1 PROSES KOMUNIKASI DALAM PENGELOLAAN JAMU GODOKAN DI DESA
GRINGGING KEDIRI
( Studi Etnografi Komunikasi Pada Pengelolaaan Jamu Godokan di Desa Gringging Kediri Jawa Timur)
Meliania Astarinda Asadillah
Universitas Bina Sarana Informatika, Bandung , Indonesia [email protected]
0000-0002-2210-0112 ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses komunikasi dalam pengolahan jamu Godokan di desa Gringging Kediri. Jamu tradisional merupakan salah satu metode pengobatan menggunakan ramuan – ramuan nenek moyang yang telah turun temurun di wariskan pada generasinya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui, nilai- nilai kearifan lokal dalam pengolahan jamu godokan. Mengetahui perilaku komunikasi yang terjadi dalam pengolahan jamu dan mendapatkan gambaran pola komunikasi dalam mengelola. Metode yang gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi serta menggunakan model speaking oleh Dell Hymes. Pengumpulan data dilakukan teknik observasi, wawancara mendalam, dan kajian pustaka. Hasil penelitian menujukan bahwa proses komunikasi yang ada berasal dari pola komunikasi yang di timbulkan oleh perilaku komunikasi yang di dasari nilai – nilai kearifan lokal.
Kata kunci: Proses Komunikasi,Kearifan Lokal, budaya Jamu
ABSTRACT
Communication Process In Management Of N Jamugodoka In Gringging Kediri Village (Communication Ethnography Study In Managing Jamu Godokan In Kediri Gringging Village) This study aims to determine the communication process in processing Godokan herbal medicine in Gringging Kediri village. Traditional herbal medicine is one method of treatment using herbs - the ancestors' herbs that have been passed down in their generation. The purpose of this study was to determine, the values of local wisdom in the processing of Godokan herbs. Knowing the communication behavior that occurs in the processing of herbal medicine and get a picture of communication patterns in managing.
The method used in this study is a qualitative research method with an ethnographic approach and using a speaking model by Dell Hymes. Data collection was carried out observation techniques, in-depth interviews, and literature review. The results of the study show that the existing communication process comes from communication patterns that are caused by communication behaviors that are based on local wisdom values.
Keywords: Communication Process, Local Wisdom ,Culture Herbal Medicine
2 PENDAHULUAN
Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan keanekaragaman tumbuhan. Tumbuhan di Indonesia juga kaya akan khasiat untuk obat yang mampu menyembuhkan dan mencegah timbulnya penyakit terhadap tubuh atau biasa di sebut jamu. Dengan hal tersebut dengan perubahan dan perkembangan saat ini, kini banyak terdapat industri pengelolahan jamu tradisional. Hingga pada akhir tahun 2003 telah terdapat 1.012 industri jamu tradisionalyang memiliki surat izin industri, hal tersebut terdiri atas 205 industri berskala besar dan 907 dengan industri kecil (Aspand, 2004).
Tradisi pengelolahan jamu tradisional terdapat pada seluruh masyarakat Indonesia, salah satunya sekelompok masyarakat di desa Grungging , Kediri. Tradisi pengelolaan jamu tradisional bertujuan untuk memberikan penyelesaian masalah-masalah kesehatan yang dialami sehari – hari.
Pengelolaan jamu tradisional ini telah menjadi budaya yang di sepakati oleh sekelompok masyarakat tersebut. Sekelompok masyarakat ini merupakan individu- individu yang percaya akan khasiat jamu tradisional, pemanfaatan jamu tradisional bagi manusia, serta budaya -budaya jamu yang telah mereka percaya sejak lama.
Dengan pemahan – pemahaman yang di yakini sekelompok masyarakat di desa Gringging, yaitu mengenai khasiat – khasiat jamu tradisional , serta kepercayaan atas kemampuan masyarakat dalam meracik atau meramu jamu yang sudah ada sejak dahulu hingga saat ini , hal ini dapat digunakan sebagai alasan mereka untuk bergelut di industri jamu .
Kemampuan masyarakat dalam meracik tumbuhan berkhasiat menjadi jamu tradisional juga telah lama ada hingga saat ini. Begitu pula pada kelompok industri jamu Semar Waras di Gringging yang sama – sama telah mempercayai tumbuhan berkhasiat sejak dulu. Seperti halnya tanaman kunir yang merupakan bahan baku yang sering dijadikan bahan pokok dalam peracikan atau ramuan sebagai jamu. Selain manfaatnya yang banyak kunir juga dapat di gunakan sebagai bahan olahan memasak, selain mereka percaya akan nilai budaya yang masih dipertahankan dalam pengelolaan jamu.
Menariknya setiap daerah memiliki tradisi – tradisi tersendiri dalam pengelolaaan jamu tradisional. Seperti kawasan daerah Madura contohnya, dengan keunggulan dalam sumber daya alamnya , juga memiliki potensi lebih dalam bidang jamu tradisional. Berbeda halnya dengan tradisi pengolahan yang terjadi pada masyarakat kelompok di Madura. Sekelompok di desa Gringging ini lebih mengutamakan jamu – jamu dalam penyembuhan segala penyakit, baik penyakit ringan maupun penyakit dalam.seperti jamu rematik, pegal linu, diare, dll. Dan untuk penyakit dalam seperti jamu untuk diabetes, kolestrol, tumor, dan masih banyak lagi.
Hal Menarik lainya, di wilayah Kota kediri yang terkenal akan pertumbuhan perindustrian, jamu juga merupakan industri yang sedang dibumingkan. Di Kota kediri memiliki beberapa industri pengelolaan jamu tradisional yang berdiri dan berkembang dalam pengelolaan jamu, perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini sangat membantu dan mempermudah pengelola untuk proses pengelolaan jamu , seperti halnya dalam pemotongan bahan baku jamu, pengeringan bahan baku jamu yang sudah menggunakan alat-alat canggih. Namun berbeda dengan jamu Semar Waras yang masih meggunakan cara kuno dalam pengelolaanya, karena kepercayaan budaya kuno yang mereka telah percayai sejak lama.
Dalam tahap – tahapan pengelolaanya jamu tradisional memiliki berbagai bentuk penyajian.
Setiap penyajian memiliki perose atau tahapan yang berbeda. Seperti jamu dalam bentuk serbuk , memiliki proses yang cukup lama dari pemilihan bahan , pengeringan , lalu di giling atau di proses dengan mesin penggiling hingga menjadi bentuk serbuk , lalu untuk meminumnya hanya perlu menyeduh serbuk jamu tersebut dan diminum. Selain dalam bentuk serbuk, kini terdapat berbagai inovasi yang diperuntukan untuk menarik peminat dalam mengkonsumsi jamu tradisional. Jamu Godokan contohnya, yang merupakan inovasi baru pada industri jamu Semar
3 Waras. Dalam pembuatanya terdapat tahapan-tahapan pengolaan, seperti menentukan terlebih dahulu bahan yang akan digunakan dalam ramuan atau racikan yang akan dibuat. Selain itu terdapat pula proses penjemur (dikeringkan) dan selanjutnya di racik sesuai racikan yang di gunakan, lalu dikemas semenarik mungkin. Tahapan-tahapan dalam pengelolaan tersebut merupakan tradisi pengolahan jamu Godokan yang akan menimbulkan peristiwa – peristiwa komunikasi pada sekelompok masyarakat di desa Gringging Kediri.
Jamu sendiri adalah salah satu aset warisan budaya dari nenek moyang yang telah turun hingga kini. Bermacam – macam jenis bahan dasar alamiah yang dapat diracik sebagai ramuan obat / jamu oleh nenek moyang bangsa kita. Ramuan jamu bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Selain baik untuk kesehatan ramuan tradisional juga memiliki manfaat lain seperti,meningkatkan kecantikan, menambah kebugaran tubuh,dan masih banyak lagi manfaat yang bisa didapat. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, menunjukkan bahwa 30,4%
rumah tangga di Indonesia memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional, diantaranya 77,8%
rumah tangga memanfaatkan jenis pelayanan kesehatan tradisional keterampilan tanpa alat,dan 49,0% rumah tangga memanfaatkan ramuan. Sementara itu, Riskesdas 2010 menunjukkan 60 % penduduk Indonesia diatas usia 15 tahun menyatakan pernah minum jamu, dan 90% diantaranya menyatakan adanya manfaat minum jamu. Hal ini, menunjukan bahwa masih banyak masyarakat indonesia yang percaya dan masih menggunakan jamu tradisional sebagai salah satu cara untuk mengobati penyakit dan memulihkan kesehatan.
Selain itu tidak sedikit pula yang masih percaya dan menerapkan pengobatan tradisional sebagai upaya memperoleh kesehatan yang optimal. Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan budaya dan tradisi memiliki berbagai pengobatan tradisional seperti, pengobatan alternatif, jamu, gurah, bekam dan lain sebagainya. Berdasarkan data yang di kumpulkan dari survei Sosial ekonomi Nasional atau Susenas 2017 menunjukan bahwa penggunaan obat tradisional di indonesia masih diminati. Pelaku pengobatan tradisional tertinggi ada di wilayah Sumatera Barat, yaitu 53 ribu orang atau 1,01%. Sementara Papua menjadi Provinsi Terendah dengan hanya 630 pengguna, yaitu 0,02 %. Dari hal tersebut presentase tertinggi dalam pengobatan adalah metode ritual seperti dukun, jampi-jampi, dan tabib. Sebanyak 32% orang indonesia memilih menerapkan pengobatan tradisional tersebut, sedangkan lebih kurang 22.3% orang indonesia memilih pengobatan dengan tumbuh – tumbuhan atau herbal, seperti jamu, tanaman, umbi-umbian,-buah- buahan, dan akar tanaman. (Beritagar.id, 2018). Berdasarkan data survei di atas menunjukan bahwa minat masyarakat pada pengobatan tradisional masih banyak diminati dan masih digunakan oleh banyak masyarakat.
KAJIAN LITERATUR
Untuk mengetahui lebih dalam perkembangan penelitian serta untuk memperkuat penelitian ini peneliti menambahkan dari penelitian – penelitian sebelumnya yang memiliki aspek -aspek berkaitan dengan peelitian peneliti. Seperti dalam penelitian (Satriyati, 2016) yang meneliti tradisi minum jamu dan memebuat jamu telah menjdai bagian budaya yang disepakati oleh masyarakat setempat. Penelitian ini difokuskan pola upaya peramu dan pengguna jamu dalam mempertahankan tradisi minum jamu pada masyarakat Bangkalan Madura. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi deskriptif. Dengan melakukan pengumpulan data secara wawancara terhadap 30 informan, dan juga melakukan observasi. Dari penelitian ini ,peneliti menemukan hasil bahwa pola upaya dilakukan peramu dan pengguna jamu dalam mempertahankan tradisi yaitu dengan upaya tradisi sesuai dengan pemahaman, mengupayakan komunikasi yang efektif antara pelaku, dan upaya mengenalkan jamu sebagai identitas masyarakat Madura saat migrasi.
Penelitian lainya dapat dilihat dari (Hidayat, 2019) di mana dalam penelitianya nilai-nilai budaya someah yang merupakan budaya sunda yang dapat dilestarikan dan di aplikasikan sebagai brand personality bagi masyarakat sunda. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan
4 studi etnografi piblic rlation , pengumpulan data dengan teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa budaya someah mengandung nilai – nilai kerendahan hati, kesopanan, dan keramahan, dan masih banyak lagi. Selain hal tersebut ditemukan pula bahwa terdapat dua aspek masyarakat sunda merupakan pribadi someah, yaitu selalu tampil menarik dan murah senyum.
Berbeda dengan penelitian lainya, (Saleh, 2017) mengkaji pada pengguna aplikasi chatting dengan menggunakan kajian etnografi komunikasi model SPEAKING dari Dell Hyme.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian etnografi komunikasi dengan menggunakan model SPEAKING yang diperkenalkan oleh Dell Hyme untuk mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas komunikasi terhadap objek penelitian. hasil penelitian menunjukan bahwa peristiwa tutur berlangsung dalam satu grup dan satu topik yang sama. Pertuturan tidak melibatkan seluruh anggota komunitas, namun anggota komunitas memiliki tingkat pemahaman yang baik terhadap setiap bentuk ujaran yang ada. kemiripan aspek dalam menggunakan model SPEAKING dari Dell Hyme lah yang dijadikan alasan penelitian ini dipilih sebagai penelitian sebelumnya.
Selain penelitian-penelitian sebelumnya yang telah di paparkan penelitian, (Hidayat, 2013) juga dipilh sebagai penelitian sebelumnya yang memeiliki aspek yang terkait, yaitu nilai- nilai kearifan lokal. Pada penelitian ini, lebih fokus mengenai nilai -nilai kearifan lokal pada permainan konclong meliputi konsep dasar dan pola permainan, klasifikasi permainan, dan aturan dasar permainan. Adapun nilai – nilai yang terkandung dalam permainan berupa manfaat permainan tradisional. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi sebagai alat penelitian dengan paradigma konstruktivis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa warga Kampung Adat Dukuh masih menanamkan konsep dasar permainan Konclong dari generasi ke generasi, dari orang tua hingga anak anak memahami nilai – nilai kearifan lokal yang terkandung pada permainan tradisional Konclong. Hal tersebut meliputi nilai motorik, kognitif , dan nilai moral yang perlu di lestarikan.
Kearifan lokal
Kearifan lokal adalah suatu budaya atau kebudayaan suatu masyarakat yang turun temurun, yang di wariskan oleh leluhur atau nenek moyang untuk generasi ke generasi selanjutnya. Hal-hal budaya atau kebudayaan dapat berupa kepercayaan atau keyakinan terhadap adat atau tradisi yang ada. Pengelolaan jamu godokan di desa Gringging kediri memperlihatkan adanya tradisi atau kepercayaan yang mereka yakini dalam pengelolaan jamu. Kearifan lokal dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai,pandangan setempat yang bersifat bijaksana, bernilai baik, yang telah tertanam serta diikuti oleh kelompok masyarakat.
Dalam penelitian Hidayat (2013) juga memaparkan bahwa secara filosofis, kearifan lokal dapat diartikan sebagai sistem pengetahuan masyarakat lokal / pribumi yang bersifat emperik dan pragmatis.(Hidayat, 2013). Dengan kata lain kebudayaan atau kearifan lokal dipahami, dapat terjadi atau dapat terwujud oleh pengetahuan masyarakat lokal atas realitas yang terjadi pada lingkungan masyarakat terkit dan hasil pemikiran dari pengetahuan untuk memecahkan masalah yang ada.Pengetahuan dan pengalaman sebuah masyarakat di masa lalu yang terus di sebarkan atau di ceritakan dan di perceraya sebagian masyarakat merupakan salah satu alasan kebudayaan atau sebuah ciri budaya.
HG. Quaritch Wales juga mengungkapkan bahwa kearifan local sebagai local genius yang berarti sejumlahciri kebudayaan yang dimiliki bersama oleh masyarakat akibat pengalamanya di masa lalu (Susanti, 2017). Menurut Saharuddin (2009), kearifan lokal memiliki tantangan -tantangan tersendiri dalam kehidupan manusia, diantaranya adalah pertumbuhan penduduk, perkembangan teknologi dan budaya, modal besar, kemiskinan dan kesenjangan, kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok tersebut seringkali menimbulkan masalah-masalah sosial dalam pemanfaatan sumber daya alam (dalam Zamzami, 2016). Dengan kata lain, kearifan lokal berkaitan dengan semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan.
5 Perilaku Komunikasi
Perilaku komunikasi adalah suatu tindakan atau interaksi hubungan dalam penyampian informasi antara individu dengan lainya. pada penelitian ini dalam pengelolaan jamu godokan di desa Gringging Kediri memperlihatkan adanya interaksi dan kegiatan-kegiatan pada peristiwa saat melakukan pengelolaan jamu godokan tersebut. Menurut Gould dan Kolb, perilaku komunikasi adalah segala aktivitas yang tujuanya untuk memperoleh informasi dari berbagai sumber untuk menyebarluaskan informasi pada pihak yang memerlukan. Sebuah kelompok yang melakukan komunikasi akan menimbulkan perilaku komunikasi. (Yohana & Wulandari, 2014).
Dalam kehidupan manusia komunikasi merupakan bagian penting , sejak bangun tidur dan hingga tidur kembali secara kodrati senantiasa terlibat dalam komunikasi, bahkan sejak lahir pun manusia telah berinteraksi dengan lingkunganya.
Perilaku komunikasi dalam kehidupanya dipengaruhi oleh banyak faktor yang melatar belakangi dalam berperilaku, salah satunya berperilaku dipengaruhi oleh sikap dan lingkungan sebagai respon terhadap suatu kondisi. Selain itu, perilaku yang terbentuk oleh sistem nilai keyakinan dan pendirian yang tertanam dan juga sebagai respon terhadap suatu kondisi lingkungan (Rahmayani , Dkk, 2017). Dapat dipahami perilaku komunikasi juga dapat terjadi karena adanya dorongan-dorongan yang kuat dari dalam diri seseorang yang biasa di sebust sebagai sebuah motivasi. Hal tersebut salah satu faktor yang menjadikan suatu aktifitas menjadi lebih dominan, maka dapat pula di artikan perilaku komunikasi adalah suatu tindakan manusia dari adanya stimulasi terhadap sesuatu, dan kemudian sesuatu tersebut merespon yang dipengaruhi unsur – unsur komunikasi. Dan komunikasi akan berlangsung dengan baik dan berhasil bilamana kesamaaan makna antara komunikator dan komunikan.
Pola Komunikasi
Pola komunikasi adalah suatu bentuk atau pola hubungan komunikasi berlangsung dalam level atau tingkatan hubungan individu dalam suatu kelompok, organisasi, atau hubungan dalam mengakses sebuah media. Adapun keterkaitan pola komunikasi dengan penelitian ini di sebaban adanya bentuk -bentuk perilaku komunikasi dalam pengelolaan jamu godokan yang
Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman atau penerimaan yang tepat sehingga pesan yang si sampaikan dapat dipahami.
Hal ini disebutkan oleh Djamarah (2004) dalam (Urip Mulyadi, 2019). Dengan kata lain masyarakat Gringging tampaknya membentuk pola komunikasi dengan melakukan hubungan antar individu yang terlibat dalam pengolahan jamu godokan, dari tahap – tahapan komunikasi yang terjadi.
Rizak(2018) menjelaskan bahwa pola komunikasi diartikan sebagai bentuk hubungan perilaku dua individu atau lebih dalam proses interaksi komunikasi secara tepat, sehingga pesan yang disapaikan dapat dipahami. Ia memaparkan pula pendapat Tubbs dan Moss, bahwa pola komunikasi dibagi menjadi tiga: a.)Bersifat komplementer. Hubungan komplementer didasarkan pada perbedaan diantara orang yang terlibat. Satu bentuk perilaku akan diikuti oleh lawanya. b.) Bersifat simetris , tingkatan sejauh mana orang berinteraksi atas dasar kesamaan. Dominasi bertemu dengan dominasi. c.)Bersifat sejajar yaitu pola hubungan yang merupakan kombinasi dari komplementer dan simetris. (Rizak, 2018).
Dengan hal tersebut dilihat bahwa bagaimana proses interaksi menciptakan pola komunikasi. Respon seseorang dengan satu sama lainya dapat menentukan jenis hubungan yang mereka miliki.
Pola komunikasi tersebut terjalin pada anggota kelompok pengolahan jamu godokan di desa Gringging Kediri. Pola komunikasi terbentuk antara pengelola dengan pekerjanya dalam
6 tradisi pengelolaan jamu godokan , yang membentuk hubungan, yang meliputi rencana dan langkah langkah perilaku komunikasi dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang disampaikan dalam tradisi pengelolaan jamu godokan.
Jamu Tradisional
Jamu merupakan jenis obat yang menyembuhkan dan mencegah segala penyakit dalam tubuh manusia dengan kandungan alami yang terbuat atau berdasarkan bahan baku tanaman atau tumbuhan yang berkhasiat bagi kesehatan. Masyarakat indonesia mengenal jamu tradisional merupakan resep ramuan turun temurun yang diberikan oleh leluhur supaya dapat dikembangkan dan silestarikan oleh penerusnya. Saat ini banyak dijumpai di pasaran dalam berbagi bentuk seperti, jamu sebuk siap seduh, juga dalam bentuk segar rebusan atau jamu godhok.
Masyarakat indonesia percaya keuntungan atau manfaat jamu adalah bahwa jika benar dalam mengolahnya, jamu akan sangan efektif. (Jane & Beers, 2013). Jamu tradisional memiliki berbagai manfaaat bagi tubuh dan kesehatan bagi manusia, selain itu jamu tradisional juga tidak menimbulkan efek samping berlebihan. Dalam buku Tumbuhan Obat Indonesia : Penggunaan Dan Khasiatnya, mengiungkapkan bahwa: pengetahuan lokal dalam pemanfaatan tumbuhan / bahan alami untuk pengobatan umumnya dimiliki oleh masyarakat yang terutama berada di sekitar kawasan hutan. Pengetahuan tentang tumbuhan obat, mulai dari pengenalan jenis tumbuhan, bagian yang di gunakan, cara pengolahan sampai dengan khasiat pengobatanya, merupakan kekayaan pengetahuan lokal masing – masing etnis dalam masyarakat setempat tersebut. (Supriadi & Dkk., 2001).
Jamu tradisional sendiri memiliki bentuk -bentuk dalam pemasaranya, seperti jamu gandong, jamu serbuk, jamu dalam bentuk kapsul dan jamu rebusan. Adapun penelitian ini peneliti menganalisi jamu tradisional dalam bentuk jamu rebusan atau biasa di sebut orang jawa adalah jamu godokan. Tidak berbeda jauh dengan jamu- jamu lainya, jamu godokan selain memiliki berbagai manfaat jamu godokan dipilih karena penggunaanya yang mudah bagi konsumen serta bentuk kemasanya memperlihatkan keaslian setiap bahan – bahan yang digunakan. Kelompok masyarakat industri pengelolaan jamu tradisional memilih jamu tradisional karena mereka percaya akan manfaatnya dan khasiat yang ada, selain percaya akan hal tersebut mereka juga percaya akan pengetahuan leluhur yaitu budaya atau tradisi yang terkandung dalam pengelolaan jamu, hal itu dapat dilihat dari pandangan masyarakat mengartikan sebuah bahan baju jamu memiliki simbol yang melambangkan suatu perilaku yang dapat dijadikan cerminan kehidupan manusia.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana telah diketahui bahwa penelitian kualitatif merupakan metode yang lebih tertarik dengan kejadian mengenai perilaku komunikasi manusia yang khas dan komunikasi yang berlangsung sehari-hari. Tujuan utama penelitian kualitatf adalah membuat, memperluas, dan mempertajam teori dengan mengamati dan berinteraksi dengan manusia dan lingkungan alamiahnya untuk mengungkapkan penjelasan yang kaya dan unik. (Rakhmat & Subandy, 2016 hal:24). Pada penelitian ini peneliti akan mengkaji proses pengelolaaan jamu godokan dengan menggunakan etnografi komunikasi.
Etnografi komunikasi merupakan merupakan kajian untuk mendalami gerak -gerik manusia yang terjadi berulang-ulang atau biasa disebut pula kebudayaan. Etnografi juga merupakan metode atau cara dalam penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan makna sosial – budaya tertentu dengan cara mempelajai kehidupan sehari- hari dan interaksi suatu kelompok tertentu. seperti yang dilakukan dalam penelitian ini, peneliti mengamati dan mempelajari pola kehidupan dan interaksi kelompok sehari- hari dalam konteks pengelolaan jamu godokan di desa Gringging Kediri
7 Teknik pengumpulan data merupakan teknik yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data- data yang di perlukan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi mendalam,wawancara, dan dokumentasi. Pada awal melakukan pra riset peneliti meminta izin sekaligus memaparkan tema penelitian yang akan dilakasanakan di lokasi yang telah di tentukan yaitu salah satu industri jamu rumahan di kawasan desa Gringging Kediri yang mana salah satu temapt yang masih percaya dan masih menggunakan cara kuno untuk pengelolaan jamu.
Observasi mendalam adalah metode dalam hal pengumpulan data ini, peneliti datang ditempat kegiatan tetapi tidak ikut serta dan terlibat langsung dalam kegiatan yang dilakukan, ini didasari pertimbangan peneliti bahwa kegiatan terkait kegiatan yang dilakukan. Untuk memperoleh data dan informasi pada penelitiannya, peneliti tidak harus aktif berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang mereka lakukan serta pertimbangan terhadap keamanan peneliti sendiri(Djam’an, & Aan, 2013).
Selain observasi pneliti juga melakukan wawancara pada setiap informan yang terkait dalam penelitian. wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang didalamnya terdapat pewawancara atau di sini sebagai peneliti dan yang di wawancara atau narasumber yang memberikan jawaban pertanyaan itu (Meleong, 2001).
Wawancara dalam etnografi komunikasi dapat berlangsung selama peneliti melakukan observasi, namun seringkali perlu juga wawancara khusus dengan beberapa responden. Khusus yang dimaksud adalah dalam waktu dan setting yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.
Itu semua bergantung kepada kebutuhan peneliti akan data lapangan. (Kuswarno, 2008).
Selain observasi dan wawancara peneliti juga melakukan pengumpulan data disertai dokumentasi. Metode pengumpulan data dokumentasi dapat digunakan untuk mengkaji komunikasi dengan cara dokumentasi (content analysis). Teknik ini sangat diperluka seperti pendapat SCHATZAN dan Strawss yang menegaskan bahwa dokumentasi histeris merupakan bahan penting dalam penelitian kualitatif (dalam Deddy, 2003). Dokumen yang berbentuk gambar atau video yang peneliti dapatkan antara lain hasil yang menggambarkan kondisi dalam tradisi pengolahan jamu tradisional,hal ini juga dapat dijadikan bukti hasil penelitian oleh peneliti.
Teknik Analisis Data
Selanjutnya peneliti menggunakan teknik analisis data kualitatif yang juga dipaparkan oleh Sutopo (2002) bahwa komponen utama dalam proses analisis data pada penelitian kualitatif ada tiga yaitu : 1) reduksi data, 2) sajian data (display data), 3) penarikan simpulan .antara satu komponen dengan komponen lainya tidak dapat dipisahkan dalam proses pengumpulan data sampai menentukan hasil akhir (Darmastuti, 2013).
Pada tahap reduksi ,data -data hasil wawancara dengan informan lalu di rangkum dan dipilih pokok- pokok yang memfokuskan pada hal hal penting yang terkait. Dengan demikian data akan memberikan gambaran untuk mempermudah peneiti dalam melakukan analisis data selanjutnya.
Setelah data direduksi peneliti melakukan pengujian data atau display data. Sajian data yang sering digunakan pada data kualitatif ialah dalam bentuk naratif. Hal ini dilakukan ketika reduksi data disusun secara sistematis untuk mempermudah peneliti.
Tahap selanjutnya dari penyajian data peneliti menganalisis data tersebut sesuai konteks dan tujuan penelitian sehingga dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian serta dapat memberikan solusi dalam permasalahan yang terkait.
8 Etnografi Komunikasi
Etnografi komunikasi merupaka pendekatan penelitian dengan suatu kajian mengenai pola komunikasi sebuah budaya atau sebuah kelompok masyarakat. Denzin ( 2009 ) memaparkan bahwa pengertian etnografi sangat beragam, bahkan ada yang menyebut sebagai sebuah paradigma filsafat yang menuntun peneliti pada komitmen total (Iswatiningsih & Si, 1994).
Menurut salah satu ahli yaitu Dell Hyme (1974), ia memaparkan bahwa dalam mengkaji penggunaan bahasa dalam masyarakat memperhatikan dan mempertimbangkan konteks situasi sehingga bahasa tidak berdiri sendiri sebagaimana kajian gramatika ( seperti dilakukan oleh linguis) , tentang kepribadian( psikologi), tentang struktur sosial (sosiologi), tentang religi ( etnologi), dan sebagainya (Iswatiningsih & Si, 1994: 39).
Effendy mengungkapkan bahwa etnografi komunikasi merupakan kajian pada perilaku- perilaku komunikasi pada suatu masyarakat, yang banyak dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial kultural seperti kebudayaan. Komunikasi yang dimaksud adalah Keberlangsungan komunikasi yang nyata dilakukan seseorang dengan orang lain dengan sengaja dan memiliki tujuan tertentu (Kuswarno, 2006).
Sebuah peristiwa komunikasi tertentu didefinisikan sebagai seluruh perangkat komponen yang utuh. Hal ini disebut oleh Dell Hyme dengan sebutan nemonic. Model yang diakronimkan dalam kata SPEAKING , terdiri dari ; Setting/Scene, Participants, Ends, Act sequence, Key, Instrumentalitties, Norms of interaction, Genre, oleh Ibrahim (1994) dalam (Zakiah, 2005).
berikut penjelasanya;
a. Setting , merupakan lokasi (tempat ) , waktu, dan aspek fisik situasi tersebu, sedangkan Scene adalah situasi psikologi, definisi kebudayaan mengenai keadaan yang ada.
b. Paticipants, adalah yang didalamya terdiri komunikator, komunikan dan lainya yang terlibat. Bisa juga dikatakan pembicara, pendengar, atau lainya yang berhubungan dalam situasi.
c. End , merupakan tujua mengenai peristiwa secara umum, serta menujukan peran masing – masing patisipan dalam satu situasi yang ada.
d. Act Sequence, merujuk sebagai komunikatif atau tindak tutur termasuk didalamya adalah isi pesan.atau apa yang dikomunikasikan.
e. Key, mengacu pada cara atau spirit pelaksanaan tidak tutur, hal tersebut merupakan fokus referensi
f. Instrumentalisties, merupakan saluran komunikasiyang di gunakan, baik verbal maupun non verbal.
g. Norms of Interaction, merupakan norma – norma atau aturan yang dilakukan saat interaksi, termasuk didalamnya pengetahuan umum, pengandaian kebudayaan yang relevan, atau pemahaman yang sama yang harus dipahami secara harfiah , dan nilai – nilai.
h. Genre, secara jelas didefinisikan sebagai tipe peristiwa. Hal ini mengacu pada kategori seperti puisi, peribahasa,ceramah,dan pesan komersial.
PEMBAHASAN
Nilai – nilai Kearifan Lokal Jamu Godokan
Nilai -nilai kearifan lokal jamu godokan memiliki makna dan kepercayaan sendiri oleh masyarakat, khususnya masyarakat desa Gringging Kediri. Mereka percaya bahwa jamu telah di turunkan dan di wariskan oleh nenek moyang secara turun temurun. Kepercayaan dapat diartikan pula refleksi sebuah harapan, asumsi, atau keyakinan seseorang tentang kemunginan bahwa tindakan seseorang dimasa akan datang dapat bermanfaat, dan tidak merusak kepentinganya.
Selain percaya dengan khasiat- khasiat jamu yang mereka percayai, mereka meyakini pula bahwa jamu godokan memiliki simbol budaya yang dapat diterapkan. simbol simbol budya jamu tardisional di yakini mengandung arti dalam kehidupan masyarakat Gringging Kediri dimana
9 budaya yang mereka miliki adalah budaya jawa yang khas dan banyak memiliki arti atau makna dalam setiap simbolnya.
Simbol-simbol budaya yang di maksud adalah adanya bahan-bahan dasar yang dipakai dalam membuat jamu memiliki makna atau arti bagi masyarakat Gringging. Seperti salah satu bahan jamu yaitu kunyit. Kunyit sendiri merupakan bahan baku atau bahan dasar yang seringkali digunakan dalam pembuatan jamu. Selain khasiatnya yang banyak ternyata kunyit memiliki lambang atau simbol budaya yang di percayai oleh masyarakat jawa terlebih pada masyarakat Gringging Kediri, yaitu simbol yang tergambar dari bentuk ruasnya yang bercabang membentuk angka tiga yang di percaya melambangkan pandawa ke tiga dalam pewayangan yaitu Arjuna.
Maknanya , sikap Arjuna yang di percaya memilik karakter atau pewatakan seseorang yang takwa dan rajin beribadah. Kepercayaan ini lah yang melambangkan sikap orang jawa atau khusunya orang Gringging yaitu takwa dan taat beribadah, tergambar dengan kota Kediri yang juga terkenal banyak tempat-tempat pesantren dan tempat beribadah lainya. dengan kata lain simbol kunyit memiliki nilai religius dalam kearifan lokal jamu.
Selain kunyit, kencur juga seringkali dijadikan bahan dasar jamu. Kencur memiliki banyak khasiat yang dapat menyehatkan bagi kesehatan. Kencur juga di percaya oleh orang jawa sebagai lambang kehidupan masyarakat yang dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang jawa kuno percaya dan menceritakan pada penerusnya bahwa kencur memilik makna atau arti yaitu sebuah kesopanan. Mengapa demikina, karena dapat dilihat dari simbol - simbol yang terdapat pada bentuk kencur yaitu seperti ibu jari, yang artinya sebagai tanda mempersilahkan. Hal tersebut dapat terlihat bila mana orang- orang jawa saat bertemu orang lain dan akan mempersilahkan, mereka akan menggunakan jempol yang sedikit di miringkan ke kanan yang artinya monggo atau silahkan. Hal tersebut terdapat pula dalam aturan jawa yaitu unggah-ungguh yang artinya menghormati orang lain atau orang yang lebih tua. Mempersilahkan dengan jempol yang dimiringkan adalah salah satunya. Dapat diartikan bahwa bahan baku kencur memperlihatkan nilai norma dalam budaya orang jawa yang terus di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memiliki keterkaitan dengan etnografi komunikasi yang di paparkan oleh Dell Hyme dalam model speaking, yaitu terkait norma kesopanan yang juga diterapkan dalam pengelolaan jamu godokan.
Kunir putih merupakan bahan yang di gunakan dalam membat jamu godokan. Selain memiliki manfaaat sebagai kesegaran bagi tubuh, dan banyak lagi manfaatnya, kunir putih di percaya sebagai simbol budaya dalam jamu yang melambangkan arti kehidupan di masyarakat.
Simbol dari kunir putih sendiri adalah warnanya yang putih terlihat lembut dan rasanya yang kuat memberi sebuah ketegasan. Simbol tersebut melambanngkan atau memiliki arti yaitu putih adalah sikap lembut sedangkan rasanya yang kuat memberikan arti ketegasan. Bila dicerminkan dalam masyarakat kunir putih menujukan arti sifat masyarakat jawa yang terkenal lembut namun , juga memiliki sifat yang tegas,seperti dalam mengambil keputusan. Dapat tergambarkan dari penelitian bahwa pemilik toko Jamu Semar meskipun iya seorang wanita yang lemah lembut dan memiliki rasa kekeluargaan, namun ia juga memiliki ketegasan dalam menetapkan kedisiplinan kerja dan ketepatan dalam meracik jamu.hal tersebut dapat diartikan bahwa simbol kunir putih memiliki nilai norma , serta di jelaskan pula dalam etnografi komunikasi model speaking yaitu terkait sikap dan aturan yang terjadi salam peristiwa merupakan sebuah norma.
Kapulaga bahan jamu yang juga dipakai dalam pembuatan jamu, selain khasiatnya kapulaga memiliki ciri khas, yaitu wanginya yang kuat yang dapat mempengaruhi wangi bahan jamu yang lain, ini merupakan simbol kapulaga. Hal tersebut dapat diartikan sebagai sikap atau perilaku seseorang yang mendominan dapat mempengaruhi orang lain. Kalau dapat dicontohkan adalah saat pemilik jamu godokan menentukan peran kerja atau menentukan resep jamu , semua pegawainya mengikuti arahan yang ditujukan. Artinya sang pemilik memiliki dominan yang lebih kuat dalam mengatur serta menentukan perihal dalam kelompok tersebut.
10 Dalam jamu godokan terdapat pula bahan-bahan jenis daun, diantaranya ialah daun kaca beling. Selain dipercaya dalam kesehatan daun kaca beling dipercaya oleh masyarakat Gringging memiliki sombol yang terlihat dari bentuk tumbuhannya yang bergerombol. Hal itu, diartikan sebagai sebuah kerukunan bagi masyarakat Gringging. Di dalam budaya jawa mereka menganut kepercayaan bahwa masyarakat yang bergrombol dan memiliki kerukunan akan menciptakan masyarakat yang sejahtera. Pengelolaan jamu godokan jua menerapkan kerukunan dalam pengelolaan jamu supaya menghasilkan jamu baik.
Selain kaca beling, simbol jamu yang terdapat dalam jamu godokan terdapat tanaman alang- alang. Alang-alang merupakan tanaman semak atau tanaman yang tumbuh liar, terkadang bahkan tidak pernah dianggap keberadaannya. Karena sering diabaikan alang-alang ternyata memiliki segudang manfaat dan khasiat dalam jamu. Masyarakat Gringging percaya bahwa alang-alang memiliki simbolyang di percaya,ialah dilihat dari bentuk alang-alang yang merunduk seperti padi.
Bentuk tersebut merupakan simbol yang melambagkan bahwa manusia harus memiliki sikap tidak sombong seperti hal nya alang-alang. Gambaran ungkapan yang dapat dikaitkan ialah sebagai manusia kita harus melihat kebawah jangan selalu melihat ke atas. Hal tersebut dapat di maknai sebagai nilai kerendahan hati.
Dalam jamu godokan terdapat bahan baku daun kayu putih. Ternyata daun kayu putih dipercaya memiliki simbol yang memiliki makna bagi masyarakat desa Gringging kediri, yaitu bentuknya yang kecil namun memiliki manfaat yang sanyat banyak. Dapat diartikan bahwa suatu hal yang kecil dapat bermanfaat dan berguna bagi siapa saja. Hal tersebut dapat digambarkan dalam periaku masyarakat seperti sekecil apapun partisipasi dalam pengelolaan jamu, pasti akan berguna dalam kelangsungan tujuan yang diinginkan.
Adapun bahan jamu yang terkenal dan selalu digunakan dalam jamu bahkan bahan masakan atau minuman ialah kayu manis. Masyarakat Gringging percaya bahwa kayu manis memiliki segudang manfaat, serta memiliki simbol dan makna yang di percayai. Simbol dari kayu manis adalah melambangkan sebuah keharuman yang khas yang dapat dibaurkan dalam bahan apa saja.
Makna dalam kehidupan masyarakat ialah, sikap manusia yang dapat berbaur dengan segala kalangan dengan bersosialisasi. Selain itu kayu manis juga dapat diartikan sebagai pelengkap. Hal tersebut dapat dipahami sebagai nilai sosial yang terkadung. Dalam pengelolaan jamu godokan contohnya, setiap anggota perlu adanya bersoaialisai satu sama lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dari beberapa hal di atas dapat dipahami bahwa masyarakat desa Gringging Kediri meyakini bahan baku jamu memiliki simbol-simbol yang diterapkan sebagai nilai-nilai kehidupan sehari- hari, yaitu nilai religius, nilai norma, nilai kerukuna, dan nilai rendah hati.Nilai-nilai tersebut merupakan nilai budaya atau kearifan lokal budaya jamu dalam pengelolaan jamu godokan di desa Gringging Kediri.
Perilaku Komunikasi Pada Pegelolaan Jamu Godokan Di Desa Gringging Kediri
Pada pembahasan selanjutnya peneliti akan membahas terkait perilaku komunikasi yang terjadi pada pengelolaan jamu godokan di desa Gringging Kediri. Dalam pengelolaan jamu godokan di desa Gringging Kediri ini, mereka memilik peristiwa-peristiwa komunikasi. Untuk melakukan atau melaksanakan peristiwa pengelolaan jamu godokan, peneliti menemukan beberapa tahap yang harus di kerjakan. Hal ini merupakan proses pembuatan jamu godokan dari bentuk bahan-bahan baku jamu menjadi sebuah jamu godokan.
Tahap pertama yang dilakukan adalah mencari bahan baku proses ini adalah proses pencarian bahan baku mentah seperti tanaman – tanaman berkhasiat yang dgunakan dalam proses membuat jamu.pencarian bahan baku tersebut dilakukan dengan mencari langsung pada petani agar dapat bahan yang lebih berkualitas dan harga yang lebih miring.
11 Tahapan selanjutnya adalah proses penjemuran bahan baku. Bahan – bahan jamu yang telah di cari tadi dan telah di iris tipis oleh petani lalu di bawa dan di jemur oleh pengelola hingga menjadi kering dengan pemaparan sinar matahari, dengan alasan manfaat matahari dan penggunaan cara kuno, supaya tidak meninggalkan budaya dulu. pengelola percaya bahwa sinar matahari selain manfaat untuk mengerinkan ,juga memiliki makna sebagai memberkati atau maksudnya dengan menggunakan sinar matahari bahan -bahan tersebut membawa berkah kebaikan dalam kehidupan manusia.
Setelah di keringkan dan di pisahkan simplisianya Tahap selanjutnya yaitu tahap meramu , proses ini merupakan proses penting dalam proses pengolahan jamu. Dalam hal ini pemilik pengelola memiliki peran penting dalam proses ini, dikarenakan ia lah yang tau dan paham akan resepnya. Seperti menentukan apa yang harus dicampurkan dan tidak boleh di campur.Proses berikutnya ialah proses kemasan. Setelah melalui proses meramu dan penentuan resep yang ada, setelah itu dilakukan proses pengemasan terhadap jamu.
Supaya mudah dan menarik bagi konsumen. Dan yang terakhir adalah proses penjualan jamu.
Dari uraian di atas dapat di jabarkan mengenai perilaku komunikasi yang terjadi dalam pengelolaan jamu godokan tersebut lebih kepada peristiwa yang terjadi terus berulang dalam pengelolaan jamu godokan . hal ini, memiliki keterkaitan dengan etnografi komunikasi yang di paparkan oleh Dell Hyme sebelumnya bahwa sebuah interaksi komunikasi yang menimbulkan peristiwa- peristiwa komunikasi memiliki keterkaitan dengan hubungan - hubungan budaya yang menimbulkan perilaku – perilaku komunikasi.
Pola Komunikasi Yang Terjadi Dalam Mengelola Jamu Godokan Di Desa Gringging Kediri
Pembahasan ini, akan memaparkan bagaimana menciptakan atau terbentuknya pola komunikasi dalam mengelola jamu Godokan di desa Gringging Kediri. Pola komunikasi identik dengan proses komunikasi karena pola komunikasi merupakan bagian rangkaian menyampaikan pesan sehingga diperoleh feedback dari penerima pesan. Dalam penelitian ini peneliti melihat bahwa terjadi sebuah komunikasi yang memiliki paham atau pengetahuan yang sama terhadap pengelolaan jamu godokan. Dimana pemahaman- pemahaman atau kepercayaan terhadap nilai- nilai jamu sebagai nilai-nilai kearifan lokal.
Nilai – nilai yang dimaksud ialah adaanya nilai religius atau nilai kepercayaan pada ibadah, nilai norma , nilai kedisiplinan , nilai kerukunan dan nilai rendah hati.
Dalam perilaku komunikasi terdapat peristiwa komunikasi atau bisa di sebut juga peristiwa tutur. Dapat dipahami bahwa pola komunikasi dalam pengelolaan jamu godokan bisa berlangsung efektif berdasarkan peristiwa komunikasi yang terjadi. Salah satu ahli pakar etnografi komunikasi yaitu Dell Hyme membuat model etnografi komunikasi dalam model SPEAKING untuk membantu pencarian peristiwa komunikasi pada pengelolaan jamu godokan di desa Gringging Kediri. Hal itu pun dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan model SPEAKING.
Pertama adalah Setting and scene,yang maksudnya adalah mencakup waktu dan lokasi. Komunikasi yang berlangsung pada pengelolaan dan anggota yang terlibat di sesuaikan dengan jam kerja yang telah ada. Namun, Waktu dan tempat komunikasi yang berlangsung tidak bisa ditentukan , karena pembagian peran atau pekerjaan yang telah di tetapkan atau bahkan masih bisa berubah - ubah. Seperti saat mencari bahan baku jamu , orang yang di tunjuk untuk mencari bahan baku bisa berubah – ubah waktu dan tempatnya, karena harus datang langsung ke petaninya yang keberadaanya di berbagai tempat . Begitu pula orang yang di tunjuk untuk proses pengolahan penjemuran bahan baku. Orang
12 tersebut harus menentukan temperatur suhu yang sesuai untuk penjemuran. Baik itu waktu yang tepat maupun tempat yang tepat. Maka waktu dan tempat komunikasi yang berlangsung di sesuaikan dengan bagianya masing – masing disaat jam kerja. Selain itu untuk pekerja di bagian peramuan memiliki tempat dan waktu sendiri yang di tentukan pula oleh pengelola atau pemiliknya.
Kedua adalah Participants. Partisipan disini dimaksudkan sebagai analisis kepribadian dan posisi sosial atau hubungan yang terjadi dalam pengelolaan jamu godokan. Partisipan yang terkait berjumlah 4orang , satu diantaranya merupakan penerus dalam mengelola industri jamu tradisional yang merupakan keluarga dan juga orang yang dipercayai untuk mengatur berjalnya pekerjaan.dapat dikatakan pula sebagai pemilik penerus pengelolaan jamu godokan. Dari salah satu sumber yang terkait ia memaparkan bahwa ia memeiliki hubungan dalam pengelolaan tersebut serta memiliki posisi sosial, dimana ia memiliki partisipasi penting dalam pengolahan jamu, dan memiliki peran yang tidak kalah baiknya dengan yang lain. Jumlah partisipan tidak dapat di tentukan karena terkadang saat pesanan datang banyak atau bahan baku yang datang banyak hingga kewalahn maka akan di tambah pekerja sementara, yang merupakan masyarakat sekitar yang dipercaya dan dikenal oleh pemilik pengelola.
Ketiga adalah Eds. Disini dapat di artikan sebagai tujuan dan hasil yang diinginkan. Dalam peristiwa komunikasi, setiap anggota kelompok memiliki tujuan dan hasil yang diinginkan. Dari hasil pengamatan peneliti dapat di sampaikan bahwa para anggota memeiliki tujuan yang sama , memiliki pemahaman yang sama dalam pengelolaan jamu godokan di desa Gingging Kediri , untuk menghasilkan apa yang di tuju. Seperti halnya dalam mengelola jamugodokan yang baik dan berkualitas, mereka tidak merubah resep yang sudah ada dari turun temurun yang telah diwariskan. Mereka ingin terus mempertahankan kualitas resep yang asli yang telah dimiliki sejak lama, meskipun harus menunggu bila bahan bakunya tidak ada, supaya mereka mendapatkan hasil jamu yang berkualitas berdasarkan resep ada. Selain itu tujuan pengelolaan jamu godokan juga bertujuan untuk membantu orag-orang dalam penyembuhan penyakit yang di derita.
Bahkan tujuan utama dalam pengelolaan jamu gofokan ini yaitu, tujuan untuk menambah pengasilan atau bisa juga di katakan meningkatkan perekonomian bagi masyarakat desa Gringging Kediri.
Keempat adalah Act Squence. Hal ini merujuk kepada bentuk ujaran atau kata yang digunakan dan bagaimana digunakanya,ujaran antara apa topik dan situasi yang digunakan dalam pembicaraan. Seperti halnya pembicaraan dalam topik masalah ramuan atau resep jamu, bentuk ujaranya menjadi lebih serius dan sedikit formal, karena ini merupakan hal yang penting dan cukup serius untuk di perbicarakan. Berbeda lagi dengan saat situasi santai atau jam istirahat susasana perbincangan atau ujaran pun lebih santai bahkan paticipant kerap bertukar pikiran dan, sempat bercanda pula. Sebab itu peristiwa tersebut menciptakan suatu hubungan yang didalamnya memiliki prilaku – prilaku komunikasi yang baik dan efektif.
Kelima adalah Key. Key disini adalah nada atau mode yang dipakai. Hal ini merujuk pada cara, nada(logat), dan semangat bicara pada saat pesan disampaikan.
Pemilik pengelola misalnya, ia memiliki sikap yang ramah terhadap pekerja lainya, bahkan dalam saat pengamatan peneliti ia sempat melontarkan candaan candaan bahasa jawa pada pekerja lain. Ini merupakan bahasa atau logat jawa timuran yang digunakan untuk mencairkan suasana kegiatan kerja supaya para pekerja tidak melulu serius dan tegang atau tertekan akan pekerjaanya. Namun, selain ramahia juga tidak melupakan sisi sikap tegas dan disiplin. Ada kalanya saat proses penjemuran bahan baku pemilik memeriksa dengan saksama bagaimana proses dan perkembangan penjemurah bahan baku. Kareana hal – hal
13 tersebut pekerja lain pun mengikuti arahanya dengan baik. Dengan kata lain pesan – pesan yang dikirim oleh pemilik pengelolaan jamu godokan mengenai peristiwa tutur yang dimaksud, kemudian melibatkan partisipan lain, memberikan pengaruh yang baik dan memberikan respon atau feeedback yang baik pula.
Keenam adalah Intruments. Ini merupakan jalur bahasa atau saluran bahasa yang disampaikan melalui (media). Percakapan antara partisipan berlangsung pada 2 jalur, yaitu jalur langsung atau interaksi secara langsung, dan juga jalur media telekomunikasi baik telepon atau telepon genggam(handphone). Jalur langsung atau interaksi secara langsung terjadi pada saat partisipan yang terlibt percakapan berada di lokasi pengelolaan atau bisa disebut tempat kerja, sedangkan jalur dengan media elektronik biasanya terjadi saat partisipan di tempat kerja melakukan percakapan pada partisipan yang sedang melakukan pekerjaan diluar, namun hal ini tidak terlalu sering terjadi.
Ketujuh adalahNorms. Norms atau norma , merupakan aturan – aturan interaksi dalam pengolahan jamu. Dalam pengelolaan jamu godokan ternyata memiliki banyak norma atau aturan yang dapat diketahui, seperti aturan - aturan pembuatan jamu yang juga telah memiliki undang – undang dari pemerintah. Selain itu, norm di sini dapat diartikan juga sebagai kerangka kerja untuk memproduksi jamu godokan. Dari hasil penelitain, peneliti menemukan peristiwa proses pembuatan jamu diantaranya, adanya proses pencarian bahan – bahan baku jamu yang dilakukan oleh pengelola, pencarian bahan dilakukan langsung pada petani tanaman herbal, lalu di bawa dan dilakukan proses penjemuran menggunakan sinar matahari hingga kering, sesuai aturan yang di tetapkan, bahwa penjemuran harus menggunakan sinar matahari karena kepercayaan akan kerahmatan tuhan yang menciptakan matahari,juga sebagai doa untuk bahan yang di jemur. Menariknya, hal-hal tersebut menciptakan kebudayaan prilaku- prilaku komunikasi yang khas.
Kedelapan adalah Genre. Disini genre didefinsikan sebagai tipe peristiwa.
Maksudnya, jenis komunikasi dalam pengelolaan jamu godokan termasuk tipe peristiwa komunikasi non formal. Dapat dilihat pada saat diskusi atau komunikasi lainya tidak ada pidatosecara formal, melainkan menggunakan komunikasi dengan percakapan yang santai dengan diselingi kalimat- kalimat candaan.
Dengan berdasarkan nilai- nilai kearifan lokal dari jamu godokan di desa Gringging Kediri, timbulah peristiwa komunikasi yang berhasil membuat perilaku – perilaku komunikasi dalam peengelolaan jamu godokan. Selanjutnya setelah mengamat dan meneliti, peneliti juga mlihat bahwa berasal dari perilaku – perilaku komunikasi tersebut terbentuklah pola komunikasi yang efektif. Hakikatnya pola komunikasi sendiri dapat di artikan sebagai bentuk komunikasi. pola komunikasi yang terjadi dalam penelitian ini adalah bentuk komunikasi vertikal dengan arah kebawah. Komunikasi vertikal kebawah atau biasa di sebut dengan hiraki, merupakan komunikasi pesan dari yang memiliki kekuasaan atau wewenang. Hal ini melibatkan intruksi, anggaran, yang di setujui atau tidak dan mencatat perubahan yang lainya. Bila dikaitkan dengan penelitian , di sini pemilik pengelola merupakan komunikator yang memiliki hak atas penyampaian pesan seperti intruksi, anggara, menentukan aturan, menentukan peranan kerja terhadap para pegawainya. Pesan tersebut dapat di sampaikan secara langsung maupun melalui media.
Pola tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
14 PENUTUP
Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian yang telah di paparkan, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut; nilai - nilai kearifan lokal budaya jamu mencakup kepercayaan akan simbol – simbol budaya bahan jamu. masyarakat desa Gringging Kediri meyakini bahan baku jamu memiliki simbol-simbol yang diterapkan sebagai nilai – nilai kehidupan sehari-hari, yaitu nilai religius, nilai norma, nilai kerukuna, dan nilai rendah hati.Nilai-nilai tersebut merupakan nilai budaya atau kearifan lokal budaya jamuyang juga diterapkan dalam pengelolaan jamu godokan di desa Gringging Kediri.
Dengan pemahaman yang sama dan di sepakati, mengenai nilai budaya jamu menimbulkan peristiwa – peristiwa atau kegiatan dalam pengelolaan jamu godokan . dimana peristiwa-peristiwa yang terjadi menghasilkan perilaku-perilaku komunikasi. perilaku komunikasi yang terjadi pada peristiwa pegelolaan jamu godokan terdiri atas proses pembuatan jamu godokan dari bahan baku berupa tanaman hingga menjadi jamu godokan. Namun, menariknya dalam pengelolaan jamu godokan mereka tidak menggunakan peralatan yang sudah canggih melainkan menggunakan cara-cara kuno yang digunakan oleh pendahulu mereka yang memiliki makna tersendiri.
Selanjutnya, pola komunikasi dalam mengelola jamu godokan di desa gringging Kediri terlihat dengan adanya struktur organisasi hiraki yang tanpa disadari terjadi dengan dorongan dari pemilik atau pemimpin dengan memberikan intruksi atau penjelasan mengenai pencapaian dari tujuan yang diinginkan, diantaranya, untuk menambah tumbuh kembangnya perekonomian dalam bidang jamu, membantu meningkatkan fasilitas kesehatan , serta yang tidak boleh dilupakan ialah untuk terus melestarikan budaya jamu di indonesia.
15 DAFTAR PUSTAKA
1) Aspand. (2004). industri jamu di Indonesia.
2) Beritagar.id. (2018). Daya tarik pengobatan tradisional pada era modern.
3) Darmastuti, R. (2013). MINDFULLNESS DALAM KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA (Mapa, Ed.). yogyakarta: buku litera yogyakarta.
4) Deddy, M. (2003). Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial. PT. Remaja Rosdakarya.
5) Djam’an, Komariah, & Aan. (2013). Metodologi Peneliatian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
6) Hidayat, D. (2013). Permainan tradisional dan kearifan lokal kampung dukuh garut selatan jawa barat. 05(02), 1057–1070.
7) Hidayat, D. (2019). Nilai-nilai budaya soméah pada perilaku komunikasi masyarakat Suku Sunda. 7(1), 84–96.
8) Iswatiningsih, D. D., & Si, M. (1994). ETNOGRAFI KOMUNIKASI : SEBUAH PENDEKATAN DALAM MENGKAJI. 38–45.
9) Jane, S., & Beers. (2013). JAMU SAKTI ; Basmi Penyakit, Awet Muda dan Kecantikan.
Jakarta: PT. Ufuk Publishing House.
10) Kuswarno. (2006). etnografi komunikasi.
11) Kuswarno. (2008). etnografi Komunikasi (Metode Penelitian Komunikasi).
12) Meleong, lexy J. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdaka Offset.
13) Rahmayani, E., & Dkk. (2017). Pola Perilaku Komunikasi Masyarakat di Kawasan Adat AMMATOA KAJANG. 6(2), 361–370.
14) Rakhmat, J., & Subandy, I. (2016). METODE PENELITIAN KOMUNIKASI (revisi ked;
R. Karyanti, Ed.). bandung: simbiosa rekatama media.
15) Rizak, M. (2018). Peran Pola Komunikasi Antarbudaya Dalam Mencegah Konflik Antar Kelompok Agama. Islamic Communication Journal, 3(1), 88.
https://doi.org/10.21580/icj.2018.3.1.2680
16) Saleh, R. (2017). Kajian Etnografi Komunikasi Pada Pengguna Aplikasi.
17) Satriyati, E. (2016). POLA TRADISI MINUM JAMU : UPAYA PEMERTAHANAN PENGOBATAN LOKAL SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT. 9(2), 115–122.
18) Supriadi, & Dkk. (2001). Tumbuhan Obat Indonesia: Penggunaan Dan khasiatnya.
19) Susanti, S. (2017). Kearifan lokal sunda dalam pemanfaatan tanaman berkhasiat obat oleh masyarakat cipatat kabupaten bandung barat. Wacana, 16(2), 291–298.
20) Urip Mulyadi, D. M. K. (2019). Pola, Perilaku Dan Praktek Komunikasi Islam Pada Kelompok Tradisional Dalam Mengakses Media Online. Mediakita, 1(2), 129–139.
https://doi.org/10.30762/mediakita.v1i2.362
21) Yohana, N., & Wulandari, T. (2014). Perilaku Komunikasi Kelompok Komunitas Virtual Communication Groups Behaviour of Kaskus Virtual Community of Riau Raya Region. (0761), 117–128.
22) Zakiah, K. (2005). Penelitian Etnografi Komunikasi : Tipe dan Metode. (56), 181–188.
23) Zamzami, L. (2016). Dinamika Pranata Sosial Terhadap Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan Dalam Melestarikan Budaya Wisata Bahari. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 18(1), 57. https://doi.org/10.25077/jantro.v18.n1.p57-67.2016