Pada kegiatan penelitian Tahun ke 2 dilaksanakan 2 tahapan kegiatan yaitu Tahap l. Penaburan tanaman pisang Barangan dengan aplikasi biofumigan multispore AMF dan Brassicaceae (tingkat aplikasi terbaik untuk 3 jenis Brassicaeae). Pada tahap 1, 3 isolat AMF terpilih digabungkan untuk meningkatkan ketahanan bibit pisang Barangan di wirehouse gabungan. Pemuliaan tanaman pisang Barangan dengan aplikasi multispore AMF dan Brassieaceae Biofumigant (tingkat aplikasi terbaik untuk: 3 jenis Brassicaeae).
Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun dan lingkar batang bibit pisang barangan umur 119 HST dengan aplikasi multispora AMF dan 3 jenis Brassicaceae. Bobot basah dan bobot kering bibit pisang Barangan diaplikasikan pada umur I 19 hari setelah aplikasi AMF multispora dan 3 jenis Brassicaceae. Persentase~ Intensitas serangan dan masa inkubasi F oc pada bibit pisang Barangan setelah pemberian AMF dan biofumigan.
Purata ketinggian, bilangan daun dan lilitan batang pokok pisang Barangan pada umur 119 hst dengan penggunaan biofumigan dan mitltispora FMA. Purata berat basah dan berat kering pokok pisang Barangan pada usia 119 hst dengan penggunaan biofumigan dan multispora FMA.
PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang
Tujuan
Uji lapangan bibit pisang Barangan yang diinduksi ketahanannya menggunakan biofumigan AMF dan Brassicaceae (sayuran sawi, kubis dan kembang kol) di lahan endemik.
TINJAUAN PUSTAKA
Metode ini memadukan penggunaan jamur mikoriza arbuskula (FMA), penggunaan benih hasil perbanyakan kultur jaringan varietas pisang unggul asal Sumatera Utara yaitu pisang Barangan, dan penggunaan biofumigan kubis. Urgensi hasil penelitian ini juga sangat diperlukan untuk mencari solusi permasalahan bibit pisang sehat dan penyakit pisang akibat patogen layu Phtisarium dan BDB di Indonesia saat ini. Inovasi FMA pada pembibitan pisang Barangan (Hasil Hibah Kompetitif Tahun I) membuahkan hasil yang baik, yaitu meningkatkan ketahanan bibit terhadap patogen layu serta meningkatkan pertumbuhan bibit.
AMF (Declerk et. al., 1995), sehingga introduksi AMF pada tanaman pisang perlu dilakukan mengingat sebagian besar areal pertanaman pisang di Sumatera Utara telah terserang penyakit bakteri darah. Pengenalan FMA pada saat aklimatisasi dapat meningkatkan pertumbuhan mikropropagasi pisang pantlet (Yano-Melo, 1999) dan pisang cavendish (Musa acuminata Colla AAA) (Shanti, 2000), memberikan pertumbuhan vegetatif yang lebih baik pada tanah masam. Pengenalan formulasi Biorhiz.a 02 G meningkatkan ketahanan pisang bit · Barangan terhadap kerusakan oleh nematoda Rhadopholus similis (Desfitri, 2005).
Hidrolisis GSL penghasil ITS terjadi jika jaringan tanaman berasal dari perendaman pada sisa tanaman Brassiacaceae. Perbanyakan bibit pisang barangan dilakukan dengan menggabungkan penggunaan tiga isolat AMF hasil pengujian tahun pertama. Hal ini dilakukan mengingat ketiga isolat tersebut mempunyai kemampuan kolonisasi yang tinggi pada akar tanaman pisang Barangan dan juga mampu meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan bibit pisang Barangan. Bibit pisang terpilih tahap 1 ditanam di lapangan dengan menggunakan rancangan acak kelompok yaitu kelompok S = sawi hijau, K.
Seluruh bibit pisang yang dihasilkan pada kegiatan pertama diuji cobakan pada penanaman di lapangan (lahan endemik BDB .4an Foe) di lahan kelompok tani di Kecamatan Finish Kabupaten Langkat. Sebelum lahan pisang endemik ditanami bibit pisang, dibuat lubang tanam berukuran 40x40x40 cm. Angka da1:111 dihitung pada saat bibit tanaman berumur satu minggu setelah tanam yang dihitung setiap minggu.
Jumlah daun diukur pada saat tanaman berumur 1 minggu setelah tanam sampai dengan tanaman dipanen (periode pertama). Lingkar batang dihitung pada saat bibit tanaman berumur satu minggu setelah tanam, yang dihitung setiap minggu sampai tanaman dipanen (periode pertama). Penimbangan berat basah tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 3 bulan setelah aklimatisasi (BSA), dengan cara membongkar tanaman ke dalam beberapa perlakuan.
Intensitas serangan layu bakteri pada bibit pisang diamati setiap minggu sejak munculnya gejala pertama (m: minggu kedua setelah inokulasi R. solanacearum). Skala dan kriteria kerusakan batang bibit pisang akibat serangan BDB mengacu pada skala kerusakan batang akibat penyakit layu Fusarium oleh Fusarium oxysporum f.sp.
BASIL PENELITIAN
- Ketergantungan tanaman terhadap mikoriza (Relative mycorrhizal dependency (RMD))
- Peningkatan ketabanan bibit pisang BaraQgan terhadap BDB dan Foe
- Analisis kandungan unsur hara media tanam . dan jaringan tanaman pisang Barangan
- Pengujian lapang bibit pisang Barangan di lahan endemik penyakit layu
- Pertumbuhan tanaman pisang di lahan endemik
- Pemeliharaan tanaman
Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun dan lingkar batang bibit pisang barangan umur 119 hari setelah pemberian AMF multispora dan 3 jenis Brassicaceae. Rata-rata tinggi, jumlah daun dan lingkar batang tanaman pisang barangan setelah 119 hari setelah pemberian biofumigan dan multispora AMF. Hasil pengamatan berat basah dan berat kering bibit pisang Barangan yang diintroduksi dengan jenis biofumigasi multispore AMF dan Brassicaceae menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Tabel 4.2 dan Gambar 4.3).
Berat basah dan berat kering anak pokok pisang berumur 119 tahun dengan penggunaan multispora FMA dan 3 spesies Brassicaceae. Purata berat basah dan berat kering anak pokok pisang Barangan pada umur 119 hari selepas penggunaan multispora FMA daripada 3 spesies Brassicaceae. Pertumbuhan anak pokok pisang Barangan dengan aplikasi 3 spesies Brassicaceae dan multispores FMA ditunjukkan dalam Rajah 4.4.
Pertumbuhan tanaman yang baik ini juga disebabkan oleh berkembangnya multispora FMA pada akar tanaman pisang dengan lebih baik. Rerata persentase, intensitas dan efisiensi kolonisasi dan kepadatan multispora FMA pada tanaman pisang Barangan pada umur 60 HST dan 119 HST dengan aplikasi biofumigan sawi, kubis dan kembang kol. Kebugaran fungsional tersebut terlihat dari peningkatan pertumbuhan tanaman dan peningkatan kolonisasi FMA pada akar tanaman pisang Bararigan.
Tingkat kolonisasi yang tinggi dan pertumbuhan yang lebih baik pada sistem perakaran tanaman pisang yang dikolonisasi FMA multispora berpengaruh positif terhadap pertambahan tinggi, jumlah daun dan lingkar batang tanaman. Tingkat ketergantungan tanaman pisang barangan terhadap FMA multispora tergolong tinggi yaitu dengan kriteria tinggi sampai. Menurut Declerk dkk (1995), introduksi AMF pada tanaman pisang sangat diperlukan karena tanaman pisang mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap AMF.
Nilai rata-rata RMD bibit pisang Barangan umur 119 hari diaplikasikan dengan FMA multispora dan 3 spesies Brassicaceae. Hingga 120 HST, tidak ditemukan tanaman yang terserang BDB, meskipun propagul BDB masih ditemukan pada rizosfer akar bibit pisang Barangan. Persentase, intensitas serangan dan masa inkubasi musuh pada bibit pisang Barangan setelah pemberian AMF dan biofumigan.
Secara umum kandungan unsur hara tanaman pisang yang diberi AMF multispora lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (tanpa AMF). Hal ini untuk memaksimalkan kerja AMF multispora. Kegiatan pemeliharaan akan terus dilakukan hingga tanaman pisang menghasilkan.
KESIMPULAN
None of the Barangan plantain seedlings used in both Brassicaceae and AMF were infected with BDB, while the control percentage was 50%. The applied combination of three species of Brassicaceae and AMF can suppress the development of BDB in Barangan banana seedlings. The use of plant material from several species of the Brassicaceae family is potentially a very interesting alternative way to combat these soil-borne plant diseases.
Biofumigation is the control of soil-borne pests with toxic compounds released from soil-embedded Brassica tissue. Brassica crop residues have been shown to have biotoxic activity against many soil-borne pathogens and pests. According to Suharta et al. (2010), the use of AMF indigenus on the ginger rhizosphere increased.
The application of brassica to different plants treated as green manure or plant rotation suppressed the population of the soil borne. Isothiocyanates and other secondary compounds of glucosinolates either act as biocides or suppress the growth of a wide variety of soil-borne disease organisms (Kirkegaard and Sarwar 1998). The less incidence of disease symptoms in plantain Barangan seedling (AMF-treated and Brassica applied) is associated with the reduced bacterial on plantain Barangan seedling root.
AMF colonization on plant roots effectively reduced the bacterial reproductive density on the rooting rhizosphere, which coincided with the increasing rate of AMF colonization. Banana roots were well colonized by AMF isolates under microscopic observation, which was clearly evident from the high percentage of efficiency and intensity of AMF on colonization and spore density (Table 3). Mean value of percentage, intensity of colonization and density of AMF spores at 60 dap and 119 clap.
The earlier AMF colonizes the roots, the higher the AMF protective effect against pathogen infection. The high protective effect of AMF on induced Barangan positively correlated with the enhanced growth of mycorrhizal structures in banana roots. According to Graham and Menge (1982), the introduction of AMF on wheat increased the resistance to Gaeumannomyces graminis With higher AMF colonization and the reverse happened with lower level.
In conclusion, the introduction of three Brassicaceae and AMF have increased Pisang Barangan resistance against BDB at the seedling growth stage by reducing BDB density and increasing AMF colonization. Arbuscular mycorrhizae and the biocontrol of soil-borne plant pathogens, an overview of the biological mechanisms involved.