• Tidak ada hasil yang ditemukan

She underwent filtration surgery trabeculectomy 8 months ago and Glaucoma Drainage Device (GDD) implantation 2 weeks ago

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "She underwent filtration surgery trabeculectomy 8 months ago and Glaucoma Drainage Device (GDD) implantation 2 weeks ago"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENANGANAN KOMPLIKASI PASCAOPERASI GLAUCOMA DRAINAGE DEVICE IMPLANT

ABSTRACT Introduction :

Glaucoma surgery can effectively reduce intraocular pressure and delay disease progression. The use of glaucoma drainage implants has increased in recent years, especially relative to other surgical glaucoma procedures such as trabeculectomy. Although mainly used in cases of previously failed trabeculectomy. Overfiltration, fibrosis, tube exposure, tube occlusion, tube retraction and diplopia to list a few potential complications. One of the most worrisome long-term complications after aqueous shunt implantation is the development of corneal decompensation.

Purpose :

To describe technique of GDD implant’s tube cutting in a case of corneal edema as a complication of GDD implantation.

Case report :

A 66-years-old woman came to Cicendo National Eye Centre Hospital on September 1st 2016 with chief complain of blurred vision and foreign body on her Left Eye (LE). She underwent filtration surgery trabeculectomy 8 months ago and Glaucoma Drainage Device (GDD) implantation 2 weeks ago. Visual acuity on the RE was 0.8 ph 1.0 and LE was closed face finger counting (cffc). The intraocular pressure of the LE was 6 mmHg. Other findings were ciliary injection, corneal edema, descemet’s fold, depth of anterior chamber was Van Herrick grade I and tube implant in anterior chamber almost touching corneal endothelium. The patient was undergoing next operation to prevent further damage of corneal endothelium by cutting the tube implant.

Conclusion :

Management of incorrect positioned tube of GDD implant can be done by cutting the tube implant to make the tube away from corneal endothelium.

I. Pendahuluan

Operasi filtrasi merupakan salah satu cara efektif dalam menurunkan tekanan intraokular dan memperlambatkan progresifitas penyakit pada glaukoma.

Pemasangan Glaucoma drainage device (GDD) merupakan prosedur bedah modern dalam penanganan glaukoma. Pemasangan GDD implan sering dipilih pada pasien yang gagal setelah menjalani operasi trabekulektomi.1,2

1

(2)

Pemasangan GDD implan dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang terjadi berhubungan dengan tube dan plate GDD. Komplikasi yang paling sering yaitu filtrasi yang berlebih, fibrosis, tube exposure, oklusi tube, tube yang tertarik, dan diplopia. Salah satu komplikasi yang lama setelah pemasangan GDD implan yaitu keadaan menuju terjadinya dekompensasi kornea.2,3

II. Laporan Kasus

Seorang wanita usia 66 tahun datang ke Poli Glaukoma RS Mata Cicendo pada tanggal 14 Desember 2015 dengan keluhan utama mata kiri nyeri sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien dikonsulkan dari unit Katarak dan Bedah Refraktif. Penglihatan buram perlahan pada mata kiri sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Mual dan muntah tidak ada. Nyeri kepala kiri ada.

Riwayat trauma, mata merah berulang, pemakaian obat tetes lama pada mata kiri, mengkonsumsi obat-obatan lama dan riwayat keluarga yang keluhan sama disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit sistemik diabetes mellitus dan hipertensi ada pada pasien dalam pengobatan rutin. Riwayat asma disangkal oleh pasien.

Riwayat pengobatan timolol maleat 0.5 % tetes mata pada mata kiri sejak satu minggu yang lalu dari RS di Sumedang tetapi keluhan tidak membaik. Keluhan pada mata kanan tidak ada. Riwayat operasi katarak pada mata kanan satu tahun yang lalu di unit Katarak dan Bedah Refraktif RS Mata Cicendo.

Pemeriksaaan status generalis dan tanda vital dalam batas normal.

Pemeriksaan oftalmologis didapatkan tajam penglihatan mata kanan 0.63 ph 1.0 dan mata kiri presepsi cahaya proyeksi baik. Posisi bola mata orthotropia dan gerakan bola mata baik ke segala arah. Tekanan intraokular (TIO) dengan tonometri aplanasi Goldmann pada mata kanan yaitu 18 mmHg dan mata kiri 38 mmHg. Pemeriksaan lampu celah mata kiri didapatkan blefarospasme, injeksi siliar, kornea edema dan mikrobula, bilik mata depan dangkal Van Herrick (VH) gr II, Flare dan cell sulit dinilai, pupil bulat middilatasi, iris sinekia posterior (+), dan lensa keruh (NO6NC6). Segmen posterior mata kiri tidak dapat dinilai.

Pemeriksaan oftalmologis mata kanan didapatkan kelopak mata tenang, konjungtiva tenang, kornea jernih, bilik mata depan VH gr III, Flare dan cell -/-,

(3)

pupil bulat, iris sinekia -,dan lensa Posterior Chamber Intra Ocular Lens (PC IOL) (+). Segmen posterior mata kanan dalam batas normal. Pemeriksaan rasio cup/disc mata kanan 0,3 dan mata kiri sulit dinilai.

Pemeriksaan dengan gonioskopi dengan lensa Sussmann 4- mirror pada mata kanan didapatkan gambaran sudut terbuka dengan scleral spur pada seluruh kuadran dan matakiri didapatkan gambaran sudut tertutup dengan schwalbe line diseluruh kuadran. Pemeriksaan Ultrasonografi mata kiri kesan dalam batas normal. Pasien didiagnosis dengan Glaukoma sekunder sudut tertutup OS, Katarak Senilis Matur OS, Pseudofakia OS, Diabetes mellitus dan Hipertensi.

Pasien ditatalaksana dengan timolol maleat tetes mata 0,5% 2xOD, acetazolamide 250mg tablet 3 kali sehari peroral, Kalium aspartate tablet satu kali sehari peroral.

Tekanan intra okular saat kontrol satu minggu kemudian yaitu 42 mmHg lalu direncanakan untuk operasi combined + IOL OS. Operasi combined + IOL OS telah dijalankan pasien pada tanggal 7 Januari 2016.

Setelah operasi pada mata kiri saat pasien kontrol tekanan intraokular pada mata kiri tetap tinggi yaitu 44-52 mmHg lalu pasien disarankan laser suturelysis pada mata kiri pada tanggal 21 januari 2016 dengan tekanan intraokular yang baik setelah laser dengan pengobatan antiglaukoma yang sebelumnya dilanjutkan.

Tanggal 8 Agustus 2016 saat pasien kontrol rutin didapatkan visus mata kiri 0.05 ph sulit, pemeriksaan tekanan intraokular 38 mmHg, bleb (+), edema kornea, kedalam bilik mata depan VH grade II, Flare dan cell -/-, pupil bulat, iris sinekia (-), dan lensa PC IOL (+) dengan pigmen iris (+). Pasien direncanakan operasi pemasangan GDD implant pada mata kiri. Operasi pemasangan GDD implan dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus 2016.

Tanggal 1 September 2016 keluhan rasa mengganjal pada mata kiri dan penglihatan yang tetap buram. Pemeriksaan oftalmologis didapatkan tajam penglihatan mata kiri 1/300. Tekanan intraokular (TIO) dengan tonometri aplanasi Goldmann pada mata kanan yaitu mata kiri 6 mmHg. Pemeriksaan lampu celah mata kiri didapatkan injeksi siliar, kornea edema dan lipat descemet, bilik mata depan dangkal Van Herrick (VH) gr I, Flare dan cell sulit dinilai dan tampak tube GDD, pupil bulat, iris sinekia (-), dan lensa intra ocular (+). Segmen

(B)

3

(4)

posterior tidak dapat dinilai.

(A)

Gambar 2.1 Segmen anterior (A) Mata kanan. (B) Mata kiri

Pasien didiagnosis dengan Glaukoma sekunder terkontrol OS (post GDD implan), Pseudofakia ODS, Diabetes mellitus dan Hipertensi lalu direncanakan pemotongan tube implan mata kiri.

Prosedur persiapan tindakan operasi dan persetujuan telah dilakukan dan tindakan operasi dilakukan pada tanggal 6 September 2016. Prosedur operasi sebagai berikut (Gambar 2.2) : pasien ditidurkan telentang dalam narkose umum, pada mata kanan dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan betadine, kemudian dipasang sterile drape, kemudian dipasang spekulum (1). Insisi pada kornea dengan balde 150 pada jam 12 sampai jam 2 (2). Dilakukan sinekiolisis pada lokasi yang terdapat sinekia anterior. Bilik mata depan diinjeksikan cairan viskoelastik untuk membentuk bilik mata depan. Dilakukan insisi sideport kornea pada jam 10 (2). Ujung tube di fiksasi dengan pinset ultrata lalu dengan gunting fanas tube dipotong (3). Potongan tube dikeluarkan melalui mainport (4). Insisi di jahit dengan ethylon 10.0 dan operasi selesai. Terapi pascaoperasi adalah ciprofloksasin 2x500 mg po, natrium deklofenak 2x50 mg po, ofloksasin 6x1gtt OD, prednisolone asetat 6x1gtt OD, salep hodrokortison-kloramfenikol eo 3x OD

1 2

B

(5)

Gambar 2.2 Langkah-langkah pemotongan tube.

Satu hari pascaoperasi dilakukan pemeriksaan oftalmologis dengan tajam penglihatan mata kanan 0.63 ph 1.0 dan mata kiri cffc. Tekanan intra okular mata kanan 18 mmHg dan mata kiri 8 mmHg. Segmen anterior mata kiri palpebra blefarospasme, konjungtiva injeksi siliar, kornea edema, lipat descemet (+) dan hecting intak, bilik mata depan VH gr II dangkal di inferotemporal, ujung tube tidak tampak, Flare dan cell sulit dinilai. Iris dan lensa sulit dinilai. Pasien disetujui rawat jalan, pengobatan dilanjutkan dan kontrol 5 hari yang akan datang.

Pemeriksaan hari ke-7 pascaoperasi pemotongan tube implant didapatkan tajam penglihatan mata kanan 0.63 ph 1.0 dan mata kiri cffc. Tekanan intra okular mata kanan 14 mmHg dan mata kiri 10 mmHg. Segmen anterior mata kiri palpebra blefarospasme, konjungtiva injeksi siliar, kornea edema, lipat descemet (+) dan hecting intak, bilik mata depan VH gr II, ujung tube tidak tampak, Flare dan cell sulit dinilai. Iris dan lensa sulit dinilai. Pengobatan prednisolone asetat tetes 5 kali sehari selama satu minggu dan 4 kali sehari pada minggu kedua, dan hyperosmolar agent tetes 4 kali sehari dan disarankan kontrol kembali dua minggu yang akan datang.

Gambar 2.3 Segmen anterior mata kiri pascaoperasi hari ke-7

Pemeriksaan hari ke-21 pascaoperasi didapatkan tajam penglihatan mata kanan 0.63 ph 1.0 dan mata kiri cffc. Tekanan intra okular mata kanan 14 mmHg dan mata kiri 10 mmHg. Segmen anterior mata kiri palpebra blefarospasme,

3

C 4

D 5

(6)

konjungtiva injeksi siliar, kornea edema, lipat descemet (+) dan hecting intak, bilik mata depan VH gr II, ujung tube tidak tampak, Flare dan cell sulit dinilai.

Iris irregular dan lensa intra okular (+). Pengobatan prednisolone asetat tetes 3 kali sehari selama satu minggu, 2 kali sehari pada minggu kedua, dan hyperosmolar agent tetes 4 kali sehari dan disarankan kontrol kembali dua minggu yang akan datang.

Gambar 2.4 Segmen anterior mata kiri pascaoperasi hari ke-36

Pemeriksaan hari ke-36 pascaoperasi tajam penglihatan mata kanan 0.63 ph 1.0 dan mata kiri cffc. Tekanan intra okular mata kanan 18 mmHg dan mata kiri 12 mmHg. Segmen anterior mata kiri palpebra blefarospasme, konjungtiva injeksi siliar, kornea edema, lipat descemet (+) dan hecting intak, bilik mata depan VH gr II, ujung tube tidak tampak, Flare dan cell sulit dinilai. Iris irregular dan lensa intra okular (+). Pengobatan prednisolone asetat tetes 1 kali sehari selama satu minggu, hyperosmolar agent tetes 4 kali sehari.

III. Pembahasan

Glaukoma adalah sekumpulan gejala dan penyakit yang ditandai adanya neuropati diskus optikus disertai gangguan lapang pandang dan hilangnya fungsi penglihatan. Peningkatan tekanan intraokular merupakan salah satu faktor resiko primer. Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan tertutup dan sebagai glaukoma sudut primer dan sekunder.1,2

(7)

Glaukoma sekunder dapat disebabkan oleh keadaan lensa yang katarak.

Peningkatan tekanan intraokular pada katarak dapat disebabkan karena dislokasi lensa, lensa yang bengkak (intumescent cataract), inflamasi karena reaksi phacoanaphylaxis dan partikel lensa yang menyumbat trabekular meshwork.

Kebanyakan pasien dengan glaukoma sekunder karena katarak memiliki keluhan buram (94,7%), nyeri mata (84,2%), mata merah (81,6%), nyeri kepala (68,4%), dan muntah (36,8%). Keluhan pada pasien ini adanya buram, nyeri, sakit kepala tanpa adanya muntah yang sesuai dengan gejala-gejala yang sering terjadi pada kasus glaukoma dan katarak dengan anamnesis yang telah menyingkirkan penyebab lain dari glaukoma pada pasien ini.4,5

Glaukoma phacomorphic merupakan salah satu jenis glaukoma sekunder akut sudut tertutup yang disebabkan oleh lensa katarak yang bengkak atau intumescent.

Keadaan ini menyebabkan hambatan pretrabekular dari aliran humor akuos.

Edema kornea, peningkatan tekanan intraokular, penurunan ketajaman penglihatan, sudut tertutup pada pemeriksaan gonioskopi merupakan tanda-tanda pada glaukoma sekunder sudut tertutup karena katarak. Pemeriksaan oftalmologis pasien pada saat pertama kali datang ke Poli Glaukoma ditemukan penurunan visus, edema kornea, kedalaman bilik mata depan VH grade II dengan adanya kekeruhan pada lensa dan peningkatan tekanan intraokular. Tanda-tanda tersebut sesuai dengan penjelasan sebelumnya.4,5

Penanganan Glaukoma sekunder karena katarak dapat diberikan terapi medikamentosa terlebih dahulu. Prosedur bedah dapat dilakukan apabila terapi medikamentosa yang optimal gagal. Operasi glaukoma pada pasien katarak dapat meningkatkan perkembangan dari katarak sendiri. Prosedur operasi katarak dan trabekulektomi secara bersamaan atau yang disebut combined surgery merupakan salah satu penanganan pada glaukoma sekunder karena katarak dengan pertimbangan mengurangi resiko komplikasi yang lebih buruk dengan hasil operasi yang baik dan waktu pemulihan yang lebih pendek. Pada kasus ini pasien telah menjalankan operasi combined dan pemasangan lensa intraokular 1 tahun yang lalu. Tekanan bola mata pada pasien ini tetap meningkat setelah prosedur operasi tersebut walaupun dengan penambahan terapi medikamentosa.2,6,7

7

(8)

Pemasangan GDD implan merupakan salah satu prosedur yang dapat dipilih pada pasien yang tidak berespon dengan terapi medikamentosa maupun operasi trabekulektomi. Tujuan pemasangan GDD yaitu dengan membuat jalur alternatif aliran akuos dari bilik mata depan melalui selang ke ruang subkonjungtiva.8,9

Kesuksesan pemasangan GDD implan banyak telah dilaporkan, tetapi banyak komplikasi yang dapat terjadi karena prosedur ini. Komplikasi dari pemasangan GDD implan dapat dibagi berdasarkan lokasi anatomi, mekanisme dan waktu timbul komplikasi. Komplikasi intraokular yang berhubungan dengan tekanan intraokular yaitu hipotoni beberapa saat setelah operasi, efusi koroid, bilik mata depan yang dangkal atau flat, perdarahan suprakoroid, hipotoni yang berkelanjutan, fase hipertensi, dan aquous misdirection. Komplikasi intraokular yang berhubungan dengan proses mekanik yaitu komplikasi pada kornea, komplikasi pada pupil atau iris, migrasi tube, dan sumbatan tube. Komplikasi lainnya yaitu penurunan tajam penglihatan, infeksi, ablasio retina, gangguan gerak bola mata dan strabismus. Studi Tube Versus Trabeculectomy dan Ahmed Baerveldt Comparison melaporkan bahwa komplikasi terbanyak yaitu bilik mata yang dangkal (23%), Edema kornea persisten (12%) dan efusi koroid (11%).10,11

Komplikasi mayor pemasangan GDD implan pada kornea dapat terjadi dekompensasi kornea atau persistent corneal edema. Penelitian jangka panjang mengatakan bahwa dekompensasi kornea dapat timbul 12 bulan setelah operasi.

Komplikasi pada kornea dapat bervariasi mulai dari edema ringan yang terlokalisir sampai luas. Erosi kornea karena tube dikatakan dapat terjadi berhubungan dengan keadaan fase hipotoni postoperasi.10,11

Pasien ini ditemukan keadaan edema kornea. Edema kornea dapat memberi keluhan pengihatan buram, nyeri dan rasa mengganjal. Pada pasien ini penglihatan buram dan rasa mengganjal dirasakan oleh pasien setelah menjalankan operasi pemasangan GDD implan.

Penyebab edema kornea atau dekompensasi kornea dapat disebabkan beberapa faktor. Tekanan bola mata yang tinggi sebelum operasi dapat menyebabkan kerusakan sel-sel endotel dan kerusakan secara morfologi.

Beberapa penelitian telah dilaporkan sel endotel kornea akan berkurang setelah

(9)

pemasangan GDD implan. Mekanisme yang pasti mengenai kerusakan endotel belum dapat dijelaskan. Banyak teori yang berperan yaitu inflamasi pada bilik mata depan, tube yang menempel pada kornea, dan reaksi terhadap benda asing silicone tube.12,13

Edema kornea pada post operasi pemasangan GDD implan dapat terjadi karena bilik mata yang dangkal sehingga menyebabkan tube di bilik mata depan menyentuh atau mendekat ke kornea. Edema kornea karena trauma mekanik dapat terjadi karena manipulasi intraoperatif dan kontak tube terhadap endotel. Telah dilaporkan ini dapat terjadi 23% baik karena malposisi tube, gesekan saat kelopak mata mengedip, dan bilik mata depan yang dangkal karena pengaliran cairan akuos yang berlebihan. Edema kornea dapat terjadi pada keadaan tube yang menyentuh maupun tidak menyentuh kornea.2,10,14

Keberadaan tube di bilik mata depan diperkirakan berperan dalam mempercepat kehilangan sel endotel kornea. Penelitian yang dilakukan Tan dkk pada tahun 2016 mengatakan bahwa jarak antara tube dan kornea berhubungan erat dengan kehilangan sel endotel kornea. Semakin posisi tube dekat kornea semakin besar kehilangan sel endotel kornea. Posisi tube yang tidak baik pada bilik mata depan dapat menimbulkan komplikasi dini dan lama.12,13,15

Malposisi atau migrasi tube dapat terjadi setelah operasi. Migrasi tube GDD yang berasal dari dinding sklera dapat menyebabkan retraksi atau ekstensi tube sehingga merubah posisi tube pada bilik mata depan sehingga mempengaruhi tajam penglihatan, kontak endotel kornea dan iris. Tube GDD harus dijahit pada sklera dan tube dipotong sampai 2-3 mm berada di bilik mata depan. Jarak tube dan kornea dapat dikatakan aman dengan jarak 2 -3 mm. Posisi tube yang paralel dengan iris dapat mencegah kontak dengan endotel.16

Pemeriksaan segmen anterior pada pasien ini ditemukan tekanan intra okular 6 mmHg, keadaan bilik mata yang dangkal dan tube yang hampir menyentuh endotel kornea. Keadaan kornea terdapat edema dan lipat descemet yang berat.

Terapi medikamentosa edema kornea setelah pemasangan GDD implant dapat diberikan steroid tetes mata dan terapi untuk menurunkan tekanan bola mata. Terapi medikamentosa yang gagal mengembalikan kejernihan kornea atau 9

(10)

faktor penyebab tube yang menyentuh atau hampir menyentuh endotel kornea, prosedur operasi merupakan pilihan utama. Penanganan keadaan tube yang dapat memicu kerusakan endotel yaitu reposisi tube, pemotongan tube, perubahan tempat implantasi dan insersi tube ke posterior chamber melalui pars plana.

Penanganan tradisional pada malposisi tube yaitu diseksi atau insersi ulang tube.

Penanganan dengan cara pemotongan tube dalam usaha menjauhkan jarak tube terhadap endotel saat ini merupakan pilihan. Pemotongan tube karena tube yang terlalu panjang dibilik mata depan telah dipublikasikan juga oleh Asrani S pada tahun 2003. Bochman F pada tahun 2009 melakukan operasi dengan membuat jahitan transcameral untuk menjauhkan tube terhadap endotel kornea.10,13,17,18,19

Pada pasien ini dilakukan penanganan komplikasi dengan cara memotong tube dengan tujuan menghindari perlekatan ke endotel. Teknik pemotongan tube pada pasien ini hamper sama seperti yang dilakukan oleh Asrani S.

IV. Kesimpulan

Pasien yang menjalankan prosedur pemasangan GDD implant harus dievaluasi dalam memantau terjadinya komplikasi yang timbul, secara khusus dikarenakan komplikasi pada kornea dapat terjadi hingga 2 tahun pascaoperasi.

Teknik pemotongan tube GDD implant merupakan suatu tindakan dengan tujuan memperbesar jarak antara tube dengan endotel kornea dengan meminimalkan tindakan yang lebih invasif. 11,13,14

(11)

DAFTAR PUSTAKA

1. Stein JD, Jr DR, Belsky D, Lee PP, Sloan FA. Longitudinal Rates of Postoperative Adverse Outcomes after Glaucoma Surgery Among Medicare Beneficiaries: 1994 to 2005. Ophthalmology. 2008;115(7):1109–

16.

2. American Academy of Ophthalmology. Surgical Therapy for Glaucoma.

In: Basic and clinical science course, section 10. Italy; 2014. p. 204–5.

3. Ichhpujani P, Moster MR, Goldberg W, Service G. Novel Glaucoma Surgical Devices. Dalam: Rumelt S, editor. Glaucoma - Basic and Clinical Concepts [Internet]. In Tech; 2011. hlm 418–42. Diunduh dari:

www.intechopen.com

4. Yaakub A, Abdullah N, I SR, Ls AT. Lens-induced glaucoma in a tertiary centre in northeast of Malaysia. 2014;9(2):48–52.

5. Papaconstantinou D, Georgalas I, Krassas A, Diagourtas, Andreas Koutsandrea, Chrysanthi Georgopoulos G. Lens-induced glaucoma in the elderly Lens-induced glaucoma in the elderly. Clin Interv Aging.

11

(12)

2009;4:331–6.

6. Herndon LW. Complications of Glaucoma Surgery and their Management.

Edisi ke-4. Glaucoma. Philadelphia:Elsevier Ltd; 2016. hlm 1164-1169.

Diunduh dari: http://dx.doi.org/10.1016/B978-1-4557-3984-4.00243-8 7. Bayer A. Combined Cataract and Glaucoma Surgery. Dalam: Cataract

Surgery. Turkey: in Tech; 2007. hlm 198–218.

8. Freedman J. 10.31 - Drainage Implants [Internet]. Edisi ke-4.

Ophthalmology. Philadelphia:Elsevier; 2016. hlm 1159-1163. Diunduh dari: http://dx.doi.org/10.1016/B978-1-4557-3984-4.00242-6

9. Singh P, Kuldeep K, Tyagi M, Sharma PD, Kumar Y. Review Article Glaucoma drainage devices. Journal of Clinical Ophthalmology and Research.2013;1(2):2–7.

10. Catoira-boyle YP, Wudunn D, Cantor LB. Postoperative Complications. In:

Glaucoma [Internet]. Second Edi. Philadelphia: Elsevier; 2016. hlm 1092–

105. Diunduh dari: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-7020-5193-7.00116-3 11. Bailey AK. Complications of tube implants and their management. Curr

Opin Ophthalmol 2014, 25:148–53

12. Tan AN, et al. Corneal endothelial cell loss after Baerveldt glaucoma drainage device implantation in the anterior chamber. Acta Ophthalmol.

2016;1–6.

13. Dada T, Gupta R, Si T, Sobti A, Panda A. Case report Repositioning of Ahmed glaucoma valve tube in the anterior chamber with prolene sutures to manage tube-endothelial touch. Nepal J Ophthalmol. 2012;4(8):309–11.

14. Kim C. Corneal Damage after Glaucoma Drainage Device Use. J Clin Exp Ophthalmol. 2016;7(1):2–5.

15. Gedde SJ, Budenz DL. Glaucoma Drainage Implants. Dalam: Albert &

Jakobiec’s Principles & Practice of Ophthalmology. Edisi ke-3.

Philadelphia:Elsevier; 2014. hlm 2859–70.

16. Malen MR, Cantor LB, Yee AB. Management of postoperative complications following glaucoma surgery [Internet]. Edisi ke-4.

Ophthalmic Surgery: Principles and Practice. Philadelphia:Elsevier; 2016.

hlm 239-255. Diunduh dari: http://dx.doi.org/10.1016/B978-1-4377-2250- 5.00037-0

17. Radke PM, Bitrian E, Grajewski AL. Single clear corneal incision for glaucoma drainage device shortening in pediatric glaucoma. J AAPOS:2016;20(3):274–6.

18. Bochmann F, Azuara-Blanco A. Transcameral suture to prevent tube- corneal touch after glaucoma drainage device implantation. J Glaucoma 2009;18:576-7.

19. Asrani S, Herndon L, Allingham R. A newer technique for glaucoma tube

(13)

trimming. Arch Ophthalmol 2003;121:1324-6.

13

Referensi

Dokumen terkait