• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Free Learning and Independent Campus (MBKM) in the View of Philosophy of Humanism Education

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Free Learning and Independent Campus (MBKM) in the View of Philosophy of Humanism Education"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Filsafat Indonesia | 143

Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM) dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Humanisme

Atika Cahya Fajriyati Nahdiyah1, Sigit Prasetyo2,Nidya Ferry Wulandari3, Ach Chairy4

1,2 Pascasarjana Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia

3Program Studi Pendidikan Matematika, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia

4Program Studi Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam (IAI) Agus Salim Metro Lampung, Lampung, Indonesia

E-mail: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3, [email protected]4

This is an open-access article under the CC BY-SA license.

Copyright © XXXX by Author. Published by Universitas Pendidikan Ganesha.

Diterima: 26-12-2022 Direview: 30-01-2023 Publikasi: 30-06-2023

Abstrak

Fokus utama pada penelitian ini ialah terkait pengkajian Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM) dari perspektif filosofi pendidikan humanistik. Jenis penelitian yang digunakan berupa penelitian kepustakaan. Sumber data yang digunakan, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer berupa Buku Panduan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka 2020 dari Kemendikbud, sedangkan sumber data sekunder diambil dari beberapa literatur meliputi catatan, buku, artikel, jurnal, dan referensi literatur ilmiah lainnya. Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM) dapat dilihat dan dianalisis menggunakan aliran humanisme. Humanisme adalah aliran filsafat pendidikan yang menekankan pada proses kognitif dan afektif dalam suatu proses pembelajaran. Teori humanisme menggabungkan kemampuan beserta peluang manusia agar mereka dapat secara mandiri memilih dan mengatur kehidupannya. Pembelajaran yang berkualitas dan pembelajaran yang bermakna dapat dicapai melalui penerapan prinsip-prinsip pembelajaran humanistik, yaitu belajar (learning), belajar mandiri, motivasi diri, mood building dan pendidikan afektif.

Kata Kunci: merdeka belajar; kampus merdeka (MBKM); filsafat pendidikan; humanisme Abstract

The main focus of this research is studying Freedom of Learning and Independent Campus (MBKM) from the perspective of a humanistic educational philosophy. This research uses a type of research in the form of library research. The data sources used in this study are primary data sources and secondary data sources. The primary data source for this research is the Independent Learning-Free Campus Guidebook 2020 from the Ministry of Education and Culture.

While the secondary data in this study were taken from various literature such as notes, books, articles, journals and other scientific literature references. Merdeka Learning and Merdeka Campus can be studied from the perspective of humanism. Humanism, as a school of educational philosophy that places more emphasis on cognitive and affective processes in learning, this theory combines human abilities and opportunities so that they can independently choose and manage their lives. Quality learning and meaningful learning can be achieved through the application of humanistic learning principles, namely learning, independent learning, self- motivated, mood building and affective education.

Keywords: independent learning; independent campus (MBKM); educational philosophy;

humanism

1. Pendahuluan

Filsafat berarti berpikir. Tetapi tidak semua pemikiran bersifat filosofis. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan serius. Salah satu mottonya adalah "setiap orang adalah seorang filsuf". Moto ini juga berlaku untuk semua pemikiran manusia. Namun, slogan tersebut umumnya

(2)

Jurnal Filsafat Indonesia | 144 tidak benar karena tidak semua orang yang berpikir adalah seorang filosof. Filsafat, pada kenyataannya adalah produk dari pikiran manusia yang mencari kebenaran dan merenungkannya secara mendalam. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam kajian masalah pendidikan. Filsafat mendefinisikan "ke mana kita akan membawa siswa kita."

Filsafat adalah seperangkat nilai yang menopang dan memandu pencapaian tujuan pendidikan.

Oleh karena itu, falsafah yang dianut oleh suatu bangsa atau sekelompok orang atau individu (dalam hal ini dosen/guru) sangat mempengaruhi tujuan pendidikan (Kristiawan, 2016). Inilah alasan utama filsafat menjadi landasan kurikulum dikarenakan filsafat memiliki knowledge yang baik bagi seorang peserta didik maupun mahasiswa untuk berhasil dalam hidupnya.

Filsafat pendidikan humanistik merupakan filsafat pendidikan yang menempatkan manusia memiliki hidup penuh kreativitas dan kebahagiaan, tanpa memerlukan pengesahan atau dukungan dari makhluk gaib mana pun. Pendidikan menekankan filosofi humanistik yang menganggap proses pembelajaran tidak terbatas pada sarana transformasi pengetahuan. Proses pembelajaran merupakan bagian dari proses pengembangan nilai-nilai kemanusiaan atau emosi, komunikasi selanjutnya keterbukaan, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa (Wardhana, S,

& Pratiwi, 2020). Pendidikan humanisme ialah upaya tersistem dalam memanusiakan generasi muda agar dapat menciptakan karakter serta mengenal lebih dalam peserta didik baik siswa maupun mahasiswa yang berbudi luhur. Dengan demikian, pendidikan humanisme dapat dikatakan bertujuan untuk membangkitkan potensi setiap manusia agar menjadi lebih manusiawi.

Pendidikan humanisme memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam proses pendidikan agar menjadi manusia yang lebih berkualitas dari berbagai sisi. Hal ini berpangkal pada pernyataan bahwa pendidikan yang berpusat pada proses kognitif lebih baik dan lebih penting daripada pendidikan yang menitikberatkan pada penghafalan teori-teori pengetahuan.

Keseimbangan antara potensi manusia dan lingkungan kondusif merupakan kunci keberhasilan pendidikan manusia. Karena orang memiliki arah yang baik, cinta kesucian, tetapi tanpa dukungan lingkungan, potensi ini akan berubah menjadi potensi negatif. Oleh karena itu, agar terciptanya pendidikan yang humanis yang membawa keefektifan yang maksimal, perlu mendapat perhatian keseimbangan antara kedua aspek fundamental tersebut, yakni aspek lahir dan batin seseorang (Nasution, 2020).

Humanistik sendiri memiliki tujuan bagaimana manusia memengaruhi serta bagaimana manusia berkembang dengan tekhnis menghubungkan segala pengalaman yang dialaminya.

Teori humanisme pada dasarnya dapat diaktulisasikan pada sesuatu hal yang berhubungan dengan konteks sosial, kepercayaan, dan sebagainya. Dewasa ini, humanisme sudah menjadi semacam doktrin yang memiliki etika dalam cakupan luas yang menjangkau seluruh etnisitas manusia. Hal ini tentu berlawanan dengan sistem adat tradisional yang hanya berlaku pada kelompok atau etnis tertentu saja. Dalam perspektif sejarah, sedikitnya terdapat dua tokoh sentral pencetus teori humanisme, yakni Abraham Harold Maslow dan Arthur Comb. Teori Abraham Harold Maslow berpangkal dari Hierrachy of Needs dalam bahasa Indonesia memiliki makna Hirarki Kebutuhan yang memiliki tingkatan. Sedangkan Teori Arthur Comb berpangkal dari perepsi bagaimana manusia dalam menjalani sesuatu.

Selanjutnya, konsep terkait pendidikan sedikitnya dapat dilihat dari dua aspek yakni tolong- menolong dan pembantu. Konsep dasar bantuan pendidikan adalah untuk memperbaiki diri seseorang karena manusia tidak dapat hidup sendiri, pasti akan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Satu dari sekian banyak kebutuhan manusia adalah pendidikan. Esensi pendidikan ialah menjadikan manusia. Ada potensi dalam diri setiap manusia, ada yang manusiawi, ada yang bukan manusia (bersifat hewani). Di sini, pendidikan memainkan peran besar bagi aspek kemanusiaan. Karena dengan pendidikan, manusia ditujukan pada perbuatan yang benar dan membentuk kekuatan manusia untuk memiliki kompetensi dalam kehidupan.

Dalam konotasi lain, pendidikan dapat disebut sebagai aktualisasi pemikiran-pemikiran filosofis.

Oleh karena itu, ini adalah filosofi yang memberikan kerangka konseptual terpadu tentang manusia dan pendidikan. Pentingnya pendidikan dimulai dengan pentingnya fitrah manusia.

Aliran filosofis yang berbeda yang berbicara tentang orang menciptakan teori-teori pedagogis yang diterapkan dalam pembelajaran oleh guru atau ahli dalam bidang Pendidikan. Filsafat kerap dianggap menjadi induk dari semua pemikiran dalam bidang pendidikan (Susilawati, 2021).

Kampus Merdeka adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, pada tahun 2022. Nadiem Makarim telah mengumumkan kebijakan yang memberikan universitas hak untuk belajar tiga semester di luar program gelar. Kampus merdeka pada dasarnya menjadi konsep baru yang memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk belajar di universitas (Leuwol, 2020). Satu kebijakan dari MBKM yang diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang tangguh kompetitif dan mampu tuntutan dunia kerja. Konsep ini

(3)

Jurnal Filsafat Indonesia | 145 merupakan kelanjutan dari konsep sebelumnya, yaitu merdeka belajar. Perencanaan konsep kampus merdeka pada dasarnya adalah inovasi pembelajaran untuk mendapatkan pembelajaran yang berkualitas.

Tujuan dari kebijakan ini ialah agar dapat memberikan suatu otonomi khusus terhadap kampus agar kampus dapat fleksibel dalam merespon keterampilan yang dibutuhkan oleh mahasiswanya (Sintiawati, Fajarwati, Mulyanto, Muttaqien, & Suherman, 2022). Selain itu, kebijakan ini juga menawarkan suasana belajar baru beserta pengalaman-pengalaman baru yang kelak akan bermanafaat bagi mahasiswa. Karena dengan MBKM, pemerintah secara perlahan hendak melakukan perubahan dalam sistem Pendidikan nasional, dimana MBKM menempatkan mahasiswa sebagai aktor utama dalam pembelajaran. Harapannya agar dapat meningkatkan keterampilan siswa untuk bersaing dalam kehidupan profesional (Kuncoro et al., 2022). Telaah merdeka belajar dan kampus merdeka (MBKM) dilihat dari perpsektif filsafat pendidikan yang berbeda, akan menghasilkan beragam perspektif dalam literatur, khususnya dalam aspek kajian filsafat pendidikan. Kebergaman pendapat ini akan mungkin menghasilkan aspek merdeka belajar secara lebih dalam dan lengkap. Oleh karena hal tersebut, fokus utama dalam artikel ini ialah pengkajian merdeka belajar dan kampus merdeka (MBKM) dari sudut pandang filosofi pendidikan humanisme.

2. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Studi kepustakaan melibatkan penelitian teoritis berdasarkan artikel, buku, catatan, jurnal, dan sejumlah literasi ilmiah lainnya yang relevan. Literasi ilmiah yang dikaji pada penelitian ini meliputi buku, jurnal, dan artikel ilmiah yang berkaitan dengan mata kuliah yang dipilih. Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pencarian referensi online dari berbagai sumber database, lalu data tersebut dijadikan sebagai rujukan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian artikel ilmiah ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi Buku Panduan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka 2020 dari Kemendikbud, sedangkan sumber data sekunder diambil dari berbagai literatur seperti catatan, buku, jurnal, artikel ilmiah, dan referensi literatur ilmiah lainnya. Artikel yang digunakan adalah artikel ilmiah yang berhubungan dengan topik yang saat ini sedang dibahas. Sementara itu, metode analisis isi digunakan dalam analisis data penelitian ini. Prosedur analisis isi pada peneltian ini bersifat pembahasan secara mendalam terhadap substansi suatu informasi tertulis atau informasi tercetak dengan teknik mencatat lambang atau pesan secara sistematis lalu diberikan suatu interpretasi.

3. Hasil dan Pembahasan

a. Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka

Merdeka belajar dan kampus merdeka adalah arahan langsung dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Terdapat dua konsep utama, yaitu “Merdeka Belajar” dan

“Kampus Merdeka”. Merdeka Belajar memiliki arti belajar secara mandiri. Salah satunya, yaitu kebebasan berpikir. Esensi kebebasan pada dasarnya dimulai dari pendidik. Pandangan semacam ini dilihat sebagai upaya dalam menghargai perubahan pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Di sisi lain, kampus merdeka sendiri adalah keberlanjutan dari konsep belajar mandiri. Kampus merdeka ialah upaya untuk memutus mata rantai agar dapat bergerak dengan mudah. Arti dari kampus mandiri, yaitu sebagai berikut.

1) Adanya otonomi perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta, khususnya dalam pembukaan maupun penutupan program studi baru. Otonomi dalam hal semacam ini didapatkan bagi perguruan tinggi yang sudah memiliki akreditasi A dan B. Selain itu, perguruan tinggi yang memiliki wewenang semacam ini didapatkan bagi perguruan tinggi yang telah melakukan kerja sama dengan universitas yang masuk dalam QS. Top 100 Word Universitas. Kerja sama yang dimakusd dapat berbentuk penyusunan kurikulum, praktik kerja, dan juga penempatan kerja bagi mahasiswa.

2) Perguruan tinggi mendapatkan reakreditasi otomatis. Reakreditasi ini sifatnya otomatis bagi semua peringkat dan berisfat sukarela dengan catatan apabila perguruan tinggi atau program studi sudah siap untuk naik peringkat. Status akreditasi yang didapatkan dari BAN-PT tetap akan berlaku dalam jangka waktu lima tahun dan akan diperbaharui secara otomatis.

Pengajuan kembali ini dapat dilakukan paling cepat dua tahun setelah mendapatkan akreditasi terakhir. Khusus bagi perguruan tingi atau program studi yang sudah memperoleh akreditasi A, maka dapat diberikan kesempatan untuk mendapatkan akreditasi internasional.

(4)

Jurnal Filsafat Indonesia | 146 3) Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (BLU) dan Perguruan Tinggi Satuan Kerja (Satker) memiliki kebebasan untuk berubah menjadi Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH).

4) Mahasiswa dari setiap perguruan tinggi mendapatkan hak belajar selama tiga semester di luar program studi. Dalam hal ini, setiap universitas wajib memberikan hak kebebasan kepada mahasiswa untuk mengambil atau tidak mengambil di luar pergruan tinggi sebanyak dua semester setara 40 SKS. Kemudian, mahasiswa juga mendapatkan kebebasan untuk bisa mengambil SKS di Program Studi lain di dalam kampus sebanyak satu semester. Kebebasan yang didapatkan mahasiswa untuk bisa belajar tiga semester di luar mata kuliah memiliki tujuan untuk mengasah keterampilan mahasiswa dalam pesatnya perubahan sosial, budaya, dan perkembangan teknologi. Keterampilan mahasiswa harus dapat berkorelasi dengan kebutuhan zaman yang terus berubah agar dapat terkoneksi dan relevan dengan dunia industri dan dunia kerja serta masa depan. Selanjutnya, di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 15 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi menyatakan sebagai berikut ini.

a) Bentuk pembelajaran dapat dilakukan dalam program studi dan di luar program studi.

b) Bentuk pembelajaran di luar program studi merupakan proses pembelajaran yang terdiri dari

(1) pembelajaran dalam program studi lain pada perguruan tinggi yang sama;

(2) pembelajaran dalam program studi yang sama pada perguruan tinggi yang berbeda;

(3) pembelajaran dalam program studi lain pada perguruan tinggi yang berbeda;

(4) pembelajaran pada lembaga nonperguruan tinggi; dan

(5) proses pembelajaran ekstra mata kuliah dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama antara universitas dengan universitas lain atau lembaga afiliasi lainnya dan hasil mata kuliah diakui sebagai bagian dari proses kredit semester.

c) Proses pembelajaran extra course ditentukan oleh kementerian dan/atau bagian administrasi perguruan tinggi.

d) Proses pembelajaran di luar program studi ditentukan oleh kementrian dan/atau pemimpin perguruan tinggi di bawah bimbingan dosen.

e) Proses pembelajaran di luar program studi dilaksanakan hanya bagi program sarjana dan program sarjana terapan di luar bidang kesehatan.

Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM) berupaya meningkatkan kompetensi lulusannya, baik soft maupun hard skill tanggap terhadap kebutuhan zaman, relevan, dan mempersiapkan diri menjadi manusia Indonesia berkualitas yang memiliki kompetensi sesuai abad 21. Adapun realiasi bentuk pembelajaran berpacu pada Permendikbud No. 03 Tahun 2020, tepatnya Pasal 15 ayat (1), yakni bisa dilakukan di dalam maupun di luar program studi, meliputi magang atau praktik kerja, pertukaran pelajar, asisten mengajar di satuan pendidikan, penelitian atau riset, proyek kemanusiaan, kegiatan wirausaha, dan studi atau proyek independen hingga membangun desa atau yang kerap disebut kuliah kerja nyata tematik (KKNT).

b. Aliran Humanisme dalam Pendidikan

Humanistik ialah cabang ilmu psikologi yang muncul pada 1950-an sebagai respons terhadap dua cabang sebelumnya, yaitu behaviorisme dan analisis psikologis. Aliran ini mempertimbangkan dimensi manusia dari perspektif psikologi dan konteks manusia sepanjang pengembangan teori psikologi. Kata "humanisme" berasal dari kata Latin "humanus," yang berarti

"manusia" dan digunakan untuk merujuk pada kondisi manusia. Menurut doktrin yang mapan, humanisme adalah filosofi yang mendesak orang untuk hidup selaras dengan alam, untuk dapat mengenali nilai mereka sendiri dan menggunakan nilai itu untuk membantu orang lain. Bagian ini ditulis pada era Klasik Barat dan era Klasil Timur. Dasar pemikiran filsafat pendidikan disajikan oleh filsafat klasik Yunani dan filsafat klasik Cina Konfusius. Setelah lama dibentuk oleh dogma- dogma berbagai sistem agama, perkembangan filsafat, ilmu, dan kemanusiaan mengalami kebangkitan selama Renaisans. Perkembangan humanisme diperkenalkan pada abad ke-18 selama periode pencerahan Rosseeu, dan pada abad ke-20 berfungsi sebagai perlindungan terhadap kekuatan yang tumbuh dari sistem kekuatan-kekuatan yang bertanggung jawab atas pengucilan manusia dari masyarakat di era modern.

Dalam perspektif teori humanistik, belajar idealnya diawali dan ditujukan untuk kepentingan humanisasi orang tersebut sendiri. Sehingga, teori belajar humanistik ini lebih bersifat abstrak dan lebih dekat dengan bidang ilmu filsafat, teori kepribadian hingga psikoterapi dibandingkan bidang psikologi pendidikan. Teori belajar ini lebih pada konsep-konsep pendidikan yang membentuk calon dan proses pembelajaran dalam bentuk idealnya. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik untuk memahami pembelajaran dalam bentuk idealnya daripada memahami

(5)

Jurnal Filsafat Indonesia | 147 pembelajaran sebagaimana adanya dan sebagaimana dieksplorasi oleh teori pembelajaran lainnya. Dalam praktiknya, teori humanis ini dapat dilihat misalnya juga pada model pembelajaran yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang pembelajaran bermakna atau

“meaningful learning”, juga milik sekolah kognitif, mengatakan bahwa belajar adalah asimilasi yang bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasi dan dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional dalam peristiwa belajar, karena tanpa motivasi dan keinginan siswa, asimilasi informasi baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada tidak terjadi (Perni, 2019). Dalam pendangan teori humanistik, belajar memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia. Kegiatan pembelajaran dapat dikatakan berhasil apabila peserta didik telah mampu memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Dalam artian, peserta didik telah mampu mencapai aktualisasi diri yang optimal. Teori humanis ini cenderung bersifat ekletik dengan artian bahwa teori apapun dapat digunakan selama tujuan yang diharapkan dapat dicapai. Berdasarkan paparan yang telah penulis kemukakan, selanjutnya sedikitnya dapat diidentifikasi hal-hal yang bersifat penting dalam pendekatan humanistik, yaitu sebagai berikut.

1) Belajar

Pencapaian hasil belajar adalah sesuatu penting dalam dunia pendidikan sehingga setiap tenaga pendidik (guru) idealnya harus terus menerus belajar dan wajib mengembangkan strategi dalam proses kegiatan belajar mengajar agar lebih efektif dan efisien. Menurut (Qodri, 2017), pendidikan dan pembelajaran setiap individu merupakan “kebutuhan pribadi” yang harus dipenuhi setiap orang dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya, baik dalam lingkungan keluarga, organisasi terkecil, lingkungan sekolah, atau komunitas.

Menurut teori belajar humanistik, konsep seseorang adalah konsep belajar yang mewujudkan a) keinginan untuk belajar, b) pembelajaran yang bermakna, c) pembelajaran tanpa ancaman, d) pembelajaran yang diprakarsai sendiri, dan e) pembelajaran dan perubahan. Proses pembelajaran harus mengarah pada manusia, teori belajar ini lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia pendidikan. Humanisme lebih melihat perkembangan kepribadian seseorang. Ciri utama pendekatan humanistik adalah bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, bukan perilaku spesies lain. Penerapan teori humanistik lebih mengacu pada semangat belajar yang mewarnai metode yang diterapkan. Konsekuensi pendidikan adalah dapat mengangkat derajat manusia sebagai makhluk Tuhan yang mulia dan merdeka dan dalam eksistensi hakikinya serta sebagai khalifatullah (Alqhoswatu Taufik, 2020). Dalam pendekatan humanistik, siswa adalah individu yang utuh atau manusia secara keseluruhan. Dengan kata lain, belajar bukan hanya sekedar bahan belajar atau bahan belajar yang menjadi objek, tetapi membantu siswa mengembangkan dirinya sebagai manusia.

2) Pembelajaran Mandiri

Pendidikan saat ini adalah pragmatisme dimana peserta didik dipandang sebagai gelas kosong yang hanya bisa diisi tanpa memandang potensinya. Hal ini dapat melumpuhkan potensi siswa. Pendidikan humanistik melihat siswa sebagai subjek dalam pembelajaran, dimana siswa bebas menentukan arah hidupnya. Lebih kongkretnya, siswa diberikan bimbingan agar memiliki sikap tanggung jawab atas kehidupan diri mereka sendiri dan kehidupan orang lain. Dalam pendidikan humanistik, guru tidak berperan sebagai guru yang hanya memberikan materi yang diperlukan kepada siswa, tetapi guru hanya bertindak sebagai pembantu dan pembicara. Menurut teori belajar humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan seseorang, dimana belajar dianggap berhasil jika pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dalam proses pembelajaran, siswa harus berusaha secara bertahap mencapai realisasi diri sebaik mungkin.

Jika teori tersebut diterapkan, diharapkan mahasiswa mampu meningkatkan prestasi akademiknya. Prestasi belajar adalah buah dari belajar. Ketika prestasi akademik meningkat, maka dapat dikatakan bahwa proses pendidikan berhasil, setelah itu terjadi perubahan pada siswa (Qodri, 2017).

3) Pendidikan Afektif

Pendidikan humanistik berpandangan perkembangan kognitif atau intelektual peserta didik memiliki urgensi yang sama dengan kemampuan afketif peserta didik. Aspek intelektual ini wajib dikembangkan tujuan pendidikan humanistik adalah mentransformasikan dan memposisikan peserta didik sebagai manusia yang bebas dalam proses pembelajaran. Bebas memilih dan melakukan hal-hal positif serta dapat disimpulkan bahwa memandang manusia sebagai makhluk potensial yang diciptakan oleh Tuhan dan membangun karakter pada manusia yang menghargai harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang paling mulia dan sempurna (Rahmatia, 2022). Aspek penting lain di dalam dunia pendidikan ialah materi. Materi yang disampaikan dalam

(6)

Jurnal Filsafat Indonesia | 148 pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan pelatihan itu sendiri. Selain itu, kondisi, ruangan, metode, siswa, dan guru yang memungkinkan untuk menerapkan atau mempelajari materi. Isi atau topik kemudian dapat diidentifikasi dalam proses pembelajaran. Bahan ajar kerangka humanistik harus mengandung dimensi teoritis dan praktis. Sehingga materi yang disampaikan tidak hanya bersifat ide-ide inersia yang diterima begitu saja, namun ide-ide yang diolah dan disempurnakan menjadi kombinasi baru.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian materi pembelajaran meliputi a) materi yang berfungsi pada peningkatan semangat dan motivasi percakapan peserta didik; b) materi memiliki orientasi pada penelitian sehingga tidak hanya berupa bahan kajian serta mengedarkan materi; dan c) materi ini lebih dari sekedar prinsip dan teori yang mengambang karena materi berkaitan dengan masalah yang dihadapi siswa maupun mahasiswa dilingkungannya. Oleh karena itu, materi yang memperhatikan beberapa hal di atas lebih pada konteks pengembangan potensi dan potensi kognitif, emosional, dan psikomotor secara utuh dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungan alam.

4) Motivasi Diri

Pembelajaran humanistik dan teori pembelajaran adalah proses pembelajaran yang diprakarsai oleh manusia dan dipimpin oleh manusia, semuanya didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan. Istilah yang umumnya digunakan adalah humanisasi. Karakteristik belajar teori humanis erat kaitannya dengan eksistensialisme dan memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1) ada dua jenis keberadaan manusia, yang satu ada dengan sendirinya dan yang lain ada untuk dirinya sendiri; 2) kebebasan dalam hal ini kebebasan untuk memilih penelitian, kebebasan untuk mengembangkan kemungkinan, kebebasan untuk menciptakan yang baru; dan 3) kesadaran memungkinkan orang untuk membayangkan apa yang bisa terjadi dan apa yang bisa mereka lakukan (Solichin, 2018).

Aktualisasai diri saat kegiatan pembelajaran adalah salah satu usaha alternatif dari guru untuk mencai titik optimal kemampuan peserta didik untuk berkreasi dan meningkatkan keterampilan dasar peserta didik. Peserta didik ialah peserta utama yang harus memaknai proses belajar. Ketika peserta didik mampu menyadari potensi yang dmilikinya, maka secara otomatis mereka dapat pula mengembangkan potensinya ke arah yang positif. Dalam hal ini, guru berperan sebagai pembimbing yang memperhatikan penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas. Motivasi merupakan suatu keadaan psikologis manusia yang mendorong manusia untuk terlibat dalam suatu kegiatan serta mencapai tujuan tertentu. Motivasi berfungsi untuk menciptakan tingkah laku atau tindakan. Dalam konteks ini, belajar juga tidak akan tercipta jika tidak memiliki motivasi. Adapun aktualiasi penerapan motivasi dalam belajar adalah (Farida, 2021)

a) pemberian hadiah atau penghargaan, b) pemberian poin atau nilai,

c) tingkat keberhasilan dan aspirasi, d) pujian,

e) persaingan dan kerjasama, dan f) memberi harapan.

Pembelajaran berbasis teori humanistik cocok digunakan dalam bahan ajar seperti aspek pengembangan dalam bidang kepribadian, hati nurani. Perubahan sikap serta analisis fenomena sosial yang terjadi. Indikator keberhasilan akademik peserta didik meliputi peserta didik yang menujukkan sikap bahagia, bersemangat, dan belajar mandiri. Peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, dan tidak mengikatkan diri pada pendapat orang lain (Susilawati, 2021).

c. Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka dalam Pandangan Humanisme

Dalam konteks ini, Freire mengungkapkan bahwa orang harus menjadi agen untuk menjadi

"mandiri". Baginya, orang yang sempurna adalah orang yang mandiri dalam hubungannya dengan dirinya, realitasnya, dan dunianya. Jadi, yang ideal akan mendapatkan segalanya.

Keutuhan dicapai melalui kesadaran, sedangkan kesadaran dicapai melalui kebebasan. Karena manusia mengendalikan dirinya sendiri, maka sifat manusia harus mandiri dan bebas dengan sikap kritis, kreativitas, dan arahan yang dapat meningkatkan bahasa pemikiran manusia.

Manusia adalah perpaduan pikiran dan tindakan untuk memanusiakan sejarah dan kebudayaan.

Serta kebebasan adalah sebuah esensi kemanusiaan. Kemerdekaan dalam arti bebas memilih dan tidak terdapat paksaan apapun. Maka dari itu, individualitas adalah klaim pertama dan terakhir umat manusia yang kebenarannya terletak pada nilai-nilai kemanusiaan karena manusia harus dapat bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Oleh karena itu, kebebasan individu

(7)

Jurnal Filsafat Indonesia | 149 adalah hak dasar yang pertama. Tetapi individualitas hanyalah klaim dasar dan pamungkas dari kemanusiaan. Fakta kedua, yaitu sifat sekunder karena manusia pada dasarnya memberkati iman mereka. Oleh karena itu, kebebesan dalam konteks kehidupan sosial harus diciptakan model Ketuhanan. Meskipun kebebasan adalah hakekat kemanusiaan, bukan berarti manusia selalu bebas di mana-mana. Akibatnya, kesetaraan adalah inti dari umat manusia berikutnya.

Dengan demikian, kebebasan orang dibatasi oleh kebebasan orang lain (Mualim, 2017). Konsep pendidikan humanistik menuntut kebebasan untuk menjamin harkat dan martabat manusia terjamin. Kebebasan tidak akan terjadi jika siswa tidak diisolasi diluar dirinya. Ungkapan

“kebebasan belajar” mengandung arti bahwa kebebasan berpikir merupakan ungkapan bagi siswa untuk tidak mengucilkan diri atau merendahkan diri karena persoalan-persoalan eksternal karena kebebasan berpikir membuka sudut pandang yang seluas-luasnya untuk mendekati persoalan hidup. Wattimena menjelaskan bahwa kebebasan berpikir adalah kemampuan untuk melihat sesuatu dengan jelas dan mandiri (Wattimena, 2012). Kebebasan berpikir adalah solusi tepat untuk banyak masalah kualitas sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, proses berpikir yang tepat adalah kunci untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul, mampu beradaptasi, dan memiliki keahlian (Lubaba, 2020).

Kampus merdeka berarti upaya pemusahan untuk kemudahan bergerak dan memiliki otonomi untuk pemerintahan sendiri. MBKM secara unik memilih dan menyelenggarakan kegiatan pembelajaran MBKM dengan menggabungkan keterampilan dan pengetahuan mahasiswa dan perguruan tinggi. Kebijakan lembaga independen tersebut diharapkan dapat memastikan perguruan tinggi Indonesia memiliki ruang yang cukup untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman. Aturan terpenting dari kampus merdeka adalah kebebasan akademik.

Konsep ini umum digunakan dalam dunia pendidikan perguruan tinggi. Namun, kemandirian akademik pertama kali dicetus oleh seorang filsuf Jerman bernama Wilhelm von Hambolt (1809).

Pentingnya kemerdekaan akademik adalah memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk memilih apa dan bagaimana belajar, sedangkan dosen memiliki kebebasan untuk mengajarkan ilmu sesuai dengan keahliannya (Suteja, 2020).

Teori humanistik berurusan dengan proses kognitif dan emosional dalam perilaku. Dalam proses belajar, teori ini mengintegrasikan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh manusia sehingga mereka dapat memilih dan mengatur sendiri hidupnya. Proses pembelajaran dikatakan

“berhasil” jika peserta didik memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses pembelajaran harus berusaha setahap demi setahap untuk mencapai perkembangan yang sebaik-baiknya (Sukardjo & Komarudin, 2015). Ketika mahasiswa berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, maka dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan keterampilan serta pengetahuan yang dimiliki setiap mahasiswa secara ideal. Pelatih berfungsi sebagai pemandu, pendamping, atau pendukung dalam sebuah proses kegiatan yang dilakukan. Guru maupun Dosen dapat membantu siswa serta mahasiwa untuk mengenali dirinya dan menyadari adanya keterampilan serta pengetahuan yang ada pada dirinya. Hal ini berarti bahwa mahasiswa dapat memperbarui dirinya dan memberikan yang terbaik. Filosofi humanisme menganggap belajar berhasil jika siswa memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Dari segi program, aliran humanis beranggapan pentingnya dalam mengembangkan kesadaran sosial, keterampilan, dan suasana belajar yang menyenangkan, serta pikiran dan pikiran yang rileks pada siswa. Untuk membesarkan orang yang unggul dengan intuisi, imajinasi dan etika manusia (Bagir, 2019).

Program MBKM memberikan kesempatan bagi perguruan tinggi untuk melakukan pengembangan terhadap karakteristik pembelajaran seperti minat sosial, keterampilan, bersikap toleransi antarbudaya yang berbeda, memiliki kemandirian, dan berpikir kritis. Tentunya dalam penerapannya, pendidik harus melakukan pendekatan secara bijak dan membuatnya siswa memiliki karakteristik ini untuk menjadi siswa yang unggul, dengan karakter yang baik, menyenangkan, dan cerdas. Konsep “belajar bebas” berarti kebebasan berpikir dan “kampus bebas” berarti upaya membebaskan belenggu, sehingga dapat bergerak lebih mudah dapat dicapai. Sebaliknya, apabila menjadi kontradiksi jika dalam perkembangannya, mahasiswa merasa akan terbebani dalam menjalankan program di MBKM.

Berdasarkan tujuan pendidikan tersebut, MBKM bertujuan untuk meningkatkan kompetensi lulusan, baik soft skill maupun hard skill, mempersiapkan peserta didik lebih siap dan lebih relevan dengan kebutuhan zaman, mempersiapkan lulusan menjadi unggul dan berakhlak mulia. Kepala negara masa depan. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan pendidikan humanistik, yaitu proses dinamis pengembangan keterampilan personel sedemikian rupa sehingga seseorang mencapai pengembangan individu dan kemandirian dalam realisasi diri.

Mengembangkan keterampilan adalah pengayaan diri dan menikmati hidup dalam masyarakat berkembang. Tujuan pendidikan MBKM adalah menekankan pada proses belajar daripada hasil, seperti dalam pendidikan humanistik yang juga menekankan pada proses belajar, bukan hasil

(8)

Jurnal Filsafat Indonesia | 150 belajar. Aliran filsafat humanisme saat ini melihat bahwa setiap individu peserta didik, sebagai mahasiswa, memiliki karakteristik yang unik, kemampuan, dan motivasi yang berbeda. Konsep ini mengacu pada pentingnya mengajar mahasiswa sesuai dengan kualitas mereka sehingga mereka dapat mencapai realisasi diri. Keseragaman kurikulum dan praktik yang sama dapat membatasi mobilitas peserta didik dalam ekspresi dan perolehan kompetensi inti dan kompetensi mitra yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan kurikulum yang memberikan keleluasaan kepada mahasiswa untuk memilih aspek perkembangannya sesuai dengan kerjasama mitra yang dibentuk oleh program rumah mahasiswa. Diharapkan dengan adanya program ini dapat memberikan pengalaman baru bagi mahasiswa untuk memilih program studi sesuai dengan karakteristik dan minatnya, meningkatkan motivasi mahasiswa dan menjadikan mereka alumni yang berguna bagi kehidupan dan masyarakat di sekitarnya. Pembelajaran berhasil apabila dapat menimbulkan perubahan pada diri siswa, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik, mengingat kondisi siswa dengan potensi dan karakteristik yang berbeda-beda (Susilawati, 2021).

4. Simpulan

Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM) bisa dilihat, dianalisis, dan dipelajari berdasarkan perspektif aliran humanisme. Humanisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang menekankan pada aspek kognitif dan afektif peserta didik dalam pembelajaran. Teori humanisme ialah penggabungan kemampuan dan peluang manusia sehinga manusia mampu mandiri dalam kehidupannya. Pada proses belajar, peserta didik wajib berusaha untuk mencapai realisasi diri dengan sebaik mungkin. Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka ialah metode pembelajaran yang menitikberatkan pada experiental learning dalam artian memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat terjun langsung dalam masyarakat serta memberikan pembelajaran yang berkualitas dan pembelajaran yang bermakna. Adapun output kualitas pembelajaran dan makna belajar peserta didik di dalam MBKM bisa terwujud karena peserta didik langsung terlibat secara nyata dalam pembelajaran. Kualitas pembelajaran dan pembelajaran yang bermakna bisa dicapai dengan mengaktualisasikan prinsip pembelajaran humanistik yang meliputi, belajar (learning), belajar secara mandiri, motivasi diri dan pendidikan afektif. Dapat disimpulkan bahwa MBKM ialah pendidikan yang menuntut berkembangnya hard skill dan soft skill peserta didik menjadi lebih baik sesuai dengan kebutuhan zaman.

5. Daftar Pustaka

Alqhoswatu, T. M. (2020). Konsep Belajar Menurut Teori Humanistik (Memanusiakan Manusia).

Jurnal Al-Fikrah, 2507(1), 1–9. http://www.jurnal.stit-almuslihuun.ac.id.

Bagir, H. (2019). Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia : Meluruskan Kembali Falsafah Pendidikan Kita. Mizan Pustaka.

Cahdriyana, R. A., & Richardo, R. (2021). Esensialisme dan Perspektifnya terhadap Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Literasi, XII(2), 107–114. http://staffnew.uny.

Dirjen Pendidikan Tinggi. (2020). Buku Panduan MBKM. Buku Panduan Merdeka Belajar- Kampus Merdeka.

Farida, N. (2021). Fungsi dan Aplikasi Motivasi dalam Pembelajaran. Education and Learning Journal, 2(2), 118. https://doi.org/10.33096/eljour.v2i2.121

Kristiawan, M. (2016). Filsafat Pendidikan the Choice Is Yours (L. Hendri & Juharmen, eds.).

Penerbit Valia Pustaka Jogjakarta.

Kuncoro, J., Handayani, A., Suprihatin, T., Kuncoro, J., Handayani, A., & Suprihatin, T. (2022).

Peningkatan Soft Skill Melalui Kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka ( MBKM ).

Proyeksi, 17(1), 112–126.

Lubaba, H. (2020). Merdeka dalam Berpikir. Bumi Aksara.

Mualim, K. (2017). Gagasan Pemikiran Humanistik dalam Pendidikan (Perbandingan Pemikiran Naquib Al-Attas dengan Paulo Freire). Al-ASASIYYA: Journal Of Basic Education, 13(3), 1576–1580. https://doi.org/10.24269/ajbe.v1i2.680

Nasution, A. G. J. (2020). Diskursus Merdeka Belajar Perspektif Pendidikan Humanisme. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra UIN Sumatera Utara Medan AL ARABIYAH, 6, 1.

Natasya, V. L., Paulina W., Bonaraja P., Ismail M., Diah, P. N. B., Moh Y. E., Masrul, Sahri, Madya A., Ifit N. S., Sri G., Nur A. N., Erni R. B., Bona P.,& A. F. A. (2020). Pengembangan Sumber

(9)

Jurnal Filsafat Indonesia | 151 Daya Manusia Perguruan Tinggi: Sebuah Konsep, Fakta dan Gagasan. Yayasan Kita Menulis.

Perni, N. N. (2019). Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran. Adi Widya: Jurnal Pendidikan Dasar, 3(2), 105. https://doi.org/10.25078/aw.v3i2.889

Qodri, A. (2017). Teori Belajar Humanistik dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Pedagogik, 04(02), 188–202. https://ejournal.unuja.ac.id.

Rahmatia, S. R. D. (2022). Konsep Pendidikan Humanisme dalam Pengembangan Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Ar-Rashid, 7(1), 1–9. Retrieved from https://www.journal.staisyarifmuhammad.ac.id.

Sintiawati, N., Fajarwati, S. R., Mulyanto, A., Muttaqien, K., & Suherman, M. (2022). Partisipasi Civitas Akademik dalam Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Jurnal Basicedu, 6(1), 902–915. https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i1.2036

Solichin, M. M. (2018). Teori Belajar Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan Agama Islam:

Telaah Materi dan Metode Pembelajaran. Islamuna: Jurnal Studi Islam, 5(1), 1–12.

https://doi.org/10.19105/islamuna.v5i1.1856

Sukardjo, M., & Komarudin, U. (2015). Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya (Cetakan ke). Depok: Rajawali Pers. https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=1295284.

Suryaman, M. (2020). Orientasi Pengembangan Kurikulum Merdeka Belajar. Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra, 1(1), 13–28. https://ejournal.unib.ac.id.

Susilawati, N. (2021). Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Humanisme. Jurnal Sikola: Jurnal Kajian Pendidikan dan Pembelajaran, 2(3), 203–219. https://doi.org/10.24036/sikola.v2i3.108

Suteja, J. (2020). Kampus Merdeka : Merdeka Belajar. https://www.researchgate.net.

Uswatiyah, W. (2021). Implikasi Kebijakan Kampus Merdeka Belajar terhadap Manajemen Kurikulum dan Sistem Penilaian Pendidikan. Jurnal Dirosah Islamiyah. 3, 27–40.

https://doi.org/10.17467/jdi.v3i1.299

Wardhana, I. P., S, L. A., & Pratiwi, V. U. (2020). Konsep Pendidikan Taman Siswa sebagai Dasar Kebijakan Pendidikan Nasional Merdeka Belajar di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional,

232–242.

Wattimena, R. A. (2012). Kemerdekaan Pikiran. Rajawali Pers.

Referensi

Dokumen terkait

The influence of the particle size of cenospheres Table 4 shows the density, VOD, and brisance of emulsion explosive samples sensitized by three types of cenospheres: unsieved,