deep airways absorption of nicotine in cigarette smokers. Pharmacol Biochem Behav. 1986;25(6):1181–1184.

Gourlay SG, Benowitz NL. The benefits of stopping smoking and the role of nicotine replacement therapy in older patients. Drugs Aging. 1996;9(1):8–23.

Grana, R., Benowitz, N., & Glantz, S. A. (2014). E-cigarettes: a scientific review. Circulation, 129(19), 1972-1986.

Mycek, M.J., Harvey, R.A., & Champe, P.C. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2.

Jakarta: Widya Medika.

Pankow JF. A consideration of the role of gas/particle partitioning in the deposition of nicotine and other tobacco smoke compounds in the respiratory tract. Chem Res Toxicol. 2001;14(11):1465–1481.

U.S. Department of Health and Human Services. 2006. The Health Consequences of Involuntary Exposure to Tobacco Smoke: A Report of the Surgeon General. Atlanta:

Centers for Disease Control and Prevention, Coordinating Center for Health Promotion, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, Office on Smoking and Health.

Yildiz, D. (2004). Nicotine, its metabolism and an overview of its biological effects. Toxicon, 43(6), 619-632.

(16)

JAWABAN PERTANYAAN

a. 2208511010_Menurut beberapa sumber yang saya dengarkan, tar dalam rokok lebih berbahaya daripada nikotin. menurut kalian apakah nikotin berbahaya bagi tubuh ataukah zat yang biasa nya ikut terkonsumsi saat terpapar zat nikotin yang menyebabkan sifat nikotin yang berbahaya?

Jawaban: Nikotin dan tar dalam rokok memiliki dampak yang berbeda pada kesehatan namun sama-sama merugikan bagi kesehatan. Nikotin merupakan zat adiktif yang dapat meningkatkan tekanan darah dan detak jantung. Efek ini membuat orang terus ingin merokok dan terpapar zat-zat berbahaya lainnya. Sementara itu, tar adalah campuran zat berbahaya yang dihasilkan saat tembakau dibakar. Tar ini mengandung karsinogen yang dapat merusak paru-paru dan meningkatkan risiko kanker. Jadi nikotin berbahaya bagi tubuh karena sifat adiktifnya, semakin sering seseorang menghisap rokok maka akan semakin besar nikotin tersebut mempengaruhi tubuh dan menyerap zat-zat berbahaya lainnya ke dalam tubuh.

b. 2208511017_Pada efek toksisitasnya selain kecanduan pada nikotin, efek toksisitas jangka pendek dan panjang apa saja yang ditimbulkan oleh nikotin? Bagaimana mekanisme terjadinya efek-efek tersebut? dan bagaimana nikotin berinteraksi dengan zat-zat adiktif lainnya (misalnya, alkohol, kokain)?

Jawaban: Efek toksisitas jangka pendek misalnya seperti peningkatan detak jantung.

Peningkatan detak jantung ini sapat terjadi ketika nikotin merangsang sistem saraf simpatik sehingga meningkatkan pelepasan norepinefrin yang mempercepat detak jantung. Efek jangka panjangngnya meliputi penyakit jantung, gangguan pernafasan, hingga kanker. Penyakit jantung dapat terjadi akibat kerusakan pembuluh darah dan peningkatan tekanan darah. Dalam jangka panjang, paru-paru terutama di bronkus dapat mengalami bronkitis kronis dan emfisema. Dalam interaksinya dengan zat adiktif lain misalnya alkohol, nikotin dapat meningkatkan efek euforia alkohol dan sebaliknya alkohol dapat memperkuat kecanduan nikotin. Hal ini dapat terjadi ketika nikotin berikatan dengan reseptor nikotinik asetilkolin terjadi depolarisasi membran sel dan pelepasan neurotransmitter seperti dopamin, norepinefrin, dan serotonin. Pada alkohol, reseptor neurotransmitter, terutama reseptor gamma-aminobutyric acid (GABA) dan glutamat akan meningkat dan menginduksi efek sedatif, serta menghambat neurotransmitter excitatory glutamat, yang menghasilkan efek depresif. Maka ketika

(17)

nikotin dan alkohol dikonsumsi secara bersamaan akan terjadi peningkatan aktivasi neuron dopaminergik yang memperkuat rasa senang dan memicu kecanduan.

c. 2208511001_Bagaimana nikotin dapat tersebar dan terdeposisi di berbagai bagian sistem pernapasan yang telah dijelaskan tersebut?

Jawaban: Nikotin tersebar dan terdeposisi di berbagai bagian sistem pernapasan melalui proses inhalasi saat merokok. Ketika asap rokok dihirup, nikotin dengan cepat diserap oleh jaringan paru-paru dan memasuki aliran darah, menjangkau seluruh tubuh, termasuk otak. Selain itu, nikotin dapat mengendap di saluran napas, menyebabkan iritasi dan peradangan yang berkontribusi pada penyakit pernapasan seperti PPOK dan kanker paru.

Proses ini memperburuk kesehatan pernapasan secara keseluruhan dan meningkatkan risiko penyakit kronis

d. 2208511026_ Ijin bertanya bagaimana regulasi produk tembakau yang dihirup, seperti Vape, dapat dipengaruhi oleh bukti ilmiah mengenai dampak jangka panjangnya terhadap kesehatan masyarakat?

Jawaban: Regulasi produk tembakau yang dihirup, seperti vape, dipengaruhi oleh bukti ilmiah mengenai dampak jangka panjangnya terhadap kesehatan masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa meskipun vape dianggap sebagai alternatif yang lebih aman dibandingkan rokok konvensional, ia tetap mengandung nikotin dan bahan kimia berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan paru-paru, penyakit jantung, dan kanker.

Bukti-bukti ini mendorong badan regulasi untuk mempertimbangkan larangan atau pembatasan penggunaan vape, terutama di kalangan remaja dan wanita hamil, guna melindungi kesehatan masyarakat secara keseluruhan

e. 2208511002_Apa perbedaan antara keracunan nikotin melalui rokok tembakau dibandingkan dengan nikotin dari produk lain misalnya, rokok elektrik atau plester nikotin?

Jawaban: Meskipun sumbernya berbeda, secara umum efek keracunan nikotin adalah sama. Gejala yang timbul bisa meliputi: Mual dan muntah, Pusing dan sakit kepala, diare, berkeringat berlebihan,tangan dan kaki dingin,detak jantung cepat,tekanan darah tinggi,kesulitan bernapas,kejang,Koma (dalam kasus yang parah). Namun, ada beberapa perbedaan yang perlu diperhatikan:

1. Tingkat Konsentrasi Nikotin:

 Rokok tembakau: Kandungan nikotin bervariasi tergantung merek dan cara merokok.

(18)

 Plester nikotin: Dosis nikotin yang terpapar melalui plester umumnya lebih terkontrol dan diserap secara perlahan melalui kulit.

2. Cara Konsumsi:

 Rokok tembakau: Nikotin dihirup melalui paru-paru, sehingga efeknya lebih cepat terasa.

 Rokok elektrik: Nikotin juga dihirup, namun prosesnya berbeda dengan rokok tembakau.

 Plester nikotin: Nikotin diserap secara perlahan melalui kulit, sehingga efeknya lebih lambat terasa.

3. Risiko Kesehatan Jangka Panjang:

 Rokok tembakau: Merokok secara teratur meningkatkan risiko berbagai penyakit serius, seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, dan stroke.

 Rokok elektrik: Meskipun dianggap lebih aman daripada rokok tembakau, penelitian jangka panjang mengenai efek kesehatan jangka panjang dari penggunaan rokok elektrik masih terbatas.

 Plester nikotin: Plester nikotin umumnya digunakan sebagai alat bantu berhenti merokok dan dianggap lebih aman daripada rokok tembakau.

f. 2208511047_Apa implikasi jangka panjang penggunaan nikotin pada masa remaja terhadap perkembangan otak? Kemudian bagaimana nikotin berkontribusi pada perkembangan penyakit kronis seperti kanker paru-paru dan penyakit jantung? Jawaban:

Penggunaan nikotin pada masa remaja, terutama melalui rokok tembakau dan produk tembakau lainnya, memiliki dampak jangka panjang yang sangat serius terhadap perkembangan otak dan kesehatan secara keseluruhan. Nikotin dapat mengganggu proses ini dengan cara:

 Menghambat pertumbuhan sel otak: Nikotin dapat merusak sel-sel otak yang sedang berkembang, sehingga mengganggu pembentukan koneksi saraf baru.

 Mengubah struktur otak: Penggunaan nikotin dalam jangka panjang dapat menyebabkan perubahan struktur otak, terutama pada bagian yang berkaitan dengan pembelajaran, memori, dan pengendalian impuls.

 Meningkatkan risiko gangguan mental: Remaja yang merokok memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan

(19)

perhatian hiperaktivitas (ADHD). Sementara itu, Kontribusi Nikotin pada Perkembangan beberapa Penyakit Kronis seperti jantung dan paru-paru adalah:

 Kanker paru-paru: Nikotin dan zat-zat berbahaya lainnya dalam rokok merusak sel- sel paru-paru dan meningkatkan risiko mutasi genetik yang dapat menyebabkan kanker.

 Penyakit jantung: Nikotin menyebabkan pembuluh darah menyempit dan menebal, meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan risiko pembentukan gumpalan darah. Hal ini dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke.

 Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK): Nikotin dan zat-zat iritan lainnya dalam rokok merusak saluran udara di paru-paru, menyebabkan kesulitan bernapas dan batuk kronis.

g. 2208511021_Bagaimana inhalasi nikotin  mempengaruhi fungsi paru-paru pada perokok pasif dan apakah ada batas aman paparan nikotin melalui inhalasi terutama perokok pasif?

Jawaban: Inhalasi nikotin pada perokok pasif mempengaruhi seluruh sistem pernapasan, dimulai dari rongga hidung hingga bronkiolus dan alveoli. Paparan ini menyebabkan peradangan akut, kerusakan sel-sel saluran pernapasan dan DNA, serta gangguan pertukaran gas di alveoli. Selain itu, Penyakit pernapasan akibat paparan inhalasi rokok pada anak mencakup spektrum penyakit dan mekanisme patogenetik yang mendasarinya, termasuk infeksi, perubahan prenatal pada struktur paru-paru, peradangan, dan respons alergi. Ada potensi bahwa asap rokok orang lain berkontribusi dalam jangka panjang terhadap perkembangan penyakit pernapasan melalui perubahan pematangan organ dan fungsi kekebalan tubuh. Mekanisme yang mendasari efek kesehatan yang merugikan dari asap rokok orang lain bervariasi di seluruh fase pertumbuhan dan perkembangan paru- paru, yang dimulai dari periode dalam kandungan hingga selesainya pertumbuhan paru- paru pada akhir masa remaja. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa tidak ada ambang batas yang aman untuk paparan asap rokok lingkungan (environmental tobacco smoke/ETS), bahkan paparan singkat dapat berbahaya. Berdasarkan Penelitian dikutip dari Cleveland Clinic menunjukkan bahwa dalam waktu 5 menit paparan, arteri menjadi kurang fleksibel; setelah 20-30 menit, darah mulai menggumpal dan risiko serangan jantung meningkat; dan setelah 2 jam, dapat terjadi aritmia yang berpotensi memicu masalah jantung serius. Efek ini menegaskan pentingnya menghindari paparan asap rokok sepenuhnya untuk melindungi kesehatan.

(20)

h. 2208511058_Faktor apa saja yang mempengaruhi distribusi nikotin di berbagai jaringan tubuh?

Jawaban: Distribusi nikotin di berbagai jaringan tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor utama. Aliran darah memainkan peran penting, dengan jaringan yang memiliki aliran darah tinggi seperti otak dan hati menerima konsentrasi nikotin lebih tinggi. pH darah dan jaringan juga berpengaruh, karena nikotin lebih mudah menembus membran sel pada pH yang lebih tinggi. Sifat lipofilik nikotin menyebabkannya cenderung terakumulasi di jaringan lemak. Faktor lain yang mempengaruhi distribusi nikotin meliputi tingkat ikatan dengan protein plasma, permeabilitas membran sel di berbagai jaringan, kecepatan metabolisme (terutama di hati), dan variasi genetik individu. Interaksi kompleks antar faktor-faktor ini menghasilkan distribusi nikotin yang tidak merata di tubuh.

i. 2208511015_Bagaimana sifat dari nikotin, kenapa dengan sifat tersebut dapat terserap melalui alveolus? Kandungan zat apa yang ada dalam alveolus tersebut yang menyebabkan nikotin terabsopsi?

Jawaban : Nikotin memiliki beberapa sifat yang memungkinkannya terserap dengan mudah melalui alveolus paru-paru:

 Kelarutan lipid: Nikotin bersifat larut dalam lemak (lipofilik), yang memungkinkannya menembus membran sel dengan mudah.

 Ukuran molekul kecil: Nikotin memiliki berat molekul yang relatif kecil, memungkinkannya berdifusi dengan cepat.

Alveolus memiliki beberapa karakteristik yang mendukung penyerapan nikotin:

 Aliran darah tinggi: Alveolus memiliki banyak kapiler darah, menyediakan gradien konsentrasi yang mendukung penyerapan cepat ke aliran darah. serta terdapat molekul oksigen yang terdapat pada darah sehingga membantu pengangkutan zat nikotin yang masuk ke dalam alveolus

 Surfaktan: Alveolus mengandung surfaktan, yang dapat membantu menyebarkan nikotin di permukaan alveolus. Surfaktan paru-paru terutama terdiri dari fosfolipid dan protein. Komponennya yang paling relevan untuk penyerapan nikotin adalah:

(21)

- Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC): Fosfolipid utama dalam surfaktan paru-paru.

- Protein surfaktan: SP-A, SP-B, SP-C, dan SP-D.

Meskipun surfaktan terutama berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan, komponen lipofiliknya dapat berinteraksi dengan molekul nikotin yang juga bersifat lipofilik, potensial memfasilitasi penyebarannya di permukaan alveolar.

j. 2208511063_tadi sempat disebutkan bahwa nikotin berpengaruh pada beratnya rasa asap dalam rokok, bagaimana sistem kerja dari nikotin sehingga dapat mempengaruhi beratnya asap dalam rokok.

Jawaban: Nikotin, sebagai senyawa utama dalam tembakau, memiliki pengaruh signifikan terhadap berat rasa asap yang dihasilkan saat merokok. Kadar nikotin yang lebih tinggi dalam tembakau akan menghasilkan rasa yang lebih kuat dan berat. Selain itu, nikotin berinteraksi dengan tar dan komponen kimia lainnya dalam asap, menciptakan pengalaman merokok yang kompleks, di mana tar memberikan sensasi berat di paru-paru. Rasa pedas yang sering dirasakan saat menghisap asap juga dipengaruhi oleh protein dalam tembakau, yang berubah selama proses pengolahan. Di sisi lain, nikotin merangsang otak untuk melepaskan hormon dopamin, menciptakan perasaan senang yang meningkatkan keinginan untuk merokok lebih banyak. Berbagai faktor seperti filter rokok dan teknik merokok juga dapat memengaruhi kandungan nikotin dan tar dalam asap yang dihisap. Dengan demikian, nikotin memainkan peran penting dalam menentukan karakteristik rasa dan berat asap rokok.

k. 2208511030_Bagaimana tubuh mengeluarkan nikotin dan produk metabolismenya?

Melalui organ apa? Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan setengah dari jumlah nikotin dalam tubuh (half-life)?

Jawaban: Tubuh mengeluarkan nikotin dan produk metabolisme utamanya melalui beberapa organ, terutama hati, paru-paru, dan ginjal. Proses ini melibatkan beberapa langkah penting:

 Hati : Setelah nikotin diserap ke dalam darah, sekitar 80% dari nikotin akan dimetabolisme di hati oleh enzim yang disebut CYP2A6. Proses ini mengubah nikotin menjadi kotinin dan nikotin oksida.

 Paru-paru : Selain di hati, nikotin juga mengalami metabolisme di paru-paru, di mana ia diubah menjadi kotinin dan nikotin oksida.

(22)

 Ginjal : Kotinin yang terbentuk kemudian disaring oleh ginjal dan dikeluarkan melalui urin. Hal ini menjelaskan mengapa urin perokok seringkali memiliki bau yang tajam.

Waktu paruh (half-life) nikotin relatif singkat, yaitu sekitar 1 hingga 2 jam setelah masuk ke dalam tubuh. Namun, waktu paruh kotinin yang merupakan produk metabolisme utama dari nikotin lebih panjang, yaitu sekitar 24 jam. Artinya, setengah jumlah kotinin dalam tubuh akan tereliminasi dalam waktu 24 jam setelah konsumsi nikotin. Proses eliminasi ini memberikan kontribusi besar dalam menurunkan tingkat toksisitas nikotin di dalam tubuh manusia. Dengan demikian, tubuh efektif menghilangkan nikotin dan produk metabolismennya melalui sistem pencernaan, respiratori, dan eksresi ginjal.

l. 2208511016_adakah zat lain yang bisa digunakan sebagai  pengganti nikotin yang terkandung dalam rokok dan tidak berbahaya?

Jawaban: Ada beberapa zat yang dapat digunakan sebagai pengganti nikotin, tetapi sangat penting untuk diperhatikan bahwa meskipun beberapa zat ini mungkin dianggap lebih aman dibandingkan nikotin, belum tentu semuanya bebas risiko. Berikut beberapa zat yang sering dipertimbangkan:

1. Vape dengan zat non-nikotin: Beberapa cairan vape menggunakan bahan-bahan seperti propilen glikol atau gliserin yang tidak mengandung nikotin. Meskipun lebih aman daripada rokok konvensional, penggunaan vape masih dapat berisiko, karena dapat menimbulkan iritasi saluran pernapasan atau paparan bahan kimia berbahaya lainnya.

2. Zat herbal : Beberapa orang menggunakan rokok herbal yang terbuat dari bahan alami seperti daun mulsa, chamomile, atau peppermint. Meskipun bebas nikotin, asap dari rokok herbal tetap dapat mengandung bahan kimia berbahaya akibat pembakaran.

3. Permen karet atau lozenges pengganti nikotin: Produk ini dirancang untuk membantu orang berhenti merokok dengan memberikan dosis nikotin yang rendah, namun dengan cara yang lebih terkendali. Meskipun tidak sepenuhnya bebas nikotin, ini lebih aman daripada merokok karena tidak melibatkan pembakaran tembakau.

4. Kava atau tembakau non-nikotin : Beberapa orang mencari alternatif yang lebih

(23)

untuk menenangkan saraf), meskipun penelitian tentang keamanannya masih terbatas.

Namun, meskipun alternatif ini bisa mengurangi ketergantungan nikotin, belum ada yang sepenuhnya tanpa risiko. Langkah terbaik adalah berusaha untuk berhenti merokok secara bertahap dan berkonsultasi dengan profesional medis untuk mendapatkan bantuan yang lebih terarah.

m. 2108511011_ijin bertanya nikotin pada rokok tidak hanya berefek pada perokok aktif melainkan perokok pasif bagaimana proses paparan nikotin yang terjadi pada perokok pasif karena beberapa studi mengatakan dampak rokok lebih berbahaya pada perokok pasif.

Jawaban: Paparan nikotin pada perokok pasif terjadi ketika seseorang terpapar asap rokok dari perokok aktif. Asap rokok mengandung lebih dari 7.000 bahan kimia, banyak di antaranya bersifat berbahaya dan dapat memengaruhi kesehatan perokok pasif.

Paparan ini terjadi dalam dua bentuk utama: asap utama(asap yang langsung dihirup oleh perokok aktif) dan asap sampingan (asap yang keluar dari ujung rokok yang terbakar dan yang dihembuskan oleh perokok aktif).

Proses Paparan Nikotin pada Perokok Pasif

1. Asap Sampingan: Ini adalah asap yang berasal dari ujung rokok yang terbakar, yang mengandung nikotin dan bahan kimia berbahaya lainnya. Asap sampingan ini mengandung konsentrasi nikotin yang lebih tinggi dibandingkan dengan asap utama yang dihirup oleh perokok aktif.

2. Asap Utama: Ketika perokok aktif menghembuskan asap dari rokok ke udara, nikotin dan bahan berbahaya lainnya dapat terhirup oleh orang-orang di sekitar mereka, meskipun konsentrasi nikotin di dalamnya lebih rendah daripada pada asap sampingan.

Dampak pada Perokok Pasif

Studi menunjukkan bahwa paparan asap rokok pasif, atau perokok pasif, dapat berisiko bahkan lebih berbahaya dibandingkan dengan perokok aktif dalam beberapa hal, karena perokok pasif biasanya terpapar asap dalam jangka waktu yang lebih lama dan tanpa kontrol atas paparan tersebut. Beberapa alasan mengapa dampak pada perokok pasif bisa lebih berbahaya meliputi:

(24)

1. Konsentrasi Bahan Kimia Berbahaya: Asap sampingan mengandung lebih banyak bahan kimia berbahaya, termasuk nikotin, karbon monoksida, formaldehida, dan tar. Bahan-bahan ini tidak hanya berbahaya bagi sistem pernapasan, tetapi juga meningkatkan risiko kanker dan gangguan jantung.

2. Paparan Berkepanjangan: Perokok pasif sering terpapar asap rokok dalam waktu yang lebih lama, meskipun dalam konsentrasi yang lebih rendah.

Misalnya, anak-anak atau anggota keluarga yang tinggal bersama perokok aktif mungkin terpapar lebih lama dan lebih sering.

3. Kelompok Rentan: Perokok pasif, terutama anak-anak, wanita hamil, dan orang dengan gangguan pernapasan (seperti asma), lebih rentan terhadap efek kesehatan dari paparan asap rokok. Pada anak-anak, misalnya, paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan, asma, dan gangguan perkembangan paru-paru.

Risiko Kesehatan bagi Perokok Pasif

Beberapa risiko kesehatan bagi perokok pasif antara lain:

 Gangguan pernapasan: Terpapar asap rokok dapat menyebabkan atau memperburuk kondisi seperti asma, bronkitis kronis, dan emfisema.

 Kanker: Paparan jangka panjang terhadap asap rokok pasif dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru dan kanker lainnya.

 Penyakit jantung: Asap rokok pasif juga meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, karena bahan kimia dalam asap dapat merusak dinding pembuluh darah.

 Risiko pada wanita hamil: Perokok pasif yang sedang hamil berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, dan risiko gangguan perkembangan.

Karena efek yang sangat merugikan ini, banyak negara telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi paparan asap rokok, seperti penerapan larangan merokok di tempat umum, ruang tertutup, dan area tertentu lainnya.

(25)

n. 208511065_beberapa informasi terkait vape lebih aman dari rokok, tapi ada beberapa informasi yang mengatakan bahwa vape justru lebih berbahaya dari rokok. Manakah yang benar? Apakah dari kandungan nikotinnya?

Jawaban: Rokok dan vape keduanya berbahaya, namun rokok dianggap lebih berbahaya karena mengandung tar dan banyak bahan kimia beracun yang terkait langsung dengan kanker dan penyakit paru-paru. Namun, dari segi kandungan nikotin, rokok tidak jauh berbeda dengan vape, dalam liquid yang ada pada vape memiliki kadar 20mg/ml dengan 40mg nikotin yaitu sebanding dengan 1-2 bungkus berisi 20 batang rokok.

o. 2208511028_Selama ini yang kita ketahui nikotin dalam kadar berlebihan dapat memberikan dampak buruk bagi tubuh, namun adakah kemungkinan jika nikotin dalam kadar kecil memberikan efek positif pada tubuh? Dan jika ada bisakah nikotin dalam kadar sedikit dijual dalam bentuk suplemen dan sebagainya?

Jawaban: Seperti yang diketahui Adanya efek rileks pada tubuh karena nikotin menjelma sebagai stimulan yang membuat tubuh mampu memproduksi banyak endorfin, sehingga banyak di konsumsi. Namun jika dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit dengan alasan tertentu semisal adanya gejala sakau yang terjadi pada seseorang yg berhenti merokok justru dapat membantu mengatasi ketergantungan dikonsumsi dalam kadar yg sedikit dengan kurun waktu yang singkat. Tetapi jika nikotin diubah ke dalam bentuk suplemen yang biasanya dikonsumsi jangka panjang, bukan hal yang tepat karena sama saja dengan merokok yang dapat menimbulkan efek toksisitas bagi tubuh.

p. 2208511007_Dalam proses toksikodinamika nikotin setelah diabsorpsi ke dalam sistem sirkulasi tubuh. Bagaimana nikotin berinteraksi dengan reseptor di sistem saraf pusat dan memengaruhi neurotransmisi?

Jawaban: Nikotin memiliki efek adiktif disebabkan oleh kemampuannya untuk mengikat dan mengaktifkan reseptor asetilkolin nikotinik (nAChR) di otak.

Rangsangan pada reseptor nikotinik di VTA memicu neuron-neuron dopaminergik untuk melepaskan dopamin ke nucleus accumbens, area otak yang terkait dengan perasaan senang atau penghargaan. Dopamin adalah neurotransmiter yang berperan dalam rasa senang dan motivasi, sehingga peningkatan dopamin memberi efek euforia dan sensasi nikmat.

q. 2208511005_Mengapa nikotin ini memiliki efek adiktif dan resptor atau mekanisme

(26)

Jawaban: Nikotin bertindak sebagai agonis reseptor nAChR, artinya ia meniru asetilkolin dan merangsang reseptor ini secara berlebihan. Akibatnya, terjadi peningkatan aliran ion (khususnya ion kalsium dan natrium) ke dalam neuron, yang memicu depolarisasi dan aktivitas listrik pada neuron tersebut. Aktivasi reseptor nikotinik di area ventral tegmental area (VTA) memicu pelepasan dopamin di nucleus accumbens, yang terlibat dalam jalur penghargaan. Selain dopamin, nikotin juga memicu pelepasan neurotransmiter lain seperti glutamat, serotonin, dan norepinefrin, yang berperan dalam mengatur suasana hati, tingkat kewaspadaan, dan respons stres.

r. 2208511051_Bagaimana interaksi antara nikotin dan zat-zat berbahaya lain dalam asap rokok memengaruhi kesehatan bagi perokok pasif?

Jawaban: Interaksi antara nikotin dan zat-zat berbahaya lain dalam asap rokok sangat merugikan bagi perokok pasif, bahkan meskipun mereka tidak merokok secara langsung. Asap rokok mengandung lebih dari 7.000 zat kimia, di mana sekitar 70 di antaranya diketahui sebagai penyebab kanker. Zat-zat tersebut menciptakan dampak negatif yang lebih besar bila terhirup oleh perokok pasif, terutama karena mereka tidak menggunakan filter seperti perokok aktif. Secara keseluruhan, interaksi zat-zat berbahaya dalam asap rokok tidak hanya meningkatkan risiko berbagai penyakit bagi perokok aktif, tetapi juga menempatkan perokok pasif pada risiko yang hampir sama tingginya, terutama jika paparan terjadi secara terus-menerus.

s. 2208511012_menurut kalian mengapa, cara eksposisi tokson nikotin memberikan efek atau seperti di tentukan oleh selera pengguna. contoh nya beberapa orang lebih menyukai rokok daripada nicotine patch, padahal kedua produk tersebut memberikan nikotin.

Jawaban: Preferensi pengguna terhadap berbagai cara eksposisi nikotin, seperti merokok dibandingkan dengan nicotine patch, sebagian besar dipengaruhi oleh faktor psikologis, perilaku, dan fisiologis yang unik dari setiap metode pengantaran nikotin.

Dalam beberapa kasus, rokok memiliki nilai budaya atau sosial yang lebih kuat dibandingkan produk pengganti nikotin seperti patch. Di lingkungan sosial di mana merokok adalah kebiasaan yang diterima, merokok mungkin dipandang sebagai cara untuk bersosialisasi, dan ini bisa memperkuat preferensi terhadap rokok dibandingkan metode lain yang tidak terlihat atau tidak melibatkan aktivitas fisik seperti patch. Jadi, meskipun kedua produk tersebut memberikan nikotin, pengalaman merokok yang cepat, penuh ritual, dan melibatkan aspek sensorik serta sosial lebih kompleks daripada

(27)

hanya menerima nikotin secara pasif melalui patch. Bagi banyak perokok, inilah yang membuat rokok lebih memuaskan dibandingkan metode pengganti nikotin lainnya.

t. 2208511014_Seperti yang kita tahu, bahwa nikotin itu menyebabkan kecanduan.

Pertanyaannya adalah bagaimana cara mengatasi kecanduan nikotin tersebut?

Jawaban: Secara kimia, kecanduan nikotin melibatkan perubahan yang signifikan pada otak, terutama dalam hal pengaturan neurotransmiter seperti dopamin. Terapi untuk mengatasi kecanduan nikotin berfokus pada mengurangi efek fisik putus nikotin dan membantu otak menyesuaikan kembali dengan keadaan tanpa nikotin melalui NRT, obat-obatan, dan pendekatan lainnya.Beberapa penelitian menargetkan peningkatan kadar dopamin dan serotonin untuk menstabilkan mood dan mengurangi gejala depresi yang sering muncul saat berhenti merokok. Antidepresan serotonin dan dopaminergik kadang digunakan sebagai bagian dari pengobatan kecanduan nikotin.Ketika seseorang berhenti merokok, otak perlahan beradaptasi kembali dengan ketiadaan nikotin. Resep obat yang mempercepat adaptasi otak, seperti NRT atau bupropion, bertujuan untuk mengurangi stres pada sistem saraf yang dihasilkan dari perubahan ini.

u. 2208511009_Bagaimana perbedaan konsentrasi nikotin dalam darah antara inhalasi dari rokok konvensional dan rokok elektronik (vape) yang mempengaruhi fase kerja toksik?

Jawaban: Perbedaan utama antara rokok konvensional dan rokok elektronik dalam hal konsentrasi nikotin terletak pada kecepatandan pola penyerapan nikotin ke dalam darah: Rokok konvensional menyebabkan lonjakan cepat konsentrasi nikotin dalam darah, yang meningkatkan risiko efek toksik dalam waktu singkat. Vape menghasilkan peningkatan konsentrasi yang lebih lambat dan bertahan lebih lama, tetapi potensi toksisitas tetap ada terutama jika pengguna mengonsumsi nikotin dalam jumlah tinggi atau secara berkelanjutan tanpa jeda.

v. 2208511052_Berapa lama waktu paruh nikotin dalam tubuh, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya?

Jawaban: Waktu paruh nikotin dalam tubuh manusia rata-rata sekitar 2 jam, tetapi bisa bervariasi antara 1-4 jam tergantung individu. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi waktu paruh nikotin meliputi: Genetika, usia, jenis kelamin, fungsi hati, penggunaan obat-obat tertentu, kehamilan, pola makan, frekuensi dan jumlah penggunaan tembakau.

w. 2208511056_Jika zat nikotin dibatasi kadarnya namun efek yang ditimbulkan dengan

(28)

masih diperjualbelikan di indonesia apakah tidak ada alternatif lainnya jika hanya yang dicari adalah efek dari nikotin itu sendiri?

Jawaban: 

1. Regulasi dan penjualan nikotin:

 Di Indonesia, rokok masih legal dan diperjualbelikan karena alasan ekonomi dan budaya.

 Industri tembakau memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara dan lapangan kerja.

 Ada tantangan dalam mengatur atau melarang produk yang sudah mengakar dalam masyarakat.

2. Efek nikotin dan ketergantungan:

 Nikotin memang zat adiktif utama dalam rokok, tapi bukan satu-satunya zat berbahaya.

 Pembatasan kadar nikotin tidak selalu mengurangi bahaya rokok secara keseluruhan.

3. Alternatif untuk efek nikotin:

 Beberapa alternatif yang lebih aman memang tersedia, seperti: a. Terapi pengganti nikotin (permen karet, patch, inhaler) b. Rokok elektronik atau vape (meski masih diperdebatkan keamanannya) c. Produk tembakau yang dipanaskan, bukan dibakar

 Namun, alternatif ini belum sepenuhnya menggantikan rokok konvensional karena berbagai faktor, termasuk kebiasaan, rasa, dan aksesibilitas.

4. Tantangan dalam transisi:

 Mengubah kebiasaan merokok masyarakat membutuhkan pendekatan komprehensif.

 Diperlukan edukasi, regulasi, dan dukungan untuk transisi ke alternatif yang lebih aman.

5. Pertimbangan ekonomi dan sosial:

 Peralihan mendadak dari industri tembakau bisa berdampak pada ekonomi dan mata pencaharian banyak orang.

 Diperlukan strategi jangka panjang untuk diversifikasi ekonomi di daerah penghasil tembakau.

6. Kebijakan pemerintah:

(29)

 Pemerintah Indonesia telah menerapkan beberapa kebijakan untuk mengurangi konsumsi rokok, seperti peningkatan cukai dan pembatasan iklan.

 Namun, implementasi kebijakan bebas rokok masih menghadapi tantangan.

x. 2208511029_Apa peran nikotin dalam memicu pelepasan dopamin di otak, dan bagaimana hal ini memengaruhi perilaku adiktif pada pengguna?

Jawaban:

Reseptor Nikotin: Ketika nikotin masuk ke dalam tubuh melalui rokok atau produk tembakau lainnya, zat ini akan berikatan dengan reseptor nikotin yang terdapat pada sel-sel saraf di otak.

Stimulasi Pelepasan Dopamin: Ikatan nikotin dengan reseptor ini akan memicu serangkaian reaksi kimia yang merangsang pelepasan dopamin. Dopamin adalah neurotransmitter yang terkait dengan perasaan senang dan penghargaan.

Sirkuit Hadiah Otak: Dopamin yang dilepaskan akan mengaktifkan sirkuit hadiah otak. Sirkuit ini merupakan jalur saraf yang berperan dalam memproses perasaan senang dan motivasi.

Penguat Perilaku: Ketika seseorang merokok dan merasakan efek nikotin, otak akan mencatat pengalaman ini sebagai sesuatu yang menyenangkan dan menguntungkan. Hal ini menyebabkan otak membentuk asosiasi antara merokok dengan perasaan senang.

Dampak pada Perilaku Adiktif:

Siklus Kecanduan: Pelepasan dopamin yang dipicu oleh nikotin menciptakan siklus kecanduan. Ketika kadar dopamin menurun, individu akan merasa tidak nyaman dan terdorong untuk merokok kembali untuk mendapatkan kembali perasaan senang tersebut.

Toleransi: Seiring waktu, tubuh akan mengembangkan toleransi terhadap nikotin.

Artinya, dibutuhkan dosis nikotin yang lebih tinggi untuk menghasilkan efek yang sama.

Ketergantungan: Toleransi yang meningkat dan ketergantungan pada nikotin akan membuat seseorang merasa sulit untuk berhenti merokok, meskipun mereka menyadari dampak negatifnya bagi kesehatan.

(30)

Perilaku Kompulsif: Perilaku merokok menjadi semakin sulit dikendalikan dan menjadi suatu kebiasaan yang sulit diubah.

y. 2208511024_Bagaimana mekanisme penguraian nikotin di hati dan pengaruhnya terhadap konsentrasi nikotin dalam darah?

Jawaban: Mekanisme penguraian nikotin di hati melibatkan proses metabolisme yang sebagian besar terjadi di dalam hati melalui enzim-enzim di sistem sitokrom P450, terutama enzim CYP2A6. Berikut adalah langkah-langkah utama dalam penguraian nikotin dan pengaruhnya terhadap konsentrasi nikotin dalam darah:

1. Penyerapan dan distribusi nikotin: Setelah nikotin terhisap ke dalam tubuh melalui paru-paru (dari merokok atau inhalasi), ia masuk ke dalam aliran darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh, termasuk otak, di mana nikotin memberikan efek psikoaktif.

2. Metabolisme di hati: Sebagian besar nikotin dimetabolisme di hati melalui enzim CYP2A6 yang mengubah nikotin menjadi metabolit utama, yaitu kotinin. Proses ini juga menghasilkan metabolit lainnya seperti nornikotin. Kotinin memiliki waktu paruh yang lebih lama dibandingkan nikotin dan dapat bertahan lebih lama dalam tubuh, sehingga sering digunakan sebagai indikator tingkat paparan nikotin.

3. Pengaruh terhadap konsentrasi nikotin dalam darah: Nikotin yang telah dimetabolisme menjadi kotinin akan menyebabkan penurunan konsentrasi nikotin dalam darah. Proses metabolisme ini mempercepat pengeluarannya dari tubuh, sehingga konsentrasi nikotin dalam darah menurun secara bertahap setelah konsumsi. Namun, karena kotinin memiliki waktu paruh yang lebih panjang, konsentrasi kotinin dalam darah dapat bertahan lebih lama daripada nikotin itu sendiri.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penguraian nikotin: Kecepatan metabolisme nikotin di hati bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor genetik, pola makan, penggunaan obat-obatan tertentu, atau kebiasaan merokok itu sendiri.

Beberapa individu mungkin memiliki variasi dalam aktivitas enzim CYP2A6 yang menyebabkan mereka menguraikan nikotin lebih cepat atau lebih lambat, yang akan mempengaruhi konsentrasi nikotin dan kotinin dalam darah mereka.

(31)

z. 2208511050_Apakah ada perbedaan dalam toksikokinetik nikotin antara perokok aktif dan pasif?

Jawaban: Terdapat perbedaan yang signifikan dalam toksikokinetik nikotin antara perokok aktif dan pasif yang terletak pada

a. Konsentrasi Nikotin

Pada perokok aktif : menghirup asap rokok secara langsung sehingga paparan terhadap nikotin jauh lebih tinggi

Pada perokok pasif : menghirup asap rokok secara tidak langsung, sehingga paparan nikotin lebih rendah. Konsentrasi nikotin dalam darah fluktuatif dan umumnya lebih rendah dibandingkan perokok aktif.

b. Rute paparan

Pada perokok aktif : Nikotin diserap melalui paru paru ssaatmenghirup asam rokok Pada perokok pasif : Nikotin diserap melalui paru paru dan kulit

28. 2208611062_Pada fase distribusi yang sudah dijelaskan sebelumnya selain otak, organ apa yang menjadi target utama distribusi nikotin? Dan Fase distribusi pada Protein apa saja yang mengikat nikotin dalam darah? Serta Bagaimana ikatan protein ini mempengaruhi?

Jawaban: selain otak sebagai target utama distribusi nikotin, beberapa organ menjadi target utama distribusi nikotin adalah:

a. Jantung dimana nikotin dapat meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan risiko terjadinya aritmia.

b. Paru-paru, paparan nikotin secara terus menerus dapat merusak jaringan paru-paru dan meningkatkan risiko penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

c. Pembuluh darah, nikotin dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah, meningkatkan risiko aterosklerosis dan risiko serangan jantung

d. Ginjal, nikotin dapat mengganggu fungsi ginjal dan meningkatkan risiko penyakit ginjal kronis

Ikatan protein dengan nikotin mempengaruhi distriibusi nikotin dalam tubuh.

Nikotin yang terikatt pada protein tidak dapat mudah melewati membran sel dan mencapai jaringan target.

Pengaruh ikatan protein yaitu dapat melemahkan efek akut dimana ikatan protein ini dapat melemahkan efek akut nikotin dengan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, memperpanjang efek kronis seperti kerusakan pada organ organ tubuh.

(32)

28. 2208511023_Mengapa nikotin yang dihirup melalui rokok lebih cepat menyebabkan efek stimulan pada tubuh dibandingkan dengan nikotin yang diserap melalui kulit atau konsumsi oral, dan bagaimana perbedaan jalur absorpsi mempengaruhi toksisitas dan risiko keracunan dalam berbagai metode paparan, termasuk produk nikotin alternatif seperti rokok elektrik.

Jawaban: Efek stimulan nikotin yang lebih cepat melalui rokok dibandingkan metode lain disebabkan oleh beberapa faktor:

 Kecepatan absorpsi : Melalui paru-paru, nikotin diserap dengan sangat cepat ke aliran darah. Absorpsi melalui kulit atau oral lebih lambat karena harus melewati beberapa lapisan jaringan.

 Bioavailabilitas:Nikotin yang dihirup memiliki bioavailabilitas hampir 100%.

Metode lain memiliki bioavailabilitas lebih rendah karena metabolisme first-pass di hati

 Dosis dan konsentrasi : Rokok memberikan dosis nikotin terkonsentrasi langsung ke paru-paru. Metode lain menghasilkan pelepasan nikotin lebih bertahap.

Perbedaan jalur absorpsi mempengaruhi toksisitas dan risiko keracunan:

 Inhalasi (rokok konvensional/elektronik):

Risiko toksisitas akut lebih rendah karena dosis terkontrol.

Risiko efek jangka panjang lebih tinggi karena paparan berulang.

 Transdermal:

 Risiko toksisitas akut rendah karena absorpsi lambat.

 Cocok untuk terapi penggantian nikotin.

 Oral:

 Risiko toksisitas akut lebih tinggi jika tertelan dalam jumlah besar.

 Absorpsi lebih lambat dibanding inhalasi.

 Untuk rokok elektronik:

 Absorpsi nikotin bisa cepat seperti rokok konvensional.

 Risiko toksisitas tergantung pada konsentrasi nikotin dalam cairan.

 Kurangnya pembakaran mengurangi beberapa risiko, tapi efek jangka panjang masih diteliti.Kesimpulannya, jalur absorpsi sangat mempengaruhi kecepatan efek, risiko toksisitas, dan potensi keracunan nikotin. Inhalasi

(33)

29. 2208511053_Bagaimana bentuk interaksi nikotin dengan sistem jaringan di otak yang menghasilkan efek relaksasi dan kecanduan hingga ketergantungan seperti yang dijelaskan pada PPT saat presentasi.

Jawaban: Nikotin mempengaruhi otak dengan cara meningkatkan pelepasan neurotransmiter seperti dopamin, serotonin, dan GABA yang menciptakan efek relaksasi dan kenikmatan. Namun, seiring waktu, otak beradaptasi dengan nikotin, memicu toleransi, craving, dan gejala putus nikotin, yang membuat pengguna sulit berhenti dan menyebabkan ketergantungan. Kecanduan nikotin bersifat biologis, psikologis, dan perilaku, memperkuat siklus penggunaan yang sulit diputus.

30. 2208511025_Setelah masuk ke dalam sirkulasi, bagaimana nikotin terdistribusi ke berbagai jaringan tubuh, terutama otak? Bagaimana sifat lipofilik nikotin mempengaruhi distribusinya di jaringan otak dan adiposa, serta bagaimana proses ini mempengaruhi efek toksik jangka panjang pada sistem saraf pusat?

Jawaban: Nikotin, karena sifatnya yang lipofilik, dengan cepat mencapai otak dan mempengaruhi sistem neurotransmiter. Sifat larut dalam lemaknya juga memungkinkan nikotin bertahan di jaringan adiposa, memperpanjang efeknya bahkan setelah konsumsi berakhir. Paparan nikotin yang kronis menyebabkan kerusakan reseptor saraf, mengganggu fungsi neurotransmiter, dan meningkatkan risiko penyakit neurodegeneratif di kemudian hari.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur molekul nikotin
Gambar 2.2 Konsentrasi nikotin dalam darah

Referensi

Dokumen terkait