• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUTORIAL 1 HUKUM HAM LANJUTAN Discussion Task (2): SANKSI ADAT KASEPEKANG DAN HAM

N/A
N/A
dithaaristyaa

Academic year: 2023

Membagikan "TUTORIAL 1 HUKUM HAM LANJUTAN Discussion Task (2): SANKSI ADAT KASEPEKANG DAN HAM "

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TUTORIAL 1

HUKUM HAM LANJUTAN

Discussion Task (2): SANKSI ADAT KASEPEKANG DAN HAM

KELOMPOK 3

1. Effie Maria Lamtiur Sipahutar (2104551320)

2. Ramadhan Al-Muthahar (2104551323)

3. Km. Ditha Aristya Pramesti (2104551325)

4. Putu Radinia Arva Adistya (2104551326)

5. Victoria Beatrice Angelica (2104551330)

KELAS D

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2023

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Pulau Bali merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki ciri khasnya tersendiri. Bali memiliki beragam budaya dan tradisi yang menjadikan pulau Bali menjadi salah satu destinasi wisata baik untuk wisatawan domestik maupun mancanegara. Salah satu hal yang menjadi ciri khas tersendiri yang ada di pulau Bali adalah keberadaan Desa Adat dan Desa Pakraman. Peraturan Daerah Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat yang dalam definisinya adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat hindu secara turun temurun dalam ikatan khayangan tigaatau khayangan desayang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Sedangkan, Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman Pasal 1 ayat 4 “Desapakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.”

Dalam penerapan pemerintahan Desa Pakraman terdapat berbagai peraturan atau awig- awig yang berlaku untuk warga Desa Pakraman. Awig–awig merupakan aturan yang dibuat oleh krama desa / Banjar Pakramanyang dpakai sebagai pedoman dalam melaksanakan Tri Hita Karana sesuai dengan Desa Mawacaradan Dharma Agama. Setiap aturan tidak terkecuali dengan awig-awig dan peraremakan memiliki sanksi sebagai tindakan untuk memberi efek jera kepada setiap orang yang diatur di dalam masyarakat desa adat. Salah satu keunikan aturan desa adat atau desa pakraman di Bali yakni adanya sanksi adat yang bersifat lembut sebagai teguran dan sampai yang cukup keras bagi masyarakat adat yang melakukan kesalahan atau pelanggaran aturan desa adat di wilayah tersebut.

Kasepekang merupakan salah satu sanksi adat Bali, dimana si penerima sanksi akan dikucilkan, diasingkan atau diberhentikan dari kegiatan di desa (Madesa). Secara etimologis kata Kasepekang berarti dikucilkan atau diasingkan. Warga masyarakat (krama adat) yang terkena sanksi ini dianggap sebagai orang asing tidak sebagai role

(3)

accupant atau penghuni asli dari tata tertib hukum yang berlaku di desa atau di wilayah persekutuan hukumnya. Lebih jelasnya dapat di paparkan bahwa kasepekang adalah salah satu sanksi pengucilan adat yang ada di setiap wilayah adat untuk warga adatnya sendiri. Hal ini dikarenakan si pelaku melanggar aturan desa adat berkali-kali (keterlaluan), sehingga sanksi ini dianggap pantas untuk diberikan.

II. Rumusan Masalah

Harian Bali Post memberitakan terjadinya kasus adat yang menjadi perhatian publik di tahun 2012. Beberapa keluarga di Desa Sulang Kabupaten Klungkung yang menyandang gelar Gusti dikenakan sanksi adat kasepekang (dikucilkan secara adat) melalui paruman (rapat) Desa Pakraman Sulang. Berdasarkan hasil paruman tersebut, mereka yang terkena sanksi kasepekang diwajibkan meninggalkan tanah pekarangan yang telah ditempatinya selama bertahun-tahun dengan alasan bahwa tanah tersebut adalah tanah ayahan desa (tanah milik desa pakraman). Oleh karena mereka tidak bersedia meninggalkan tanah sengketa, krama Desa Pakraman Sulang kemudian bertindak memagari dan menanami tanah tersebut dengan pohon pisang.

1. Apakah penerapan sanksi adat kesepekang bertentangan dengan HAM?

2. Jika merujuk pada pandangan bahwa HAM merupakan nilai yang bersifat universal, apakah sanksi adat kasepekang yang merujuk pada nilai tradisional dapat diabaikan?

(4)

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Penerapan Sanksi Adat Kasepekang Bertentangan Dengan HAM

Apabila dilihat melalaui sudut pandang Hak Asasi Manusia, penerapan sanksi adat kasepekang berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia "Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, social, budaya, dan aspek kehidupan lainnya". Berdasarkan undang-undang tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penerapan sanksi adat kasepekang merupakan salah satu bentuk Diskriminasi. Kemudian pada Universal Declaration of Human Rights Pasal 7, disebutkan bahwa "Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam itu".

2.2. Pandangan Bahwa HAM Merupakan Nilai Yang Bersifat Universal, Sanksi Adat Kasepekang Yang Merujuk Pada Nilai Tradisional Dapat Diabaikan

Meskipun Hak Asasi Manusia merupakan nilai yang bersifat universal, perapan sanksi adat kasepekang tidak dapat mengabaikan nilai tradisional. Hal ini dikarenakan, pasal 6 ayat (1) Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa "Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah". Selain itu dalam Universal Declaration of Human Rights Pasal 27 ayat 1 disebutkan bahwa "Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, untuk mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan manfaatnya".

(5)

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan kedua rumusan masalah diatas, sesuai dengan pasal 1 ayat (3) Undang - Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Universal Declaration of Human Rights Pasal 7 dapat disimpulkan bahwa penerapan sanksi adat kesepekang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Hal ini, disebabkan karena pengucilan merupakan salah satu bentuk Diskriminasi yang melanggar Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Namun, tersebut tidak dapat membuat nilai tradisional sanksi adat kasepekang dapat diabaikan, sebab penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, serta setiap orang memiliki hak untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat.

(6)

DAFTAR PUSTAKA

JURNAL

I Gede Yoga Paramartha Duarsa (2020) Penerapan Sanksi Adat Kasepekang Di Desa Adat Tanjung Benoa Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung, Jurnal Konstruksi Hukum.

I Gede Hadi Susena (2016) Pelaksanaan Sanksi Adat Kasepekang (Studi Di Desa Pakraman Asak Karangasem), Jurnal Kertha Desa.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Universal Declaration of Human Rights.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman.

Referensi

Dokumen terkait

Rancang Bangun Aplikasi Presensi Dosen dan Mahasiswa Berbasis Android dan Cloud Server Rudy Kurniawan¹, Tri Hendrawan Budianto², Welly Yandi3 1Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Peraturan Daerah yang dimaksud adalah Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Penetapan Kembali Negeri Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Wilayah