ALTAFANI: JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT
EDUKASI TENTANG KEPUTIHAN PADA SISWI SMA NEGERI 2 RENGAT
1Monifa Putri, 2Restianingsih Putri Rahayu
1,2 Prodi Kebidanan, Institut Teknologi dan Bisnis Indragiri Jl. H. Syarif Rantau Mapesai Rengat Kode Pos 29312
Email Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Keputihan merupakan masalah fisiologis yang sering dianggap sepele oleh perempuan. Kurangnya pengetahuan tentang keputihan mengakibatkan perempuan tidak memiliki perilaku sehat untuk mencegah keputihan. Akibat fatal keputihan yaitu kemandulan dan hamil di luar kandungan., bahkan keputihan pemicu awal terjadinya kanker serviks yang dapat berujung kematian. Pemberian edukasi tentang keputihan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya keputihan pada perempuan.
Pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk memberikan edukasi tentang keputihan. Pemberian edukasi dilakukan terhadap 210 siswi SMA N 2 Rengat.
Hasil
pre-test diperoleh sebanyak 125 siswi(59,752%) tidak mengetahui tentang keputihan. Setelah diberikan edukasi tentang keputihan, terjadi peningkatan pengetahuan yaitu hasil
post test sebanyak 198 siswi (94,28%)berpengetahuan baik
. Disimpulkan bahwa pengabdian masyarakat terhadap siswi SMA N 2 Rengat meningkatkan pengetahuan siswi tentang keputihan, sehingga mengubah perilaku kesehatan dalam mencegah keputihan.
Kata Kunci: edukasi, keputihan, siswi
ABSTRACT
Leucorrhoea is a physiological problem that women often take for granted. Lack of knowledge about leucorrhoea results in women not having healthy behaviors to prevent leucorrhoea. The fatal consequences of vaginal discharge are infertility and ectopic pregnancy. Even vaginal discharge is the initial trigger for cervical cancer which can lead to death. Providing education about vaginal discharge is one way to prevent vaginal discharge in women. This community service aims to provide education about vaginal discharge. Education was provided to 210 SMA N 2 Rengat students. The pre-test results obtained as many as 125 female students (59,752%) did not know about vaginal discharge. After being given education about vaginal discharge, there was an increase in knowledge, namely the results of the post-test as many as 198 students (94,28%) had good knowledge. It was concluded that community service for SMA N 2 Rengat students increased their knowledge about leucorrhoea, thus changing health behavior in preventing leucorrhoea.
Keywords: education, whiteness, female students
PENDAHULUAN
Menurut Manuaba dalam Marhaeni (2016), keputihan atau yang disebut juga dengan istilah white discharge atau vaginal discharge, atau leukore atau flour albus. Keputihan yang terjadi pada wanita dapat bersifat normal dan abnormal. Keputihan normal terjadi sesuai dengan proses menstruasi.
Gejala keputihan yang normal adalah tidak berbau, jernih, tidak gatal, dan tidak perih. Keputihan abnormal terjadi akibat infeksi dari berbagai mikro- organisme, antara lain bakteri, jamur, dan parasit (Gusti Ayu Marhaeni, 2016).
Keputihan yang tidak normal ditandai dengan jumlah yang keluar banyak, berwarna putih seperti susu basi, kuning atau kehijauan, gatal, perih, dan disertai bau amis atau busuk. Warna pengeluaran dari vagina akan berbeda sesuai dengan penyebab dari keputihan (Wiknjosastro H, 2007).
Hasil penelitian Salamah, dkk (2020) yang dilakukan pada mahasiswa Akademi Kebidanan Prestasi Agung menunjukkan bahwa 134(70,5%) responden mengalami keputihan, ada hubungan yang bermakna antara penggunaan iritan dengan keputihan (p value=0,000 dan OR= 27,7), ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan berkemih dengan keputihan (p value=0,000 dan OR= 34), ada hubungan yang bermakna antara penggunaan pakaian dalam dengan keputihan (p value=0,002 dan OR= 36), ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menstuasi dengan keputihan (p value=0,006 dan OR= 2,9). Penggunaan iritan, kebiasaan berkemih, pakaian dalam dan kebiasaan berkemih merupakan faktor risiko dari keputihan (Umi Salamah et al., 2020).
Sutarno dalam Ilmiawati, dkk (2016) mengatakan bahwa banyak wanita di Indonesia yang tidak tahu tentang keputihan sehingga mereka menganggap keputihan sebagai hal yang sudah biasa dan sepele, di samping itu rasa malu ketika para wanita/remaja mengalami keputihan kerap membuat wanita/remaja tersebut enggan berkonsultasi ke dokter. Padahal keputihan tidak bisa dianggap sepele, karena akibat dari keputihan ini sangat fatal bila lambat ditangani tidak hanya bisa mengakibatkan kemandulan dan hamil di luar kandungan. Keputihan juga bisa merupakan gejala awal dari kanker leher rahim (kanker serviks) yang bisa berujung pada kematian kalau tidak dikonsultasikan pada petugas kesehatan sejak dini (Helmy Ilmiawati and Kuntoro, 2016).
Kanker leher rahim merupakan kanker terbanyak di Indonesia setelah kanker payudara. Kedua jenis kanker ini memiliki angka kematian yang tinggi yang disebabkan terlambatnya deteksi dini.
Hampir 70% pasien kanker dideteksi pada stadium lanjut. Hal ini sangat disayangkan, karena kanker leher rahim dapat ditemukan pada tahap sebelum kanker (lesi prakanker) dengan metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) atau papsmear. Sampai dengan tahun 2021, sebanyak 2.827.177 perempuan usia 30-50 tahun atau 6,83% dari sasaran telah menjalani deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara dengan metode IVA dan SADANIS. Deteksi dini tertinggi dilaporkan oleh Provinsi Kep.
Bangka Belitung sebesar 30,24%, diikuti oleh Sumatera Selatan sebanyak 25,16%, dan Nusa Tenggara Barat sebanyak 23,22%. Sedangkan, provinsi dengan cakupan deteksi dini terendah yaitu Papua sebesar 0,03%, diikuti Papua Barat sebesar 0,56%, dan Aceh sebesar 0,57% (Kemenkes RI, 2022).
Deteksi dini IVA dan SADANIS menjadi landasan untuk menentukan rujukan bagi pasien yang dicurigai memiliki kanker leher rahim maupun kanker payudara. Deteksi dini kanker leher Rahim dan payudara memiliki empat kategori hasil, yaitu IVA Positif, Benjolan, Curiga Kanker Leher Rahim, dan Curiga Kanker Payudara. Pada keempat hasil deteksi dini, IVA positif memiliki jumlah tertinggi sebesar 27.837 (Kemenkes RI, 2022).
Berdasarkan penjelasan di atas, dengan dilakukannya edukasi kesehatan kepada siswi SMA N 2 Rengat tentang keputihan, dapat meningkatkan pengetahuan serta memiliki perilaku yang baik dalam
melakukan pencegahan keputihan, sehingga tidak akan timbul masalah-masalah akibat keputihan, seperti masalah ketidaknyamanan pada organ intim, keputihan yang berbau dan berwarna, serta beberapa penyakit serius diantaranya penyakit infeksi panggul, infertilitas bahkan kanker serviks.
METODE
Pengabdian masyarakat dilakukan di SMA N 2 Rengat pada November 2018-Januari 2019.
Pemberian informasi dengan metode ceramah dan diskusi tanya jawab langsung. Sasaran pengabdian masyarakat adalah siswi kelas X sebanyak 210 orang. Media yang digunakan leafleat/poster. Pre-test dan post-test dilakukan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan siswi tentang keputihan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemberian edukasi tentang keputihan pada siswi SMA N 2 Rengat dilakukan dengan metode ceramah dan diskusi langsung. Informasi yang diberikan meliputi definisi keputihan, jenis keputihan, faktor yang menyebabkan keputihan, penyebab keputihan, pencegahan keputihan, dampak keputihan, dan penanganan keputihan. Pre-test dan post-test yang terdiri dari 20 pertanyaan yang diberikan kepada 210 siswi untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan pengetahuan tentang keputihan. Berikut hasil dari edukasi tentang keputihan pada siswi SMA N 2 Rengat.
Tabel 1. Deskripsi Pengetahuan Siswi tentang Keputihan di SMA N 2 Rengat
Pre Post
Jumlah siswi pengetahuan baik 125 198
Persentase (%) 59,752 94,28
Sumber: Data Primer Tahun 2019
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa hasil pre-test diperoleh sebanyak 125 siswi (59.752%) tidak mengetahui tentang keputihan. Setelah diberikan edukasi tentang keputihan, terjadi peningkatan pengetahuan yaitu sebanyak 198 siswi (94.28%) berpengetahuan baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Maulidiya, dkk (2022) yang menunjukkan bahwa sebanyak 92 responden (82,9%) memiliki pengetahuan yang baik, 80 responden (72,1%) memiliki sikap yang baik, 82 responden (73,9%) memiliki perilaku positif terkait personal hygiene dalam pencegahan keputihan (Della Maulidiya et al., 2022).
Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Elvira, dkk (2022) tentang edukasi gizi mengenai anemia pada remaja putri di SMPN 6 Jakarta yang menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pre-test dan post-test yang didapatkan, hasil nilai rata-rata pengetahuan siswi berdasarkan pre-test adalah 65.
Sedangkan, hasil nilai rata-rata pengetahuan siswi berdasarkan post-test adalah 83. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan siswi terkait anemia pada remaja putri meningkat setelah diberikannya edukasi. Menurut Depkes dalam Elvira, dkk (2022) Edukasi merupakan suatu proses usaha memberdayakan perorangan, kelompok, dan masyarakat agar memelihara, meningkatkan
dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan, yang dilakukan sesuai dengan faktor budaya setempat (Feby Elvira and Fauza Rizqiya, 2022).
Begitu juga dengan hasil penelitian Maysaroh, dkk (2021) yang berjudul pengetahuan tentang keputihan pada remaja, hasil penelitian diketahui responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 32 (64,0%), responden yang memiliki pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 18 (36,0%). Sejalan dengan teori Notoadmotjo dalam Maysaroh, dkk (2021) yang menyatakan bahwa sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Tetapi tidak berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Mengingat peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap dan pengetahuan seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Sering kali remaja mengalami keputihan dikarnakan kurangnya pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi. Salah satunya adalah keputihan (Siti Maysaro and Ana Mariza, 2021).
Pengetahuan siswi SMA N 2 Rengat tentang keputihan mayoritas baik karena sebagian siswi sudah pernah mendapatkan informasi dari orangtua, tenaga kesehatan, media massa (cetak maupun elektronik) dan guru di sekolah. Sesuai dengan hasil penelitian Nainar, dkk (2022) bahwa sumber informasi dapat diketahui dari 82 responden lebih banyak responden yang memiliki sumber informasi kurang yaitu sebanyak 51 responden (62,2%), sedangkan yang memiliki sumber informasi baik yaitu sebanyak 31 responden (37,8%) (Azizah Al Ashri Nainar et al., 2022).
Pemberian informasi tentang keputihan merupakan satu cata untuk meningkatkan pengetahuan siswi untuk mencegah terjadinya keputihan. Sejalan dengan hasil penelitian Yulfitria, dkk (2021) tentang pendidikan kesehatan mempengaruhi perilaku remaja terhadap pencegahan keputihan patologis, bahwa pendidikan kesehatan media leaflet dan slide power point dapat meningkatkan perilaku remaja dalam mencegah keputihan patologis. Disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan dapat mempengaruhi perilaku pencegahan keputihan patologis (Fauziah Yulfitria et al., 2021).
Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Ilmiawati, dkk (2016) tentang pengetahuan personal hygiene, sebagian besar remaja putri memiliki pengetahuan yang tidak baik sebesar 23 responden (46%) tentang personal hygiene. Untuk kasus keputihan yang dialami sebagian besar keputihan yang dialami adalah keputihan yang tidak normal yaitu sebesar 27 responden (54%).
Pengetahuan tidak baik disebabkan keterbatasan akses informasi dan fasilitator di lembaga pendidikan tersebut (Helmy Ilmiawati and Kuntoro, 2016).
Pengetahuan sangat mempengaruhi perilaku seseorang, termasuk perilaku kesehatan dalam mencegah keputihan. Hasil penelitian Nengsih, dkk (2022) tentang keputihan, sikap dan perilaku
diperoleh hasil ada hubungan antara pengetahuan tentang keputihan terhadap kejadian keputihan (nilai p=0,000). (Widya Nengsih et al., 2022). Sejalan dengan hasil penelitian Nainar, dkk (2022) menunjukan adanya hubungan Antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan keputihan dengan hasil p : 0,021 (Pvalue < 0,05) (Azizah Al Ashri Nainar et al., 2022).
Menurut Depkes RI, 2003; Muadz, 2008 dalam Rahayu, dkk (2017), kegiatan yang dilakukan dalam program kesehatan peduli remaja diantaranya adalah pemberian informasi dan edukasi; 1) Dilaksanakan di dalam atau di luar gedung, baik secara perorangan atau berkelompok; 2) Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah, atau dari lintas sektor terkait dengan menggunakan materi dari (atau sepengetahuan) puskesmas; 3) Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, focus group discussion (FGD), diskusi interaktif, yang dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media elektronik (radio, email, dan telepon atau hotline, SMS); 4) Menggunakan sarana komunikasi informasi edukasi (KIE) yang lengkap, dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa sasaran (remaja, orangtua, guru) dan mudah dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk bersikap tidak menggurui serta perlu bersikap santai (Atikah Rahayu, SKM, MPH et al., 2017).
KESIMPULAN DAN SARAN
Pengabdian masyarakat terhadap siswi SMA N 2 Rengat meningkatkan pengetahuan siswi tentang keputihan, sehingga mengubah perilaku kesehatan dalam mencegah keputihan. Hasil pre-test dan post-test 210 siswi menunjukkan bahwa mereka mendapatkan pengetahuan yang lebih baik tentang keputihan. Diharapkan kepada tenaga kesehatan untuk memberikan edukasi lebih lanjut tentang keputihan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala SMA N 2 Rengat yang telah bersedia menjadi tempat kegiatan. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Prodi Kebidanan Institut Teknologi dan Bisnis Indragiri yang telah memberikan dukungan moril untuk kegiatan pengabdian masyarakat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Atikah Rahayu, SKM, MPH, dr. Meitria Syahadatinna Noor, M.Kes, Fahrini Yulidasari, SKM, MPH, Fauzie Rahman, SKM, MPH, Andini Octaviana Putri, SKM, 2017. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Remaja dan Lansia. Airlangga University Press.
Azizah Al Ashri Nainar, Titin Martini, Siti Nurhayati, 2022. Tingkat Pengetahuan Dan Sumber Informasi Pada Remaja Putri Dipondok Pasentren Modern. J. JKFT Univ. Muhamadiyah Tangerang Vol. 7 No. 1.
Della Maulidiya, Teuku Samsul Alam, Syarifah Atika, 2022. GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE REMAJA PUTRI DALAM PENCEGAHAN KEPUTIHAN DI ACEH BARAT DAYA. JIM FKep Volume VI Nomor 1.
Fauziah Yulfitria, Karningsih, Mardeyanti, Elly Dwi Wahyuni, Theresia EVK, 2021. Pendidikan Kesehatan Mempengaruhi Perilaku Remaja Terhadap Pencegahan Keputihan Patologis.
Muhammadiyah J. Midwifery Vol 2 No 2, 47–57.
Feby Elvira, Fauza Rizqiya, 2022. EDUKASI GIZI MENGENAI ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMPN 6 JAKARTA. ALTAFANI J. Pengabdi. Masy. Vol. 1 No.1.
Gusti Ayu Marhaeni, 2016. KEPUTIHAN PADA WANITA. J. Skala Husada Volume 13 Nomor 1, 30–
38.
Helmy Ilmiawati, Kuntoro, 2016. Pengetahuan Personal Hygiene Remaja Putri pada Kasus Keputihan.
J. Biom. Dan Kependud. Vol. 5, No. 1, 43–51.
Kemenkes RI, 2022. PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2021. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Siti Maysaro, Ana Mariza, 2021. PENGETAHUAN TENTANG KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI. J. KEBIDANAN Vol 7, No 1, 104–108.
Umi Salamah, Djati Wulan Kusumo, Desi Nurlaela Mulyana, 2020. Faktor perilaku meningkatkan resiko keputihan. J. Kebidanan Vol 9, No 1, 7–14. https://doi.org/10.26714/jk.9.1.2020.7-14 Widya Nengsih, Ainal Mardiah, Detty Afriyanti S, Ayu Santika Muslim, 2022. HUBUNGAN
PENGETAHUAN TENTANG KEPUTIHAN, SIKAP DAN PERILAKU PERSONAL HYGENS TERHADAP KEJADIAN FLOUR ALBUS (KEPUTIHAN). J. Hum. Care Vol.7 ; No.1, 226–237.
Wiknjosastro H, 2007. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro- hardjo, Jakarta.