• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Review Jurnal Historiografi Indonesia

N/A
N/A
sifa azzahra

Academic year: 2024

Membagikan "Tugas Review Jurnal Historiografi Indonesia"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS REVIEW JURNAL

MATA KULIAH HISTORIOGRAFI INDONESIA Dosen Pengampu:

Dr. Parlindungan Siregar, M. Ag

Disusun Oleh:

Siti Fatimah Azzahra NIM: 11220220000132

Kelas: 3-D

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

1. JURNAL PERTAMA

No. Komponen Penelitian Hasil/Informasi

1. Judul Dari Weberian hingga Indonesiasentris: kajian historis- sosiologis B.J.O Schrieke serta kontribusinya bagi historiografi Indonesia

2. Jurnal Historiography: Journal of Indonesian History and Education

3. Volume dan Halaman Volume 2, halaman 290-298

4. Tahun April 2022

5. Penulis Mochammad Ronaldy Aji Saputra

6. Reviewer Siti Fatimah Azzahra

7. Tujuan Penelitian Mengulas konsep Weberian yang dikembangkan oleh B.J.O Schrieke serta kontribusinya bagi perkembangan historiografi Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dengan pendekatan otobiografi

8. Metode Penelitian Menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan pendekatan otobiografi. Penelitian ini menggunakan sumber pustaka, yaitu buku dan jurnal ilmiah.

9. Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukan bahwa Schrieke telah menunjukkan bentuk historiografi dengan perspektif sosial- budaya dan berhasil mengungkap banyak aspek kemasyarakatan dan kehidupan bangsa Indonesia. Pada umumnya teori-teori yang berpengaruh pada para sejarawan itu ialah berhubungan dengan struktur sosial dan perubahan- perubahan sosial secara keseluruhan, dan teori-teori yang berpengaruh ini berasal dari pemikir-pemikir besar sosial pada abad yang lalu juga memiliki perhatian besar pada sejarah yaitu Max Weber dan Karl Marx (Syamsudin, 2007).

Schrieke dengan bukunya Indonesian Sociological Studies terdiri atas dua jilid merupakan referensi klasik luar biasa, berisi banyak data dan beberapa teori masa lalu Indonesia.

Oleh karena pengaruh Schrieke dan van Leur, Roelofz menghasilkan buku yang mengkaji studi banding tentang kedudukan perdagangan pribumi di Indonesia sebelum dan sesudah kedatangan bangsa Eropa, tentu saja tema sentralnya adalah kemunculan para pedagang asing, baik Asia maupun Eropa, di Kepulauan Melayu Indonesia.

Penelitian ini merupakan hasil penelaahan penulis tentang Schrieke dan karya-karyanya mengenai kajian historis- sosiologis Indonesia melalui sumber kepustakaan dengan secara deskriptif.

Di mana Schrieke belajar dengan sarjana Islam dan ahli bahasa Arab Snouck Hurgronje dan ahli hukum adat K. Van Volenhoven. Bahkan Stenmetz dituliskan dalam ucapan terima kasih pada disertasi yang ditulis oleh Schrieke.

Schrieke menggunakan konsep-konsep Sosiologi Weberian seperti Van Leur. Sistem patrimonial pada Mataram Islam yang dimunculkan yaitu ketika raja memberikan tanah

(3)

kepada pendukung-pendukungnya yang diwujudkan dalam bentuk jabatan dan kekuasaan.

Dengan demikian tampak terdapat hubungan sistem pemerintahan yang hierarkis antara raja dan bawahannya yang bersifat feodal.

Dalam teori Weber menurut van Leur, kita akan mengetahui sistem sosial-ekonomi yang relevan pada seluruh wilayah dengan kata lain, teori Weber tidak disebut-nya lebih mengedepankan pada pengaruh Barat pada suatu masyarakat namun malah melihat keberadaban dunia Timur, sehingga dalam logika sejarahnya yang menitikberatkan pada doktrin kemanusiaan.

10. Kelebihan Penelitian Hasil penelitiannya dijelaskan dengan begitu rinci dan mendetail. Penulis tak hanya mengungkapkan tentang kajian historis-sosiologis B.J.O Schrieke serta kontribusinya bagi historiografi Indonesia, tapi juga menneliti saol Kajian Historis-Sosiologis Schrieke Tentang Pergeseran Kekuatan Politik dan Ekonomi di Nusantara Abad ke XVI dan XVII dan Kajian Historis-Sosiologis Schrieke tentang Gerakan Kelompok Kiri Sumatera.

11. Kekurangan Penelitian Ada beberapa kalimat yang terlalu banyak pengulangan kata di dalamnya (pemborosan kata). Sehingga kalimatnya kurang efesien.

12. Kesimpulan Bertram Johannes Otto Schrieke merupakan salah satu tokoh yang menstimulus para sejarawan agar lebih menekankan pada pendekatan dengan secara emik (dalam). Schrieke dalam kajian historis-sosiologisnya mengenai Indonesia memulainya dengan wilayah Indonesia sendiri. Dapat dicontohkan ketika membahas studi sejarah tentang

pergeseran kekuatan politik dan ekonomi di Indonesia pada abad XVI dan XVII, Schrieke memulainya dari Jawa bukan sebagaimana yang dilakukan oleh para sejarawan kolonialsentris yang memulai dari negeri asalnya. Kajian Schrieke dipengaruhi oleh Max Weber, sehingga kajiannya mengenai sejarah menggunakan ilmu sosiologi sebagai eksplanasinya. Hal ini tidak terlepas dari pandangan dunia keilmuan Schrieke mengenai sosiologi yang dipengaruhi oleh S.R. Stenmetz selama 3 tahun di Amsterdam, sehingga pada saat itulah dia mulai mengenal konsep dan teori yang dikembangkan oleh Max Weber. Pandangan Schrieke telah mempengaruhi inspirasi bagi pembentukan prinsip dasar yang ingin dikembangkan dalam historiografi Indonesiasentris. Hal ini Schrieke telah menunjukkan bentuk historiografi dengan perspektif dan berhasil mengungkap banyak aspek kemasyarakatan dan kehidupan bangsa Indonesia.

(4)

2. JURNAL KEDUA

No. Komponen Penelitian Hasil/Informasi

1. Judul Menghadirkan Anak-Anak Dalam Historiografi Indonesia

2. Jurnal JSGA: Journal Studi Gender dan Anak

3. Volume 9

4. Tahun Juni 2022

5. Penulis Angga Pusaka Hidayat

6. Reviewer Siti Fatimah Azzahra

7. Tujuan Penelitian Bertujuan mengulas peluang-peluang teoretis dan praktis guna menghadirkan anak-anak dalam historiografi Indonesia 8. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan untuk penyusunan tulisan

ini adalah tinjauan historiografis, yakni penelitian kualitatif mengenai sejarah penulisan sejarah (history of history) 9. Hasil Penelitian Tulisan ini mengajukan pandangan bahwa menempatkan

anak-anak dan peran sosialnya sebagai entitas kesejarahan yang sama pentingnya dengan kehadiran orang dewasa serta membawa kisah anak-anak dan masa kanak-kanak dalam pusat peristiwa kesejarahan merupakan beberapa langkah teoretis yang membuat kehadiran anak-anak dalam historiografi menjadi mungkin terjadi.

Penulisan sejarah menjadi begitu penting karena dia merupakan landasan kesadaran sejarah yang seringkali digunakan untuk meneguhkan identitas kolektif. Bagaimana suatu kisah masa lalu dihadirkan dan narasi atas masa lalu itu diciptakan merupakan perbincangan yang tak pernah habis.

Hal ini terjadi karena sekurang-kurangnya dua hal, yaitu pembentukan pengetahuan sejarah dan narasi besar tentang masyarakat dan masa lalu-nya. Pengetahuan sejarah dan narasi besar sejarah Indonesia, sejauh ini, masih menempatkan orang dewasa dan kehidupan mereka sebagai pokok pembicaraan.

Masih banyak anak yang haknya dilanggar, mengalami kekerasan, bahkan diperjualbelikan Dalam lingkungan sosial budaya yang mana orang dewasa dan kedewasaan memiliki

"hak-hak" istimewa, anak-anak memang kerap dianggap sebagai pinggiran (periphery). Dengan demikian anak-anak dalam setiap zaman memiliki hak untuk juga mendapat tempat yang layak dalam narasi sejarah Indonesia.

Untuk itu tidak cukup hanya menghasilkan historiografi yang layak baca untuk anak, tetapi lebih utama adalah menghadirkan anak-anak dan masa kanak-kanaknya sebagai bagian dari kisah sejarah itu sendiri, menghadirkan anak- anak dan peran sosialnya dalam ingatan kolektif masyarakat.

Hal ini dilakukan untuk dapat memahami kehidupan masyarakat yang kompleks secara lebih dalam.

10. Kelebihan Penelitian Temanya sangat menarik. Ide untuk menghadirkan anak- anak—yang eksistensinya sering dilupakan dan tak dianggap penting—dalam penulisan kisah sejarah sungguh merupakan

(5)

upaya yang patut diperhitungkan.

11. Kekurangan Penelitian -

12. Kesimpulan Anak-anak dan masa kanak-kanak yang belum banyak dibicarakan dalam historiografi menjadi peluang sekaligus tantangan bagi kalangan sejarawan generasi baru Indonesia.

Anak-anak dapat hadir sebagai pokok pembicaraan pada beragam tema penulisan sejarah, antara lain sejarah keluarga, sejarah pendidikan, sejarah kesehatan, dan sejarah lingkungan. Dengan perkembangan teori, metode, maupun metodologi sejarah, anak-anak yang semula merupakan subjek yang hampir tak terpikirkan (unthinkable) oleh historiografi Indonesia dapat berubah menjadi objek penelitian yang terus ditumbuhkan guna menghasilkan narasi sejarah yang lebih beragam dan manusiawi. Sejarah anak- anak adalah suatu perangkat sosial-akademis yang juga dapat difungsikan untuk menyadarkan khalayak bahwa anak-anak adalah juga manusia yang memiliki seperangkat hak yang perlu dipenuhi.

3. JURNAL KETIGA

No. Komponen Penelitian Hasil/Informasi

1. Judul HISTORIOGRAFI H. ROSIHAN ANWAR DALAM

PENULISAN SEJARAH DI INDONESIA TAHUN 1945- 2011

2. Jurnal Al-Tsaqafa: Jurnal Ilmiah Peradaban Islam 3. Volume dan Halaman Volume 19, halaman 72-82

4. Tahun 2022

5. Penulis ANHAR NURPIDDIN, SAMSUDIN, SULASMAN

6. Reviewer Siti Fatimah Azzahra

7. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan dari H. Rosihan dalam penulisan sejarah, karena tokoh ini lebih dikenal sebagai seorang wartawan dibandingkan seorang sejarawan

8. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah seperti Heuristik, Kritik, Interpretasi dan Historiografi

9. Hasil Penelitian H. Rosihan Anwar yang lebih dikenal di dunia wartawan, yang memiliki hobi menulis yang berkaitan dengan sejarah, baik dalam bentuk tulisan feature untuk surat kabar dan majalah, maupun dalam bentuk narasi skenario film

dokumenter atau reportase untuk televisi. Agar sejarah tidak hilang begitu saja, dan bermanfaat bagi generasi muda, oleh karena itu ia kumpulkan semua tulisan. Walaupun H.

(6)

Rosihan Anwar bukan seorang sejarawan secara dunia akademik, Namun kontribusinya dalam menuliskan berbagai peristiwa penting di indonesia banyak ditemukan melalui karya-karyanya sejarahnya, antara lain: Buku Sejarah Kecil (Petite Histoire) Indonesia (4 Jilid) dan Buku Singa dan Banteng: Sejarah Hubungan Belanda-Indonesia 1945-1950 . H. Rosihan Anwar dalam menuliskan sejarah berbeda dengan peneliti pada umunhya, jika pada umumnya seorang peneliti sejarah akan melakukan penelitian sejarah menggunakan metode penelitian sejarah seperti Heuristik, Kritik, Interpretasi dan Historiografi. Namun, Setiap peristiwa sejarah yang ada di dalam karya H. Rosihan Anwar lebih banyak dialami oleh secara pribadi kemudian ia tulis ke dalam sebuah artikel, buku dan koran dengan menulis dengan bahasa yang mudah dimengerti, padat, ringkas, lugas, menarik, pendek kata bersifat human interest dan salah satu metode penulisannya juga menggunakan teknik komposisi yang khas sehingga pembaca bisa membacanya mulai dari tengah atau belakang atau awal, di mana saja, kapan saja.

Meskipun H. Rosihan Anwar bukan seorang sejarawan akademik namun kontribusinya dalam penulisan sejarah di Indonesia begitu banyak dengan adanya karya-karya sejarah yang ditulis dari setiap pengalaman yang dialaminya.

10. Kelebihan Penelitian Mengungkapkan sosok H. Rosihan Anwar dengan sangat baik. Karya-karyanya beserta kiprahnya dalam dunia persejarahan Indonesia juga diulas dan dijelaskan dengan sangat baik.

11. Kekurangan Penelitian -

12. Kesimpulan H. Rosihan Anwar mempunyai peranan penting dalam penulisan sejarah di Indonesia, walaupun bukan seorang sejarawah secara akademis tetapi kecintaannya dengan ilmu sejarah banyak dituangkan melalui tulisan sejarah. Yang menjadi menarik dari tokoh, tidak hanya menuliskan suatu peristiwa menjadi coretan di buku-buku sejarah, tetapi tokoh juga berpikir tentang bagaimana caranya membuat sejarah menarik bagi generasi muda. Karena H. Rosihan Anwar beranggapan bahwa sejarah bukan hanya rangkaian tahun yang dihafalkan. Seperti dalam sebuah karyanya yang berjudul sejarah kecil yang tidak kalah menarik dengan kajian sejarah besar. Kemudian dalam penulisannya menggunakan gaya bahasa yang ringkas, padat dan lugas.

Dari karya-karya sejarahnya dapat disimpulkan Bahwa H.

Rosihan Anwar bukanlah sejarah akademis melainkan non- akademis yang mempunyai minat besar dalam penulisan sejarah.

(7)

4. JURNAL KEEMPAT

No. Komponen Penelitian Hasil/Informasi

1. Judul ADA YANG MANIS DI TIMUR NUSANTARA?

Kosmopolitanisme Tanaman Tebu dalam Historiografi Indonesia

2. Jurnal Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya

3. Volume 15

4. Tahun Juni 2021

5. Penulis Ronal Ridhoi

6. Reviewer Siti Fatimah Azzahra

7. Tujuan Penelitian Tulisan ini mencoba untuk mengingatkan kembali para pembaca tentang sejarah tanaman tebu di Nusantara dan proses transnasionalisasinya

8. Metode Penelitian Menggunakan metode sejarah dan sudut pandang kosmopolitanisme (cosmopolitanism history)

9. Hasil Penelitian Berdasarkan enam spesies tanaman tebu (dilihat dari pendekatan botani), dapat diasumsikan bahwa kebanyakan spesies tumbuh dan didomestifikasi di daratan Indonesia, khususnya Papua New Guinea, Jawa, dan Sulawesi. Artinya, dapat dipastikan bahwa tanaman tebu memang berasal dari Indonesia. Ada kemungkinan bahwa orang Eropa, India, dan Afrika membawa tebu dari Indonesia dan menyebarkannya di daerah-daerah yang mereka lewati dalam perjalanan.

Sedangkan oleh para colonizer, tanaman tebu dibawa dan didistribusikan ke daerah-daerah yang menjadi jajahan mereka. Tebu tersebut dibudidayakan dan dikembangkan dalam bentuk perkebunan. Melihat iklim tropis yang dimiliki bangsa-bangsa di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, maka para colonizer mengelola perkebunan di negeri ini. Hal ini mereka lakukan karena tanaman tebu akan tumbuh subur jika ditanam di wilayah tropis dan dengan kondisi tanah yang baik.

Sampai akhir abad ke-18, budidaya tebu di Indonesia hanya terpusat di wilayah sekitar Batavia dan dikuasai oleh orang- orang Cina. Pada awal abad ke-19 budidaya tebu sudah mulai dikembangkan di wilayah Jawa bagian Tengah dan Timur. Selain di Papua New Guinea dan Jawa, tebu juga dibudidayakan di pulau lainnya, seperti Sumatra, Borneo (Kalimantan), Celebes (Sulawesi), Maluku, Nusa Tenggara dan beberapa lainnya. Dalam hal ini, tebu dari Indonesia mengalami proses transnasional yang menyebar ke berbagai belahan dunia. Tanaman tebu di Indonesia juga dapat

dikomparasikan dengan tanaman tebu lainnya di negara lain.

Hal ini menyebabkan tebu dianggap tanaman yang kosmopolit, karena kosmopolitanisme berangkat dari hal yang unik dan khusus, kemudian berkembang menjadi suatu hal yang mendunia.

(8)

Pada abad ke-17 dan 18, tebu masih dikelola secara

sederhana oleh VOC. Pada abad ke-19, pemerintah Hindia- Belanda mulai secara intensif memperhatikan tanaman ini.

Hal ini dikarenakan konsumsi gula di Eropa semakin meningkat dan harganya pun juga tinggi. Perkebunan tebu pada masa ini menjadi fokus utama bagi pemerintah kolonial Belanda untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar- besarnya dari hasil ekspor gula di pasar internasional.

Wilayah Indonesia yang paling ramai dibicarakan yaitu Jawa. Pulau ini merupakan pulau penghasil gula terbanyak di Indonesia pada abad ke-19. Ini dikarenakan Jawa

mempunyai perkebunan tebu paling banyak dibandingkan wilayah yang lainnya.

Kolonialisasi yang dilakukan oleh para colonizer tidak hanya menyisakan dampak yang negatif saja, tetapi juga

menyisakan dampak positif bagi perkembangan masyarakat Indonesia. Dampak negatif dari kolonialisasi yaitu berupa eksploitasi (dalam hal ini eksploitasi perkebunan dan tenaga kerja), sedangkan dampak positifnya yaitu warisan

modernisasi yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial.

Warisan kolonial berupa modernisasi tersebut diwujudkan dalam bentuk industrialisasi, infrastruktur jalan raya, rel kereta api, dan juga munculnya kota-kota baru akibat modernisasi tersebut. Industri gula di Jawa secara tidak langsung menjadikan Indonesia dikenal di dunia

internasional. Gula yang dihasilkan oleh puluhan industri di Jawa kemudian diekspor oleh pemerintah kolonial di pasar Eropa dan Asia. Tidak hanya tebu yang mengalami

transnasionalisasi, gula dari Indonesia, khususnya Jawa juga mengalami proses yang sama sehingga sifatnya semakin mengglobal dan kosmopolit. Abad ke-19 merupakan periode di mana tebu mulai mengglobal seiring dengan industrialisasi dan modernisasi yang dibawa oleh pihak Barat. Hal itu juga tidak terlepas dari pengaruh ekologis di Jawa yang tanah dan iklimnya sangat cocok untuk perkebunan tebu dan industri gula. Dikenalnya perkebunan tebu dan industri gula di Indonesia juga menyebabkan adanya transformasi

lingkungan dan kebudayaan dalam lingkup global. Orang- orang Eropa banyak yang melakukan migrasi ke Indonesia untuk menyewa tanah dan mengusahakan perkebunan.

Mereka ingin mendapatkan keuntungan lebih dari usaha perkebunan tersebut. Melihat hal ini, maka semakin banyak orang Eropa yang menetap dan mendirikan tempat tinggal baru di negeri ini.

10. Kelebihan Penelitian Tema yang diangkat merupakan tema yang sederhana sebenarnya (tentang tanaman tebu), tapi ternyata hal tersebut merupakan tema baru yang belum pernah diteliti sebelumnya. Banayk data-data dan fakta-fakta unik dan jarang diketahui tentang tanaman tebu yang diugkapkan di ini. Membuat peneliteian ini terkesan fresh dan pembaca tak

(9)

bosan membacanya.

11. Kekurangan Penelitian -

12. Kesimpulan Tebu merupakan tanaman yang mengalami proses transnasionalisasi, sehingga menjadi tanaman yang mendunia dan dikenal dalam lingkup global. Tebu merupakan tanaman yang besar pengaruhnya terhadap kemunculan perkebunan dan industri gula Indonesia. Sehingga, pada perkembangannya dapat memunculkan transformasi lingkungan di Indonesia, dari yang awalnya desa menjadi kota; dari yang awalnya subsisten menjadi kapitalis; dan dari yang awalnya lokal menjadi global.

Modernisasi yang dilakukan oleh Bangsa Barat di Indonesia abad ke-19 tidak akan berhasil tanpa dukungan sosio-ekologi dari negeri ini yang membantu setiap sistem yang diberlakukan oleh Barat. Oleh karena itu, sejarah tebu (Saccharum Officinarum) dalam perspektif kosmopolit penting sekali ditekankan pada historiografi Indonesia karena dapat melihat hal yang khusus (kecil/lokal) dengan kaca mata global.

5. JURNAL KELIMA

No. Komponen Penelitian Hasil/Informasi

1. Judul KINI DAN DULU: BERAS DALAM PERKEMBANGAN

POLITIK EKONOMI DAN REFLEKSI HISTORIOGRAFI INDONESIA

2. Jurnal Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah

3. Volume 12

4. Tahun 2021

5. Penulis Refi Refiyanto

6. Reviewer Siti Fatimah Azzahra

7. Tujuan Penelitian Mengungkap permasalahan sektor pangan, khususnya beras, di Indonesia dari beberapa abad yang lalu sampai sekarang.

Mengacu pada masa pandemi Flu Spanyol tahun 1918 dan pandemi Covid 19 tahun 2020 lalu, di mana isu tentang ketersediaan dan harga beras menjadi isu yang sangat pelik.

Juga mengkaji kasus beras (pangan masyarakat) dalam perkembangan politik ekonomi serta refleksinya terhadap historiografi Indonesia.

8. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metodologi sejarah yang memalui empat tahapan. Tahapan yang dimaksud yaitu tahap heuristik, kritik sumber, interpretasi, kemudian diakhiri dengan historiografi

9. Hasil Penelitian Kekurangan beras berarti merujuk pada kesejahteraan

(10)

penduduk yang buruk. Pasca kemerdekaan sektor ekonomi tidak lagi tertuju pada sektor pertanian melainkan

manufaktur off farm dan permasalahan beras menjadi isu yang sedang hangat serta cukup pelik. Kekurangan gizi akibat pandemi Flu Spanyol tahun 1918 disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kelangkaan beras, kenaikan harga beras, gagal panen akibat musim hujan yang datang terlambat dan curah hujan yang sedikit. (Bambang Sulistyo, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995: 61-62).

Pada dekade kedua abad-20 dunia sedang dilanda Perang Dunia I, yang dalam hal ini berdampak pada Hindia Belanda.

Di sektor pangan, menjelang akhir 1917 dengan

diperpanjangnya penutupan pelabuhan dan langkannya kapal pengangkut menyebabkan impor beras dari Burma dan Indochina (Perancis) tidak dapat dilakukan. Kemudian pada 1918, semua pasar beras kecuali Siam ditutup, pemerintah mengambil kebijakan menjaga persediaan pangan dalam negeri. Kebijakan yang diambil yaitu dengan mendorong perluasan penanaman padi di sawah dan padi gogo, termasuk di perkebunan Eropa untuk menyediakan lahan padi gogo.

Kebutuhan akan impor beras di Hindia Belanda ini sudah dilakukan sejak sebelum pergantian abad-20. Akan tetapi baru 1911, pemerintah mulai melarang ekspor beras dan menjadi indikasi bahwa ketersediaan beras dalam negeri mulai mengalami krisis. Dalam kebijakan perluasaan penanaman padi, pemerintah berharap untuk mengurangi sekitar 25% lahan perkebunan tebu.

Pandemi Covid-19 selain menyoroti masalah kesehatan juga memberikan permasalahan pada sektor ekonomi dan pangan.

Selain itu dalam mengatasi permasalahan tersebut perlu diciptakan ketahanan pangan. Sejak program berasisasi masa lampau, permasalahan pangan hampir berfokus pada masalah beras .Opini menguraikan permasalahan justru terletak pada distribusi dan pemasaran produk. Dengan demikian, upaya menjaga pangan saat pandemi Covid-19 dikhususkan pada ketersediaan pangan melalui distribusi dan kelangkaan yang berdampak pada melonjaknya harga. Isu beras sendiri tampaknya menjadi isu yang ramai dibicarakan bukan hanya saat masa pandemi saja. Terlepas dari kebutuhan yang memang diperlukan, isu impor sering kali menjadi bahan politisasi yang seksi dan menjadi warna tersendiri bagi perpolitikan di Indonesia. Munculnya politisasi beras identik dengan keadaan yang tidak stabil dan akan semakin santer menjelang pemilihan umum.

Program Revolusi Hijau yang mulai dilakukan sejak akhir masa Soekarno dan dilanjutkan masa Soeharto hingga puncaknya terjadi swasembada pangan tahun 1984 menjadi upaya program perbaikan pemerintah di bidang pangan.

Bersamaan dengan itu masa Soeharto juga menjadi masa berkembangnya sektor industri off farm.

(11)

Dalam historigrafi Indoneisa sistem Tanam Paksa pada mulanya dianggap jahat, akan tetapi pada perkembangannya menjadi baik bagi Belanda namun jahat bagi Indonesia, bagus bagi sebagian penduduk Indonesia namun jahat bagi golongan lainnya, hingga baik bagi sebagian penduduk Indonesia di daerah-daerah tertentu yang membudidayakan tanaman tertentu namun jahat bagi penduduk lainnya.

10. Kelebihan Penelitian Mengutip dan mengambil referensi dari banyak sumber, sehingga penelitian ini sangat kaya akan data-data yang menarik.

11. Kekurangan Penelitian Pembahasannya terlalu panjang, dan kebanyakan menceritakan kisah pengalaman tokoh-tokoh. Jadi pembaca mudah jenuh saat membacanya.

12. Kesimpulan Permasalahan beras masa kini tidak dapat dipisahkan dengan permasalahan beras masa lampau. Perkembangan ekonomi uang dan industri manufaktur (off farm) mengantikan industri berorintasi pada pertanian menyebabkan permasalahan beras masa kini bukan sekedar produksi, melainkan akses distribusi maupun harga. Kebijakan impor masa kini dilakukan selain menjaga stabilitas kebutuhan dan harga juga menjadi indikasi bahwa hasil produksi tidak sebanding dengan pertambahan jumlah penduduk. Kebijakan impor masa lalu juga dihadapkan oleh permasalahan yang sama. Dalam pandangan dualistik, proyek pemerintah kolonial di Hindia Belanda yaitu menghasilkan keuntungan melalui usaha hasil komoditas ekspor maupun perdagangan dalam negeri, juga mempertahankan kondisi tertentu penduduk bumi putra agar kolonialisasi tetap berlanjut.

Upaya yang dilakukan pemerintah yaitu dengan proyek kesejahteraan yang secara khusus ditujukan pada pertanian pangan. Kondisi yang serupa juga terlihat dari kemandekan perluasan lahan pertanian, yang mana pada tahun 1920-an mencapai puncaknya, sedangkan kini lahan-lahan mengalami penyempitan akibat infrastruktur. Keadaan tersebut dapat diatasi dengan intensifikasi dan diversifikasi akibat bantuan teknologi. Akan tetapi menilik kondisi pandemi saai ini dengan dampak ekonomi yang meluas, mengingatkan kembali kasus seabad yang lalu. Hal ini merujuk pada pandangan Geertz dan Malthus yang banyak mendapat kritik yang tertuang dalam tulisan-tulisan kekinian, tentu timbul pertanyaan masih relevankah secara konteks mengenai teori- teori pertanian terdahulu.

Referensi

Dokumen terkait