Secara terminologis, ayat adalah kelompok kata yang memiliki awal dan akhir dalam sebuah surat Al-Qur'an. Pentahqiq Ahl al-Sunnah juga berpendapat bahwa Al-Qur'an harus bertransmisi kath'î (mutawatir). Al-Qur'an adalah mukjizat besar yang menjadi dasar agama yang lurus (ashl al-dîn al-qawim).
Perlunya transmisi mutawatir karena Al-Qur'an adalah salah satu bagian dari tubuh utama iman bagi umat Islam. 15 Riwayat Ahad yang dianggap sebagai Al-Qur'an tidak boleh diyakini sebagai Al-Qur'an. Sedangkan surah terakhir masih diperdebatkan, sesuai dengan perbedaan tentang dasar penyusunan surah-surah Al-Qur'an.
Basmalah adalah ayat dari surah al-Fâtihah, dan juga ayat dari setiap surah dalam al-Qur'an. Basmalah bukanlah ayat dari surah al-Fâtihah, dan bukan juga ayat dari surah al-Quran. Basmalah adalah ayat al-Quran yang sempurna yang diturunkan sebagai pemisah antara surah.
ملسو ويلع للها ىلص
Sedangkan mazhab Malik dan mazhab Abû Hanîfah sama-sama menganggap basmalah bukan bagian dari surat al-Fâtihah dan surat-surat lainnya, namun terdapat perbedaan diantara keduanya. Malikiyah menyatakan bahwa basmalah bukan bagian dari al-Qur'an, sedangkan Hanafiyyah menyatakan bahwa bagian al-Qur'an tidak ada di dalam surah, melainkan sebagai pemisah antar surah. 2 D e se m ber Allah bahwa Dia telah memberi manusia tujuh ayat untuk dibaca berulang kali dan Al-Quran yang agung.37.
Al-hamd lillâh Rabb al-„alamîn (al-Fâtihah) adalah induk Al-Qur’an, induk kitab, tujuh ayat yang berulang dan al-Qur’an al-Azhîm.”38. Dalam penjelasannya, al-Syafi`î menyatakan bahwa “Yang dimaksud dengan Al-Qur'an yang Agung adalah Umm al-Qur'an, ayat pertama adalah bacaan bisma Allah al-Rahmân al-Rahîm.”39 Pernyataan al- - Syafi` î juga berdasarkan berbagai riwayat lain yang ia terima seperti riwayat yang diterima dari Sa`îd bin Jubair.40. Beri nama dengan Umm al-Kitâb (Mother Bible) karena makna Al-Qur'an semua kembali ke isi surat al-Fâtihah ini.
Sementara itu, Surat al-Fâtihah disebut juga al-Qur'ân al-Azhîm (ceramah agung) karena mengandung pesan-pesan penting yang akan dirinci dalam surat-surat berikut. 38 Ibnu Katsîr juga menyebutkan beberapa nama lain, seperti al-Hamdu karena diawali lafal al-hamd lillâh Rabb al-„alamîn, al-Shalâh karena menjadi salah satu syarat sahnya shalat, al-Syifâ ( penyembuhan), al-Ruqyah, Asâs al-Qur'an (prinsip-prinsip al-Qur'an), al-Waqiyah (menunggu), al-Kâfiyah (mencukupi), dan al-Kunz (perbendaharaan).
نع ديلمجا دبع انأ يعفاشلا انأ عيبرلا انأ بوقعي نب دممَ سابعلا وبأ انأ اولاق نيرخآ في قاحسإ بيأ نب ايركز وبأ انأ مأ يى لاق ميظعلا نآرقلاو نِاثلما نم اعبس كانيتآ دقلو ولوق في يربج نب ديعس نع بيأ نِبرخأ لاق جيرج نبا
للها اىرخذف سابع نبا لاق ةعباسلا ةيلآا ميحرلا نحمرلا للها مسب لاق ثم كيلع اتهأرق امك سابع نبا يلع اىأرقو رقلا حتتفي نيعي ولعفي سابع نبا ناكو ونع ةلمرح ةياور في يعفاشلا لاق.مكلبق دحلأ اهجرخأ امف مكل
ميحرلا نحمرلا للها مسب
للها ىلص
Dalam tafsirnya al-Dâraquthnî mengatakan bahawa sanadnya adalah sahîh).43 c. Hadis Anas r.a, dia berkata: Pada suatu hari Rasulullah berdiri di hadapan kami, lalu baginda rukuk, lalu baginda mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Kami bertanya, 'Apakah yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah?', baginda menjawab, 'Surah itu baru diwahyukan kepadaku', lalu baginda membaca, 'bismilâh al-Rahmân al-Rahim, innâ a'thaynâka al- kautsar , fa shali li rabbika wanhar, inna syâni'aka huwa al-abtar'. Muslim, al-Nasâ'i, al-Tirmidzi dan Ibn Majah. Hadis yang diriwayatkan oleh al-Nasâ'î, Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân, al-Hâkim daripada Abu Hurayrah bahawa dia berdoa kemudian membaca basmalahnya dengan kuat.
مي ِحَّرلا
Memang Rasulullah SAW membuka bacaan shalatnya dengan bismilâh al-Rahmân al-Rahîm” Al-Tirmidzi berkata, Hadits yang diriwayatkan oleh al-Hâkim dalam kitab Mustadraknya, dari Ibnu Abbas menjelaskannya. Dari sudut pandang lain menyatakan Abu Mazhab Hanifah bahwa penulisan basmalah dalam al-Mushhaf menunjukkan bahwa basmalah adalah bagian dari Al-Qur'an, tetapi tidak menunjukkan bahwa itu adalah ayat dari setiap surah (dengan lantang) dalam doa ketika membaca al-Fâtihah, menunjukkan bahwa dia bukan bagian dari al-Fâtihah.
Namun, sekolah ini tetap membacakan basmelah sebelum al-Fâtihah secara pelan-pelan (pak) di setiap siklusnya. Dalam penilaian Muhammad Ali al-Shabuni, bahwa pandangan tersebut merupakan pandangan yang menjembatani dua pandangan yang bertentangan, yaitu pendapat mazhab al-Syafi'i dan mazhab Maliki.
حيحص :لاق ثم ،ميحرلا نحمرلا للها مسبب رهيج ملسو ويلع للها ىلص للها لوسر ناك
وتءارق عطقي ملسو ويلع للها ىلص للها لوسر ناك
نَْحمَّرلا )
حيحص هدانسإ :نيطقرادلا لاقو . )
بَِّنلا َناَك-
Pengulangan seperti itu merupakan cela atau kesalahan dalam hal kelancaran berbahasa dan tidak pantas ada di dalam Al-Qur'an. Namun, bukan berarti lafal basmalah yang terdapat di awal surah merupakan bagian dari Al-Qur'an. Meskipun riwayatnya diriwayatkan secara mutawatir di awal setiap surah, namun keberadaannya dalam al-Mushhaf sebagai bagian dari ayat-ayat Al-Qur'an bukanlah mutawatir.
Dan satu-satunya kaedah meletakkan Al-Qur`an melalui sejarah mutawâtir yang memastikan wujudnya kepastian yang tidak lagi dipertikaikan tentang kewujudannya dalam Al-Qur`an. Namun, masalah ini masih belum jelas kerana ia sebenarnya bukan amalan biasa untuk menentukan susunan setiap ayat al-Quran. 65. Menurut al-Qurthûbî, bukanlah kebiasaan untuk menentukan susunan setiap ayat dalam al-Quran secara lisan (mutawâtir lafzhî).
Pandangan sebegini masih memberi ruang untuk menentukan ayat-ayat al-Quran sebagai memadai dalam mutawâtir ma`nawî atau mutawâtir `amalî. Penentuan ayat-ayat al-Qur'an dengan mutawâtir `amalî dapat diketahui berdasarkan sejarah pengumpulan al-Qur'an (jam' al-Qur'ân). Seperti yang diketahui, dalam konteks sejarah awal masyarakat Islam, teks al-Quran dalam bentuk manuskrip seperti yang kita lihat hari ini adalah ayat-ayat yang terpisah dan berselerak.
Ketika penulisan Alquran selesai, Khalifah Abu Bakar meminta para sahabatnya untuk menamainya. Alasan penghimpunan Al-Qur'an pada masa Khalifah Abu Bakar adalah ketakutan akan hilangnya ayat-ayat Al-Qur'an, karena Al-Qur'an belum dikumpulkan dalam satu media pun pada masa itu. Ayat-ayat yang dipilih tidak akan ditulis kecuali telah disampaikan kepada para sahabat Nabi terkemuka dan mendapat kesaksian dari mereka bahwa ayat-ayat tersebut adalah ayat-ayat asli Al-Qur'an.
Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu memuat qirâ'at, yang berbeda dengan bacaan Al-Qur'an seperti yang diturunkan misalnya. Dengan demikian, Alquran sudah menjadi kitab yang disebut al-Mushhaf pada saat kedatangan Utsman bin Affan. Dengan demikian, proses penyusunan dan pencatatan ayat-ayat Al-Qur'an menjadi bukti bahwa para sahabat sependapat dalam hal ini.
Adanya lafal basmalah dalam al-Qur'an telah disepakati oleh para sahabat78 dan karenanya pencantumannya merupakan bukti mutasinya yang tak terbantahkan sebagai sebuah ayat dalam al-Qur'an.
بيَأ
Misalnya, hadits yang menekankan bahwa “mereka memulai shalat dengan al-hamd lillâh Rabb al`âlamîn” dipahami dalam beberapa pengertian. Menurut Ibnu Hajar banyak perbedaan pendapat mengenai makna lafal bi al-hamdulillâh Rabb al`âlamîn, beberapa di antaranya memberikan pengertian bahwa al-hamd lillâh Rabb al`âlamîn adalah surah al-Fâtihah, pendapat ini menurut sekelompok ulama yang mereka mensyaratkan basmalah di awal surat al Fatihah. Sebagaimana dikatakan al-Syâfi'î bahwa surat dalam hadits ini adalah surat al-hamdulillâh yang memiliki arti surat al-Fâtihah tanpa membaca lafal al-hamdu lillâhi Rabb al `âlamîn.81.
Ada juga yang mengatakan bahwa makna lafalnya menggunakan makna asli hadits, yaitu membaca al-hamd lilâh Rabb al`âlamin. Selain perbedaan pendapat tersebut, menurut para ulama dalam pengertian hadis ini ada dua versi, yaitu kata al-hamdulillah dalam hadits tersebut berarti surat al-Fâtihah, dan ada pula yang memberikan arti sesuai dengan arti lafal aslinya yang didukung. oleh hadis lain. Para sahabat, Tabi'in dan Tabi'ul-Tabi'in mengamalkan hadits ini sesuai dengan hadits redaksi yaitu ketika memulai shalat langsung dengan bacaan al-hamdu lillâhi Rabb al `âlamin yang dibaca di awal dari surat al-fatihah.
Berbeda dengan al-Syâfi‘î yang menyatakan bahwa Rasulullah saw dan sahabat Abu Bakar, Umar dan Utsman tetap membaca basmalah di awal surah al-Fâtihah sebelum membaca surah. Jadi maksudnya bukan membaca basmalah, tapi tetap membaca basmalah, karena itu awal dari setiap huruf al-qur'an, jika shalat dilakukan dengan bunyi sirrî, maka basmalah juga dibaca sirr, Begitu pula sebaliknya, jika shalat dilakukan dengan suara sirrî. shalat itu wajib membaca jahr, maka basmalah juga harus dibaca jahr. Dalam kitab Faidh al-Bâri Syarh al-Bukhârî disebutkan bahwa mazhab Hanafiyah dalam tafsir hadis ini mengatakan tetap membaca basmalah dengan bacaan sirr, sedangkan mazhab Syafi'iyyah mengatakan bahwa al-hamd li Allah Rabb al `âlamîn adalah nama surat al-Fâtihah, maka bacaan basmalah adalah bagian dari surat al-Fâtihah dan cara membacanya harus jahr.
Menurut al-Hafid al-Zalâ'î al-hamd lillâh Rabb al`âlamîn bukanlah nama surat al-Fâtihah karena nama surat al-Fâtihah hanya al-hamd, sebenarnya membaca Basmalah untuknya adalah sunnah. Memang tidak lazim penentuan ayat-ayat mutawatir Al-Qur'an menggunakan riwayat mutawatir lafzhî. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa mazhab al-Hanafî, al-Syâfi`î dan Hanbalî mencantumkan lafal basmalah sebagai ayat-ayat Al-Qur'an karena didasarkan pada riwayat mutawâtir `amalî, di samping itu terhadap riwayat ahâd yang memiliki nilai shahîh.
Transmisi amal mutawatir yang dimaksud sangat erat kaitannya dengan proses pengumpulan dan pembukuan Al-Qur'an sejak zaman Nabi hingga sekarang, yang didasarkan pada kesepakatan para sahabat. Fakta sejarah proses Jam al-Qur'an (pengumpulan Al-Qur'an) dari zaman Nabi, zaman Khalifah Abu Bakar hingga pembakuan Al-Qur'an pada zaman Khalifah 'Utsman bin Affan menegaskan bahwa para sahabat tidak akan memasukkan atau menolak suatu ayat, jika hanya berdasarkan riwayat masing-masing, meskipun kualitasnya shahih.
وَّللا َلو-
ىلص
ملسو ويلع للها-
2 Se m ber basmalah sebagai ayat al-Qur'an, tidak hanya berdasarkan hadits ahâd, tetapi didukung oleh ijmâ` para sahabat tentang keberadaan Mushaf Uthmânîa atau yang dikenal sebagai sumber mutawatir `amalî.