Jurnal Mercatoria, 16 (2) Desember 2023 ISSN 1979-8652 (Print) ISSN 2541-5913 (Online) DOI: https://doi.org/10.31289/mercatoria.v16i2.9534
Jurnal Mercatoria
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/mercatoria
Dikirim: 16 Mei 2023; Ditinjau: 16 November 2023; Diterima: 15 Desember 2023
Keamanan Nasional dalam Menghadapi Perubahan Cyber Warfare
The Title Should Be Brief and Informative No More Than 15 Words in English
Elfirda Ade Putri1)*, Gede Aditya Pratama2) & Beby Suryani Fithri3) 1,2) Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya,
Indonesia
3) Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Medan Area, Indonesia
*Coresponding Email: [email protected] Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang cyber warfare dan tantangannya kedepan, strategi cyber security di Indonesia serta penguatan cyber security di Indonesia dalam rangka mewujudkan keamanan nasional. Masalah difokuskan pada bagaimana menjaga keamanan nasional dari ancaman serangan cyber yang mungkin terjadi dan kemungkinan taktik pertahanan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan deskriptif analitis dengan teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka dari penelitian sebelumnya dan data sekunder. Kajian ini menyimpulkan bahwa peretas memanfaatkan keresahan masyarakat sebagai celah untuk meluncurkan serangan, mulai dari phishing hingga ransomware, kasus kebocoran data 91 juta pengguna situs belanja online.
Kesimpulannya adalah Indonesia dalam keadaan darurat cyber warfare. Strategi yang harus dilakukan adalah Pembentukan undang-undang khusus tentang tindak pidana siber, Peningkatan sumber daya manusia, dan kerjasama stakeholder di dalam negeri dan kerjasama internasional bidang cyber security untuk mewujudkan keamanan nasional.
Kata Kunci: Keamanan Nasional; Cyber Warfare; Ancaman Cyber.
Abstract
This article aims to obtain an overview of cyber warfare and its future challenges, cyber security strategies in Indonesia and strengthening cyber security in Indonesia in order to realize national security. The issue focuses on how to safeguard national security from the threat of possible cyber attacks and possible defense tactics. The research method used is a qualitative and descriptive analytical approach with data collection techniques using literature studies from previous research and secondary data. This study concluded that hackers exploit public unrest as an opening to launch attacks, ranging from phishing to ransomware, cases of data leakage of 91 million online shopping site users. The conclusion is that Indonesia is in a state of cyber warfare emergency. The strategy that must be implemented is the formation of special laws regarding cyber crimes, increasing human resources, and collaborating with domestic stakeholders and international cooperation in the field of cyber security to realize national security.
Keywords: National Security; Cyber Warfare; Cyber Threat.
How to Cite: Putri, E.A. Pratama, G.A. & Fithri, B.S. (2023). Keamanan Nasional dalam Menghadapi Perubahan Cyber Warfare. Jurnal Mercatoria, 16 (2): 201-208.
202 PENDAHULUAN
Banyak negara yang kini menghubungkan data dan kendalinya atas banyak sektor melalui internet atau online, Kejahatan dunia maya dapat mengganggu dan membahayakan keamanan nasional suatu negara. Karena banyaknya ragam terorisme siber-siberia yang dapat terjadi, saat ini belum ada klasifikasi atau pasti pasti untuk jenis terorisme siber-siberia tersebut. Namun, sebagai salah satu bentuk kejahatan transnasional, kejahatan dunia maya kini mendapat perhatian dalam skala global. Hal ini terlihat dari penetapan kejahatan dunia maya dalam Konferensi Anggota PBB tentang Kejahatan Terorganisir Transnasional sebagai salah satu Kejahatan Baru yang Muncul.
(Conference of States Parties UNTOC) pada tahun 2020.
Menurut Julian Droogan, yang setuju dengan penilaian PBB, kejahatan dunia maya telah menjadi salah satu risiko terbesar terhadap kesejahteraan masyarakat secara global (Droogan, 2010).
Hal ini menunjukkan perlunya langkah- langkah keamanan dikembangkan dan dijadikan pusat baru keamanan nasional suatu negara. Penggunaan internet cukup lazim di Indonesia. Temuan penelitian yang dilakukan bersama Hal ini dibuktikan pada tahun 2020 oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Saat ini, terdapat 171,17 juta pengguna internet di Indonesia atau 64,8% dari total populasi negara (Kaspersky Resource Center, 2020).
Indonesia mempunyai jumlah penduduk sebanyak 264 juta jiwa. Mengingat seberapa sering orang menggunakan internet, terdapat risiko kejahatan dunia maya yang sangat nyata. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus mengambil langkah-langkah untuk memperkuat keamanan siber demi menjaga keamanan nasional (Pratomo, 2019).
Perlu adanya regulasi khusus terkait tindak pidana siber di Indonesia. Dalam regulasi khusus ini dirumuskan aturan umum yang akan berlaku untuk semua
tidak pidana di bidang teknologi informasi dan komunikasi, tindak pidana yang berkaitan dengan kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data atau sistem komputer/sistem elektronik, pedoman pemidanaan, hukum acara yang mengatur prosedur penyelidikan dan penyidikan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, termasuk penggeledahan dan penyitaan alat bukti digital, kerja sama internasional dalam mengatasi tindak pidana siber. Hal demikian dikarenakan melihat kondisi Indonesia yang rentan akan serangan siber dan terdapat celah hukum dalam menghadapi hal tersebut. Undang- undang dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan keamanan siber di Indonesia membagi tanggung jawab ke beberapa kementerian dan hal itu dinilai tidak efektif dalam mencegah ancaman dan kejahatan siber (UUD 1945). Oleh karena itu, sebuah peraturan yang komprehensif untuk keamanan siber sangat dibutuhkan di Indonesia (Rosandry, 2018).
Salah satu tantangan terhadap keamanan nasional adalah serangan siber.
Keamanan nasional adalah keselamatan suatu bangsa secara keseluruhan dan keselamatan masyarakat dalam menjalani kehidupannya dalam suatu bangsa.
Ancaman kontemporer terhadap keamanan nasional mungkin muncul sebagai akibat dari perubahan lingkungan yang dialami semua negara dalam sistem internasional. Kompleksitas tantangan keamanan semakin meningkat akibat langkah ini (Chaplan, 2013).
Ancaman modern seperti Cyber War sudah tidak bisa lagi dibedakan menjadi kategori militer dan non-militer karena kini sudah menjadi ancaman nyata bagi suatu bangsa. Konflik kini tidak hanya terjadi secara fisik, namun juga secara online.
Contoh serangan siber atau tindakan perang antara lain Internet social engineering attacks, Network sniffers, Packet spoofing, aktivitas pembajakan, pemindaian dan penyelidikan otomatis, alat untuk penyusup antar muka pengguna
203 grafis (GUI) serangan otomatis ekstensif, serangan Denial-of-service yang merupakan serangan lazim menggunakan kode yang dapat dieksekusi (di browser), metode untuk menganalisis kode untuk mengetahui kerentanan tanpa sumbernya, serangan distribusi NNTP yang meluas, serangan yang meluas terhadap infrastruktur DNS, meluasnya penggunaan
"Stealth" dan teknik pemindaian mutakhir lainnya, Trojan yang dikendalikan dari jarak jauh untuk Windows (Back Orifice), penyebaran kode berbahaya melalui email, penyebaran Trojan secara luas, alat serangan yang meluas, serangan yang menggunakan penolakan layanan terdistribusi (DDoS), menargetkan pengguna tertentu, metode anti forensik penggunaan worm yang meluas, dan serangan canggih yang menggunakan perintah dan kontrol. Frekuensi serangan siber akan terus meningkat dan ditambah lagi dengan kemajuan teknologi informasi yang semakin kompleks (Nolan, 1994).
Indonesia, sebagai negara berdaulat, saat ini terancam bahaya tersebut. untuk menguraikan kebijakan dan taktik keamanan nasional. Berdasarkan kepentingannya sendiri, suatu negara dapat mengevaluasi suatu bahaya. Suatu permasalahan, kejadian, atau fenomena akan diklasifikasikan sebagai ancaman jika dianggap membahayakan kepentingan nasional. Studi ini memberikan pemetaan bahaya ini, sehingga penting untuk diperdebatkan., Indonesia mampu membentuk suatu kebijakan atau strategi yang dapat digunakan dalam menghadapi ancaman yang membahayakan keamanan nasional. Rumusan penelitian ini adalah bagaimana menjaga keamanan nasional dari ancaman serangan cyber yang mungkin terjadi dan kemungkinan taktik pertahanan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana strategi pertahanan yang tepat guna menjaga keamanan nasional dari serangan siber (Gautama, 2011).
Isu keamanan hanya berfokus terhadap perimbangan kekuasaan negara dalam segi kekuatan militer. Tetapi seiring berjalannya waktu unsur non-militer mencakup hal-hal seperti pertimbangan keamanan ada dalam agenda tertentu.
Perubahan pada ancaman awal mulai terjadi bersifat tradisional (dengan kekuatan militer) lama kelamaan menjadi nontradisional (meluas terhadap ekonomi, politik, sosial dan budaya). Perubahan ini didukung dengan perkembangan global yang pesat, sehingga memunculkan perubahan dalam bentuk ancaman dan peperangan (Buzan, 1997).
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan deskriptif analitis dengan teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka dari penelitian sebelumnya dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mengacu pada makna, konsep, definisi, karakteristik, metafora, simbol, dan deskripsi dari suatu hal (Marzuki, 2014).
Penelitian kualitatif dilakukan melalui pencarian sebuah jawaban dengan memeriksa berbagai pengaturan sosial dan kelompok atau individu di suatu system sosial. Dalam hal ini, penelitian kualitatif memahami lingkungan yang diteliti melalui simbol, ritual, struktur sosial, peran sosial, dan sebagainya. Teknik kualitatif di sini memungkinkan peneliti untuk berbagi dalam pemahaman dan persepsi orang lain dan mengeksplorasi bagaimana orang menyusun dan memberi makna pada kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya desain penelitian yang digunakan adalah Literature Review atau tinjauan pustaka. Penelitian kepustakaan atau kajian literatur (literature review, literature research) merupakan penelitian yang mengkaji atau meninjau secara kritis pengetahuan, gagasan, atau temuan yang terdapat di dalam tubuh literatur
204 berorientasi akademik (academic-oriented literature), serta merumuskan kontribusi teoritis dan metodologisnya untuk topik tertentu. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan studi literatur.
Studi literatur sendiri adalah suatu cara untuk mengumpilkan data dan sumber yang berkaitan dengan hal yang diteliti dalam suatu penelitian. Setelah data yang dibutuhkan telah terkumpul selanjutnya dilakukan analisis deskriptif, yaitu proses penguraian terhadap data yang telah didapatkan, kemudian dijelaskan agar penjelasan dapat dipahami oleh pembaca.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Cyber Warfare atau serangan siber sendiri menjadi ancaman nyata yang dihadapi Indonesia seiring berjalannya zaman serta globalisasi yang membuat informasi lebih mudah didapat, dan jika tidak diproteksi akan mengancam keamanan, dengan penggunaan teknologi juga membuat adanya tindakan illegal seperti hacking, pencurian data, penjualan data pribadi yang rahasia, pembajakan akun, penyebaran virus atau malware yang dimasukkan ke dalam suatu file dan website yang berbahaya bila diklik, data- data penting/rahasia yang diambil alih untuk disalahgunakan, upaya fitnah, penistaan maupun pencemaran nama baik, selain itu juga adanya penyerangan jaringan komputer dari negara lain. Serangan siber ini juga rawan ancaman terorisme, yang melakukan peretasan sistem pemerintah, penghancuran data, dan pencurian informasi (Bima, 2015).
Kebijakan cyber security secara teknis, hal lain yang perlu dipikirkan menurut Kuntjara Pinardi dan Taufik Arief hal pertama yang patut diperhatikan Apakah ada kebutuhan nyata akan satelit khusus untuk keamanan dan pertahanan dalam memerangi kejahatan dunia maya? Mengingat investor asing telah menguasai sejumlah operator telekomunikasi, maka memiliki satelit khusus untuk tujuan pertahanan dan keamanan sangatlah penting (Midhio, 2018) .
Pembangunan dan pertumbuhan terkait erat dengan kebijakan keamanan siber.
penyelenggaraan telekomunikasi, khususnya dalam kegiatan telekomunikasi di bidang pertahanan. Dephankam dan/atau TNI belum atau tidak mampu mendukung kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi Departemen Pertahanan dan Keamanan, TNI, dan/atau pihak lain dapat menggunakan dan memanfaatkan telekomunikasi yang disediakan oleh badan penyelenggara atau badan lain atau telekomunikasi untuk keperluan khusus, saat ini satelit yang digunakan Kemhan/TNI saat ini untuk komunikasi video conference Kemhan/ TNI menyewa kapasitas bandwidth satelit c-band milik PT Indosat, untuk komunikasi data Kemhan/TNI, VPN IP menyewa dari PT.
Telkom dan untuk komunikasi voice Kemhan/
TNI, PTSN dan VPN IP menyewa dari PT Telkom (Kementerian Luar Negeri, 2019).
Gambar Penggunaan Satelit Pertahahan di Masa Damai
Pada gambar dapat diketahui bahwa satelit khusus sangat diperlukan ketika memulai operasi di masa damai, sektor pertahanan berjalan dengan baik. dari pengawalan Presiden/Wakil Presiden, membantu pengawalan tamu-tamu negara, mencegah terjadinya konflik akibat isu separatisme, keamanan perbatasan, di antara tugas-tugas lainnya termasuk mengatasi serangan teroris, keamanan perbatasan karena kejahatan sangat umum terjadi di wilayah perbatasan, mengamankan layanan penerbangan dan angkutan massal lainnya, menghentikan kegiatan separatis, membantu operasi pertolongan, dan mencari berbagai bencana hanyalah beberapa tugas yang
205 dilakukan oleh pencarian dan penyelamatan (SAR), Pengembangan Potensi Nasional (Binpotnas), dan organisasi lainnya.
Akibat berkembangnya aturan dan institusi internasional, pola dominasi Peperangan bersenjata langsung atau konvensional dengan senjata tidak lagi terjadi di suatu negara, Akibatnya dilakukan secara non-linier, tidak langsung, dan proksi konflik.
Ancaman terhadap pertahanan dan keamanan negara saat ini seringkali berupa konflik non- militer atau bersenjata (Vetschera, 2007).
Perang dilakukan secara semu (pseudo) sedemikian rupa sehingga siapa pun yang memiliki kepentingan strategis dari konflik ini tidak jelas atau bahkan tidak ada sama sekali.
Undang-Undang No 24 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Sistem Komunikasi Dan Elektronika Pertahanan Negara, telah ditetapkan bahwa ancaman dalam sistem pertahanan negara terdiri dari ancaman militer dan ancaman non militer, termasuk diantaranya ancaman siber (Permenhan, 2008).
Patut disyukuri, saat ini Indonesia pun mulai mengarahkan corong meriamnya ke arah pertempuran dunia maya. Kementerian Pertahanan menyikapi perang dunia maya ini dengan mulai aktif menggelar seminar maupun lokakarya yang melibatkan Kementerian/LPNK, Perguruan Tinggi, Pakar dan pihak lainnya untuk merumuskan sistem teknologi informasi terpadu dalam menghadapi perang teknologi informasi melalui dunia maya, yang dikemas dalam konsep Sistem Pertahanan Dunia Maya atau Cyber Defense (Perwita, 2008). Sehingga pada tanggal 23 Oktober 2012 Menteri Pertahanan telah membentuk Tim Kerja Pertahanan Dunia Maya, yang diketuai oleh Dirjen Pothan Kemhan dan beranggotakan unit terkait pada Satuan Kerja Kementerian Pertahanan serta Nara Sumber dari Kementerian/LPNK, Perguruan Tinggi, Para Pakar maupun tokoh masyarakat dunia maya, dimana Tim Kerja ini secara garis besar bertugas merumuskan Roadmap Strategi Nasional pertahanan negara yang berkaitan dengan ancaman dunia maya
serta menyiapkan pembentukan organisasi pertahanan dunia maya berskala nasional (National Cyber Defense).
Paradigma keamanan nasional telah berubah dan mencakup isu-isu yang lebih luas, termasuk memastikan keamanan pribadi masyarakat. Tanggung jawab mendasar suatu negara adalah menjamin keselamatan penduduknya, termasuk perlindungan dari berbagai kejahatan dunia maya. Jenis ancaman umum ini memerlukan pendekatan strategis yang berbeda. Praktik penggunaan "senjata"
asimetris yang dibangun secara sistematis untuk memerintah suatu negara. Melalui penggunaan media sosial dan perkembangan lain di dunia maya dan teknologi informasi, keadaan tercipta melalui propaganda.
Kerugian yang berdampak strategis bagi suatu bangsa kini bisa disebabkan oleh perang siber (Darmono, 2010).
Pola devide et impera atau Suatu negara dapat dihancurkan dengan memecah-belah bagian-bagian penyusunnya; perjuangan ini dapat menimbulkan gerakan separatis karena pertimbangan politik dan regional, terdiri dari perselisihan masyarakat berdasarkan etnis, ras, agama, dan primordialisme adalah semua aspek masyarakat. yang terjadi di berbagai negara (Haftendorn, 1991). Cyber War atau ketika globalisasi menjadikan informasi lebih mudah diakses dan keamanan menjadi lebih rentan, serangan siber sendiri merupakan kekhawatiran serius yang harus dihadapi Indonesia. Teknologi juga telah melahirkan aktivitas yang melanggar hukum seperti peretasan, Pencurian data, penjualan informasi pribadi yang sensitif, pencurian akun, memasukkan perangkat lunak berbahaya atau virus ke dalam file atau situs web, dan pencurian data penting atau rahasia untuk penggunaan yang tidak semestinya adalah contoh kejahatan dunia maya, serangan terhadap jaringan komputer dari negara lain, serta upaya fitnah, pencemaran nama baik, dan pencemaran nama baik. Ancaman terorisme, yang mencakup pembobolan sistem pemerintahan, penghapusan data, dan
206 pencurian informasi, menjadikan serangan siber ini juga rentan (Westcott, 2008).
Cyber crime dan Cyber War Selain menyerang individu, hal ini juga menimbulkan ancaman terhadap perdagangan, industri, dan fasilitas penting pemerintah. menciptakan opini internasional dan publik untuk tujuan tertentu, seperti kampanye atau propaganda (Trisni dkk, 2017). Para pelaku ini dapat mencapai hal ini berkat internet dan teknologi informasi, yang menggunakan metode yang lebih hemat biaya dan sumber daya. Serangan dunia maya dapat mengakibatkan penyanderaan, penghancuran informasi pribadi yang sangat penting, dan aktivitas spionase industri, yang semuanya dapat membuat orang merasa cemas dan tidak nyaman. karena terkikisnya batas antar individu dan potensi hilangnya uang dan aset.
Selain itu, jika upaya serangan siber ini berhasil, maka hal ini dapat dieksploitasi untuk kepentingan politik. Internet juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan politik. seperti menyebarkan berita palsu untuk tujuan politik atau rekayasa sektor ekonomi. Konektivitas internet juga memungkinkan untuk melancarkan serangan tanpa mendekati sasaran secara fisik untuk melumpuhkan dan menghancurkan sumber daya negara lain.
Periode globalisasi, di mana masyarakat dan negara-negara semakin terhubung dan bergantung satu sama lain melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan jenis koneksi lainnya, yang mengakibatkan penyempitan batas negara.
Karena kemajuan teknologi, semua orang di planet ini dapat terhubung, dan individu dapat berkomunikasi, mengobrol, dan terhubung satu sama lain (Badan Siber dan Sandi Negara, 2018).
Ohmae (1990) menyatakan Inilah dunia tanpa batas, disebut juga dunia tanpa batas.
Karena pengaruh teknologi dan globalisasi, sebagai hasilnya, dunia nyata yang terbatas menjadi mungkin. berbagai negara terpecah, menjadi satu tempat, dunia yang satu dan sama. Tentu saja hal ini akan menimbulkan berkembangnya Ide-ide berbahaya, budaya non-Indonesia, ajaran-ajaran yang
menyesatkan, dan bahaya-bahaya lain terhadap ideologi nasional harus dihindari membahayakan persatuan dan kesatuan Indonesia (Ardiyanti, 2014).
Untuk Cyber Warfare dapat diuraikan sebagai berikut :
Dari tabel yang telah dilakukan diatas maka, strategi yang dapat diambil diantaranya adalah melakukan kerjasama dengan negara lain dalam rangka membangun keamanan global (Chotimah, 2019). Pemerintah harus mulai membentuk kesadaran akan ancaman dari perang siber ini dan mulai memperbanyak ahli yang memahami soal keamanan dan pertahanan di sektor siber ini sehingga dapat dibentuk sistem keamanan yang terbaik oleh orang-orang yang kompeten (Carter, 1992).
Kolaborasi ini merupakan salah satu taktik yang dapat digunakan untuk meningkatkan keamanan global. Pemerintah perlu mulai meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya perang siber dan mulai mempekerjakan lebih banyak tenaga profesional yang memiliki pengetahuan mengenai isu ini agar suatu sistem dapat dikembangkan, sektor siber perlu diamankan dan dilindungi keamanan terbaik oleh individu yang berkualifikasi (Supriyadi, 2017).
Pengetahuan pemerintah dan kerja sama dengan negara lain kemudian dapat diimplementasikan dalam bentuk peraturan dengan bantuan para ahli siber, kebijakan dan aturan mengenai keamanan siber (cyber law) ini lebih kuat dan memiliki dampak yang lebih luas (Moodie, 2000). Partai-partai politik perlu menyadari perlunya untuk terus meneliti masalah siber ini dalam perbincangan politik di masa depan. Undang-undang yang secara khusus menangani ancaman siber dikembangkan. Selain itu, unsur-unsur penting diperlukan lebih banyak jajaran yang berpengetahuan dan terampil di bidang TI, seperti TNI dan Polri, untuk menghentikan
207 segala serangan siber yang dapat membahayakan keamanan nasional Indonesia.
Indonesia harus memperkuat pertahanannya melalui pembuatan regulasi dan undang-undang mengingat kompleksitas ancaman yang terus menyatu dan bersinergi, khususnya terkait dengan ancaman serangan siber, kolaborasi pihak-pihak terkait, penambahan tenaga ahli yang mumpuni di bidang keamanan siber, serta inisiatif untuk meningkatkan kesadaran akan isu ini di kalangan anak sekolah dan masyarakat umum melalui seminar yang berdampak pada semakin besarnya minat masyarakat terhadap ancaman siber dan potensi terjadinya perang siber. Dengan memasukkan masyarakat sebagai sumber pengetahuan dan pelaksana kekuatan pertahanan universal, kerja sama dalam komunitas intelijen dan lintas negara harus ditingkatkan. Diharapkan dengan upaya maksimal, Indonesia pada akhirnya akan berkembang menjadi negara yang aman dari ancaman siber, memiliki sistem pertahanan siber yang kuat, dan memiliki banyak sumber daya manusia yang terampil di bidang pertahanan siber.
SIMPULAN
Indonesia tidak hanya menghadapi ancaman tradisional ataupun non- tradisional, isu pertahanan berada pada tahap yang semakin kompleks dengan kemunculan ancaman yang baru. Dapat disimpulkan bahwa medan pertempuran yang dimiliki Indonesia saat ini terdiri dari darat, laut, udara, luar angkasa dan cyber space. Indonesia saat ini tidak lepas dari ancaman terutama ancaman yang berbentuk hybrid. Kompleksitas ancaman yang terus berkombinasi dan bersinergi terutaman terkait ancaman serangan siber, tentunya mengharuskan Indonesia menguatkan pertahanan dalam bentuk pembuatan kebijakan dan undang-undang, sinergitas stakeholder terkait, serta menambah orang orang ahli yang kompeten di bidang siber, dan juga upaya pengenalan melalui seminar kepada
masyarakat umum dan pengenalan pada anak-anak sekolah untuk menambah kesadaran akan pentingnya hal ini yang kemudian berimplikasi pada meningkatnya ketertarikan publik akan ancaman siber dan kemungkinan Cyber War.
Kerangka hukum cyber security di Indonesia saat ini dibangun diantaranya berdasarkan atas dasar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11 Tahun 2008 (UU ITE, 2008). Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik No. 82 Tahun 2012 serta surat edaran menteri dan peraturan Menteri (Perpu, 2012). Secara nasional, terdapat sejumlah permasalah terkait dengan pembangunan Pembatasan diperlukan demi keamanan siber yang kuat karena kesadaran pejabat negara terhadap masalah ini masih terbatas. pengunaan layanan yang servernya berada di luar negeri dan diperlukan adanya pengunaan secured system.
Pengaturan dan penataan Salah satu syarat untuk mencapai keamanan siber yang dapat diandalkan adalah adanya lembaga keamanan siber nasional yang kuat. penangganan cyber security harus sangat tergabung dan mencakup sejumlah entitas sekutu, termasuk intelijen, kementerian Pertahanan dan TNI bersama penegak hukum, pertahanan, dan keamanan pemerintah sebagai regulator yang dalam hal ini diwakili oleh Lembaga Kriptografi Nasional, Kominfo, dan ISSIRTI.
Keamanan siber masa depan di Indonesia dibangun dengan perumusan strategi nasional yang didasarkan pada empat pilar, yaitu: pengembangan perangkat lunak (software), seperti sistem dan aplikasi, dan pengembangan perangkat keras (hardware); pengembangan sarana dan prasarana teknologi informasi; manajemen konten (manajemen konten);
telekomunikasi dan jaringan;
perkembangan internet; dan perdagangan online atau melalui internet.
208 DAFTAR PUSTAKA
Ardiyanti, H. (2014). Cyber Security dan Tantangan Pengembangannya di Indonesi. Jurnal DPR RI.
From https://jurnal. dpr.go.id/index .php/politica /article /view/336
Badan Siber dan Sandi Negara. (2018). Rencana Strategis Badan Siber dan Sandi Negara Tahun 2018-2019. 6-8.
Buzan, B. (1997). Rethinking Security after The Cold War. The Nordic Journal of International Studies Vol. 32 no. 1, 5-28.
Carter, A., Perry, W., & Steinbrunner, J. D. (1992). A New Concept of Cooperative Security. Washington D.C: Brookings Institution
Chaplan, N. (2013). Cyber War: the Challenge to National Security, Global Security Studies, Winter 2013, Volume 4, Issue 1, University of North Carolina Wilmington.
Chotimah, H.C. (2019). Tata Kelola Keamanan Siber dan Diplomasi Siber Indonesia di Bawah Kelembagaan Badan Siber dan Sandi Negara.
Jurnal Politica Vol.10 No. 2.
Darmono, L.B. (2010). Konsep dan Sistem Keamanan Nasional Indonesia. Jurnal Ketahanan Nasional XV No. 1.
Droogan, J. (2010). Asian Transnational Security Challenges: Emerging Trends, Regional Visions.
The Council for Asian Transnational Threat Research.
Gautama, H. (2011). Penerapan Cyber Security. From http://kemhubri
.dephub.go.id/pusdatin/files/materi/Penerapa n_Cybersecurity.pdf
Haftendorn, H. (1991). The Security Puzzle: Theory, Building and Discipline in International Security.
Intenational studies quarterly. vol.35 no.1, 3-17.
Kaspersky Resource Center. (2020). What is Cyber Security? Retrieved May 21, 2020 from Kaspersky.com:
https://www.kaspersky.com/resourcecenter/d efinitions/what-is-cyber-security
Kementrian Luar Negeri. (2019), April 7. Kejahatan Lintas Negara. Retrieved May 20, 2020 from Kemenlu.go.id: https:// kemlu.go.id/ portal/id /read/89/halaman_list_lainnya/kejahatan- lintas-negara.
Manopo, B.Y. & Sari, D.AA. (2015). ASEAN Regional Forum: Realizing Regional Cyber Security in ASEAN Region. Belli ac Pacis. Vol. 1. No.1 , 44-51.
Buzan, B. 1991. New Patterns of Global Security in Twentieth Century. International Affairs Vol.
67 No. 31, 439-451.
Marzuki, P.M. (2014). Penelitian Hukum. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Midhio, I Wayan, Yono Reksoprodjo, and Hamzah Zaelani. (2018). Pembangunan Kapasitas Cyber Security Di Negara Asean: Analisis Komparatif Terhadap Brunei Dan Indonesia. Jurnal Prodi Perang Asimetris Volume 4, Nomor 1.
Moodie, M. (2000). Cooperative Security: Implications for National Security and International Relations.
Albuquerque: Sandia National Laboratories.
Nolan, J. (1994). The Concept of Cooperative Security;
Global Engagement, Cooperation and Security in the 21st Century. Washington D.C: Brookings.
Perwita, P.A. (2008). Dinamika Keamanan dalam Hubungan Internasional dan Implikasinya Terhadap Indonesia. 13.
Pratomo, Y. (2019) (Mei 16). APJII: Jumlah Pengguna Internet di Indonesia Tembus 171 Juta Jiwa.
Retrieved May 20, 2020 from Kompas News:
https://tekno.kompas.com/read/2019/05/16/
03260037/apjiijumlah-pengguna-internet-di- indonesia-tembus-171-juta-jiwa
Rosandry, I. (2018) (November 22). Merajut Diplomasi Siber Indonesia. From Media Indonesia: https://
mediaindonesia.com/ read /detail/199360 - merajut-diplomasi-siber-indonesia
Supriyadi, B. (2017). Persepsi Bersama Indonesia- Australia Dalam Hibah Dana dan Peralatan Investigasi Cyber Crime dari Australia Kepada Indonesia. Journal of International Relations, Volume 3, Nomor 1, 140-149
Trisni, S. Isnarti, R. & Halim, A. (2017). Peningkatan Keamanan Siber Asean Melalui Kerja Sama Keamanan Siber Dengan Australia. ASEAN Studies Center Universitas Andalas.
Vetschera, H. (2007). Cooperative Security: The Concept And Its Application In South Eastern Europe.
Westcott, N. (2008). Digital Diplomacy: The Impact of the Internet on International Relations. Research Report 16, 14.
Peraturan Perundang-Undangan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11 Tahun 2008.
Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik No. 82 Tahun 2012.
Peraturan Kementerian Pertahanan Nomor 24 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Sistem Komunikasi Dan Elektronika Pertahanan Negara.