• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN "

Copied!
85
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

  • Rumusan Masalah
  • Faedah Penelitian

Tujuan Penelitian

Definisi Operasional

Metode Penelitian

  • Materi dan Sifat Penelitian
  • Sumber Data
  • Alat Pengumpul Data
  • Analisis Data

TINJAUAN PUSTAKA

Perlindungan Hukum

Tujuan penghapusan KDRT menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 adalah untuk mencegah segala bentuknya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) setidaknya mendorong hal tersebut. Akibatnya, persentase kasus yang diadili sangat kecil dibandingkan dengan jumlah kasus KDRT yang terjadi di masyarakat.

Meski pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), namun masih banyak yang harus dilakukan dalam implementasinya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang membutuhkan pendampingan korban, lambat laun kecurigaan tersebut sirna dan muncul suasana saling kesusahan. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam rumah tangga.

Korban KDRT merupakan fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang bersumber dari perbedaan pendapat antara suami dan istri. Mekanisme Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh Lembaga Swadaya Masyarakat. Melindungi korban KDRT selama menjalani proses hukum” Makalah yang disajikan dalam Domestic Violence, 2011.

Perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga oleh laki-laki (disertasi) Program Pascasarjana, Magister Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. Lembaga sosial dalam hal ini adalah lembaga atau organisasi sosial yang peduli terhadap masalah kekerasan dalam rumah tangga, misalnya lembaga bantuan hukum (penjelasan Pasal 10 huruf a UUPKDRT). Korban KDRT dapat menjadi penolong bagi korban KDRT lainnya dan dapat mengurangi serta melakukan upaya pencegahan KDRT.

Kekerasan yang dialami perempuan sebagai korban KDRT diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yang terbagi dalam berbagai bentuk, antara lain kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi (penelantaran). Bentuk-bentuk kekerasan dalam keluarga (KDRT) yang terbagi atas kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan ekonomi (pengabaian) dan kekerasan seksual masih menjadi gambaran awal dari suatu tindakan KDRT.

Lembaga Swadaya Masyarakat1

Perempuan

Perempuan adalah salah satu dari dua jenis kelamin manusia, yang lainnya maskulin atau maskulin. Awal kehadiran wanita adalah kehadiran Hawa yang diciptakan untuk menemani Adam menjalankan perintah Allah di dunia ini. Konon Hawa menjadi alasan mereka datang ke bumi karena Hawa tergoda oleh godaan iblis yang menyuruhnya untuk mengambil buah kuldi (buah yang dilarang untuk dimakan).

Kisah ini merupakan salah satu wacana yang selalu dibicarakan tentang perempuan yang disalahkan atas masalah tersebut. Dalam kisah penciptaan manusia Islam dalam Al-Qur'an, Allah sengaja menciptakan manusia untuk menjadikan mereka pemimpin di dunia. Pemerintah Indonesia telah menandatangani Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan pada tanggal 29 Juli 1980, saat Konferensi Dunia Perempuan diselenggarakan di Kopenhagen.

Korban

Pada dasarnya, ketika Allah menciptakan manusia, Dia menciptakannya dalam bentuk jiwa dan raga, beserta ciri-ciri dasar manusia seperti keinginan untuk mencintai dan dicintai, kebutuhan seksual, dll. Selain itu, dari segi hukum, pengertian korban tertuang dalam UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang menyebutkan bahwa korban adalah “orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau ekonomi akibat tindak pidana”. Jadi tidak ada satu definisi yang baku, tetapi esensinya sama yaitu korban dari suatu kejahatan.

Hal ini tentunya tergantung pada kejahatan yang mana Anda menjadi korban, misalnya KDRT, pelanggaran HAM berat dan lain sebagainya. Secara etiologis, korban adalah orang yang menderita kerugian fisik, mental, atau finansial sebagai akibat dari kejahatan (sebagai akibat) atau sebagai faktor terjadinya kejahatan (sebagai penyebab). Korban didefinisikan sebagai seseorang yang menderita kerugian akibat tindak pidana dan rasa keadilannya langsung terganggu akibat pengalamannya sebagai sasaran tindak pidana.

Yaitu korban yang secara langsung mengalami dan merasakan penderitaan dari suatu tindak pidana dengan ciri-ciri sebagai berikut. Anak-anak, orang lanjut usia, penyandang cacat fisik atau mental, orang miskin, kelompok minoritas dan sebagainya adalah orang-orang yang mudah menjadi rentan. Jenis hubungan atau hubungan orang-orang yang dekat dengan pelaku atau korban seperti teman, pacar, pacar, mitra bisnis dan sebagainya.

Bahkan dapat dikatakan bahwa suatu tindak pidana tidak mungkin terjadi jika tidak ada korban dari tindak pidana itu, yang merupakan pelaku utama dari tindak pidana itu dalam peristiwa tindak pidana itu terjadi, dan dalam kaitannya dengan kepentingan tindak pidana itu sendiri yang mengakibatkan penderitaan korban.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Perbuatan tersebut dapat disebut sebagai tindakan kekerasan dalam rumah tangga (DVD), yang didefinisikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan dan/atau penelantaran rumah tangga secara fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman tindakan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan dan/atau penelantaran rumah tangga secara fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman.

Memaksakan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu, baik dengan anggota rumah tangga maupun orang di luar rumah tangga. LBH APIK Medan menangani sebagian besar kasus secara langsung, sebagian besar kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berjumlah 13 kasus dan 49 kasus jika ditambah dengan hasil pemantauan. Memang ada kekerasan seksual, namun tidak sebanyak kekerasan finansial dan fisik yang dialami perempuan sebagai istri dalam rumah tangga.

Sepanjang tahun 2014, kasus KDRT ekonomi didominasi oleh kasus suami menelantarkan istri dan anaknya. Perlunya keimanan dan akhlak yang kuat serta ketaatan pada agamanya agar tidak terjadi KDRT dan dapat disikapi dengan baik dan sabar. Harus ada komunikasi yang baik antara suami dan istri untuk menciptakan rumah tangga yang harmonis dan harmonis.

Jika dalam sebuah keluarga tidak ada keharmonisan dan keharmonisan antara kedua belah pihak, hal ini juga dapat menjadi pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Dalam sebuah keluarga diperlukan komunikasi yang baik antara suami dan istri agar terciptanya keluarga yang harmonis dan harmonis. Mekanisme perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh Lembaga Swadaya Masyarakat.

Mekanisme perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai

Bahwa perlu dijamin terselenggaranya bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat miskin yang diatur dengan undang-undang. Keberadaan program bantuan hukum juga merupakan bagian penting dari pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia. Bantuan hukum yang dimaksud di sini khusus diberikan kepada fakir miskin dan buta huruf.

Salah satu bentuk bantuan hukum adalah adanya pembelaan atau pendampingan oleh advokat (akses kepada penasehat hukum). Pemberian bantuan hukum kepada warga negara merupakan upaya untuk mematuhi dan sekaligus melaksanakan aturan hukum yang mengakui dan oleh karena itu tanggung jawab negara harus dilaksanakan melalui pembentukan undang-undang bantuan hukum ini.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dalam pertimbangannya menyatakan bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk memperoleh pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia. Negara bertanggung jawab memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskin sebagai wujud akses terhadap keadilan yang diselenggarakan dan harus berorientasi pada terwujudnya perubahan sosial yang berkeadilan. Pengaturan pemberian bantuan hukum dalam undang-undang ini merupakan jaminan hak konstitusional orang atau kelompok masyarakat miskin.

Syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum diatur dalam Pasal 14 UU No. 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pemberian dan penerimaan bantuan hukum kepada masyarakat. Jadi kedudukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam memberikan perlindungan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga (DVD) adalah pasal 1 angka 3 dan pasal 14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang merupakan aturan hukum yang mengatur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sebagai pemberi bantuan hukum. Kedudukan hukum atau kedudukan hukum Lembaga Swadaya Masyarakat dalam perlindungan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga diatur berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, yaitu aturan hukum yang mengatur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sebagai lembaga sosial yang memberikan bantuan hukum.

Legal Standing atau kedudukan hukum Lembaga Swadaya

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Mekanisme perlindungan hukum yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat terhadap perempuan korban KDRT adalah memberikan pendampingan dalam pembuatan laporan pidana, pendampingan dalam perkara perdata seperti somasi cerai, rujukan ke lembaga yang berwenang menangani perkara, pemberian penyuluhan dan penguatan, membantu korban KDRT untuk menuntut apa yang menjadi haknya dan mengembalikan namanya, kebutuhan ekonomi dan memberikan keterampilan/kemampuan yang dimilikinya, memulihkan rasa percaya diri yang dialami oleh korban KDRT agar mampu bersosialisasi dengan masyarakat, membantu memulihkan keadaan korban KDRT dan mempersiapkan perempuan korban KDRT. KDRT untuk menjadi penolong bagi korban KDRT lainnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa LBH dan LSM merupakan lembaga sosial yang bukan merupakan organisasi pemerintah melainkan lembaga swadaya masyarakat.

Saran

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan lembaga yang merupakan bagian dari elemen masyarakat yang bersentuhan langsung dengan masyarakat luas dan diharapkan mampu menjadi wadah yang menampung dan mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga dalam menghadapi permasalahan kekerasan yang dialaminya, tidak hanya dari aspek hukum, tetapi juga dari aspek psikologis dan ekonomi. Dalam hal ini perlu adanya pemberdayaan perempuan korban KDRT agar perempuan tidak tergantung secara ekonomi kepada suami (pelaku) KDRT. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Korban dan Saksi Pelanggaran HAM Berat.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pemukulan suami terhadap istri menurut UU No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)