• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Acceptance and Commitment Therapy pada Pasien Skizofrenia dengan Halusinasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of Acceptance and Commitment Therapy pada Pasien Skizofrenia dengan Halusinasi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

p-ISSN: 2684-8996

DOI : https://doi.org/10.31539/joting.v5i2.6112

3540

ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY PADA PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN HALUSINASI

Fandy Yoduke1, Novy Helena Catharina Daulima 2, Mustikasari3 Universitas Indonesia1,2,3

[email protected]1 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas acceptance and commitment therapy pada pasien skizofrenia dengan halusinasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistematic literature review dengan pencarian yang terstruktur dan sistematis pada database Embase, Clinical Nurse Key, dan Scopus menggunakan kata kunci acceptance and commitment therapy AND hallucinations OR hallucinations.

Hasil pencarian pada database yang ada menunjukan 5 artikel terkait yang memenuhi syarat untuk disintesis dan sesuai dengan tema yang menyatakan bahwa acceptance and commitment therapy pada pasien skizofrenia dengan halusinasi adalah terapi yang efektif dan dapat digunakan sebagai terapi kelompok dalam perawatan komunitas.

Simpulan, penggunaan acceptance and commitment therapy dapat diterapkan dalam pemberian intervensi pada pasien dalam perawatan di rumah sakit, kelompok dan komunitas.

Kata Kunci: ACT, Acceptance and Commitment Therapy, Halusinasi ABSTRACT

This study aims to determine the effectiveness of acceptance and commitment therapy in schizophrenic patients with hallucinations. The method used in this study is a systematic literature review with a structured and systematic search on Embase, Clinical Nurse Key, and Scopus databases using the keywords acceptance and commitment therapy AND hallucinations OR hallucinations. The search results on the database contained in him 5 related articles that are eligible to be synthesized and correspond to the theme stating that acceptance and commitment therapy in schizophrenic patients with hallucinations is an effective therapy and can be used as group therapy in community care. Conclusion The use of acceptance and commitment therapy can be applied in providing interventions to hospital, group, and community care patients.

Keywords: ACT, Acceptance and Commitment Therapy, Hallucinations

PENDAHULUAN

Gangguan jiwa merupakan sebuah pola perilaku distres, disfungsi, ketidakpuasan individu dengan diri sendiri, koping, dan hubungan sosial yang mengakibatkan penurunan fungsi dan kualitas kehidupan (Videbeck, 2020). Individu dikatakan mengalami gangguan jiwa berdasarkan respon maladaptif yang dihasilkan saat menghadapi stres yang dapat dilihat dari pola pikir, suasana hati, dan perilaku yang

(2)

3541

ditimbulkan bertentangan dengan norma dan budaya, serta terganggunya fungsi fisik dan sosialnya (Dindo et al., 2020).

Skizofrenia adalah gangguan jiwa kronik yang ditandai gelaja positif, gejala negatif, gejala kognitif yang tidak ditemukan pada orang biasa (Tasijawa, 2020). Gejala negatif yang ditimbulkan seperti emosi, perilaku beresiko, afek datar, dan perasaan yan tidak menyenangkan yang sering kali memicu penderita untuk melakukan tindakan- tindakan yang menyakiti lingkungan dan dianggap merugikan keluarga dan masyarakat(Gunawan & Oriza, 2023).

Acceptance and Commitment Therapy (ACT) merupakan terapi yang berfokus pada peningkatan fleksibilitas psikologis melalui penggunaan perhatian dan keterampilan secara maksimal dan membantu pasien untuk mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai positif yang dimiliki untuk mengurangi penghindaran (Livana et al., 2020) pengalaman dan fungsi kognitif yang memicu keadaan emosi serta membatasi fungsi (El Ashry et al., 2021). ACT paling konsisten dengan mempromosikan penerimaan dan koping pendekatan emosional (Fishbein et al., 2022).

Beberapa studi yang dilakukan pada tahun 2012-2014 mengungkapkan kelayakan ACT dengan adaptasi intervensi pada kelompok yang mengalami gangguan psikosis layak dan efektif secara klinis (Livia Prajogo & Yudiarso, 2021). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Burhan & Kadere (2021) yang meneliti tentang efektivitas Acceptance and Commitment Therapy pada pasien yang didiagnosis dengan gangguan psikotik pada CMHCs. Penelitian ini merupakan penelitian Randomised controlled trial (RCT), hasilnya ACT dapat dikatakan sebagai metode yang efektif untuk mengelola gejala psikotik, mengurangi penghindaran pengalaman, dan meningkatkan kualitas hidup pasien, penelitian lainnya dilakukan oleh El Ashry, et al. (2021) yang melakukan penelitian tentang efektivitas aplikasi Acceptance and Commitment Therapy pada pasien halusinasi pendengaran di antara pasien skizofrenia dengan metode penelitian Quasi- experimental menunjukkan hasil jika ACT menawarkan pengobatan baru yang menjanjikan untuk halusinasi pendengaran di antara pasien skizofrenia.

Beberapa penelitian yang sudah diuraikan menunjukkan jika aplikasi ACT pada pasien skizofrenia dengan halusinasi menunjukkan hasil yang efektif dan bermanfaat dalam peningkatan kemampuan, kualitas hidup, pengendalian diri pada pasien skizofrenia dengan halusinasi, perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada metode yang digunakan, pada beberapa penelitian sebelumnya metode yang digunakan bervariasi seperti Randomised controlled trial (RCT), Quasi- experimental, Case Study, Semi–structured interviews dalam bentuk penelitian kualitatif, sedangkan pada penelitian ini, peneliti berusaha menarik benang merah efektivitas sebuah terapi dalam hal ini aplikasi Acceptance and Commitment Therapy pada pasien skizofrenia dengan halusinasi, dengan melakukan review, telaah dan analisis terhadap beberapa artikel terkait yangg relevan dengan kata kunci pencarian, serta menggunakan batasan kriteria tertentu, untuk selanjutnya dilakukan penarikan simpulan akhir terhadap telaah artikel yang sudah dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas acceptance and commitment therapy pada pasien skizofrenia dengan halusinasi dengan melakukan systemic literature review. Penelitian terkait efektivitas ACT sudah sudah banyak dilakukan dalam konteks terapi individu. Pada penelitian ini peneliti mempelajari bagaimana efektivitas ACT pada pasien skizofrenia dengan halusinasi dalam penerapannya di komunitas. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam penggunaan terapi ACT pada latar kelompok di lingkungan masyarakat khususnya pada skizofrenia dengan halusinasi.

(3)

3542 METODE PENELITIAN

Pendekatan sistematis diadopsi dalam melakukan tinjauan literatur menawarkan metode sistesis yang sistematis dan lebih ketat dibandingkan model tradisional.

Pencarian sistematis mengacu pada studi yang lebih komperensif, dengan prosesdur yang terorganisir, transparan, dan dapat ditiru pada setiap langkah proses yang dilakukan. Metode pencarian data dalam penulisan ini dimulai pada 27 september 2022 pada databased online Embase, Clinical Nurse Key, dan Scopus. Kriteria Inklusi dalam pencarian literatur ini adalah research article, full text article, bahasa inggris, bahasa indonesia, case report, kualitatif dan kuantitatif dengan rentang publikasi pada tahun 2012-2022.

Skema 1.

Hail pencarian literatur

Dalam Pencarian peneliti menggunakan kata kunci acceptance and commitment therapy AND hallucinations OR hallucinations. Limiter yang digunakan dalam pencarian ini pada Embase yaitu 'article'/it AND ('case report'/de OR 'controlled study'/de OR 'pilot study'/de OR 'randomized controlled trial'. Selanjutnya pada database Clinical Nurse Key limiter yang digunakan hanya tahun publikasi 2012-2022.

Pada Scopus dilakukan limiter tahun 2012-2022 dan berfokus pada nursing area.

HASIL PENELITIAN

Dalam hasil pencarian ditemukan 1243 artikel jurnal dengan tahun terbit 2012- 2022. Saat proses seleksi artikel digunakan limiter 'article'/it AND ('case report'/de OR 'controlled study'/de OR 'pilot study'/de OR 'randomized controlled trial' pada Embase dan “Nursing Area” pada Scopus didapatkan total ada 68 artikel. Selanjutnya proses seleksi judul dan abstrak ditemukan 11 artikel, 1 artikel dieliminasi karena terjadi duplikasi dan yang akan dianalisis hanya 5 artikel. Pemilihan 5 artikel ini merupakan artikel yang paling relevan dengan topik yang ada.

Tabel 1.

Artikel yang sesuai dengan topik penelitian

Identitas Penulis Metode Penelitian Hasil penelitian Burhan, H. S & Kadere, E.

(2021). Effectiveness of Acceptance and Commitment

Randomised controlled trial

ACT dapat dikatakan sebagai metode yang efektif untuk mengelola gejala psikotik, mengurangi penghindaran pengalaman, Identifikasi = 1243 artikel

Memenuhi kriteria = 68 artikel Tidak memenuhi kriteria =

1175 artikel

Judul dan abstrak = 10 Artikel Duplikasi = 1 artikel

Fulltext tentang ACT = 9 Artikel

Studi tentang keperawatan = 5 Artikel

(4)

3543 Therapy for Patients with

Psychosis Being Monitored at a Community Mental Health Center: A Six- Month Follow-up Study

dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang didiagnosis dengan gangguan psikotik pada CMHCs.

El Ashry, A. M. N., Abd El Dayem, S. M., & Ramadan, F.

H. (2021). Effect of Applying

“Acceptance and Commitment Therapy” on Auditory Hallucinations Among Patients With Schizophrenia.

Quasi-experimental research design

ACT menawarkan pengobatan baru yang menjanjikan untuk halusinasi pendengaran di antara pasien skizofrenia. Peningkatan signifikan dalam halusinasi pendengaran ditemukan pada kelompok studi segera setelah menerapkan ACT dan setelah 3 bulan. Serta penurunan tingkat rawat inap kembali dan peningkatan kepatuhan obat untuk kelompok studi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rekomendasi:

ACT sebaiknya diintegrasikan dalam perawatan psikiatri dan intervensi keperawatan pasien skizofrenia rawat inap yang mengalami halusinasi pendengaran.

Dvir, Y. (2022). Case Study:

Primary Psychotic Illness Triggered By Trauma Or Posttraumatic Stress Disorder With Secondary Psychosis?

Childhood Trauma and Psychosis

Case Study Hubungan yang kuat antara trauma masa kanak-kanak dan psikosis dianggap sebagai faktor resiko psikosis yang signifikan. Hal ini menyebabkan presentasi yang meningkat. Selain itu juga hubungan kecemasan, gangguan mood, PTSD, trauma masa kanak-kanak memerlukan perhatian khusus. Selanjutnya perawatan yang efektif yaitu psikoterapi yang berfokus pada trauma dan ACT memiliki efek yang lebih besar dan perlu dilakukan pendekatan terpai lainnya seperti CBT dan Psikoedukasi

Shawyer, F., Farhall, J., Thomas, N., Hayes, S. C., Gallop, R., Copolov, D., & Castle, D. J.

(2017). Acceptance and commitment therapy for psychosis

Randomised controlled trial

Tidak ada perbedaan kelompok pada kondisi mental secara keseluruhan. Dalam analisis sekunder kelompok ACT menunjukkan peningkatan yang lebih besar dalam gejala positif dan tekanan halusinasi pada tindak lanjut: Cohen d = 0,52 (95%

CI 0,07-0,98) dan 0,65 (95% CI 0,24- 1,06), masing-masing.

Bacon, T., Farhall, J., & Fossey, E. (2014). The active therapeutic processes of acceptance and commitment therapy for persistent symptoms of

psychosis: Clients’ perspectives.

Semi–structured interviews Qualitative

Empat tema muncul: Kegunaan terapi;

Perubahan yang dikaitkan dengan ACT;

Pemahaman tentang terapi; dan Faktor terapi non-spesifik. Semua peserta menemukan terapi bermanfaat dan merekomendasikan ACT. Mindfulness, defusi, penerimaan dan kerja nilai digambarkan sebagai komponen terapi yang paling berguna dan berkontribusi pada perubahan positif. Frekuensi gejala yang dinilai sendiri tidak berubah; namun penurunan intensitas dan tekanan yang terkait dengan gejala dilaporkan. Faktor terapi non-spesifik dianggap berguna oleh peserta tetapi tidak terkait langsung dengan hasil.

(5)

3544

Artikel yang ditemukan dilakukan di Kota Karaman di Turki, Alexandria di Mesir, Worcester di Inggris, Melbourne di Australia, dan Victoria di Australia. Dari 5 arikel yang ditemukan menggunakan masing-masing menggunakan metode Randomised controlled trial, Quasi-experimental research, Case Studi, Randomised controlled trial, Semi–structured interviews; Qualitative.

Pada studi Randomised controlled trial dengan partisipan berusia 18-65 tahun dengan jumlah partisipan dalam studi sebanyak 20 orang dengan diagnosan schizophrenia or schizoaffec- tive disorder. Dalam proses penelitian yang dilakukan 2 orang partisipan mengundurkan diri. Salah satu pasien yang disertakan, mengambil obat antipsikotik tunggal, sedangkan yang lain menggunakan 2 atau lebih.

Hasil penelitian ini membahas tentang penggunaan terapi ACT untuk menghindari pengalaman dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan gjala psikotik. Selanjutnya ditemukan bahwa terdapat peningkatan signifikan pada skor kuesioner Acceptance and Action Questionnaire-2 (AAQ-2) dan The Quality-of-life Scale (QLS) for Schizophrenic Patients serta penurunan signifikan pada skor kuesioner Psychotic Symptom Rating Scale (PSYRATS) setelah terapi ACT dilakukan. Terapi ACT dilakukan dalam bentuk sesi kelompok selama 6 minggu. Namun, tidak ditemukan perbedaan signifikan pada skor kuesioner PSYRATS-h antara sebelum dan sesudah terapi ACT, mungkin karena hanya 7 partisipan yang mengalami halusinasi auditori yang dievaluasi. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa terapi ACT dapat meningkatkan kualitas hidup dan fungsi pada pasien dengan gangguan psikotik.

Pada studi Quasi-experimental research dengan 15 pasien schizophrenia dilakukan untuk mengatasi pengalaman halusinasi pendengaran. Partisipan yang mengikuti sesi ACT menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam sikap penerimaan dan tindakan otonom terhadap pengalaman suara, yang diukur dengan menggunakan Voices Acceptance and Action Scale (VAAS). Selain itu, partisipan juga melaporkan pengurangan dalam intensitas dan durasi suara, serta pengurangan distress yang terkait dengan suara. Hasil ini menunjukkan bahwa ACT dapat menjadi pilihan terapi yang efektif untuk mengatasi pengalaman halusinasi pendengaran pada pasien dengan gangguan psikotik.

Pada penelitian yang dilakukan dengan pendekatan studi kasus yang membahas hubungan antara hubungan antara trauma masa kecil dengan risiko terkena psikosis dan gangguan mental lainnya pada satu kasus, serta pengaruhnya terhadap pengobatan dan intervensi dini pada populasi yang berisiko tinggi mengalami psikosis dan gejala awal psikosis. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tedapat hubungan antara childhood trauma dan kecenderungan perilaku kekerasan pada individu dengan penyakit psikotik.

Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan riwayat trauma masa kecil pada pasien dengan risiko tinggi mengalami psikosis dan memberikan intervensi dini yang tepat.

Terapi psikologis seperti terapi penerimaan dan komitmen (ACT) dan terapi kognitif- perilaku (CBT) dapat membantu mengatasi trauma dan psikosis pada pasien.

Pada penelitian yang dilakukan dengan Randomised controlled trial yang bertujuan untuk menguji efektivitas ACT dalam sampel pasien yang tinggal di komunitas dengan gejala psikotik yang bertahan dengan 96 pasien diacak untuk ACT (n = 49) atau berteman (n = 47). Tidak ada perbedaan kelompok pada kondisi mental secara keseluruhan. Dalam analisis sekunder, kelompok ACT menunjukkan peningkatan yang lebih besar dalam gejala positif dan gangguan halusinasi. Hasil penelitian ini menunjukan perbaikan gejala denga berfokus pada pengobatan pada gejaja positif;

semua peserta melaporkan setidaknya satu strategi yang bermanfaat.

(6)

3545

Pada studi kualitatif yang ditemukan dengan menggunakan pendekatan menggunakan wawancara semi terstruktur pada 9 partisipan dengan 5 partsipan perempuan dan 4 partisipan laki-laki. Studi ini mengeksplorasi proses terapi aktif ACT dan pemahaman terapi seperti yang dilaporkan oleh individu yang mengalami gejala psikosis persisten. Peserta menggambarkan perubahan positif yang dilihat dari partisipasi mereka. Hasil penelitian ini melaporkan bahwa terapi ini berguna menunjukan kemanjuran subjektif, penerimaan terapi dan kepuasan klien untuk kelompok partsipan. Kesamaan dari setiap hasil penelitian diatas yaitu penerimaan terapi ACT dapat meningkatkan kualitas hidup, peningkatan fungsi, mengatasi pengalaman halusinasi, mengurangi gejala awal psikotik, serta memberikan manfaat pada keluarga.

PEMBAHASAN

Pengelolaan gelaja psikotik dengan ACT membawa perubahan kearah positif dengan menunjukan perbedaan dalam pemahaman (Wijaya, 2020). Sementara melaporkan pemahaman terapi yang baik, beberapa peserta mengakui potensi kesulitan yang mungkin dialami orang lain dalam memahami beberapa latihan dan metafora (Burhan & Karadere, 2021). Sementara itu ACT cenderung tidak menekankan penggunaan bahasa konvensional dan mengandalkan teknik simbolik dan pengalaman sifat abstrak dari latihan pengalaman dapat mengganggu pembuatan hubungan dengan makna yang mendasari dan generalisasi konsep (Rahayu & Utami, 2019). Hal ini merupakan penghalang yang potensial untuk keefektifan terapi terutama bagi penderita yang mengalami gangguan kognitif (Ayu Widyautami & Ratnasari, 2021). Pada studi kasus lain memperingatkan bahwa jumlah dan kerumitan metafora harus dikurangi saat bekerja dengan klien psikotik (Burhan & Karadere, 2021). Mereka merekomendasikan bahwa "stimulasi simbolik abstrak yang berlebihan dapat membingungkan klien lebih dari orientasinya. Studi ini sebagian mendukung rekomendasi ini.

Pandangan yang saling bertentangan tentang kegunaan terapi menggambarkan kesulitan dalam menghubungkan beberapa latihan pengalaman dan metafora, serta manfaat dari latihan tertentu (misalnya perhatian pada panca indera vs perhatian pada napas)(Amira et al., 2021). Peningkatan kepatuhan dalam minum obat menjadi salah satu efek positif yang dihasilkan dari penggunaan intervensi ACT pada pasien dengan latar belakang post traumatic syndrome disorder (Dvir, 2022). Dosis pemberian terapi memberikan ikatan antara terapis dan klien. Pendekatan-pendekatan ini mungkin dapat membantu pemahaman klien tentang terapi (Yoga et al., 2022). Terutama terjadi pada individu dengan gejala yang terus-menerus, di mana tujuan untuk menghilangkan gejala atau mengembalikan fungsi sebelumnya mungkin tidak dapat dilakukan (Shawyer et al., 2017). Terapis mungkin perlu menghabiskan lebih banyak waktu (dan lebih teratur) mengorientasikan beberapa klien untuk terapi. Pendekatan-pendekatan ini mungkin dapat membantu pemahaman klien tentang terapi.

Pada studi lain penerapan ACT dalam jangka pendek (6 bulan) untuk pasien dengan psikosis dapat mengurangi penghindaran pengalaman dan peningkatan kualitas hidup pasien dalam setting komunitas (Burhan & Karadere, 2021). Faktor lain yang terlihat dalam peningkatan modal psikologis partispan bila terapi penerimaan dan komitmen serta terapi eksistensial lainnya (Einbeigi et al., 2021). Manfaat ACT dalam komunitas juga dirasakan oleh keluarga melalui pendekatan sosial. Para keluarga menerima manfaat dari terapi ACT. Hal ini dikarenakan terjadinya kepatuhan minum obat dan menurunkan beban biaya perawatan di rumah sakit (El Ashry et al., 2021).

(7)

3546

Penerapan ACT berbasis kelompok pada masyarakat dapat memberikan harapan positif seperti peningkatan pemulihan karena adanya kepatuhan minum obat, mengurangi kekambuhan dimasa depan dan peningkatan kualitas hidup bagi klien dengan gangguan psikosis serta menurunkan beban biaya perawatan bagi keluarga.

Penerapan ACT bisa dapat dilakukan secara secara langsung berkelompok maupun secara daring (Angela & Tondok, 2021). Evolusi penggunaan ACT secara daring karena pada saat masa pandemic COVID-19 yang tidak memberikan kesempatan untuk bertatap muka. Pelaksanaan secara daring memerlukan modifikasi secara khusus agar dapat membantu klien. Sehingga modifikasi ini diharapkan menjadikan terapi ini efektif menangani masalah. Selain itu penerapaan secara blended dapat dijadikan pertimbangan (Maulia et al., 2022). Setelah mendapatkan ACT klien menerima pengalaman dan dapat berkomitmen untuk menguasainya. Selain itu juga klien merasa nyaman tenang dan legah. Penerapan ACT yang cermat dengan memperhatikan ketaan klien dapat membantu klien mengontrol halusinasi.

SIMPULAN

Hasil temuan ini menambah literasi terkini tentang penggunaan terapi ACT pada pasien dengan halusinasi dalam lata kelompok. Penggunaan ACT merupakan metode yang paling efektif dalam mengelolah gejala psikotik kearah perubahan positif, meningkatnya kepatuhan minum obat pasien, dan kualitas hidup pasien serta menekan biaya perawatan dimasa depan. Penggunaan ACT tidak terbatas dalam pengelolaan pasien individu, tetapi penggunaan ACT dapat dilakukan pada area perawatan kelompok atau komunitas.

SARAN

Penggunaan ACT direkomendasikan penerapannya dalam pemberian intervensi pada pasien dalam perawatan kelompok dan komunitas. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk mengkaji kebutuhan keluarga dalam terapi ACT ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amira, I., Sriati, A., Hendrawati, H., & Yuniar, N. (2021). Literature Review: Intervensi atau Perawatan bagi Pasien Dewasa yang Mengalami Halusinasi. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada: Jurnal Ilmu-Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan Dan Farmasi, 21(2), 274. https://doi.org/10.36465/jkbth.v21i2.759 Angela, I., & Tondok, M. S. (2021). Efektivitas Penerapan Acceptance and

Commitment Therapy ( ACT ): Sebuah Tinjauan Sistematis, Jurnal Psikogenesis, 9(2), 172–185. https://doi.org/10.24854/jps.v9i2.1938

Ayu Widyautami, P., & Ratnasari, Y. (2021). Brief Acceptance Commitment Therapy (B-ACT) Kelompok untuk Menurunkan Gejala Stres Kerja pada Pekerja Sosial.

Jurnal Intervensi Psikologi (JIP), 13(2), 175–188.

https://doi.org/10.20885/intervensipsikologi.vol13.iss2.art8

Burhan, H. Ş., & Karadere, E. (2021). Effectiveness of Acceptance and Commitment Therapy for Patients with Psychosis Being Monitored at a Community Mental Health Center: A Six-Month Follow-Up Study. Anadolu Psikiyatri Dergisi, 22(4), 206–211. https://doi.org/10.5455/apd.93130

Dindo, L., Johnson, A. L., Lang, B., Rodrigues, M., Martin, L., & Jorge, R. (2020).

Development and Evaluation of an 1-Day Acceptance and Commitment Therapy Workshop for Veterans with Comorbid Chronic Pain, TBI, and Psychological

(8)

3547

Distress: Outcomes From a Pilot Study. Contemporary Clinical Trials, 90, 105954. https://doi.org/10.1016/j.cct.2020.105954

Dvir, Y. (2022). Case Study: Primary Psychotic Illness Triggered by Trauma or Posttraumatic Stress Disorder with Secondary Psychosis?, Childhood Trauma and

Psychosis: A Brief Updated, 31(1), 113–121.

https://doi.org/10.1016/j.chc.2021.08.002

Einbeigi, A., Soleimanian, A. A., & Jajarmi, M. (2021). Comparing the Effectiveness of Acceptance and Commitment Therapy and Existentialism Therapy on Increasing Improving Cognitive Flexibility in the Elderly. Journal of North Khorasan

University of Medical Sciences, 13(1), 85–92.

https://doi.org/10.52547/nkums.13.1.85

El Ashry, A. M. N., Abd El Dayem, S. M., & Ramadan, F. H. (2021). Effect of Applying “Acceptance and Commitment Therapy” on Auditory Hallucinations Among Patients with Schizophrenia. Archives of Psychiatric Nursing, 35(2), 141–

152. https://doi.org/10.1016/j.apnu.2021.01.003

Fishbein, J. N., Judd, C. M., Genung, S., Stanton, A. L., & Arch, J. J. (2022).

Intervention and Mediation Effects of Target Processes In a Randomized Controlled Trial of Acceptance and Commitment Therapy for Anxious Cancer Survivors in Community Oncology Clinics. Behaviour Research and Therapy, 153(April), 104103. https://doi.org/10.1016/j.brat.2022.104103

Gunawan, A., & Oriza, I. I. D. (2023). Fisibilitas Acceptance and Commitment Therapy (Act) dalam Setting Kelompok untuk Meningkatkan Self-Efficacy pada Mahasiswa dengan Kecemasan Sosial. Jurnal EMPATI, 12(2), 94–102.

https://doi.org/10.14710/empati.2023.28512

Livana, Rihadini, Kandar, Suerni, T., Sujarwo, Maya, A., & Nugroho, A. (2020).

Peningkatan Kemampuan Mengontrol Halusinasi Melalui Terapi Generalis Halusinasi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Jiwa, 2(1), 1–8. http://orcid.org/0000-0002- 4905-7214

Livia Prajogo, S. L., & Yudiarso, A. (2021). Meta Analisis Efektivitas Acceptance and Commitment Therapy untuk Menangani Gangguan Kecemasan Umum, Jurnal Pemikirian dan Penelitian Psikologi, 26(1) 85-100.

https://doi.org/10.20885/psikologika.vol26.iss1.art5

Maulia, E., Novitayani, S., & R, F. D. (2022). Acceptance and Commitment Therapy in Patient with Auditory Hallucinations: a Case Study. Jurnal JIM FKep, 1(2), 125–

131. https://jim.usk.ac.id/FKep/article/view/21444

Rahayu, P. P., & Utami, R. (2019). Hubungan Lama Hari Rawat dengan Tanda dan Gejala serta Kemampuan Pasien dalam Mengontrol Halusinasi. Jurnal Keperawatan Jiwa, 6(2), 106. https://doi.org/10.26714/jkj.6.2.2018.106-115 Shawyer, F., Farhall, J., Thomas, N., Hayes, S. C., Gallop, R., Copolov, D., & Castle,

D. J. (2017). Acceptance and Commitment Therapy for Psychosis: Randomised Controlled Trial. British Journal of Psychiatry, 210(2), 140–148.

https://doi.org/10.1192/bjp.bp.116.182865

Tasijawa, F. A. (2020). Efektivitas Psikoterapi dalam Mengurangi Distress Klien Skizofrenia dengan Halusinasi Pendengaran: Literature Review. Suara Forikes"(Journal of Health Research), 11(November 2020), 5–13.

https://doi.org/10.33846/sf11nk402

Videbeck, S. L. (2020). Psychiatric - Mental Health Nursing. In Nursing Clinics of North America (8th ed., Vol. 21, Issue 3). Wolters Kluwer.

(9)

3548

https://doi.org/10.3928/0279-3695-19870801-16

Wijaya, A. (2020). Pengaruh Fleksibilitas Psikologis Melalui Acceptance and Commitment Therapy (Act) terhadap Berbagai Kasus Psikopatologis dan Medis : Sebuah Tinjauan Pustaka. Ristekdik : Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 5(1), 103–109. https://doi.org/10.31604/Ristekdik.2020.V5I1.103-109

Yoga, A., Darjati, & Ita Apriliani. (2022). Penerapan Intervensi Manajemen Halusinasi dalam Mengurangi Gejala Halusinasi Pendengaran. Buletin Kesehatan: Publikasi

Ilmiah Bidang Kesehatan, 6(1), 33–41

https://doi.org/10.36971/keperawatan.v6i1.107

Referensi

Dokumen terkait

Bagi institusi keperawatan, penelitian ini dapat memberikan masukan berupa gambaran pengaruh terapi musik terhadap tanda dan gejala halusinasi pendengaran pada pasien

Respon fisiologis saat terjadi halusinasi dengar pada pasien skizofrenia paranoid di Rumah Sakit Jiwa Soedjarwadi Klaten yaitu respon pada individu bervariasi

Kesimpulan Respon fisiologis saat terjadi halusinasi dengar pada pasien skizofrenia paranoid di Rumah Sakit Jiwa Soedjarwadi Klaten yaitu respon pada individu

Multimodal Therapy terhadap peningkatan ke- mampuan kognitif, afektif dan perilaku REBT pada klien skizofrenia dengan masalah kepe- rawatan perilaku kekerasan dan

Multimodal Therapy terhadap peningkatan ke- mampuan kognitif, afektif dan perilaku REBT pada klien skizofrenia dengan masalah kepe- rawatan perilaku kekerasan dan

Berdasarkan hasli penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh terapi suportif ekspresif terhadap penurunan gejala halusinasi pasien skizofrenia

Jadi pasien skizofrenia yang sudah pada tahap rehabilitasi dimana fungsi global (GAF Scale Score) sudah meningkat yang memungkinkan tilikan diri (insight) menjadi lebih

Gejala yang dialami oleh pasien skizofrenia paranoid adalah halusinasi dan delusi dimana gejala ini juga akan dialami oleh pasien skizofrenia klasifikasi lainnya, namun pada skizofrenia